Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPUTIHAN (FLOUR ALBUS)

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Keputihan adalah semacam Silim yang keluar terlalu banyak, warnanya putih
seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan. Jika Silim atau lendir ini
tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan (Handayani, 2008).

Keputihan adalah gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari
organ reproduksi dan bukan berupa darah. Keputihan yang berbahaya adalah
keputihan yang tidak normal (Blankast, 2008).

Keputihan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu keputihan yang normal
dan keputihan yang abnormal. Keputihan normal dapat terjadi pada masa
menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke
10-16 menstruasi dan juga melalui rangsangan seksual. sedangkan keputihan
abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir
kemaluan, liang senggama, mulut rahim, dan jaringan penyangga juga
penyakit karena hubungan kelamin) (Manuaba, 2009).

1.2 Etiologi
1.2.1 Jamur
Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang menyebabkan
rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Infeksi ini berupa warnanya putih
susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal pada kemaluan.
Akibatnya, mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya
terjadi pada saat kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil
KB, dan rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru
lahir juga bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan
tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.

1.2.2 Parasit
Parasit trichomonas vaginalis yang menular dari hubungan seks
ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, pinjammeninjam
pakaian dalam, atau bibir kloset. Cairan keputihan sangat kental,
berbuih, berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan
karena parasit tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila
ditekan.

1.2.3 Bakteri
Bakteri gardnerella dan pada keputihan disebut bacterial vaginosis.
Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan
keabuan, berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain
juga memicu munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan
gonorrhoea. bakteri biasanya muncul saat kehamilan, gonta-ganti
pasangan, penggunaan alat kb spiral atau iud

1.2.4 Virus
Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit
kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai
tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini
sering pula menjangkiti wanita hamil. Sedang virus herpes ditularkan
lewat hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di
sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas.
Gejala keputihan akibat virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker
rahim.

1.3 Patofisiologi
Banyak hal sebenarnya yang membuat wanita rawan terkena keputihan
patologis. Biasanya penyebab keputihan patologis ini karena kuman. Di
dalam vagina sebenarnya bukan tempat yang steril, berbagai macam kuman
ada disitu. Flora normal didalam vagina membantu menjaga keasaman PH
vagina, pada keadaan yang optimal. PH vagina seharusnya antara 3,5-5,5.
flora normal ini bisa terganggu. Misalnya karena pemakaian antiseptic untuk
daerah vagina bagian dalam. Ketidakseimbangan ini mengakibatkan
tumbuhnya jamur dan kuman-kuman yang lain. Padahal adanya flora normal
dibutuhkan untuk menekan tumbuhan yang lain itu untuk tidak tumbuh
subur. Kalau keasaman dalam vagina berubah, maka kuman-kuman lain
dengan mudah akan tumbuh sehingga akibatnya bisa terjadi infeksi yang
akhirnya menyebabkan keputihan yang berbau, gatal dan menimbulkan
ketidaknyamanan

1.4 Tanda dan Gejala


1.4.1 Keluarnya cairan berwarna putih, kekuningan atau putih kelabu dari
saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental dan kadang-kadang
berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses normal sebelum atau
sesudah haid pada wanita tertentu.

1.4.2 Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya.


Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal.
Keputihan juga dalam dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang
daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari
leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi atau
alat kelamin luar.

1.4.3 Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh
hari dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormone yang
dihasilkan oleh plasenta atau uri.

1.4.4 Gadis muda terkadang juga mengalami keputihan, sesaat sebelum masa
pubertas. Biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan :
1.5.1 Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan urinalisis.
1.5.2 Kultur urin untuk menyingkirkan infeksi bakteri pada traktus
urinarius
1.5.3 Sitologi vagina
1.5.4 Kultur sekret vagina
1.5.5 Radiologi untuk memeriksa uterus dan pelvis
1.5.6 Ultrasonografi (USG) abdomen
1.5.7 Vaginoskopi
1.5.8 Sitologi dan biopsy jaringan abnormal 1.5.9
Tes serologis untuk Brucellosis dan herpes

1.5.10 Pemeriksaan PH vagina.


1.5.11 Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis
dan KOH 10 % .

