Anda di halaman 1dari 34

II.

1 Dismenorea
II.1.1 Pengertian Dismenorea
Dismenorea didefinisikan sebagai nyeri haid yang sedemikian hebatnya sehingga
memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya
sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari.12
Dismenorea dibagi menjadi dua berdasarkan ada-tidaknya kelainan ginekologis, yaitu:
1. Dismenorea primer (esensial, intrinsik, idiopatik), yaitu dismenorea yang terjadi tanpa
disertai adanya kelainan ginekologis.
2. Dismenorea sekunder (ekstrinsik, aquaired), yaitu dismenorea yang berkaitan dengan
kelainan ginekologis, baik kelainan anatomi maupun proses patologis pada pelvis.
Namun, pembagian di atas tidak seberapa tajam batasannya karena dismenorea yang pada
mulanya didiagnosa sebagai dismenorea primer, kadang-kadang memperlihatkan kelainan
ginekologis setelah diteliti lebih lanjut sehingga menjadi dismenorea sekunder.
Dismenorea primer timbul sejak menarche, biasanya pada tahun pertama atau kedua haid.
Biasanya terjadi pada usia antara 15-25 tahun dan kemudian hilang pada usia akhir 20-an
atau awal 30-an. Nyeri biasanya terjadi beberapa jam sebelum atau setelah periode
menstruasi dan dapat berlanjut hingga 48-72 jam. Nyeri diuraikan sebagai mirip-kejang,
spasmodik, terlokalisasi pada perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar
ke paha dan pinggang bawah. Dapat disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala,
nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya.
Dismenorea sekunder biasanya terjadi beberapa tahun setelah menarche, dapat juga
dimulai setelah usia 25 tahun. Nyeri dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan
terus berlangsung hingga beberapa hari setelah menstruasi. Pada dismenorea sekunder
dijumpai kelainan ginekologis seperti endometriosis, adenomiosis, kista ovarium, mioma
uteri, radang pelvis dan lain-lain. Dapat pula disertai dengan dispareuni, kemandulan, dan
perdarahan yang abnormal.
Ditinjau dari berat-ringannya rasa nyeri, dismenorea dibagi menjadi:
1. Dismenorea ringan, yaitu dismenorea dengan rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat
sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan nyeri, tanpa disertai pemakaian
obat.
2. Dismenorea sedang, yaitu dismenorea yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa
nyeri, tanpa perlu meninggalkan aktivitas sehari-hari.
3. Dismenorea berat, yaitu dismenorea yang memerlukan istirahat sedemikian lama dengan
akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih.
II.1.2 Patofisiologi Dismenorea

Patofisiologi terjadinya dismenorea hingga kini masih belum jelas. Beberapa faktor
diduga berperan dalam timbulnya dismenorea primer yaitu:
1. Faktor psikis dan konstitusi
Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dismenorea primer mudah terjadi. Faktor
konstitusi erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini dapat menurunkan ketahanan
terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah perkawinan dismenorea hilang, dan jarang
sekali dismenorea menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut
(perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun
perubahan psikis. Disamping itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan
dismenorea primer.
2. Faktor obstruksi canalis cervicalis
Dismenorea sering terjadi pada wanita yang memiliki uterus posisi hiperantefleksi
dengan stenosis pada canalis servicalis. Namun, hal ini tidak dianggap sebagai faktor
yang penting dalam terjadinya dismenorea sebab banyak wanita yang mengalami
dismenorea tanpa adanya stenosis canalis cervicalis ataupun uterus hiperantefleksi.
3. Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya hubungan antara dismenorea
dengan urtikaria, migrain atau asma bronkiale.
4. Faktor neurologis
Uterus dipersyarafi oleh sistem syaraf otonom yang terdiri dari syaraf simpatis dan
parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenorea ditimbulkan oleh
ketidakseimbangan pengendalian sistem syaraf otonom terhadap miometrium. Pada
keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh syaraf simpatis sehingga serabutserabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik.
5. Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dengan dismenorea primer sangat tinggi dibandingkan
dengan wanita tanpa dismenorea. Pemberian vasopresin pada saat menstruasi
menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan
menimbulkan nyeri. Namun, hingga kini peranan pasti vasopresin dalam mekanisme
terjadinya dismenorea masih belum jelas.
6. Prostaglandin
Penelitian pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa prostaglandin memegang
peranan penting dalam terjadinya dismenorea. Prostaglandin yang berperan disini yaitu
prostaglandin E2 (PGE2) dan F2 (PGF2 ). Pelepasan prostaglandin diinduksi oleh
adanya lisis endometrium dan rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim.
Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf
terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan
peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg

dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium


yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi
iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika
prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain
dismenorea timbul pula diare, mual, dan muntah.
7. Faktor hormonal
Umumnya kejang yang terjadi pada dismenorea primer dianggap terjadi akibat kontraksi
uterus yang berlebihan. Dalam penelitian Novak dan Reynolds terhadap uterus kelinci
didapatkan kesimpulan bahwa hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus, sedang
hormon progesteron menghambatnya. Tetapi teori ini tidak menerangkan mengapa
dismenorea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya disertai
tingginya kadar estrogen tanpa adanya progesteron.
Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2 dalam jumlah
banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan
terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim
fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui
perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat. Peningkatan prostaglandin pada
endometrium yang mengikuti turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir
menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus.
8. Leukotren
Helsa (1992), mengemukakan bahwa leukotren meningkatkan sensitivitas serabut nyeri
pada uterus. Leukotren dalam jumlah besar ditemukan dalam uterus wanita dengan
dismenorea primer yang tidak memberi respon terhadap pemberian antagonis
prostaglandin.
Sama seperti dismenorea primer, penyebab dismenorea sekunder juga belum diketahui
dengan pasti. Dismenorea sekunder diduga disebabkan oleh peningkatan prostaglandin
yang merupakan mediator dalam reaksi radang yang jumlahnya akan tinggi pada keadaan
adanya penyakit radang panggul seperti endometriosis, fibromioma, serta kelainan
ginekologis lainnya. Namun, pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid dan kontrasepsi
oral untuk mengatasi dismenorea sekunder kurang memberi respon yang memuaskan.

