Anda di halaman 1dari 37

Post Partum Normal

A. Defenisi Post Partum Normal

 Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam
jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
 Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir.
(Prawirohardjo, 2001).
 Pesalinan dan kelahiran normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak
belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri, tanpa alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan
lahir.
 Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8
minggu.(Rustam Mochtar,1998).
 Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat
reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.( Barbara F. weller 2005 )
 Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat –
alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24
jam.(Abdul Bari Saifuddin, 2002)
 Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin. (Prawirohardjo, 2001).

B. Tujuan Pengawasan Postpartum


Adapun tujuannya yaitu untuk memberikan asuhan yang adekuat dan terstandar pada ibu
segera setelah melahirkan dengan memperhatikan riwayat selama kehamilan dalam
persalinan dan keadaan segera setelah melahirkan agar terlaksananya asuhan segera/
rutin pada ibu post partum termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosa,
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ibu, mengidentifikasi diagnosa dan masalah
potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan.
C. Tahapan post partum
a. Periode immediate post partum/kala IV dalam 1 jam s.d 1 hari post partum
b. Periode Early post partum pada mg 1
c. Periode late post partum mg 2 – mg 6 post partum

D. Perubahan fisiologis postpartum


E. Perubahan-perubahan yang penting pada masa nifas
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1. System reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi.
Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam
beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun
kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal
akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus tidak bisa
dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga
terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar.
Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone
oksigen yang dilepas kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam
pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur.
Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya
suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah
plasenta lahir.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang.
Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan
nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium.
d. Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa
nifas disebut lokia. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang
berwarna merah dan terutama darah, lokia serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan
berwarna merah muda (hemoserosa), lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna
putih atau hampir tidak berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan ,ostium eksterna
dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan; setelah 6 minggu postnatal, serviks
menutup.
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua
organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina
kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh
karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah
mendapat kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada
keadaan sebelum melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi,
payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan
sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme
(kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan) sfingter dan edema leher buli – buli
sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam
sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan
diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2. Tanda – tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan meningkat menjadi 38oC
sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya
perubahan hormonal, bila diatas 38 0C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama
post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan
sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat
menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
Volumedarah
Volume darah Ibu akan meningkat secara progresif pada kehamilan 6 – 8 minggu dan
akan mencapai maksimum pada kehamilan mendekati 32 – 34 minggu.. Peningkatan
volume darah meliputi volume plasma, sel darah merah dan sel darah putih. Volume
plasma meningkat 40 – 50 %, sedangkan sel darah merah meningkat 15 – 20 % yang
menyebabkan terjadinya anemia fisiologis ( keadaan normal Hb 12 gr% dan hematokrit
35 %).peningkatan tekana darah untuk :
a.Untuk memelihara kebutuhan peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan
unit foeto-plasenta.
b.Mengisi peningkatan resevoir vena.
c.Melindungi ibu terhadap perdarahan pada saat melahirkan.
d.Selama kehamilan ibu menjadi hiperkoagulopati.
Delapan minggu setelah melahirkan, volume darah kembali normal
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh
rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut permenit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi.
Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau
ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu.
Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi
sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum
melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang
diproduksi oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara
mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu
pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada
minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada
pascapartum hari ke 17 (bowes ,1991)
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita
menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan
(Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap
kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
 Fisiologi laktasi
 Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dai ASI diproduksi sampai
proses bayi menghisap dan menelan ASI. Masa laktasi mempunyai tujuan
meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai
anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan
tubuh secara alami (Ambarwati, 2010; h. 6).
 Fisiologi laktasi

Setelah persalinan, plasenta terlepas. Dengan terlepasnya plasenta, maka produksi


hormon esterogen dan progesteron ber-kurang. Pada hari kedua atau ketiga
setelah persalinan, kadar esterogen dan progesteron turun drastis sedangkan kadar
prolaktin tetap tinggi sehingga mulai terjadi sekresi ASI. Saat bayi mulai
menyusu, rangsangan isapan bayi pada puting susu menyebabkan prolaktin
dikeluarkan dari hipofise sehingga sekresi ASI semakin lancar.Pada masa laktasi
terdapat refleks pada ibu dan refleks pada bayi. Refleks yang terjadi pada ibu
adalah:

a) Refleks prolaktin
Rangsangan dan isapan bayi melalui serabut syaraf memicu kelenjar hipofise
bagian depan untuk mengeluarkan hormon proaktin ke dalam peredaran darah
yang menye-babkan sel kelenjar mengeluarkan ASI. Semakin sering bayi
menghisap semakin banyak hormon prolaktin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise.
Akibatnya makin banyak ASI dipro-duksi oleh sel kelenjar. Sebaliknya
berkurangnya isapan bayi menyebabkan produksi ASI berkurang, mekanisme ini
disebut supply and demand.

b) Refleks oksitosin (let down reflex)

Rangsangan isapan bayi melalui serabut saraf, memacu hipofise bagian belakang
untuk mensekresi hormon oksitosin ke dalam darah. Oksitosin ini menyebabkan
sel – sel myopytel yang mengelilingi alveoli dan duktuli berkon-traksi, sehingga
ASI mengalir dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian
sering menyusu baik dan penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi
engorgement (pembengkakan payudara), tetapi sebaliknya memperlancar
pengeluaran ASI.Oksitosin juga merangsang otot rahim berkontraksi sehingga
mempercepat terlepasnya plasenta dari dinding rahim dan mengurangi perdarahan
setelah persalinan. Let down reflex dipengaruhi oleh emosi ibu, rasa khawatir,
rasa sakit dan kurang percaya diri.Sedangkan untuk refleks pada bayi adalah:

a) Refleks mencari puting (rooting reflex)

Bila pipi atau bibir bayi disentuh, maka bayi akan menoleh ke arah sentuhan,
membuka mulutnya dan beru-saha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah
keluar dan melengkung mengangkap puting dan areola.

 b) Refleks menghisap (sucking reflex)

Refleks terjadi karena rangsangan puting susu pada palatum durum bayi bila
areola masuk ke dalam mulut bayi. Gusi bayi menekan areola, lidah dan langit –
langit sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Kemudian
terjadi gerakan peristaltik yang mengeluarkan ASI dari payudara masuk ke dalam
mulut bayi.

 c) Refleks menelan (swallowing reflex)

ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan.

 Hormone plasenta dan ovarium


selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin.
Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:

 Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh
plasenta.Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan
hormon plasenta (human placenta lactogen) menyebabkan kadar gula darah
menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun
dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum
dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.

 Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin
darahmeningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu
2 minggu.Hormon prolaktinberperan dalam pembesaran payudarauntuk
merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
 Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada
wanita manyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan
berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada
wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah
6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

 Hormone oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.