1.5.12 Pulasan dengan pewarnaan gram .


1.5.13 Pap smear.
1.5.14 Biopsi.
1.5.15 Test biru metilen.

1.6 Komplikasi Keputihan


Sesungguhnya, pemberian antibiotik maupun antijamur sangat efektif untuk
mengatasi keputihan akibat infeksi. Akan tetapi, bila infeksi tidak teratasi
(misalnya karena terlambat berobat, pengobatan yang tidak tuntas, maupun
infeksi ulang akibat pasangan seks tidak diobati bersama), akan timbul
berbagai komplikasi keputihan sebagai berikut:

1.6.1 Penyebaran infeksi ke daerah organ kewanitaan lain


Sebut saja infeksi mulanya berasal dari dinding vagina. Bila infeksi
belum diatasi, maka infeksi dapat menyebar ke mulut rahim dan
menyebabkan radang mulut rahim sehingga menimbulkan komplikasi
keputihan.

1.6.2 Infertilitas
Bila pengobatan keputihan tidak dilakukan, maka infeksi berlanjut
lagi ke rahim, saluran telur atau mencapai indung telur hingga
menimbulkan kemungkinan terjadinya infertilitas.

1.6.3 Gagal ginjal


Pada kasus rembetan infeksi yang agak ekstreme, infeksi dapat
menyebar ke ginjal hingga kemungkinan terburuknya dapat terjadi
gagal ginjal.

1.6.4 Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease [PID]) Pada


trikomoniasis dan klamidia, sering kali tejadi perluasan infeksi ke
daerah panggul. Perluasan infeksi ini dikenal dengan nama penyakit
radang panggul (PID). PID dapat menyebabkan kerusakan pada
indung telur, saluran telur, dan struktur organ reproduksi lainnya.
Kerusakan ini dapat mengakibatkan terjadinya nyeri panggul kronis,
kehamilan ektopik, hingga infertilitas.

1.6.5 Sepsis
Infeksi yang semakin meluas juga dapat menyebabkan infeksi seluruh
tubuh apabila kuman berhasil masuk hingga sistem peredaran darah
atau kelenjar getah bening.

1.6.6 Bila perempuan dengan keputihan masih berhubungan seks dengan


suami atau pasangan seks yang tidak sakit, mungkin akan terjadi
penularan infeksi kepada pasangannya.

1.6.7 Depresi dan masalah seksual


Karena keputihan akibat infeksi biasanya menimbulkan rasa tidak
nyaman pada daerah kewanitaan, beberapa perempuan akan merasa
malu, menyalahkan diri sendiri dan berujung pada depresi. Masalah
seksual juga dapat terjadi akibat depresi maupun hilangnya minat
pasangan akibat adanya keputihan maupun bau tidak sedap yang
biasa menyertai adanya keputihan ini.

Oleh karena itu, setiap keputihan patologis hendaknya diobati hingga


tuntas sebagai bentuk pencegahan keputihan dan dengan mengenali
gejala keputihan, perluasan infeksi dapat dihindari.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (fluor albus),
sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker
leher rahim yang juga memberikan gejala keputihan berupa sekret
encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam
serta berbau busuk.
1.7.2 Penatalaksanan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti
jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk
mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai dengan
penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan
biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi
candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri
dan parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral (tablet, kapsul),
topikal seperti krem yang dioleskan dan uvula yang dimasukkan
langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang ditularkan
melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan
seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual selama masih
dalam pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga
kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus
mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan :

1.7.2.1 Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin,
istirahat cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stres
berkepanjangan.

1.7.2.2 Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan


kondom untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.

1.7.2.3 Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya


agar tetap kering dan tidak lembab misalnya dengan
menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat,
hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan untuk
mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk
mencegah bakteri berkembang biak.

1.7.2.4 Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air
yaitu dari arah depan ke belakang.

1.7.2.5 Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak


berlebihan karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika
perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan
cairan pembersih vagina.

1.7.2.6 Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan


pewangi pada daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
1.7.2.7 Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan
seperti meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin
tidak duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan mengelap
dudukan kloset sebelum menggunakannya.

1.7.3 Tujuan pengobatan


1.7.3.1 Menghilangkan gejala
1.7.3.2 Memberantas penyebabrnya
1.7.3.3 Mencegah terjadinya infeksi ulang
1.7.3.4 Pasangan diikutkan dalam pengobatan
Fisiologis : tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan
untuk menghilangkan kecemasannya.