2.1. Definisi Dismenore


Dismenore (dysmenorrheu) berasal dari bahasa yunani. Kata dys yang berarti sulit, nyeri,
abnormal : meno yang berarti bulan ; dan rrhea yang berarti aliran. Dismenore adalah
kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/menntruasi yang dapat mengganggu aktivitas
dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut
maupun pinggul.
Menurut kamus kesehatan, dismenore adalah nyeri mentruasi yang mungkin disertai kram
perut, kejang (spasme), dan nyeri punggung.
2.2. Klasifikasi Dismenore
Dismenore dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan
atau penyebab yang sapat diamati, berikut adalah klasifikasi dismenore :
2.2.1. Dismenore berdasarkan jenis nyeri
1.
Dismenore spasmodik
Dismenore spamosdik adalah nyeri yang dirasakan di bagian bawah perut dan terjadi
sebelum atau segera setelah haid dimulai. Dismenore spasmodic dapat dialami oleh
wanita muda maupun wanita berusai 40 tahun ke atas. Sebagian wanita yang mengalami
dismenore spasmodik tidak dapat melakukan aktivitas. Adapun tanda dismenore
spamodik antara lain sebagai berikut :

Pingsan

Mual

Muntah
Dismenore spamosdik dapat diobati atau di kurangi dengan melahirkan bayi pertama,
walaupun tidak semua wanita mengalami hal tersebut.
2.
Dismenore Kongestif
Dismenore kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid dating. Gejala yang
ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Pada saat haid
dating, tidak terlalu menimbulkan nyeri, bahkan setelah hari pertama haid. Penderita
dismenore kongestif akan merasa lebih baik di bandingkan dengan dismenore spasmodik.
Adapun gejala yang ditimbulkan pada dismenore kongestif antara lain :

Pegal (pegal pada paha)

Sakit pada payudara

Lelah

Mudah tersinggung

Kehilangan keseimbangan

Ceroboh
Gangguan tidur dan timbul memar dipaha dan lengan atas.

2.2.2. Dismenore berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab


1.
Dismenore Primer
Dismenore primer biasanya dimulai dalam 6 hingga 12 bulan setelahmenarche (pertama
kali menstruasi). Saat menstruasi, pelepasan sel-sel endometrium akan diikuti dengan
dikeluarkannya prostaglandin yang akan menyebabkan timbulnya iskemia, kontraksi
miometrium dan vasokonstriksi. Ternyata dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
wanita dengan dismenorhea berat, terjadi peningkatan prostaglandin pada darah
menstruasinya.
Keadaan di bawah ini akan meningkatkan risiko mengalami dismenorhea primer yaitu:
Wanita yang merokok
Wanita yang minum alkohol selama menstruasi karena alkohol akan memperpanjang
nyeri pada saat menstruasi
Wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas
Wanita yang tidak memiliki anak
Menarche dini (wanita yang pertama menstruasi sebelum umur 12 tahun)
Mempunyai riwayat yang sama dalam keluarga
2.
Dismenore Sekunder
Dismenorhea sekunder bisa terjadi kapanpun setelah menarche, tetapi paling sering ketika
wanita berumur 20an atau 30an tahun, setelah beberapa tahun mengalami siklus normal
tanpa rasa nyeri. Peningkatan prostaglandin juga ikut berperan di sini, akan tetapi disertai
adanya kelainan atau penyakit pada pelvic (panggul). Penyebab tersering adalah
endometriosis, leiomioma, adenomiosis, polip endometrial, chronic pelvic inflammatory
disease (PID), dan pemakaian IUD.
2.3. Etiologi Dismenore
Penyebab dari nyeri haid ini belum ditemukan secara pasti meskipun telah banyak
penelitian yang dilakukan untuk mencari penyebabnya.
2.3.1.
Etiologi atau penyebab dari dismenore primer
1.
Faktor Psikologis
Biasanya terjadi pada remaja dengan emosi yang tidak stabil, mempunyaiambang nyeri
yang rendah, sehingga sangat sedikit rasa nyeri dapat merasakan kesakitan
2.
Factor Endokrin
Pada umumnya hal ini di hubungkan dengan kontraksi usus yang tidak baik. Hal ini
sangat erat kaintannya dengan pengeruh hormonal. Peningkatan produksi prostaglandin
akan menyebabkan terjadinya kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi sehingga
menimbulkan nyeri.
2.3.2. Etiologi Dismenore Sekunder
Dalam dismenore sekunder, etiologi yang mungkn terjadi adalah :
1.
Factor Konstitusi Seperti Anemia
Pemakaian kontrasepsi IUD, benjolan yang menyebabkan penderahan, tumor atau
fibroid.

2.
Anomali Uterus kongenital
Anomali Uterus kongenital,Seperti rahim yang terbalik, peradangan selaput lender rahim.
3.
Endometriosis
Penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan endometrium diluar rongga
rahim. Endometrium adalah jaringan yang membatasi bagian dalam rahim. Saat siklus
metruasi, lapisan endometrium ini akan bertambah sebagai lapisan terjadinya kehamilan.
Bila kehamilan tidak terjadi, maka lapisan ini akan terlepas dan di keluarkan sebagai
mentruasi.
3.4. Tanda dan Gejala Dismenore
Dismenore dapat di tandai dengan gajala nyeri pada perut bagian bawah, nyeri yang
dirasakan sebagai kram yang timbul hilang atau sebagai nyeru tumpul yang terus menerus
ada. Nyeri mulai timbul sesaat sesudah atau selama haid, mencapai puncaknya dalam
waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai dengan
sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih, dan kadang sampai menjadi
muntah.
3.5. Diagnosis Dismenore
Diagnosis dimulai dengan evaluasi ginekologis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
termasuk pemeriksaan rongga panggul. Diagnosis dismenorhea hanya bisa dipastikan saat
dokter telah mengeliminasi kelainan menstruasi yang lain atau kondisi medis lain dengan
gejala yang sama atau pengobatan yang mungkin bisa menyebabkan kondisi seperti itu.
Sebagai tambahan, prosedur diagnostik untuk dismenorhea termasuk di dalamnya antara
lain dengan USG, MRI, laparoskopi dan histeroskopi.
Dismenorhea primer dengan sekunder dapat dibedakan melalui anamnesis, termasuk di
dalamnya usia pada saat menarche, perdarahan abnormal dari vagina atau cairan
abnormal dari vagina, dispareunia (nyeri saat hubungan seksual) dan riwayat obstetri.
2.6. Cara Mengatasi Dismenore
Cara untuk mengatasi dismenore dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat anti
peradangan non steroid ( ibuprofen, naprokseen, asam mefenamat). Obat ini akan efektif
jika diminum 2 hari sebelum mentruasi dan dilanjutkan sampai 1-2 hari ketika mentruasi.
Selain dengan obat-obatan, dismenore juga dapat diatasi dengan cara-cara sebagai berikut
:
v Istirahat cukup
v Olah raga teratur (terutama jalan)
v Pemijatan
v Mengalami orgasme (bagi yang telah menikah)
v Kompres hangat diarea sekitar perut
v Banyak mengkonsumsi air putih, hindari konsumsi garam berlebihan serta kafein untuk
mencegah pembengkakan dan retensi cairan
v Makan makanan kaya zat besi, kalsium, vitamin B kompleks seperti susu, sayuran
hijau
v Tinggikan posisi pinggul melebihi bahu ketika tidur telentang untuk membantu
meredakan dismenore.

Defenisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot uterus.
Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar Michaelis . Nyeri
dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus menerus.
Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah dismenorea
biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita mengobati sendiri
dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa penderita
untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk beberapa
jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum jelas, tetapi
akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada keadaan
dismenore kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya
yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan wanita
mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul dalam
bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana beberapa yang lain menderita rasa
sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan sebagai
dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat
ada kelainan jelas yang menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi cenderung untuk
tidak menderita kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka yang baru saja mulai
menstruasi atau mereka yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi sering merubah
gejala-gejala menstruasi seorang wanita, dan sering menjadi lebih baik.
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya untuk
beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis dismenorea, yaitu
dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea menurut Sunaryo
(1989) adalah sebagai berikut : pertama dismenorea primer atau esensial, intrinsik,
idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan atau didapati adanya kelainan ginekologik

yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa nyerinya
disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya endometriosis, mioma
uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD.
Menurut Huffman (1968) menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja hampir
semuanya
disebabkan
dismenorea
primer.
Dismenorea primer disebabkan karena gangguan keseimbangan fungsional, bukan karena
penyakit organik pelvis, sedangkan dismenorea sekunder berhubungan dengan kelainan
organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja
B.

Klasifikasi Dismenore
Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :
a.

Desminore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari
bulan ke-6 sampai tahun ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali
hilang saat berusia 25thn atau setelah wanita hamil dan melahirkan
pervaginam. Faktor psikogenik dapat mempengaruhi gejala, tetapi gejala pasti
berhubungan dengan ovulasi dan tidak terjadi saat ovulasi disupresi. Selama
fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya, prostaglandin F2 alfa (PGF2)
disekresi. Pelepasan PGF2 yang berlebihan meningkatkan amplitude dan
frekuensi reaksiuterus dan menyebabkan vesospasme arteriol uterus, sehingga
menyebabkan iskemia dan kram abdomen bawah yang bersifak siklik. Respon
sistemik terhadap PGF2 meliputi nyeri punggung , kelemahan, mengeluarkan
keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan gejala
system saraf pusat (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk)
(Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan prostaglandin yang berlebihan
belum diketahui.

b.

Desminore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti


endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium
atau uterus dan polip uterus. IUD juga dapat menyebabkan desminore
sekunder. Desminore sekunder dapat disalah artikan sebagai desminore primer
aatau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan dini. Pada kasus pemeriksaan
pelvis abnormal dibutuhkan evaluasi selanjutnya untuk menentukan diagnosis.
Desminore dapat timbul pada perempuan dengan menometroragia yang
meningkat. Evaluasi yang hati-hati harus dilakukan untuk mencari kelainan
dalam kavum uteri atau pelvis yang dapat menimbulkan kedua gejala tersebut.
Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG), sonogram transvaginal (TSV), dan
laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk evaluasi. Pengobatak ditujukan
untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.

C. Etiologi
a.

Dismenore Primer
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang
menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat
di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenore Primer

a.

Faktor
endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum. Menurut
Novak dan
Reynolds, hormon progesteron menghambat atau
mencegah kontraktilitas uterus
sedangkan hormon estrogen
merangsang
kontraktilitas
uterus.
b.
Kelainan
organik
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis servikalis,
mioma
submukosum bertangkai, polip endometrium.
c.
Faktor
kejiwaan
atau
gangguan
psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat
berteduh,
konflik
dengan
kewanitaannya,
dan
imaturitas.
d.
Faktor
konstitusi
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi timbulnya
dismenorea.
e.
Faktor
alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada
asosiasi
antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma bronkiale.
b.

