Anda di halaman 1dari 11

BAB I

TINJAUAN TEORITIS
I. Pengertian
Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram
ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari.
Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre primer dan dismenorre
sekunder. Dismenore (nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan
selama mentruasi ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah
(Djuanda, Adhi.dkk, 2008).
II. Etiologi
Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium
yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai
berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Penyebab Dismenorea Primer
a. Faktor endokrin
Rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum.
Menurut Novak dan Reynolds, hormon progesteron menghambat atau
mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang
kontraktilitas uterus.
b. Kelainan organic
Seperti: retrofleksia uterus, hipoplasia uterus, obstruksi kanalis
servikalis, mioma submukosum bertangkai, polip endometrium.
c. Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Seperti: rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya
tempat berteduh, konflik dengan kewanitaannya, dan imaturitas.
d. Faktor konstitusi
Seperti: anemia, penyakit menahun, dsb dapat memengaruhi
timbulnya dismenorea.

e. Faktor alergi
Menurut Smith, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset,
ada asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migren, dan asma
bronkiale. Selain faktor diatas ada juga penyebab dari dismenorre primer
dan dismenore sekunder. Dismenorre primer yaitu nyeri haid yang terjadi
tanpa terdapat kelainan anatomis alat kelamin. Dismenore primer timbul
beberapa waktu setelah menarche [ > 12 tahun] dengan gejala mules pada
perut bawah, menyebar kepinggang, paha, mual, muntah, sakit kepala,
diare. Dismenorre sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan
kelainan anatomi yang jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan adalah
haid disertai infeksi, endometriosis, mioma uteri, polip endometrial, polip
servik, pemakai IUD atau AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim).
Dismenore sekunder merupakan dismenore yang disebabkan oleh kelainan
ginekologis, oleh karena endometriosis, salpingitis, mioma uteri dll.
III. Faktor resiko
Menurut Harlow (2007), juga terdapat faktor-faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya dismenorea yang berat (severe episodes of
dysmenorrhea) :
a.
b.
c.
d.
e.

Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)


Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
Merokok (smoking)
Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
Laurel D Edmundson (2006) telah mencatat sedikitnya terdapat 15

faktor risiko pada dismenorea primer dan sekunder, dengan rincian sebagai
berikut:
Faktor Risiko Dismenorea Primer:
a. Usia saat menstruasi pertama <12 tahun
b. Nulliparity (belum pernah melahirkan anak)
c. Haid memanjang (heavy or prolonged menstrual flow)
d. Merokok
e. Riwayat keluarga positif
f. Kegemukan

Faktor Risiko Dismenorea Sekunder:


a. Endometriosis
b. Adenomyosis
c. Leiomyomata (fibroid)
d. Intrauterine device (IUD)
e. Pelvic inflammatory disease
f. Kanker endometrium (endometrial carcinoma)
g. Kista ovarium (ovarian cysts)
h. Congenital pelvic malformationsi.
i. Cervical stenosis

IV. Manifestasi Klinik


1. Manifestasi klinis (clinical features) dismenorea primer termasuk:
a. Onset segera setelah menarche (haid pertama).
b. Biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam (sering mulai beberapa jam
sebelum atau sesaat setelah haid (menstrual flow).
c. Nyeri perut (cramping) atau nyeri seperti saat melahirkan (laborlike
pain).
d. Seringkali ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau
unremarkable pelvic examination findings (termasuk rektum).
Menurut Laurel D Edmundson (2006) dismenorea primer memiliki
ciri khas sebagai berikut:
a. Onset dalam 6-12 bulan setelah menarche (haid pertama)
b. Nyeri pelvis atau perut bawah (lower abdominal/pelvic pain) dimulai
c.
d.
e.
f.
g.

dengan onset haid dan berakhir selama 8-72 jam


Low back pain
Nyeri paha di medial atau anterior
Headache (sakit kepala).
Diarrhea (diare).
Nausea (mual) atau vomiting (muntah)

2. Berikut ini merupakan manifestasi klinis dismenorea sekunder (Smith,


1993; Smith, 1997), yaitu:
a. Dismenorea terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah menarche
(haid pertama), yang merupakan indikasi adanya obstruksi outflow
kongenital. Dismenorea dimulai setelah berusia 25 tahun.
b. Terdapat ketidaknormalan (abnormality) pelvis dengan pemeriksaan
fisik: pertimbangkan kemungkinan endometriosis, pelvic inflammatory
disease, pelvic adhesion (perlengketan pelvis), dan adenomyosis.

c. Sedikit atau tidak ada respon terhadap NSAIDs, kontrasepsi oral,atau


keduanya.

V. Patofisiologi
1. Dismenorea Primer (primary dysmenorrhea)
Biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche (haid
pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular ovulatory cycle)
ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang
terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang
menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan
vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan
pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan dismenorea berat
(severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua
hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama.
Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah
karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium
yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di
endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor
prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung pernyataan
bahwa

dismenorea

diperantarai

oleh

prostaglandin

(prostaglandin

mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan


kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan
penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang
meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita
dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa,
1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi
dari fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut
yang terjadi selama menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998).
Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan
progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus

miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan (Dawood, 1990).


Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi
sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah
leukotriene

yang

bermakna

(significant)

telah

dipertunjukkan

di

endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon


terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984;
Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari
posterior, vasopressin, terlibat

pada hipersensitivitas

miometrium,

mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada


penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di
endometrium

dapat

berhubungan

dengan

sintesis

dan

pelepasan

prostaglandin.
2. Dismenorea Sekunder Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea)
Dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun
paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal,
siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin
dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by
definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology)
haruslah

ada.