Patologi : Tergantung penyebabnya


Berikut ini adalah pengobatan dari penyebab paling sering :
1.7.3.1 Candida albicans
a. Topikal
1. Nistatin tablet vagina 2 x sehari selama 2 minggu
2. Klotrimazol 1% vaginal krim 1 x sehari selama 7 hari
3. Mikonazol nitrat 2% 1 x ssehari selama 7 – 14 hari
b. Sistemik
1. Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari
2. Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 7 hari
3. Nimorazol 2 gram dosis tunggal
4. Ornidazol 1,5 gram dosis tunggal
5. Pasangan seksual dibawa dalam pengobatan
1.7.3.2 Chlamidia trachomatis
a. Metronidazole 600 mg/hari 4-7 hari (Illustrated of textbook
gynecology)

b. Tetrasiklin 4 x 500mg selama 10-14 hari oral


c. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 10-14 hari bila
d. Minosiklin dosis 1200mg di lanjutkan 2 x 100 mg/hari
selama 14hari

e. Doksisiklin 2 x 200 mg/hari selama 14 hari


f. Kotrimoksazole sama dengan dosis minosiklin 2 x 2
tablet/hari selama 10 hari

1.7.3.3 Gardnerella vaginalis


a. Metronidazole 2 x 500 mg
b. Metronidazole 2 gram dosis tunggal
c. Ampisillin 4 x 500 mg oral sehari selama 7 hari
d. Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan
1.7.3.4 Neisseria gonorhoeae
a. Penicillin prokain 4,8 juta unit im atau
b. Amoksisiklin 3 gr im
c. Ampisiillin 3,5 gram im atau Ditambah :

a. Doksisiklin 2 x 100mg oral selama 7 hari atau


b. Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
c. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
d. Tiamfenikol 3,5 gram oral
e. Kanamisin 2 gram im
f. Ofloksasin 400 mg/oral
Untuk Neisseria gonorhoeae penghasil Penisilinase
a. Seftriaxon 250 mg im atau
b. Spektinomisin 2 mg im atau
c. Ciprofloksasin 500 mg oral
Ditambah
a. Doksisiklin 2 x 100 mg selama 7 hari atau
b. Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
c. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
1.7.3.5 Virus herpeks simpleks
Belum ada obat yang dapat memberikan kesembuhan secara
tuntas

a. Asiklovir krim dioleskan 4 x sehari


b. Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 5 hari
c. Povidone iododine bisa digunakan untuk mencegah
timbulnya infeksi sekunder

1.7.3.6 Penyebab lain :


Vulvovaginitis psikosomatik dengan pendekatan psikologi.
Desquamative inflammatory vaginitis diberikan antibiotik,
kortikosteroid dan estrogen.

1.8 Pathway

II. Asuhan Keperawatan dengan gangguan


2.1 Pengkajian
2.1.1 Subjektif
2.1.1.1 Identitas
2.1.1.2 Keluhan Utama :
2.1.1.3 Riwayat Perkawinan
2.1.1.4 Riwayat Menstruasi
2.1.1.5 Riwayat Kehamilan, Persalianan dan Nifas Yang Lalu
2.1.1.6 Riwayat kontrasepsi yang digunakan
2.1.1.7 Riwayat kesehatan
2.1.1.8 Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
2.1.1.9 Keadaan Psiko Sosial Spritual

2.1.2 Objektif
2.1.2.1 Pemeriksaan umum
2.1.2.2 Pemeriksaan fisik
2.1.2.3 Pemeriksaan dalam/ Ginekologis :
2.1.2.4 Pemeriksaan penunjang :

2.2 Diagnosa Yang Sering Muncul


Diagnosa 1 : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
2.2.1 Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang
berbahaya.