Dismenore sekunder mungkin di sebabkan oleh kondisi berikut :


1.
Endometriosis
2.
Polip atau fibroid uterus
3.
Penyakit radang panggul
4.
Perdarahan uterus disfungsional
5.
Prolaps uterus
6.
Maladaptasi pemakaian AKDR
7.
Produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abotus spontan, abortus
terauputik, atau ,melahirkan.
8.
Kanker ovarium atau uterus.

D. Pathofisiologi

1.

Dismenorea primer
(primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan
pertama setelah
menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular ovulatory
cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang
terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang
menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi.
Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid
(menstrual fluid) pada wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea).
Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi.
Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru menunjukkan bahwa
patogenesis dismenorea primer adalah karena prostaglandin F2alpha
(PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a potent myometrial
stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori (Willman,
1976). Respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenorea
mendukung pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin
(prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan
kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan
aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di
cairan endometrium (endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan
berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase
folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama
menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di
endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal
menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang
berlebihan (Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk
mempertinggi sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992).
Jumlah leukotriene yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di
endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon terhadap
pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini,
1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin,
terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah
uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979).
Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan
pelepasan prostaglandin.

2.

Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah
menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an,
setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles).
Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun,

secara pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant


pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis,
leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic
inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD
(intrauterine device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor
yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis
berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
E. Gambaran Klinis
Menurut Harlow (1996), juga terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya dismenorea yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :

Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)

Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)

Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)

Merokok (smoking)

Riwayat keluarga yang positif (positive family history)


A. Dismenore Primer
1.
Deskripsi perjalanan penyakit
a.
Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian
tengah, bersifat spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau
paha bagian dalam.
b.
Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi,
namun nyeri yang paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan
mereda pada hari kedua.
c.
Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :

Muntah

Diare


Sakit kepala

Sinkop

Nyeri kaki
2.
Karakteristik dan faktor yang berkaitan :
a.
Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.
b.
Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 2327 tahun, lalu mulai mereda.
c.
Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap menuntun
signifikasi setelah kelahiran anak.
d.
Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.
e.
Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.
f.
Jarang terjadi pada atlet.
g.
Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang
tidak teratur.
h.
Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
i.
Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
B.

Dismenore sekunder
1.
Indikasi
a.
Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun
b.
Nyeri berdifat unilateral.
2.
Faktor yang berhubungan sebagai penyebab
a.
PRP

Awitan akut

Dispraurenia

Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak

Massa adneksia yang dapat teraba


b.
Endometriosis

Dispsreunia siklik

Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi


(tidak terjadi sebelum menstruasi dan tidak berakhior dalam
beberapa jam, seperti pada kasus dismenore primer).

Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik


pada sisi lesi.

Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama


pemeriksaan.
c.
Fibriliomioma dan polip uterus

Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun


reproduksi dari npada dismenore primer.

Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.

Nyeri kram


Fibroleimioma yang dapat teraba

Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.


Prolaps uterus

Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu


reproduktif dari pada dismenore primer.

Lebih umum terjadi pada pasian multipara.

Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan


menetap sepanjang menstruasi.

Disertai disparunia dan nyeri panggul yang dapata di


pulihkan dengan posisi terlentang, atau lutut-dada.

Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan.

d.

Tanda gejala umum yang paling sering muncul yaitu :

Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar sampai


area lumbrosacral.

Sering disertai nausea, muntah

Diare

Kelelahan

Nyeri kepala

Emosi labil
Perbandingan gejala Dismenore Primer dengan Dismenore Sekunder :
1.

2.

Dismenore Primer
usia lebih muda
timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur
sering pada nulipara
nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
nyeri timbul mendahului haid, meningkat pada dan meningkat
bersamaan hari pertama dan kemudian dengan keluarnya darah
haid
sering memberikan respons - sering memerlukan tindakan
terhadap pengobatan medika dakan operatif mentosa
sering disertai mual, muntah, - tidak diare, kelelahan dan nyeri
kepala
Dismenore Sekunder
usia lebih tua
tidak tentu
tidak berhubungan dengan paritas
nyeri terus-menerus

F.

nyeri mulai pada saat haid menghilang bersamaan haid dengan


keluarnya darah haid.

Perbedaan antara dismenore primer dan sekunder menurut riwayat dan


pemeriksaan fisik.
1.

Riwayat
a.
Riwayat menstruasi

Awitan menarke

Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke

Frekuensi dan keteraturan siklus

Lama dan jumlah aliran menstruasi

Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran


menstruasi.
b.
Deskripsi nyeri

Awitan yang terkait dangan masa menstruasi

Rasa kram spasmodic atau menetap

Lokasi menyeluruh atau spesifik

Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah

Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.

Memburuk saat palpasi atau bergerak


c.
Gejala yang berkaitan

Gejala ekstragenetalia

Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan


silus menstruasi.
d.
Riwayat obstetri-paritas
e.
Pemasangan AKDR
f.
Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.

2.

Pemeriksaan fisik
a.
Pencatatan usia dan berat badan
b.
Pemeriksaan speculum

Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.

Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina ,
lakukan pemeriksaan sediaan basah.

Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila
perlu, berdasarkan riwayat pasien.
c.
Pemeriksaan bimanual

Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks

G.

Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya


fibroid.
Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri
unilateral.
Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
menunjang penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala
yang
timbul,
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik
dismenorea:
1.
Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2.
Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3.
Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan
ektopik.
4.
Sedimentation rate.
5.
Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang
terbatas dalam mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai
prediktif negatifnya yang relatif rendah.
6.
Laparoscopy
7.
Hysteroscopy
8.
Dilatation
9.
Curettage
10. Biopsi Endomentrium

H.

Penatalaksanaan
A.

Dismenore primer
1.
Latihan
a.
Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang
b.
Latihan menggoyangkan panggul
c.
Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang
atau miring.
2.
Panas
a.
Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung
atau abdomen bagian bawah
b.
Mandi air hangat atau sauna

3.
4.
5.
6.
7.

8.

B.

Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan :


hubungan seksual tanpa orgasme, dapat meningkatkan kongesti panggul.
Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin
Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.
Istirahat
Obat-obatan
a.
Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala
b.
Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.
c.
Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap
4-12 jam, tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam
24jam.
d.
Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral setiap
6 jam.
Terapi Komplementer
a.
Biofeedback
b.
Akupuntur
c.
Meditasi
d.
Black cohos

Dismenore sekunder
1.
PRP
a.
PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau
peritonitis panggul.
b.
Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria
Gonnorrhoea dan C. thrachomatis, seperti bakteri gram negative,
anaerob, kelompok B streptokokus, dan mikoplasmata genital.
Lakukan kultur dengan benar.
c.
Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat
diagnosis di tegakkan untuk mencegah kerusakan permanen (mis,
adhesi, sterilitas). Rekomendasi dari center for disease control and
prevention (CDC) adalah sebagai berikut :

Minum 400 mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14


hahri, di tambah 500 mg flagyl 2 kali/hari selama 14 hari.

Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g


probenesid peroral di tambah 100 mg doksisiklin per oral , 2
kali/ hari selama 14 hari.

Untuk kasus yang serius konsultasikan dengan dokter


spesialis mengenai kemungkinan pasien di rawat inap untuk di
berikan antibiotic pe IV.
d.
Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terpi
masih belum di ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.

2.

Endometriosis
a.
Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi
b.
Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain
sesuai anjuran dokter.
3.
Fibroid dan polip uterus
a.
Polip serviks harus di angkat
b.
Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di
rujuk ke dokter.
4.
Prolaps uterus
a.
Terapi definitive termasuk histerektomi
b.
Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan
dapat di ringankan dengan beberapa cara berikut :

Latihan kegel

Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat


kandung kemih.

DISMENORE (NYERI HAID)


PENGERTIAN DISMENORE
Dismenore adalah nyeri haid menjelang atau selama haid, sampai wanita tersebut tidak
dapat bekerja dan harus tidur. Nyeri bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan
mau pingsan, lekas marah .
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot uterus.
Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar Michaelis . Nyeri
dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus menerus.
Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah dismenorea
biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita mengobati sendiri
dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa penderita
untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk beberapa
jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum jelas, tetapi
akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada keadaan
dismenore kadarprostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya
yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan wanita
mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul dalam
bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana beberapa yang lain menderita rasa
sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan sebagai
dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat
ada kelainan jelas yang menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi cenderung untuk
tidak menderita kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka yang baru saja mulai

menstruasi atau mereka yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi sering merubah
gejala-gejala menstruasi seorang wanita, dan sering menjadi lebih baik.
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya untuk
beberapa jam atau beberapa har. Ada 2 jenis dismenorea, yaitu dismenorea primer dan
dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea adalah sebagai berikut : pertama
dismenorea primer atau esensial, intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan
atau didapati adanya kelainan ginekologik yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder
atau ekstrinsik, yaitu rasa nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah
pelvis, misalnya endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau
adanya IUD. menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja hampir semuanya
disebabkan dismenorea primer.
Dismenorea primer disebabkan karena gangguan keseimbangan fungsional, bukan karena
penyakit organik pelvis, sedangkan dismenorea sekunder berhubungan dengan kelainan
organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja
ETIOLOGI
Diduga faktor psikis sangat berperan terhadap timbulnya nyeri. Dismenore primer
umumnya dijumpai pads wanita dengan siklus berovulasi. Penyebab tersering dismenore
sekunder adalahendometriosis dan infeksi kronik genitalia interns. Dismenore sekunder
lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore.
Penyebab dari dismenore sekunder adalah: endometriosis, fibroid, adenomiosis,
peradangan tuba falopii, perlengketan abnormal antara organ di dalam perut, dan
pemakaian IUD, faktor psikologis yaitu stres.
a.

Dysmenorrhea primer

Penyebab dari nyeri haid ini belum di temukan secara pasti meski telah banyak penelitian
dilakukan untuk mencari penyebabnya. Etiologi dari dysmenorrhea primer tersebut
adalah:
-

Faktor Psikologis

Biasanya terjadi pada remaja dengan emosi yang tidak stabil, mempunyai ambang nyeri
yang rendah, sehingga dekat sedikit rasa nyari dapat merasakan kesakitan.
-

Faktor Endokrin

Pada umumnya hal ini dihubungankan dengan kontraksi usus yang tidak baik. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan pengaruh hormonal. Peningkatan

produksi prostaglandin akan menyebabkan terjadinya kontraksi uterus yang tidak


terkoordinasi sehingga menimbulkan nyeri.
b.

Dysmenorrhea sekunder

Dalam dysmenorrhea sekunder, etiologi yang mungkin terjadi adalah:


Faktor konstitusi seperti anemia, pemakaian kontrasepsi IUD, benjolan yang
menyebabkan pendarahan, tumor atau fibroid.
Anomali uterus konginental, seperti : rahim yang terbalik, peradangan selaput
lendir rahim.
Endometriosis, penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
jaringanendometrium di luar rongga rahim. Endometrium adalah jaringan yang
membatasi bagian dalam rahim. Saat siklus mentruasi, lapisan endometrium ini akan
bertambah sebagai persiapan terjadinya kehamilan. Bila kehamilan tidak terjadi, maka
lapisan ini akan terlepas dan dikeluarkan sebagai menstruasi.

KLASIFIKASI
Dysmenorrhea dapat di klasifikasikan menjadi dua, yaitu berdasarkan adanya atau
tidaknya kelainan ginekologis dan berdasarkan intensitas nyerinya.
1.

Berdasarkan ada tidaknya kelainan ginekologis.

a.
Dysmenorrhea primer yaitu dysmenorrhea yang terjadi tanpa disertai adanya
kelainan ginekologis. Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea
primer mudah terjadi.
Dysmenorrhea primer timbul sejak menarche (pertama kali menstruasi), biasanya di
tahun pertama atau kedua menstruasi. Dysmenorrhea ini terjadi pada usia antara 15-25
tahun dan kemudia akan hilang pada usia akhir 20an atau di awal 30an. Rasa nyeri
biasanya terjadi beberapa jam sebelum dan sesudah periode menstruasi dan dapat
berlanjut hingga 48-72 jam. Rasa nyeri di deskripsikan sebagai mirip kejang, spasmodik,
berlokasi di perut bagian bawah (area suprapubik), dapat menjalar ke paha dan pinggang
bawah. Tidak itu saja, terkadang juga disertai rasa mual, muntah, diare, sakit kepala, nyeri
pinggang bawah, rasa lelah dan sebagainya.

b.
Dysmenorrhea sekunder yaitu rasa nyeri yang berkaitan dengan kelainan
ginekologis, baik secara anatomi maupun proses patologis dan pelvis. Dysmenorrhea
sekunder biasa terjadi beberapa saat setelah menarche. Dapat juga dimulai setelah usia 25
tahun. Rasa nyeri dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan terus berlangsung
hingga beberapa hari setelah menstruasi. Pada dysmenorrhea sekunder ditemui kelainan
ginekologis seperti endometritis, adenomiosis, kista ovarium, mioma uteri, radang pelvis
dan lain-lain.
2.

Berdasarkan intensitas nyeri.

a.
Dysmenorrhea ringan, yakni dysmenorrhea dengan rasa nyeri yang berlangsung
beberapa saat sehingga perlu istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa
pemakaian obat-obatan.
b.
Dysmenorrhea sedang, yakni dysmenorrhea yang memerlukan obat untuk
menghilangkan rasa nyeri tanpa perlu men inggalkan aktivitas sehari-hari.
c.
Dysmenorrhea berat, yakni dysmenorrhea yang memerlukan istirahat sedemikian
lama dengan akibat meninggalkan aktivitas sehari-hari selama satu hari bahkan lebih.

PATOFISIOLOGI
1.

Dismenorea primer

(primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche
(haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular ovulatory cycle)
ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas
(sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan iskemia
uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan
kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada
wanita dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat
terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang
sama. Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah
karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a
potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori.
Respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung
pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin mediated).
Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan kontraksi uterus yang memanjang

(prolonged uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke miometrium.


Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di
cairan endometrium (endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan berhubungan baik
dengan derajat nyeri.
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler
menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi.
Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada
akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang
berlebihan Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi sensitivitas
nyeri serabut (pain fibers) di uterus . Jumlah leukotriene yang bermakna (significant)
telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak
berespon terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin. Hormon pituitari
posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mereduksi
(mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer.
Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan
prostaglandin.

2.

Dismenorea Sekunder

Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah


menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah
tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan
prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by
definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada.
Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis,
polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan
kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). sejumlah faktor yang terlibat dalam
patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau
mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis

f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome

DIAGNOSA
Diagnosa dismenore didasari atas ketidaknyamanan saat menstruasi. Perubahan apapun
pada kesehatan reproduksi, termasuk hubungan badan yang sakit dan perubahan pada
jumlah dan lama menstruasi, membutuhkan pemeriksaan ginekologis, perubahanperubahan seperti itu dapat menandakan sebab dari dismenore sekunder.
Perbedaan antara dismenore primer dan sekunder menurut riwayat dan
pemeriksaan fisik.
1.

Riwayat

a.

Riwayat menstruasi

Awitan menarke

Awitan dismenore yang berkaitan dengan minarke

Frekuensi dan keteraturan siklus

Lama dan jumlah aliran menstruasi

Hubungan antara dismenore dengan siklus dan aliran menstruasi.

b.

Deskripsi nyeri

Awitan yang terkait dangan masa menstruasi

Rasa kram spasmodic atau menetap

Lokasi menyeluruh atau spesifik

Unilateral atau seluruh abdomen bagian bawah

Lokasi pada abdomen bagian bawah, punggung atau paha.

Memburuk saat palpasi atau bergerak

c.

Gejala yang berkaitan

Gejala ekstragenetalia

Dispareunia- konstan atau bersiklus yang berhubungna dengan silus menstruasi.

d.

Riwayat obstetri-paritas

e.

Pemasangan AKDR

f.

Riwayat kondisi yang mungkin mengakibatkan dismenore sekunder.

2.

Pemeriksaan fisik

a.

Pencatatan usia dan berat badan

b.

Pemeriksaan speculum

Observasi ostiumm uteri untuk mendeteksi polip.

Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.

Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
c.

Pemeriksaan bimanual

Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks

Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.

Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral.

Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

Pemerikasaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang


penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala yang timbul,
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik
dismenorea:
1.

Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.

2.

Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.

3.

Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.

4.

Sedimentation rate.

5.
Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam
mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang relatif
rendah.
6.

Laparoscopy

7.

Hysteroscopy

8.

Dilatation

9.

Curettage

10. Biopsi Endomentrium

FAKTOR RISIKO
Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah
menstruasi pertama. Sedangkan dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20
tahun.
Faktor lainnya yang bisa memperburuk dismenore adalah:

Rahim yang menghadap ke belakang (retroversi)


Kurang berolah raga

Stres psikis atau stres sosial.


faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya dismenorea yang berat (severe
episodes of dysmenorrhea) :

Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)

Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)

Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)

Merokok (smoking)

Riwayat keluarga yang positif (positive family history)

MANIFESTASI KLINIS
Dismenore primer; usia lebih muda, timbul setelah terjadinya siklus haid yang
teratur, sering pada nulipara, nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spesifik,
nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua haid.

Dismenore sekunder yakni; usia lebih tua, cenderung timbul setelah 2 tahun siklus
haid teratur, tidak berhubungan dengan siklus paritas, nyeri sering terasa terus menerus
dan tumpul, nyeri dimulai dari haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah.
A. Dismenore Primer

1.

Deskripsi perjalanan penyakit

a.
Dismenore muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah, bersifat
spasmodis yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam.
b.
Umumnya ketidaknyamanan di mulai 1-2 hari sebelu menstruasi, namun nyeri yang
paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua.
c.

Dismenore kerpa di sertai efek samping seperti :

Muntah

Diare

Sakit kepala

Sinkop

Nyeri kaki

2.

Karakteristik dan faktor yang berkaitan :

a.

Dismenore primer umumnya di mulai 1-3 tahun setelah menstruasi.

b.
Kasus ini bertambah berat setelah beberapa tahun samapai usia 23- 27 tahun, lalu
mulai mereda.
c.
Umumnya terjadi pada wanita nulipara , kasus ini kerap menuntun signifikasi
setelah kelahiran anak.
d.

Lebih sering terjadi pada wanita obesitas.

e.

Dismenore berkaitan dengan aliran menstruai yang lama.

f.

Jarang terjadi pada atlet.

g.

Jarang terjadi pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.

h.

Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)

i.

Usia saat menstruasi pertama <12 tahun

B.

Dismenore sekunder

1.

Indikasi

a.

Dismenore di mulai setelah usia 20 tahun

b.

Nyeri berdifat unilateral.

2.

Faktor yang berhubungan sebagai penyebab

a.

PRP

Awitan akut

Dispraurenia

Nyeri tekan asala palpasi dan saat bergerak

Massa adneksia yang dapat teraba

b.

Endometriosis

Dispsreunia siklik

Intensitas nyeri samakin meningkat sepanjang menstruasi (tidak terjadi sebelum


menstruasi dan tidak berakhior dalam beberapa jam, seperti pada kasus dismenore
primer).

Nyeri yangh menetap bukannya kram dan mungkin spesifik pada sisi lesi.

Kadang di temukan nodul yang mungkin teraba selama pemeriksaan.

c.

Fibriliomioma dan polip uterus

Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun reproduksi dari npada
dismenore primer.

Disertai perubahan dalam aliran menstruasi.

Nyeri kram

Fibroleimioma yang dapat teraba

Polip yang bisa atau menonjol pada serviks.

d.

Prolaps uterus

Awitan dismenore sekunder lebih lambat pada tahun-tahu reproduktif dari pada
dismenore primer.

Lebih umum terjadi pada pasian multipara.

Nyeri punggung awalnya di mulai saat pramenstruasi dan menetap sepanjang


menstruasi.

Disertai disparunia dan nyeri panggul yang dapata di pulihkan dengan posisi
terlentang, atau lutut-dada.

Sistokel dan inkontennesia urine terjadi bersamaan.

Tanda gejala umum yang paling sering muncul yaitu :

Nyeri pada daerah supra pubis seperti cram, menyebar sampai area lumbrosacral.

Sering disertai nausea, muntah

Diare

Kelelahan

Nyeri kepala

Emosi labil

Perbandingan gejala Dismenore Primer dengan Dismenore Sekunder :

1.

Dismenore Primer

usia lebih muda

timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur

sering pada nulipara

nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik

nyeri timbul mendahului haid, meningkat pada dan meningkat bersamaan hari
pertama dan kemudian dengan keluarnya darah haid

sering memberikan respons sering memerlukan tindakan terhadap pengobatan


medika dakan operatif mentosa

sering disertai mual, muntah, tidak diare, kelelahan dan nyeri kepala

2.

Dismenore Sekunder

usia lebih tua

tidak tentu

tidak berhubungan dengan paritas

nyeri terus-menerus

nyeri mulai pada saat haid menghilang bersamaan haid dengan keluarnya darah
haid.

GEJALA DAN TANDA


Gejala-gejala nyeri haid di antaranya yaitu: rasa sakit datang secara tidak teratur, tajam
dan kram di bagian bawah perut yang biasanya menyebar ke bagian belakang, terus ke
kaki, pangkal paha dan vulva (bagian luar alat kelamin wanita). Biasanya nyeri mulai
timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam
dan setelah 2 hari akan menghilang. Gejala-gejala tersebut meliputi tingkah laku seperti
kegelisahan, defresi, iritabilitas/sensitif, lekas marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah,
mengidam makanan dan kadang-kadang perubahan suasana hati yang sangat cepat. Selain
itu juga keluhan fisik seperti payudara terasa sakit atau membengkak, perut kembung atau
sakit, sakit kepala, sakit sendi, sakit punggung, mual, muntah, diare atau sembelit, dan
masalah kulit seperti jerawat.
Nyeri haid primer, timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya
waktu, dengan lebih stabilnya hormon tubuh atau perubahan posisi rahim setelah
menikah atau melahirkan. Nyeri haid ini adalah normal, namun dapat berlebihan apabila
dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti stress, shock, penyempitan pembuluh
darah, penyakit yang menahun, kurang darah, kondisi tubuh yang menurun, atau
pengaruh hormon prostaglandine. Gejala ini tidak membahayakan kesehatan. Nyeri haid
sekunder biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit yang datang kemudian.
Penyebabnya adalah kelainan atau penyakit seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor
sekitar kandungan, atau bisa karena kelainan kedudukan rahim yang menetap. Ada juga
yang disebut dengan endometriosis, yaitu kelainan letak lapisan dinding rahim yang
menyebar keluar rahim, sehingga apabila menjelang menstruasi, pada saat lapisan
dinding rahim menebal, akan dirasakan sakit yang luar biasa. Selain itu, endometriosis ini
juga bisa mengganggu kesuburan
JENIS NYERI HAID
Nyeri spasmodik terasa, di bagian bawah perut dan berawal sebelum masa, haid atau
segera setelah masa haid mulai. Banyak wanita terpaksa, harus berbaring karena terlalu
menderita nyeri itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apapun. Ada di antara yang
pingsan, merasa, sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah.
Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi
pertama, walaupun banyak pula wanita yang tidak mengalami hat seperti itu.