 Hormon estrogen dan progesteron


Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang
tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume
darah.Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran
kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta
vagina.
5. System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan
sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi
ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan
kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta
pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada sebagian
kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.Zat toksin ginjal
mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses
involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa
sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain:
1. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi
urin.
2. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam
tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh
iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume
darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.Kehilangan cairan melalui
keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar
2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun
selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).Rortveit dkk (2003) menyatakan
bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar
70% lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar.
Sepuluh persen pasien pasca persalinan menderita inkontinensia (biasanya stres
inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca
persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan
pada otot dasar panggul.Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam
waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang
dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam
waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan
ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam
kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat
berkemih seperti biasa.
6. System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan –
makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa
tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan
karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa
pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau
dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang
dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada
minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
1. Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam
6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis,
sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum,
fasia tipis dan kulit.
2. Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan mengendur
hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal
kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
3. Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen.
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan
membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis
pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak
kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot
menjadi normal.
4. Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala.
Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retrofleksi.
5. Simpisis pubis
6. Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan
morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan
pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu
berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah
beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara
lain:
1. Nyeri Punggung Bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibatposisi saat persalinan.Penanganan: Selama kehamilan,
wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk
mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan
aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik
dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat
menberikan rasa nyaman pada pasien.
2. Sakit Kepala dan Nyeri Leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain
bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada
ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul
akibat setelah pemberian anestasi umum.
3. Nyeri Pelvis Posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi
simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot
penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur.
Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.Penanganan: pemakaian
ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk mengistirahatkan
pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta
mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
4. Disfungsi Simpisis Pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis
dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah
menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui
pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan
terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya
perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan
lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa
nyeri yang hebat.Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda
nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan
abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap;
pemberian bantuan yang sesuai.
5. Diastasis Rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada
tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap
linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering
terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen
dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih
ke arah keturunan,sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.Penanganan:
melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus;
memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum
sampai di bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin,
pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan
latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti
pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
6. Osteoporosis akibat kehamilanOsteoporosis timbul pada trimester ketiga atau
pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan
panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan
mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur
tubuh yang buruk. .
8 .System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul
mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.
9. Sistem persarafan
Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami
gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal
atau penusukan pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi
penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia
perlu tidur flat selama 24 jam pertama. Kesadaran biasanya.Perubahan
neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yanng dialami wanita
saat bersalin dan melahirkan. Nyeri kepala pascapartum bisa disebabkan
berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat kehamilan, stres, dan
kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang tulang punggung untuk
anestesi. Lama nyeri kepala bervariasi dari 1-3 hari sampai beberapa
minggu, tergantung pada penyebab dan efektivitas pengobatan.
5 . Pathway

6 . Adaptasi Psikologis
 Masa transisi pada ibu masa nifas
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan
adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang luar
biasa, menjalani proses ekplorasi dan similasi terhadap bayinya, berada dibawah tekanan
untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya
dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar sekarang untuk
menjadi seorang ibu. Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku
dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa retan dan terbuka untuk bimbingan
dan pembelajaran.Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:

a. Periode “Taking In”


1. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan
tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
2. Ia mungkin akan mengulang-mengulang menceritakan pengalamannya waktu
melahirkan.
3. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat
kurang istirahat.
4. Peningkataan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka,
serta persiapan proses laktasi aktif.
5. Dalam memberi asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada
tahan ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan
pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu
sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan suasana
yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukan
permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan dalam
pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya
karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan bidan.

b. Periode “Taking Hold”

1. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.


2. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawabterhadap bayi.
3. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan dan
ketahanan tubuhnya.
4. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
5. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-
hal tersebut.
6. Pada tahan ini bidan, bidan arus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
7. Tahan ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai
menyinggung perassaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia sangat
sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karena hal
itu akan sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti
bimbingan yang bidan berikan.

c. Periode “Letting Go”

1. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
2. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan
segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan
berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
3. Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini

 Konsep menjadi orang tua


1. Peran menjadi Orangtua setelah Melahirkan

Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama
perlu diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali
hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi.
Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh.
Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat
minggu.Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun
kesatuan keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-
saudara) orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan
aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode
berlangsung kira-kira selama 2 bulan.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Orang tua

Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi
proses pengasuhan anak.Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut
akan menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan
kecewa tersebut tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
menerima kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut.Orang tua perlu
memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan
pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi
kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.

Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain:

 Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa
dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini
berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan
status fisik anaknya.
 Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang
terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan
memerlukan perawatan.
 Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas
merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam
mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
 Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk
menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
 Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga.
Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga
harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi.

3. Penerimaan peran menjadi orang tua


 Adaptasi ayah Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung
keterlibatanya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah, ingin selalu
dekat dengan isteri dan anaknya, tetepi kadang-kadang terbentur dengan peraturan
rumah sakit.
 Adaptasi ibu
 Honeymoon adalah fase setelah anak lahir dan dan terjadi kontak yang
lama antara ibu, ayah, anak. Kala ini dapat dikatakan sebagai psikis
honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis masing-masing saling
memperhatikan anaknya dan menciptakan hubungan yang baru.
 "Bonding Attachment" atau ikatan kasih
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan."Bonding" adalah suatu istilah
untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak.
Sedangkan"attachment" adalah suatu keterikatan antara orang tua dan
anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal
tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut.
 Adaptasi keluarga \
Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan
hubungan dalam keluarga tersebut, misalnya anak yang lebih besar menjadi
kakak, orang tua menjadi kakek / nenek, suami dan isteri harus saling membagi
perhatian. Bila banyak anggoata yang membantu merawat bayi, maka keadaan
tidaklah sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus ikut
aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.
4. Ciri ciri family care maternity care
Proses keperawatan maternitas yang ditangani oleh tenaga terlatih dan mampu
melaksanakan proses keperawatan maternitas mulai dari proses kehamilan calon ibu
sampai perawatan bayi dan masa nifas ibu pasca melahirkan.
a. Melaksanakan kelas untuk pendidikan prenatal orang tua.
b. Mengikut serta keluarga dalam perawatan kehamilan, persalinan, dan nifas.
c. Mengikut sertakan keluarga dalam operasi.
d. Mengatur kamar bersalin sepeti suasana rumah.
e. Menetapkan peraturan yang flexibel.
f. Menjalankan system kunjungan tidak ketat.
g. Mengadakan kontak dini bayi dan orang tua.
h. Menjalankan rooming-in (Ruang rawat gabung untuk ibu hamil).
i. Mengikut sertakan anak-anak dalam proses perawatan.
j. Melibatkan keluarga dalam perawatan NICU.
k. Pemulangan secepat mungkin dengan diikuti Follow-up.
5. Discharge planning

RP) merupakan bagian pelayanan perawatan, yang bertujuan untuk memandirikan klien dan
mempersiapkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional bayi bila pulang.

Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang adalah hari pertama masuk rumah sakit.
Klien belum dapat dipulangkan sampai dia mampu melakukan apa yang diharapkan darinya
ketika di rumah. Oleh karena itu Rencana Pemulangan harus didasarkan pada :
1. Kemampuan klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan seberapa jauh tingkat
ketergantungan pada orang lain
2. Ketrampilan, pengetahuan dan adanya anggota keluarga atau teman
3. Bimbingan perawat yang diperlukan untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan,
pendidikan, dan pengobatan.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan proses berencana untuk
memulangkan klien adalah :

1. Menentukan klien yang memerlukan rencana pulang.


2. Waktu yang terbaik untuk memulai rencana pulang.
3. Staf yang terlibat dalam rencana pulang.
4. Cara yang digunakan dan evaluasi efektifitas dari rencana pulang.

Beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam membuat Rencana Pemulangan


(RP) adalah :

1. Berfokus pada klien. Nilai, keinginan dan kebutuhan klien merupakan hal penting dalam
perencanaan. Klien dan keluarga harus berpartisipasi aktif dalam hal ini.
2. Kebutuhan dasar klien pada waktu pulang harus diidentifikasi pada waktu masuk dan terus
dipantau pada masa perawatan
3. Kriteria evaluasi menjadi panduan dalam menilai keberhasilan implementasi dan evaluasi secara
periodik.
4. Rencana pemulangan suatu proses yang melibatkan tim kesehatan dari berbagai disiplin ilmu.
5. Klien harus membuat keputusan yang tertulis mengenai rencana pemulangan.

Rencana penyuluhan didasarkan pada :

1. Kebutuhan belajar orang tua.


2. Prinsip belajar mengajar.
3. Mengkaji tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar.
1. Metode belajar
2. Kondisi fisik dan psikologis orang tua
4. Latar belakang sosial budaya untuk proses belajar mengajar
1. Tekankan bahwa merawat bayi bukan hanya kewajiban wanita
5. Lamanya bayi dan ibu tinggal di rumah sakit
1. “Early discharge” 6 - 8 jam I, dimana informasi penting harus diberikan serta follow up.

Cara-cara penyampaian Rencana Pemulangan adalah :

1. Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.


2. Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu perawatan.
3. Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis
4. Motivasi klien untuk mengikuti langkah-langkah tersebut dalam melakukan perawatan dan
pengobatan.
5. Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yang harus dilaporkan pada tim kesehatan.
6. Berikan nama dan nomor telepon yang dapat klien hubungi.
Dasar-dasar rencana penyuluhan :

1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ° celsius)


1. Membersihkan mata dari dalam ke luar
2. Membersihkan kepala bayi (bayi masih berpakaian lalu keringkan)
3. Buka pakaian bayi, beri sabun dan celupkan ke dalam air.
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
1. Bersihkan dengan alkohol lalu kompres betadin
2. Tali pusat akan tanggal pada hari 7 – 10
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu
yang baru
5. Cara-cara mengukur suhu
6. Memberi minum
7. Pola eliminasi
8. Perawatan sirkumsisi
9. Imunisasi
10. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
1. Letargi ( bayi sulit dibangunkan )
2. Demam ( suhu > 37 ° celsius)
3. Muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
4. Diare ( lebih dari 3 x)
5. Tidak ada nafsu makan.

Rencana pemulangan ditujukan pada : IBU

Dalam rencana pemulangan yang perlu dianjurkan antara lain :

1. Pernapasan dada
2. Bentuk tubuh, lumbal,dan fungsi otot-otot panggul
3. Latihan panggul, evaluasi, gambaran dan ukuran yang menyenangkan
4. Latihan penguatan otot perut
5. Posisi nyaman untuk istirahat
6. Permudahan gerakan badan dari berdiri ke jalan
7. Tehnik relaksasi
8. Pencegahan; jangan mengangkat berat, melakukan sit up secara berlebihan.

Daftar kegiatan sangat membantu kondisi post partum kembali dalam keadaan sehat. Saat ibu
kembali ke rumah, secara bertahap akan kembali melakukan aktivitas normal. Pekerjaan
rumah akan membantu mencegah kekakuan otot-otot secara umum tetapi tidak akan
melemahkan kekuatan otot (Blankfield, 1967).

Ketika membantu klien untuk memilih program latihan perawat seharusnya memperingatkan
akan perubahan muskuloskeletal yang akan kembali normal pada 6 - 8 minggu
(Danforth,1967).Selama periode ini, ligamen-ligamen akan lunak dan saling terpisah oleh
karena itu latihan-latihan memerlukan keregangan dan kekuatan otot-otot yang berlebihan
seperti halnya aerobik, lari, dan lai-lain harus dihindari selama periode ini untuk mencegah
ketegangan.Aktifitas yang aman seperti berjalan, berenang dan bersepeda sangat dianjurkan.
Seorang wanita dapat memulai latihan atau Yoga 2 minggu setelah melahirkan pervaginam
atau 4 - 6 minggu setelah mengalami operasi caesar.Secara ideal ini harus memiliki seorang
instruktur yang berpengalaman yang bertanggung jawab selama melatih ibu post partum. Ibu
biasanya mendapatlan kesulitan dalam mengatur waktu untuk latihan atau melakukan tehnik
relaksasi di rumah.Perawat harus membantu mendorong ibu untuk istirahat ketika bayi
sedang tidur dan mencoba untuk tidak melakukan pekerjaan selama waktu itu. Wanita
biasanya kurang sabar dalam hal merawat tubuhnya . Perawat harus mengingatkan bahwa
selama masa menyusui membutuhkan ekstra lemak dari tubuhnya, oleh karena itu nutrizi dan
gizi yang baik sangat dibutuhkan. Perawat harus meyakinkan ibu bahwa waktu yang
dibutuhkan seorang wanita untuk kembali pada tubuh yang normal setelah persalinan sangan
bervariasi dan prosesnya dapat berlangsung 6 - 12 bulan

Selama masa nifas ibu perlu memperhatikan :

1. Pemenuhan rasa nyaman


1. Hari I
1. Perineum kompres dingin. Posisi terlentang, Sim, telungkup; semua dengan
bantal yang menyokong kepala, kedua lutut dan pelvis hanya untuk prone
(telungkup)
2. Hari II
1. Gunakan BH yang menyangga, lakukan rendam hangat (daerah perineum),
lanjutkan latihan Kegel, posisi berbaring atau telungkup (2x sehari selama 30 -
60 menit), ambulansi.
2. Pernapasan
1. Latihan Hari I Permulaan
1. Pernafasan ke arah dada dan toraks
2. Hari II tambahan
1. Pengembalian posisi pelvis :
1. Pengerutan dasar pelvis 1-3-5 detik 5 kali / jam
2. Pengerutan abdomen 5 - 10 detik 5 kali / 2 x sehari
3. Pergerutan abdomen dan dasar pelvis 3-5-10 detik 5 x / 2x sehari
4. Pengerutan abdominal,dasar panggul dan bokong 3 - 5- 10 detik 5 x /2x
sehari
2. Ekstremitas bagian bawah
1. Menutup dan membuka lutut 10 x / jam
2. Memutar lutut 10 x / jam
3. Mengaktifkan quatriseps 5 - 10 detik, 10 x / jam
3. Abdominal / pelvis
1. Mengkaji dasar pelvis 1x tiap hari
2. Mengangkat pinggul 5 detik , 5 x / 2x sehari
3. Gerakan bersepeda dengan terus-menerus terlentang 5x / 2x sehari
4. Mengangkat bokong 5 detik, 5 x /2 x sehari
5. Mengangkat kepala 5 detik, 5 x / 2x sehari

Instruksi masa nifas adalah :