2.2.2 Batasan karakteristik


2.2.2.1 Laporan secara verbal atau non verbal
2.2.2.2 Fakta dari observasi
2.2.2.3 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
2.2.2.4 Gerakan melindungi
2.2.2.5 Tingkah laku berhati-hati
2.2.2.6 Muka topeng
2.2.2.7 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)

2.2.2.8 Terfokus pada diri sendiri

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2 : Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual


2.2.4 Definisi :
Kondisi ketika individu mengalami perubahan fungsi seksual selama
fase respons gairah seksual, rangsang seksual, dan/atau orgasme,
yang dipandang tidak memuaskan, tidak ada penghargaan, atau tidak
adekuat
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.5.1 Subjektif
a. Perubahan dalam penerimaan kepuasan seksual
b. Perubahan minat terhadap diri sendiri dan orang lain
c. Ketidakmampuan untuk mencapai kepuasan yang
diharapkan

d. Persepsi perubahan rangsang seksual


e. Persepsi defisiensi gairah seksual
f. Persepsi keterbatasan akibat penyakit atau terapi
g. Menyatakan masalah
2.2.5.2 Objektif
a. Pembatasan actual akibat penyakit atau terapi
b. Perubahan dalam pencapaian persepsi peran seks
c. Mencari penegasan tentang kemampuan respons gairah
seksual

2.2.6 Faktor yang berhubungan


2.2.6.1 Ketiadaan model peran atau model peran tidak berpengaruh
2.2.6.2 Perubahan struktur atau fungsi tubuh (misalnya, kehamilan,
baru melahirkan, obat-obatan, pembedahan, anomaly, proses
penyakit, trauma, dan radiasi)

2.2.6.3 Perubahan biopsikososial seksualitas


2.2.6.4 Kurang privasi
2.2.6.5 Kurangnya orang terdekat
2.2.6.6 Salah informasi atau kurang pengetahuan
2.2.6.7 Penganiayaan fisik
2.2.6.8 Penganiayaan psikososial (misalnya, hubungan yang
menyakitkan)

Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai


penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

2.2.7 Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan
topic spesifik
2.2.8 Batasan karakteristik
2.2.8.1 Memverbalisasikan adanya masalah 2.2.8.2
Ketidakakuratan mengikuti instruksi

2.2.8.3 Perilaku tidak sesuai.

2.2.9 Faktor yang berhubungan


2.2.9.1 Keterbatasan kognitif
2.2.9.2 Interpretasi terhadap informasi yang salah
2.2.9.3 Kurangnya keinginan untuk mencari informasi
2.2.9.4 Tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.1.1 Tujuan :
.Menghilangknagkan rasa tidak nyaman
2.3.1.2 Kriteria hasil :
Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas
yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi
dan menurunan sumber-sumber nyeri

2.3.2 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC


2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional
a. Berikan pengurang rasa nyeri yang optimal
b. Meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
c. Bicarakan mengenai ketakutan, marah dan rasa frustasi klien
d. Berikan privasi selama prosedur tindakan

Diagnosa 2 : Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual


2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.1.1 Tujuan :
Akan membuat hasrat seksual menjadi menurun
2.3.1.2 Kriteria hasil :
Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan
peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan
untuk melanjutkan aktivitas seksual.

2.3.4 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC


2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional
a. Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan,
pengetahuan seksual, masalah seksual

b. Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual


c. Berikan dorongan bertanya tentang seksual atau fungsi seksual

Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit,


prognosis dan kebutuhan pengobatan

2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)


2.3.1.1 Tujuan :
a. Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan
pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah,

b. Melaksanakan therapi untuk menurunkan episode berulang


c. mencegah komplikasi
2.3.1.2 Kriteria hasil :
Klien mampu memperlihatkan teknik cuci tangan yang benar,
bebas dari proses infeksi nasokomial selama perawatan dan
memperlihatkan pengetahuan tentang fakor resiko yang berkaitan
dengan infeksi dan melakukan pencegahan yang tepat.

2.3.6 Intervensi Keperawatan dan rasional NIC


2.3.2.1 Intervensi Keperawatan dan rasional
a. Teknik antiseptik untuk membersihan alat genetalia
b. Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi
c. Infomasikan kepada klien dan keluarga mengenai penyebab,
resiko-resiko pada kekuatan penularan dari infeksi

d. Terafi antimikroba sesuai order dokter

DAFTAR PUSTAKA
Blankast, Ariev. (2008). Mengatasi Keputihan dengan Herbal,
http://gealgeol.com/2008/08/27/agar-keputihan-tak-berulang.html. di
akses 14 Juni 2016

Handayani, Tri Asih. (2008). Memberantas dan mengobati


keputihan, http://sangwanita.blogspot.com. Di akses 14 Juni 2016

Manuaba, Ida bagus Gde, (2009). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.

Nanda NIC- NOC .2013 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.

Banjarmasin, Februari 2017


Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(……………………….) (……………………….)

Anda mungkin juga menyukai