Penderita dismenore kongestif biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelumnya, bahwa
masa haidnya akan segera tiba. Mengalami pegal, sakit pada bush darts, perut kembung
tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha,
merasa, lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi
ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu
merupakan simptom pegal menyiksa yang berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai kurang
dari 2 minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah
berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita dismenore
kongestif akan merasa lebih baik.
MEKANISME NYERI HAID
Nyeri haid berpangkal pada mulainya proses menstruasi itu sendiri yang merangsang
otot-otot rahim untuk berkontraksi. Kontraksi otot-otot rahim tersebut membuat aliran
darah ke otot-otot rahim menjadi berkurang yang berakibat meningkatnya aktivitas rahim
untuk memenuhi kebutuhannya akan aliran darah yang lancar, juga otot-otot rahim yang
kekurangan darah tadi akan merangsang ujung-ujung syaraf sehingga terasa nyeri. Nyeri
tersebut tidak hanya terasa di rahim, namun juga terasa di bagian-bagian tubuh lain yang
mendapatkan persyarafan yang sama dengan rahim. Oleh karma itulah maka rasa tidak
nyaman juga dirasakan di bagian-bagian tubuh yang digunakan untuk buang air besar,
buang air kecil, maupun otot-otot dasar panggul dan daerah di sekitar tulang belakang
sebelah bawah. Hal ini disebut juga sebagai nyeri rujukan (referred pain).
Peningatan kadar prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya
dismenore. PG alfa sangat tinggi dalam endometrium, miometrium dan darah haid wanita
yang menderita dismenore primer. PG menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan
serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara pemngkatan kadar PG
dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan infra uterus sampai 400
mm Hg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Atas dasar itu disimpulkan
bahwa PS yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan hiperaktivitas
miometrium. Selanjutnya kontraksi miometrium yang disebabkan oleh PG akan
mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang
mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika PG dilepaskan dalam jumlah berlebihan
ke dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul pula pengaruh umum lainnya
seperti diare, mual, muntah

PENGOBATAN
A.

Dismenore primer

1.

Latihan

a.

Latihan moderat, seperti berjalan atau berenang

b.

Latihan menggoyangkan panggul

c.

Latihan dengan posisi lutut di tekukkan ke dada, berbaring telentang atau miring.

2.

Panas

a.
Buli-buli panas atau botol air panas yang di letakkan pada punggung atau abdomen
bagian bawah
b.

Mandi air hangat atau sauna

3.
Orgasme yang mampu menegakkan kongesti panggul.(peringatan : hubungan
seksual tanpa orgasme, dapat meningkatkan kongesti panggul.
4.

Hindari kafein yang dapat meningkatkan pelepasan prostaglandin

5.

Pijat daerah punggung, kaki , atau betis.

6.

Istirahat

7.

Obat-obatan

a.

Kontrasepsi oral menghambat ovulasi sehingga meredakan gejala

b.

Mirena atau progestasert AKDR dapat mencegah kram.

c.
Obat pilhan adalah ibuprofen, 200-250 mg, diminum peroral setiap 4-12 jam,
tergantung dosis, namun tidak melebihi 600 mg dalam 24jam.
d.

Aleve (natrium naproksen) 200mg juga bisa di minum peroral setiap 6 jam.

8.

Terapi Komplementer

a.

Biofeedback

b.

Akupuntur

c.

Meditasi

d.

Black cohos

B.

Dismenore sekunder

1.

PRP

a.
PRP termasuk endometritis, salpoingitis, abses tuba ovarium, atau peritonitis
panggul.
b.
Organisme yang kerap menjadi penyebab meliputi Neisseria Gonnorrhoea dan C.
thrachomatis, seperti bakteri gram negative, anaerob, kelompok B streptokokus, dan
mikoplasmata genital. Lakukan kultur dengan benar.
c.
Terapi anti biotic spectrum-luas harus di berikan segera saat diagnosis di tegakkan
untuk mencegah kerusakan permanen (mis, adhesi, sterilitas). Rekomendasi dari center
for disease control and prevention (CDC) adalah sebagai berikut :

Minum 400 mg oflaksasin per oral 2 kali/hari selama 14 hahri, di tambah 500 mg
flagyl 2 kali/hari selama 14 hari.

Berikan 250mg seftriakson IM 2 g sefoksitin IM, dan 1g probenesid peroral di


tambah 100 mg doksisiklin per oral , 2 kali/ hari selama 14 hari.

Untuk kasus yang serius konsultasikan dengan dokter spesialis mengenai


kemungkinan pasien di rawat inap untuk di berikan antibiotic pe IV.
d.
Meskipun efek pelepasan AKDR pada respons pasien terhadap terpi masih belum di
ketahui, pelepasan AKDR di anjurkan.

2.

Endometriosis

a.

Diagnosis yang jelas perlu di tegakkan melalui laparoskopi

b.
Pasien mungkin di obati dengan pil KB, lupron, atau obat-obatan lain sesuai anjuran
dokter.
3.

Fibroid dan polip uterus

a.

Polip serviks harus di angkat

b.

Pasien yang mengalami fibroleomioma uterus simtomatik harus di rujuk ke dokter.

4.

Prolaps uterus

a.

Terapi definitive termasuk histerektomi

b.
Sistokel dan inkonmtenensia strees urine yang terjadi bersamaan dapat di ringankan
dengan beberapa cara berikut :

Latihan kegel

Peralatan pessary dan introl untuk reposisi dan mengangkat kandung kemih.

Anda mungkin juga menyukai