Penyebab

yang

umum

termasuk:

endometriosis,

leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic


inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD
(intrauterine device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah
faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi
patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea
sekunder:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Endometriosis
Pelvic inflammatory disease
Tumor dan kista ovarium
Oklusi atau stenosis servikal
Adenomyosis
Fibroids
Uterine polyps
Intrauterine adhesions

i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate


uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
VI. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

laboratorium

dapat

dilakukan

untuk

menunjang

penegakan diagnosa bagi penderita Dismenorea atau mengatasi gejala yang


timbul

diantaranya: Pemeriksaan

berikut

ini

dapat

dilakukan

untuk

menyingkirkan penyebab organik dismenorea:


1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2. Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan
ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas
dalam mengevaluasi wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif
negatifnya yang relatif rendah.
6. Laparoscopy
7. Hysteroscopy
8. Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium

VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

Berdasarkan

MIMS

Indonesia

(2008)

penatalaksanaan untuk Dismenorea, sebagai berikut :


a. Kompres bagian bawah abdomen dengan botol berisi air panas atau bantal
pemanas khusus untuk meredakan nyeri
b. Minum banyak air, hindari konsumsi garam dan minuman yang berkafein
untuK mencegah pembengkakan dan retensi air

c. Olahraga secara teratur bermanfaat untuk membantu mengurasi dismenore


karena akan memicu keluarnya hormon endorfin yang dinilai sebagai
pembunuh alamiah untuk rasa nyeri
d. Makan makanan yang bergizi, kaya akan zat besi, kalsium, dan vitamin B
kompleks. Jangan mengurangi jadwal makan
e. Istirahat dan relaksasi dapat membantu meredakan nyeri
f. Lakukan aktivitas yang dapat meredakan stres, misalnya pijat,yoga, atau
meditasi, untuk membantu meminimalkan rasa nyeri
g. Pada saat berbaring terlentang, tinggikan posisi pinggul melebihi posisi
bahu untuk membantu meredakan gejala dismenore

VIII. Asuhan Keperawatan Dismenore


A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat penyakit terdahulu
3. Analisa data
Data

Etiologi

DS : Klien mengeluh Fungsi Endokrin


kram diabdomen bawah

Produkprostaglandin

setiap menttruasi
Gastroisteatinal
DO : TTV Normal,
Tanda tanda vital
normal, pemeriksaan
pelvic menunjukan
genitalia ekterna
normal dan anverted
uterus baik.
Pemerikassaan lab
serum beta Hcg , 5
Miu/Ml, gambaran

Mual, muntah
Nutrisi
Nyeri

Problem
Nyeri

pelvic normal, kultur


gonokokus dan
clamidia negative
DS : Klien seringkali Fungsi Endokrin
tidak

masuk

karena

sekolah

nyeri

Gangguan mobilitas

Produkprostaglandin

yang
Gastroisteatinal

dirasakan parah
DO : TTV Normal

Mual, muntah
Nutrisi
Nyeri

Hambatan mobilitas
DS : Klien seringkali Fungsi Endokrin
tidak

masuk

karena

sekolah

nyeri

Ansietas

Produkprostaglandin

yang

dirasakan parah
DO : TTV Normal

Gastroisteatinal
Mual, muntah
Nutrisi
Nyeri
Kurang pengetahuan
Ansietas

B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan meningkatnya kontraktilitas uterus dan
hipetrsensivitas
2. Hambatan mobilitas berhubungan dengan kelemahan
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahua
C. Intervensi
No

Dx

Tujuan

Intervensi

Tujuan:

Mandiri

Setelah dilakuakn perawatan

1.
2.
3.
4.

selama

1x24

berkurang

jam

dengan

nyeri
Kriteria

hasil:
1. Pasien

menyatakan

rasa

setelah

nyeri

nyaman

berkurang
2. Pasien mampu mengontrol
nyeri
3. Pasien

Hangatkan bagian perut


Masase daerah perut yang nyeri
Lakukan teknik relaksasi
Berikan diureis natural tidur dan

istirahat
5. Ajarkan senam dismenore
Kolaborasi
6. Pemberian analgetik ( aspirin,
kafein, fanasetin )
Terapi

tidak

mengalami

diometasin,

ibu

profen

naproprosen

gangguan tidur
4. Pasien mengetahui lanhkah
langkah senam dismenore
Pasien mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi
2

nyeri,

mencari

bantuan
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan
selama 1x 24 jam hambatan
mobolitas berkurang dengan
criteria hasil :
1. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan
berpindah
4. Memperagakan penggunaan

1. Ajarkan dan berikan dorongan


pada

klien

untuk

melakukan

program latihan secara rutin


2. Ajarkan pada klien dan keluarga
untuk

dapat

secara

mandiri

keseimbangn

mengatur

posisi

dan

menjaga

selama

latihan

ataupun aktifitas sehari hari


3. Kolabirasi dengan ahli terpifisik
untuk progam latihan

alat Bantu untuk mobilisasi


(walker)

Tujuan:
Setelah

1. Ajarkan pasien tentang penyakit


dilakukan

tindakan

keperawatan selam 1 x 24 jam


ansietas

berkuranng

dengan

mengerti

penyakit

program
materi

Kriteria hasil
1. Klien

dan perawatannya
2. Libatkan orang terdekat dalam

nyeri

tentang
haid

pengajaran,

sediakan

pengajaran/instruksi

tertulis.
3. Ajarkan senam nyeri haid

dan

perawatannya
2. Klien mengerti terapi senam
nyeri haid

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. 2001. Jakarta:
EGC

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta: EGC


Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006.Jakarta :
EGC
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta: Salemba Medika
Heffner, Linda J dkk. 2008. At A Glance Sitem Reproduksi. Jakarta : Erlangga
http://maternitas-askep.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai