Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam
pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas serta
strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai
kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat
penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDGs, 2010),
dalam pernyataan yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa
untuk mencapai target Millennium Development Goals, penurunan angka
kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5
persen pertahun (antaranews, 2007).
Perdarahan bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu, salah satu
penyebab kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas
yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu dilakukan upaya
penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya
peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan
persalinan, peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi
Dasar

dan

Pelayanan

Obstetric

Neonatal

Emergensi

Komprehensif,

ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas


dalam pembangunan sektor kesehatan guna pencapaian target MDGs tersebut.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan
penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan
bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah
0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari
ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu
penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang

hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat
(PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah
persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio
kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan
450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan
rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran
(WHO, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO
untuk tahun 2010 Rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan
melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan, per 100.000 kelahiran
hidup untuk negara Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000
kelahiran hidup sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand
berkisar antara 32-36/100.000 Kelahiran Hidup dan Malaysia 14-68/100.000
kelahiran hidup. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007
menyebutkan bahwa AKI di Indonesia untuk periode lima tahun sebelum
survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,
2009).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu retensio plasenta ?
2. Bagaimana bisa terjadi retensio plasenta ?
3. Bagaimana patologis terjadinya retensio plasenta ?
4. Apa saja gejala klinis retensio plasenta ?
5. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk retensio plasenta ?
6. Apa saja yang dilakukan pihak medis untuk menangani retensio plasenta ?
7. Apa yang terjadi jika retensio plasenta dibiarkan ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien retensio plasenta ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dan jenis-jenis retensio plasenta
2. Mengetahui dan memahami etiologi retensio plasenta
3. Memahami pathogenesis retensio pasenta
4. Mengetahui gejala klinis retensio plasenta
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada retensio plasenta
6. Memahami penatalaksanaan medis retensio plasenta
7. Mengetahu komplikasi retensio plasenta

8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien retensio


plasenta

BAB II
RETENSIO PLASENTA

2.1. DEFINISI RETENSIO PLASENTA


Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir jam
sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008:174). Pengertian tersebut juga dikuatkan
3

oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila


plasenta belum lahir setangah jam setelah janin lahir.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya
sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta
manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu
diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam
uterus karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta
tertahan di dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta
ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan
ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang
telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Jenis-jenis retensio plasenta:
1. Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
2. Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
3. Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
4. Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritoneum
5. Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya
bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa
dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas
4

atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta
manual.

2.2. ETIOLOGI RETENSIO PLASENTA


Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2
golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1. Sebab fungsional
a. His yang kurang kuat (sebab utama)
b. Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut
tuba)
c. Ukuran plasenta terlalu kecil
d. Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut
2. Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
a. Plasenta akreta : vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam
dinding rahim daripada biasa ialah sampai ke batas antara
endometrium dan miometrium
b. Plasenta inkreta : vili korialis masuk ke dalam lapisan otot Rahim
c. Plasenta perkreta : vili korialis menembus lapisan otot dan mencapai
serosa atau menembusnya.

Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:


1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta
adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
Anatomi plasenta :
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai
20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat
berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis).
Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16
minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti
benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,

yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu
yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic
plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua
vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di
desidua.
Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin,
mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2,
membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

2.3. PATHOGENESIS RETENSIO PLASENTA


Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi

jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat
di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme
kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang
aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat
melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak
turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah
terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan
selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala
tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu
satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah
sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan
konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena
plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang
keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka
tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur
ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat
keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita
yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan

plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk


menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah
dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks
2. Kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari
uterus, serta pembentukan constriction ring.
3. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa
dan adanya plasenta akreta.
4. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat
waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta
5. Serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

2.4. GEJALA KLINIS RETENSIO PLASENTA


Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang
dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah
bayi dilahirkan. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
Tanda Dan Gejala Retensio Plasenta:
1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
8

g. Separasi plasenta lepas sebagian


h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Akreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit / tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali
pusat.
(Prawirohardjo, S. 2002 : 178)

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG RETESIO PLASENTA


1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit.
Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time
(PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang
sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini
penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor
lain.

2.6. PENATALAKSANAAN MEDIS RETENSIO PLASENTA


Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:

1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter


yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
2. Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
3. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
4. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
5. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
6. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
7. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
8. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

2.7. KOMPLIKASI RETENSIO PLASENTA


Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan, terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit
perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat
membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi, karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim
meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port dentre dari
tempat perlekatan plasenta.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus
sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.

10

4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi


sekunder dan nekrosis
5. Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi
karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses
keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas.
Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena
itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang
bisa berubah menjadi kanker.
6. Syok haemoragik
(Manuaba, IGB. 1998 : 300)

11

BABA III
ASUHAN KEPERAWATAN IBU BERSALIN DAN BBL DENGAN
KOMPLIKASI RETENSIO PLASENTA

3.1. PENGEKAJIAN KEPERAWATAN


Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan
retensio placenta adalah sebagai berikut:
a.

Identitas klien

Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu,


riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan, dan
nifas)
b.

Keluhan Utama

Klien mengatakan panas


c.

Sirkulasi :

1)

Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan

darah bermakna)
2)

Pelambatan pengisian kapiler

3)

Pucat, kulit dingin/lembab

4)

Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)

5)

Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan


12

6)

Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah.

d.

Eliminasi:

Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina.


e.

Nyeri/Ketidaknyamanan :

Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen


placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
f.

Keamanan :

Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi)
Dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia
mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari
episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubahvagina, atau robekan pada serviks.
g.
1)

Seksualitas :
Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol

(fragmen placentayang tertahan)


2)

Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,

polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa. Pemeriksaan


fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi).

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi pascapartum
2. Resiko gangguan hubungan Ibu-Janin berhubungan dengan penyulit
kehamilan
3. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan pervagina
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi vulva lembab

13

3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO

Diagnosa

Tujuan Dan Kriteria

Keperawatan

Hasil

Rencana Keperawatan
Intervensi

Rasional

Resiko
1

perdarahan
berhubungan
dengan
komplikasi
pascapartum

Tujuan

perdarahan 1. Monitoring

tidak terjadi
Kriteria hasil :
1. Tidak ada hematuria
dan hematemesis
2.
2. Kehilangan
darah
yang terlihat
3. Tekanan darah dalam

ketat 1.

tanda-tanda

emantau

perdarahan

kemungkinan pasien
Monitor

nilai lab (koagulasi)


yang meliputi PT,

PTT, trombosit
batas normal systole
3.
Monitor
dan diastole
TTV otostastik
4. Tidak ada perdarahan
5.

pervagina
4.
Tidak ada distensi

abdominal
6. Hemoglobin

dan

hematokrit

dalam

batas normal
7. Plasma, PT,

Hindari
pemberian

aspirin

dan anticoagulant
5.
Kolabora
si pemberian produk
darah

PTT

M
jika

ada

mengalami
perdarahan
2. Memastikan keadaan
pasien,

apakah

perdarahan

akan

terjadi atau tidak


3. Memantau
perkembangan
pasien
4. Menghindari rektal
berkontraksi
5. Mengantisipasi
terjadinya

dalam batas normal

perdarahan

Resiko
2.

gangguan
hubungan IbuJanin
berhubungan
dengan
penyulit
kehamilan

Tujuan

penyulit 1.

kehamilan dapat ditani


Kriteria hasil:
1. Mempraktikan

kebutuhan 1. Mengetahui

pembelajaran orang
2.

prilaku sehat selama

dapat

menyebabkan
munculnya masalah

sebelum

perlekatan

kelahiran

14

pengetahuan

tua
orangtua
Kaji untuk faktor 2. Mengetahui
yang

kehamilan
2. Mempersiapkan
janin

Kaji

penyebab

masalah

pelekatan
3. Memantau hubungan

3. Menghibur

dan 3.

menenangkan bayi
4. Bermain
dengan
bayi
5. Berbicara

Amati

adanya

orang tua dan bayi

indictor perlekatan
4.

dengan

bayi

orang tua dan bayi


Identifikasi

4.

Mengetahui tingkat

kesiapan orang tua

pengetahuan

untuk

tua

belajar

orang

mengenal
5.

perawatan bayi
5. Meningkatkan
Dorong orang utnuk
komunikasi
orang
menyentuh
dan
tua dengan bayi
berbicara
dengan
bayi baru lahir

Resiko syok

Tujuan : tidak terjadi

(hipovolemik)

syok hipovolemik

1.

sirkulasi BP, warna,

berhubungan
dengan
perdarahan

Monitor status

Kriteria hasil:

1. Memantau tandatanda syok

kulit, suhu kulit,


denyut jantung, HR,

1.

pervagina
2.

Nadi dalam batas


yang diharapkan
Irama jantung
dalam batas yang

3.

dan ritme, nadi


perifer, dan kapiler
2.

diharapan
Frekuensi nafas

inadekuat oksigenasi

dalam batas normal


3.
4.
Irama pernafasan
dalam batas yang
diharapkan
5.
Tekanan darah

refill
Monitor tanda
jaringan
Monitor suhu

dan pernafasan
4.
Monitor tanda
awal syok
5.
Tempatkan

dalam batas normal

pasien pada posisi


supine, kaki elevasi
untuk meningkatkan
preload dengan tepat

15

2. Mencegah terjadinya
syok
3. Memantau terjadinya
syok
4. Memastikan tidak
terjadi syok
5. Merelakskan pasien

Resiko infeksi Tujuan : tidak terjadi


4.

berhubungan

1.

infeksi

lingkungan setelah

dengan kondisi
vulva lembab

Bersihkan

Kriteria hasil :
2.
1.

Klien bebas dari


tanda dan gejala

teknik isolasi
3.
Instruksikan

kuman
2. Mempertahankan
kesterilan
3. Mencegah
pengunjung

untuk mencuci

membawa kuman

proses penularan

tangan saat

agar pasien tidak

penyakit, faktor yang

berkunjung dan

terinfeksi

mempengaruhi

setelah berkunjung

penularan serta
penatalaksanaannya
Menunjukan

4.

selama pemasangan
alat

mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit

dalam batas normal


5.
Menunjukan

meninggalkan pasien
Pertahankan
lingkungan aseptic

kemampuan untuk

4.

perkembangan

pada pengunjung

infeksi
2.
Mendeskripsikan

3.

dipakai klien
Pertahankan

1. Mencegah rantai

5.

kuman
5. Proteksi terhadap
infeksi

gejala infeksi
sitemik dan lokal

16

perkembangan

Berikan terapi

antibiotic bila perlu


6.
Monitor tanda

prilaku hidup sehat

4. Mencegah

6. Memantau
terjadinya infeksi.

BAB IV
PENUTUP

4.1.

KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah

plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini
dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah
lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.

4.2.

SARAN

Dalam memberikan penanganan tindakan pada persalinan yang mengalami


komplikasi retensio plasenta, tenanga mendis harus cepat tanggap dan sesuai
dengan prosedur dalam melakukan tindakan manual.

17

Anda mungkin juga menyukai