1. Bekerja
Ibu seharusnya menghindari kerja berat (misalnya mengangkat / membawa beban) pada 3 minggu
pertama. Pada ibu-ibu yang mempunyai pengertian berbeda tengan kerja berat dapat
mendiskusikan dengan ibu-ibu yang lain. Perawat dapat membantu mengidentifikasikan pengertian
dari kerja berat.
Biasanya dianjurkan tidak bekerja selama 3 minggu ( lebih baik 6 minggu), bukan saja untuk
kesehatan tetapi juga untuk mendapatkan kesempatan lebih dekat dengan bayinya.
2. Istirahat
Ibu sebaiknya mengusahakan bisa tidur siang dan tidur malam yang cukup. Ibu biasanya tidur siang
selagi bayi tidur dan minta suami/keluarga menggantikan tugas-tugas yang ada. Mintalah keluarga /
suami untuk membantu tugas-tugas rumah tangga.
3. Kegiatan / aktifitas / latihan
Pada minggu pertama ibu seharusnya memulai latihan berjalan setahap demi setahap.
Pada minggu ke dua, jika lokea normal dapat memulai latihan aktifitas lain yang akan direncanakan
seperti mencuci popok setiap hari walaupun dengan memakai mesin cuci, naik turun tangga untuk
melihat bayinya atau berada setiap saat disamping bayinya. Ibu seharusnya melanjutkan senam
nifas di rumah seperti halnya sit up dan mengangkat kaki.
4. Kebersihan
Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat perineum dengan baik dengan menggunakan
antiseptik (PK / Dethol) dan selalu diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke
belakang.
5. Coitus
Coitus lebih segera setelah lokea menjadi alba dan bila ada episiotomi sudah membaik / sembuh (
minggu 3 setelah persalinan)
Sel-sel vagina mungkin tidak setebal sebelumnya karena keseimbangan hormon prepregnansi belum
kembali secara lengkap. Gunakan kontrasepsi busa atau jeli akan membantu kenyamanan dan
pengaturan posisi yang bisa mengurangi penekanan atau dispariunia.
6. Kontrasepsi
Jika ibu menginginkan memakai IUD, dapat dipasang segera setelah persalinan atau chekup post
partum yang pertama. Jenis kontrasepsi yang memakai diafragma harus pada minggu ke 6 ,
kontrasepsi oral dimulai antara 2 -3 minggu post partum sampai kembali pada chekup berikutnya.
Ibu dan pasangannya dapat menggunakan kombinasi antara jelly yang mengandung spermatid
dengan kondom lebih dapat mencegah pembuahan. Konsultasi dalam memilih alat kontrasepsi
harus kepada tenaga kesehatan yang berkopeten untuk mencegah kesalahan informasi.

 BAYI

Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi (seperti rangsangan,


latihan, dan kotak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya
dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perencanaan pulang.

Yang perlu diperhatikan adalah :

1. Temperatur / suhu
1. Sebab-sebab penurunan suhu tubuh
2. Catat gejala-gejala yang timbul seperti kelemahan, bersin, batuk dll.
3. Cara-cara mengurangi / menurunkan suhu tubuh seperti kompres dingin, mencegah
bayi terkena sinar matahari terlalu lama, dan lain-lain
4. Gunakan lampu penghangat / selimut tambahan
5. Ukur suhu tubuh
2. Pernapasan
1. Perubahan frekwensi dan irama napas
2. Refleks-refleks seperti; bersin, batuk.
3. Pencegahan terhadap asap rokok, infeksi orang terkena infeksi saluran napas
4. Gejala-gejala pnemonia aspirasi
3. Eliminasi
1. Perubahan warna dan kosistensi feses
2. Perubahan warna urin
4. Keamanan
1. Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah
dijangkau oleh bayi / balita.
2. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
3. Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana
lainnya.
4. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

 6. Kunjungan I (Hari ke-1 samppai Hari ke-7)

1. Pemberian ASI

Bidan mendorong pasien untuk memberikan ASI secara eksklusif, cara menyatukan
mulut bayi dengan pusting susu, mengubah-ubah posisi, megetahui cara memeras ASI
dengan tangan seperlunya, atau dengan metode-metode untuk mencegah nyeri putting
dan perawatan putting.

2. Perdarahan

Bidan mengkaji warna dan banyaknya atau jumlah yang semestinya, adakah tanda-tanda
perdarahan yang berlebihan, yaitu nadi cepat dan suhu naik. Uterus tidak keras dan TFU
menaik. Kaji pasien apakah bisa memasase uterus dan ajari cara memasase uterus agar
uterus bisa mengeras. Periksa pembalut untuk memastikan tidak ada darah yang
berlebihan.

3. Involusi Uterus

Bidan mengkaji involusi uterus dan beri penjelasan kepada pasien mengenai involusi
uterus.

4. Pembahasan Tentang Kelahiran

Kaji perasaan ibu dan adakah pertanyaan tentang proses tersebut.

5. Anjuran
Bidan mendorong ibu untuk memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi (keluarga),
pentingnya sentuhan fisik, komunikasi, dan rangsangan.

6. PenKes

Bidan membrikan penyuluhan mengenai tanda-tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi
dan rencana mengahdapi keadaan darurat.

 Kunjungan III (Hari ke-29 sampai Hari ke-42)

Meskipun puerperium berakhir sekitar enam minggu, kebanyakan ahli meyakini bahwa
untuk menunjukkan lamanya waktu yang digunakan saluran reproduksi wanita untuk
kembali ke kondisi tidak hamil dimungkinkan untuk dilakukan evaluasi normalitas dan akhir
peurperium pada minggu keempat postpartum. Bidan harus memilih interval yang paling
tepat untuk komunitas yang dilayani dan kebutuhan wanita yang termasuk kebutuhan
kontrasepsi.

Lydon-Rochelle dan rekan melaporkan tinjauan proses melahirkan dengan


membandingkan status kesehatan umum wanita primipara berdasarkan metode pelahiran.
Wanita yang melahirkan dengan metode operatif per vaginam dan wnita yang melahirkan
dengan SC cenderung berada pada status kesehatan umum yang kurang baik pada akhir
peurperium, menunjukkan kebutuhan yang potensial terhadap evaluasi yang cermat pada
kemampuan untuk kembali pada aktivitas atau pekerjaan seperti biasanya. Masalah spesifik
termasuk kemampuan fisik, dan meningkatnya kecenderungan postpartum blues atau depresi.
Selain itu, wanita ynag melahirkan dengan forsep atau vakum cenderung melaporkan
kesulitan fungsi bowel atau berkemih dan permulaan kembali aktivitas seksual terhambat.
Meskipun bukan seluruhnya data baru, pengkajian kesehatan wanita selama kunjungan
kehamilan pascapartum harus mempertimbangkan pemulihan pada kelompok wanita ini lebih
lambat, untuk pengajaran dan penatalaksanaan klinis.

Pemeriksaan 4-6 minggu pascapartum sering kali terdiri atas pemeriksaan riwayat
lengkap fisik dan panggul dalam. Setiap catatan yang ada dalam kehamilan harus ditinjau.
Selain itu, hal lain ynag perlu dikaji pada saat kunjungan III, yaitu sebagai berikut :

1. Penapisan adanya kontradiksi terhadap metode keluarga berencana yang belum


dilakukan.
2. Riwayat tambahan tentang periode waktu sejak pertemuan terakhir.
3. Evaluasi fisik dan panggul spesifik tambahan yang berkaitan dengan kembalinya seluran
reproduksi dan tubuh pada status tidak hamil. Secara ringkas, bidan menekankan topik
pada hal-hal berikut :

 Gizi, zat besi/folat kecukupan diet seperti yang dianjurkan dan petunjuk untuk makan
makanan ynag bergizi.
 Menentukan dan menyediakan metode dan alat KB.
 Senam, rencana senam yang lebih kuat dan menyeluruh setelah otot abdomen kembali
normal.
 Keterampilan membesarkan dan membina anak.
 Rencana untuk asuhan selanjutnya.
 Rencana untuk Check-up bayi serta imunisasi.

Secara garis besar, tahap evaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Persepsi ibu tentang persalinan dan kelahiran, kemampuan koping ibu sekarang, dan
bagaimana ia berespons terhadap bayi barunya.
2. Kondisi payudara meliputi kongesti, apakah ibu menyusui atau tidak, tindakan
kenyamanan apa yang ia gunakan untuk mengurangi ketidaknyaman. Selain itu, jika ibu
menyusui, penampilan putting susu dan areola, apakah ada kolostrum atau air susu,
pengkajian proses menyusui.
3. Asupan makanan dan cairan, mengkaji baik kualitas dan kuantitasnya.
4. Nyeri, kram abdomen, dan fungsi bowel.
5. Adanya kesulitan atau ketidaknyamanan dengan urinasii dan apakah ia mengalami
dieresis.
6. Jumlah, warna, dan bau perdarahan lokia.
7. Nyeri pembengkakan, kemerahan perineum, dan jika ada jahitan, lihat kerapatan jahitan.
Ibu mungkin perlu kaca/cermin dan memeriksanya sendiri atau meminta pasangan
memeriksa untuknya, jika ia melaporkan gejala-gejala pertama.
8. Adanya hemoroid dan tindakan kenyamanan yang digunakan.
9. Adanya edema, nyeri, dan kemerahan pada ekstermitas bawah.
10. Apakah ibu mendapatkan istirahat yang cukup, baik pada siang hari dan malam hari.
11. Siapa yang ada untuk membantu ibu baru dengan manajemen rumah tangganya, dan
bagaimana bantuan ini diberikan (yaitu berguna atau mengganggu).
12. Tingkat aktivitas saat ini, dalam hal perawatan bayi baru lahir, tugas-tugas rumah tangga,
latihan, dan apakah ia telah mulai melakukan latihan Legel dan latihan pengencangan
abdomen.
13. Bagaimana keluarga menyesuaikan diri untuk mempunyai bayi baru di rumah.
14. Tingkat kepercayaan diri ibu saat ini dalam kemampuannya untuk merawat bayi.

 Kunjungan Nifas

Kunjungan nifas dilakukan paling sedikit 4 kali. Hal ini dilakukan untuk menilai status
ibu dan bayi baru lahir serta untuk mencegah terjadinya masalah.

Kunjungan pertama dilakukan 6-8 jam setelah persalinan, tujuannya :

 Mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia uteri.


 Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.
 Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bila terjadiperdarahan
banyak.
 Pemberian ASI awal.
 Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
 Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah terjadinya hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong persalinan petugas harus tinggal dan mengawasi
sampai 2 jam pertama.Kunjungan kedua 6 hari setelah persalinan, tujuannya :

 Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus uteri di bawah
umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.
 Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
 Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
 Memastika ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda
penyakit.
 Memberiukan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
supaya tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
 Kunjungan ke tiga 2-3 minggu setelah persalinan
 Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawh
umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.
 Menilai tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
 Memastikan ibu cukup makanan, cairan dan istirahat.
 Memastikan ibu menyususi bayinya dengan baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda
penyakit.
 Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi supaya tetap hangat dan
merawat bayi.
 Kunjungan ke empat 4-6 minggu setelah persalinan
 Menanyakan pada ibu tentang penyakit-penyakit yang ibu dan bayi alami.
 Memberikan konseling KB secara dini.
 Tali pusat harus tetap kering, ibu perlu diberitahu bahaya mebubuhkan sesuatu pada tali
pusat bayi, missal minyak atau bahan kain. Jika ada kemerahan pada pusat, perdarahan
tercium bau busuk, bayi segera dirujuk.
 Perhatikan kondisi umum bayi, apakah ada ikterus atau tidak, ikterus pada hari ketiga
postpartum adalah fisiologis yang tidak perlu pengobatan. Namun bila ikterus terjadi
pada hari ketiga atau kapan saja dan bayi malas untuk menyusu serta tampak
mengantuk maka segera rujuk bayi ke RS.
 Bicarakan pemberian ASI dengan ibu dan perhatikan apakah bayi menyusu dengan
baik.
 Nasehati ibu untuk hanya memberikan ASI kepada bayi selama minimal 4-6 bulan dan
bahaya pemberian makanan tambahan selain ASI sebelum usia 4-6 bulan.
 Catat semua dengan tepat hal-hal yang diperlukan.
 Jika ada yang tidak normal segeralah merujuk ibu dan atau bayi ke puskesmas atau RS.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Fokus Keperawatan


a. Riwayat ibu
1) Biodata ibu.
2) Penolong.
3) Jenis persalinan.
4) Masalah-masalah persalinan.
5) Nyeri.
6) Menyusui atau tidak.
7) Keluhan-keluhan saat ini, misalnya : kesedihan/depresi, pengeluaran per
vaginam/perdarahan/lokhia, putting/payudara.
8) Rencana masa datang : kontrasepsi yang akan digunakan.
b. Riwayat sosial ekonomi
1) Respon ibu dan keluarga terhadap bayi.
2) Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di rumah.
3) Para pembuat keputusan di rumah.
4) Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat.
5) Kepercayaan dan adat istiadat.
c. Riwayat bayi
1) Menyusu.
2) Keadan tali pusat.
3) Vaksinasi.
4) Buang air kecil/besar.
d. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum
a) Suhu tubuh.
b) Denyut nadi.
c) Tekanan darah.
d) Tanda-tanda anemia.
e) Tanda-tanda edema/tromboflebitis.
f) Refleks.
g) Varises.
h) CVAT (Contical Vertebral Area Tenderness).
2) Pemeriksaan payudara
a) Putting susu : pecah, pendek, rata.
b) Nyeri tekan.
c) Abses.
d) Pembengkakan/ASI terhenti.
e) Pengeluaran ASI.
3) Pemeriksaan perut / uterus
a) Posisi uterus/tinggi fundus uteri.
b) Kontraksi uterus.
c) Ukuran kandung kemih.
4) Pemeriksaan vulva/perineum
a) Pengeluaran lokhia.
b) Penjahitan laserasi atau luka episiotomi.
c) Pembengkakan.
d) Luka.
e) Henoroid.
5) Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
6) Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
7) Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (“post partum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
melahirkan).
8) Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan kelima.
9) Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
10) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga sampai kelima pasca
partum.
11) Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari
setiap harinya.
Lokhia rubra berlanjut sampai hari kedua sampai ketiga, berlanjut menjadi lokhia serosa
dengan aliran tergantung pada posisi (misal : rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas
(misal : menyusui).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada suhu matur, biasanya pada
hari ketiga; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan perineum; luka
episiotomi; involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara
b. Resiko defisit volume cairan berubungan dengan pengeluaran yang berlebihan;
perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
c. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) berhubungan dengan trauma perineum dan
saluran kemih
d. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya mobilisasi;
diet yang tidak seimbang; trauma persalinan.
e. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan immobilisasi; kelemahan.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
g. Resiko gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
cara merawat bayi

Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional


No.
Keperawatan Hasil
1. Gangguan rasa Pasien 1. Kaji tingkat nyeri pasien.1. Menentukan intervensi
nyaman (nyeri) b/d mendemonstrasikan keperawatan sesuai skala
peregangan perineum; tidak adanya nyeri. 2. Kaji kontraksi uterus, nyeri.
luka episiotomi; Kriteria hasil: vital proses involusi uteri. 2. Mengidentifikasi
involusi uteri; sign dalam batas 3. Anjurkan pasien untuk penyimpangan dan
hemoroid; normal, pasien membasahi perineum kemajuan berdasarkan
pembengkakan menunjukkan dengan air hangat sebelum involusi uteri.
payudara. peningkatan aktifitas, berkemih. 3. Mengurangi ketegangan
keluhan nyeri 4. Anjurkan dan latih pasien pada luka perineum.
terkontrol, payudara cara merawat payudara
lembek, tidak ada secara teratur.
bendungan ASI. 5. Jelaskan pada ibu tetang 4. Melatih ibu mengurangi
teknik merawat luka bendungan ASI dan
perineum dan mengganti memperlancar pengeluaran
PAD secara teratur setiap 3 ASI.
kali sehari atau setiap kali5. Mencegah infeksi dan
lochea keluar banyak. kontrol nyeri pada luka
6. Kolaborasi dokter tentang perineum.
pemberian analgesik bial
nyeri skala 7 ke atas.
6. Mengurangi intensitas
nyeri denagn menekan
rangsnag nyeri pada
nosiseptor.
2. Resiko defisit volume Pasien dapat 1. Pantau: 1. Mengidentifikasi
cairan b/d mendemostrasikan penyimpangan indikasi
pengeluaran yang status cairan membaik.  Tanda-tanda vital kemajuan atau
berlebihan; Kriteria evaluasi: tak setiap 4 jam. penyimpangan dari hasil
perdarahan; diuresis; ada manifestasi  Warna urine. yang diharapkan.
keringat berlebihan. dehidrasi, resolusi  Berat badan
oedema, haluaran setiap hari.
urine di atas 30
 Status umum 2. Mengidentifikasi
ml/jam, kulit keseimbangan cairan
setiap 8 jam.
kenyal/turgor kulit pasien secara adekuat dan
baik. teratur.
2. Pantau: cairan masuk dan
cairan keluar setiap 8 jam.3. Temuan-temuan ini
3. Beritahu dokter bila: mennadakan hipovolemia
haluaran urine < 30 dan perlunya peningkatan
ml/jam, haus, takikardia, cairan.
gelisah, TD di bawah
rentang normal, urine
gelap atau encer gelap. 4. Mencegah pasien jatuh ke
4. Konsultasi dokter bila dalam kondisi kelebihan
manifestasi kelebihan cairan yang beresiko
cairan terjadi. terjadinya oedem paru.
3. Perubahan pola Pola eleminasi (BAK)1. Kaji haluaran urine, 1. Mengidentifikasi
eleminasi BAK pasien teratur. keluhan serta keteraturan penyimpangan dalam pola
(disuria) b/d trauma Kriteria hasil: pola berkemih. berkemih pasien.
perineum dan saluran eleminasi BAK lancar,2. Anjurkan pasien 2. Ambulasi dini memberikan
kemih. disuria tidak ada, melakukan ambulasi dini. rangsangan untuk
bladder kosong, 3. Anjurkan pasien untuk pengeluaran urine dan
keluhan kencing tidak membasahi perineum pengosongan bladder.
ada. dengan air hangat sebelum3. Membasahi bladder
berkemih. dengan air hangat dapat
4. Anjurkan pasien untuk mengurangi ketegangan
berkemih secara teratur. akibat adanya luka pada
5. Anjurkan pasien untuk bladder.
minum 2500-3000 ml/24 4. Menerapkan pola berkemih
jam. secara teratur akan melatih
6. Kolaborasi untuk pengosongan bladder
melakukan kateterisasi bila secara teratur.
pasien kesulitan berkemih.5. Minum banyak
mempercepat filtrasi pada
glomerolus dan
mempercepat pengeluaran
urine.
6. Kateterisasi memabnatu
pengeluaran urine untuk
mencegah stasis urine.
4. Perubahan pola Pola eleminasi (BAB)1. Kaji pola BAB, kesulitan1. Mengidentifikasi
eleminasi BAB teratur. BAB, warna, bau, penyimpangan serta
(konstipasi) b/d Kriteria hasil: pola konsistensi dan jumlah. kemajuan dalam pola
kurangnya mobilisasi; eleminasi teratur, feses
2. Anjurkan ambulasi dini. eleminasi (BAB).
diet yang tidak lunak dan warna khas 2. Ambulasi dini merangsang
seimbang; trauma feses, bau khas feses, 3. Anjurkan pasien untuk pengosongan rektum secara
persalinan. tidak ada kesulitan minum banyak 2500-3000 lebih cepat.
BAB, tidak ada feses ml/24 jam. 3. Cairan dalam jumlah
bercampur darah dan cukup mencegah terjadinya
lendir, konstipasi tidak
4. Kaji bising usus setiap 8 penyerapan cairan dalam
ada. jam. rektum yang dapat
5. Pantau berat badan setiap menyebabkan feses
hari. menjadi keras.
6. Anjurkan pasien makan 4. Bising usus
banyak serat seperti buah- mengidentifikasikan
buahan dan sayur-sayuran pencernaan dalam kondisi
hijau. baik.
5. Mengidentifiakis adanya
penurunan BB secara dini.
6. Meningkatkan
pengosongan feses dalam
rektum.
5. Gangguan pemenuhan ADL dan kebutuhan 1. Kaji toleransi pasien 1. Parameter menunjukkan
ADL b/d beraktifitas pasien terhadap aktifitas respon fisiologis pasien
immobilisasi; terpenuhi secara menggunakan parameter terhadap stres aktifitas dan
kelemahan. adekuat. berikut: nadi 20/mnt di indikator derajat penagruh
Kriteria hasil: atas frek nadi istirahat, kelebihan kerja jnatung.
- Menunjukkan catat peningaktan TD,
peningkatan dalam dispnea, nyeri dada,
beraktifitas. kelelahan berat,
- Kelemahan dan kelemahan, berkeringat,
kelelahan berkurang. pusing atau pinsan. 2. Menurunkan kerja
- Kebutuhan ADL 2. Tingkatkan istirahat, miokard/komsumsi oksigen
terpenuhi secara batasi aktifitas pada dasar , menurunkan resiko
mandiri atau dengan nyeri/respon komplikasi.
bantuan. hemodinamik, berikan
- frekuensi aktifitas senggang yang
jantung/irama dan Td tidak berat.
dalam batas normal. 3. Kaji kesiapan untuk 3. Stabilitas fisiologis pada
- kulit hangat, merah meningkatkan aktifitas istirahat penting untuk
muda dan kering contoh: penurunan menunjukkan tingkat
kelemahan/kelelahan, TD aktifitas individu.
stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian
pada aktifitas dan
perawatan diri. 4. Komsumsi oksigen
4. Dorong memajukan miokardia selama berbagai
aktifitas/toleransi aktifitas dapat
perawatan diri. meningkatkan jumlah
oksigen yang ada.
5. Anjurkan keluarga untuk Kemajuan aktifitas
membantu pemenuhan bertahap mencegah
kebutuhan ADL pasien. peningkatan tiba-tiba pada
6. Jelaskan pola peningkatan kerja jantung.
bertahap dari aktifitas, 5. Teknik penghematan
contoh: posisi duduk energi menurunkan
ditempat tidur bila tidak penggunaan energi dan
pusing dan tidak ada nyeri, membantu keseimbangan
bangun dari tempat tidur, suplai dan kebutuhan
belajar berdiri dst. oksigen.
6. Aktifitas yang maju
memberikan kontrol
jantung, meningaktkan
regangan dan mencegah
aktifitas berlebihan.

6. Resiko infeksi b/d Infeksi tidak terjadi. 1. Pantau: vital sign, tanda 1. Mengidentifikasi
trauma jalan lahir. Kriteria hasil: tanda infeksi. penyimpangan dan
infeksi tidak ada, luka kemajuan sesuai intervensi
episiotomi kering dan2. Kaji pengeluaran lochea, yang dilakukan.
bersih, takut berkemih warna, bau dan jumlah. 2. Mengidentifikasi kelainan
dan BAB tidak ada. 3. Kaji luka perineum, pengeluaran lochea secara
keadaan jahitan. dini.
3. Keadaan luka perineum
berdekatan dengan daerah
basah mengakibatkan
4. Anjurkan pasien kecenderunagn luka untuk
membasuh vulva setiap selalu kotor dan mudah
habis berkemih dengan terkena infeksi.
cara yang benar dan 4. Mencegah infeksi secara
mengganti PAD setiap 3 dini.
kali perhari atau setiap kali
pengeluaran lochea
banyak.
5. Pertahnakan teknik septik
aseptik dalam merawat
pasien (merawat luka 5. Mencegah kontaminasi
perineum, merawat silang terhadap infeksi.
payudara, merawat bayi).
7. Resiko gangguan Gangguan proses 1. Beri kesempatan ibu untuk1. Meningkatkan kemandirian
proses parenting b/d parenting tidak ada. melakukan perawatan bayi ibu dalam perawatan bayi.
kurangnya Kriteria hasil: ibu secara mandiri.
pengetahuan tentang dapat merawat bayi 2. Keterlibatan bapak/suami
cara merawat bayi. secara mandiri 2. Libatkan suami dalam dalam perawatan bayi akan
(memandikan, perawatan bayi. membantu meningkatkan
menyusui, merawat keterikatan batih ibu
tali pusat). dengan bayi.
3. Latih ibu untuk perawatan3. Perawatan payudara secara
payudara secara mandiri teratur akan
dan teratur. mempertahankan produksi
ASI secara kontinyu
sehingga kebutuhan bayi
4. Motivasi ibu untuk akan ASI tercukupi.
meningkatkan intake 4. Meningkatkan produksi
cairan dan diet TKTP. ASI.
5. Lakukan rawat gabung
sesegera mungkin bila
tidak terdapat komplikasi 5. Meningkatkan hubungan
pada ibu atau bayi. ibu dan bayi sedini
mungkin.
LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM NORMAL

NAMA MAHASISWA : FRITZ J AKTAWALORA

NIM : 18160000249

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

2017
Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi Rasional


No.
Keperawatan Hasil
1. Gangguan rasa Pasien 1. Kaji tingkat nyeri pasien.1. Menentukan intervensi
nyaman (nyeri) b/d mendemonstrasikan keperawatan sesuai skala
peregangan perineum; tidak adanya nyeri. 2. Kaji kontraksi uterus, nyeri.
luka episiotomi; Kriteria hasil: vital proses involusi uteri. 2. Mengidentifikasi
involusi uteri; sign dalam batas 3. Anjurkan pasien untuk penyimpangan dan
hemoroid; normal, pasien membasahi perineum kemajuan berdasarkan
pembengkakan menunjukkan dengan air hangat sebelum involusi uteri.
payudara. peningkatan aktifitas, berkemih. 3. Mengurangi ketegangan
keluhan nyeri 4. Anjurkan dan latih pasien pada luka perineum.
terkontrol, payudara cara merawat payudara
lembek, tidak ada secara teratur.
bendungan ASI. 5. Jelaskan pada ibu tetang 4. Melatih ibu mengurangi
teknik merawat luka bendungan ASI dan
perineum dan mengganti memperlancar pengeluaran
PAD secara teratur setiap 3 ASI.
kali sehari atau setiap kali5. Mencegah infeksi dan
lochea keluar banyak. kontrol nyeri pada luka
6. Kolaborasi dokter tentang perineum.
pemberian analgesik bial
nyeri skala 7 ke atas.
6. Mengurangi intensitas
nyeri denagn menekan
rangsnag nyeri pada
nosiseptor.
2. Resiko defisit volume Pasien dapat 1. Pantau: 1. Mengidentifikasi
cairan b/d mendemostrasikan penyimpangan indikasi
pengeluaran yang status cairan membaik.  Tanda-tanda vital kemajuan atau
berlebihan; Kriteria evaluasi: tak setiap 4 jam. penyimpangan dari hasil
perdarahan; diuresis; ada manifestasi  Warna urine. yang diharapkan.
keringat berlebihan. dehidrasi, resolusi  Berat badan
oedema, haluaran setiap hari.
urine di atas 30
 Status umum 2. Mengidentifikasi
ml/jam, kulit keseimbangan cairan
setiap 8 jam.
kenyal/turgor kulit pasien secara adekuat dan
baik. teratur.
2. Pantau: cairan masuk dan
cairan keluar setiap 8 jam.3. Temuan-temuan ini
3. Beritahu dokter bila: mennadakan hipovolemia
haluaran urine < 30 dan perlunya peningkatan
ml/jam, haus, takikardia, cairan.
gelisah, TD di bawah
rentang normal, urine
gelap atau encer gelap. 4. Mencegah pasien jatuh ke
4. Konsultasi dokter bila dalam kondisi kelebihan
manifestasi kelebihan cairan yang beresiko
cairan terjadi. terjadinya oedem paru.
3. Perubahan pola Pola eleminasi (BAK)1. Kaji haluaran urine, 1. Mengidentifikasi
eleminasi BAK pasien teratur. keluhan serta keteraturan penyimpangan dalam pola
(disuria) b/d trauma Kriteria hasil: pola berkemih. berkemih pasien.
perineum dan saluran eleminasi BAK lancar,2. Anjurkan pasien 2. Ambulasi dini memberikan
kemih. disuria tidak ada, melakukan ambulasi dini. rangsangan untuk
bladder kosong, 3. Anjurkan pasien untuk pengeluaran urine dan
keluhan kencing tidak membasahi perineum pengosongan bladder.
ada. dengan air hangat sebelum3. Membasahi bladder
berkemih. dengan air hangat dapat
4. Anjurkan pasien untuk mengurangi ketegangan
berkemih secara teratur. akibat adanya luka pada
5. Anjurkan pasien untuk bladder.
minum 2500-3000 ml/24 4. Menerapkan pola berkemih
jam. secara teratur akan melatih
6. Kolaborasi untuk pengosongan bladder
melakukan kateterisasi bila secara teratur.
pasien kesulitan berkemih.5. Minum banyak
mempercepat filtrasi pada
glomerolus dan
mempercepat pengeluaran
urine.
6. Kateterisasi memabnatu
pengeluaran urine untuk
mencegah stasis urine.
4. Perubahan pola Pola eleminasi (BAB)1. Kaji pola BAB, kesulitan1. Mengidentifikasi
eleminasi BAB teratur. BAB, warna, bau, penyimpangan serta
(konstipasi) b/d Kriteria hasil: pola konsistensi dan jumlah. kemajuan dalam pola
kurangnya mobilisasi; eleminasi teratur, feses
2. Anjurkan ambulasi dini. eleminasi (BAB).
diet yang tidak lunak dan warna khas 2. Ambulasi dini merangsang
seimbang; trauma feses, bau khas feses, 3. Anjurkan pasien untuk pengosongan rektum secara
persalinan. tidak ada kesulitan minum banyak 2500-3000 lebih cepat.
BAB, tidak ada feses ml/24 jam. 3. Cairan dalam jumlah
bercampur darah dan cukup mencegah terjadinya
lendir, konstipasi tidak
4. Kaji bising usus setiap 8 penyerapan cairan dalam
ada. jam. rektum yang dapat
5. Pantau berat badan setiap menyebabkan feses
hari. menjadi keras.
6. Anjurkan pasien makan 4. Bising usus
banyak serat seperti buah- mengidentifikasikan
buahan dan sayur-sayuran pencernaan dalam kondisi
hijau. baik.
5. Mengidentifiakis adanya
penurunan BB secara dini.
6. Meningkatkan
pengosongan feses dalam
rektum.
5. Gangguan pemenuhan ADL dan kebutuhan 1. Kaji toleransi pasien 1. Parameter menunjukkan
ADL b/d beraktifitas pasien terhadap aktifitas respon fisiologis pasien
immobilisasi; terpenuhi secara menggunakan parameter terhadap stres aktifitas dan
kelemahan. adekuat. berikut: nadi 20/mnt di indikator derajat penagruh
Kriteria hasil: atas frek nadi istirahat, kelebihan kerja jnatung.
- Menunjukkan catat peningaktan TD,
peningkatan dalam dispnea, nyeri dada,
beraktifitas. kelelahan berat,
- Kelemahan dan kelemahan, berkeringat,
kelelahan berkurang. pusing atau pinsan. 2. Menurunkan kerja
- Kebutuhan ADL 2. Tingkatkan istirahat, miokard/komsumsi oksigen
terpenuhi secara batasi aktifitas pada dasar , menurunkan resiko
mandiri atau dengan nyeri/respon komplikasi.
bantuan. hemodinamik, berikan
- frekuensi aktifitas senggang yang
jantung/irama dan Td tidak berat. 3. Stabilitas fisiologis pada
dalam batas normal. 3. Kaji kesiapan untuk istirahat penting untuk
- kulit hangat, merah meningkatkan aktifitas menunjukkan tingkat
muda dan kering contoh: penurunan aktifitas individu.
kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian
pada aktifitas dan
perawatan diri. 4. Komsumsi oksigen
4. Dorong memajukan miokardia selama berbagai
aktifitas/toleransi aktifitas dapat
perawatan diri. meningkatkan jumlah
oksigen yang ada.
5. Anjurkan keluarga untuk Kemajuan aktifitas
membantu pemenuhan bertahap mencegah
kebutuhan ADL pasien. peningkatan tiba-tiba pada
6. Jelaskan pola peningkatan kerja jantung.
bertahap dari aktifitas, 5. Teknik penghematan
contoh: posisi duduk energi menurunkan
ditempat tidur bila tidak penggunaan energi dan
pusing dan tidak ada nyeri, membantu keseimbangan
bangun dari tempat tidur, suplai dan kebutuhan
belajar berdiri dst. oksigen.
6. Aktifitas yang maju
memberikan kontrol
jantung, meningaktkan
regangan dan mencegah
aktifitas berlebihan.

6. Resiko infeksi b/d Infeksi tidak terjadi. 1. Pantau: vital sign, tanda 1. Mengidentifikasi
trauma jalan lahir. Kriteria hasil: tanda infeksi. penyimpangan dan
infeksi tidak ada, luka kemajuan sesuai intervensi
episiotomi kering dan2. Kaji pengeluaran lochea, yang dilakukan.
bersih, takut berkemih warna, bau dan jumlah. 2. Mengidentifikasi kelainan
dan BAB tidak ada. 3. Kaji luka perineum, pengeluaran lochea secara
keadaan jahitan. dini.
3. Keadaan luka perineum
berdekatan dengan daerah
basah mengakibatkan
4. Anjurkan pasien kecenderunagn luka untuk
membasuh vulva setiap selalu kotor dan mudah
habis berkemih dengan terkena infeksi.
cara yang benar dan 4. Mencegah infeksi secara
mengganti PAD setiap 3 dini.
kali perhari atau setiap kali
pengeluaran lochea
banyak.
5. Pertahnakan teknik septik
aseptik dalam merawat
pasien (merawat luka 5. Mencegah kontaminasi
perineum, merawat silang terhadap infeksi.
payudara, merawat bayi).
7. Resiko gangguan Gangguan proses 1. Beri kesempatan ibu untuk 1. Meningkatkan kemandirian
proses parenting b/d parenting tidak ada. melakukan perawatan bayi ibu dalam perawatan bayi.
kurangnya Kriteria hasil: ibu secara mandiri.
pengetahuan tentang dapat merawat bayi 2. Keterlibatan bapak/suami
cara merawat bayi. secara mandiri 2. Libatkan suami dalam dalam perawatan bayi akan
(memandikan, perawatan bayi. membantu meningkatkan
menyusui, merawat keterikatan batih ibu
tali pusat). dengan bayi.
3. Latih ibu untuk perawatan3. Perawatan payudara secara
payudara secara mandiri teratur akan
dan teratur. mempertahankan produksi
ASI secara kontinyu
sehingga kebutuhan bayi
4. Motivasi ibu untuk akan ASI tercukupi.
meningkatkan intake 4. Meningkatkan produksi
cairan dan diet TKTP. ASI.
5. Lakukan rawat gabung
sesegera mungkin bila
tidak terdapat komplikasi 5. Meningkatkan hubungan
pada ibu atau bayi. ibu dan bayi sedini
mungkin.
LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM NORMAL

NAMA MAHASISWA : FRITZ AKTAWALORA

NIM : 18160000149

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESAREA

NAMA MAHASISWA : FRITZ AKTAWALORA

NIM : 18160000149

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2017

Anda mungkin juga menyukai