OLEH:
DWI RETNO WULANDARI
NIM. 010810109
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan ibu post SC atas indikasi secondary
arrest
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan konsep dasar masa nifas, konsep dasar seksio sesarea, konsep dasar partus
lama, dan konsep dasar asuhan kebidanan pada ibu post SC atas indikasi secondary arrest.
2. Melakukan pengumpulan data subyektif dan data obyektif
3. Menganalisa data dan menentukan diagnosa
4. Menyusun rencana asuhan kebidanan.
5. Melakukan rencana asuhan kebidanan tersebut.
6. Mengevaluasi rencana asuhan kebidanan yang telah dilakukan.
7. Mendokumentasikan asuhan kebidanan ibu P2002 Post SC hari ke-1 a.i secondary arrest
1.3 Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan adalah di Ruang Cenderawasih RSUD dr. Soetomo Surabaya
pada tanggal 9 Oktober 2012.
Involusi Uterus
(Autolysis, atrofi jaringan, efek oksitosin)
Sistem Pengeluaran Lochea
Reproduksi
(3)Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang
oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun lebih kendur daripada keadaan sebelum
hamil.
2) Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien
keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi dini tidak
dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan keadaan
lain yang masih membutuhkan istirahat. Adapun keuntungan dari ambulasi dini, antara lain:
(1)Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat.
(2)Faal usus dan kandung kemih menjdai lebih baik.
(3)Memungkinkan bidan untuk memberkan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat
bayinya.
(4)Lebih ekonomis.
3) Eliminasi
Dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat buang air kecil. Semakin
lama urine tertahan dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ
perkemihan, misalnya infeksi. Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat buang
air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin sulit baginya
untuk buang air besar secara lancar. Feses yang tertahan dalam usus semakin lama akan
mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus.
4) Kebersihan Diri
Beberapa langkah penting dalam perawatan kebersihan diri ibu post partum, antara lain:
(1) Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi. Kulit
ibu yang kotor karena keringat atau debu dapat menyebabkan kulit bayi mengalami alergi
melalui sentuhan kulit ibu dengan bayi.
(2) Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk
membersihkan vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian
membersihkan daerah anus.
(3) Mengganti pembalut setiap kali darah sudah penuh atau minimal 2 kali sehari. Kadang
hal ini terlewat untuk disampaikan kepada pasien. Masih adanya luka terbuka di dalam
rahim dan vagina sebagai satu-satunya port de entre kuman penyebab infeksi rahim maka
ibu harus senantiasa menjaga suasana keasaman dan kebersihan vagina dengan baik.
(4) Mencuci tangan dengan sabun dan air satiap kali ia selesai membersihkan daerah
kemaluannya.
(5) Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka ini. Ini yang
kadang kurang diperhatikan oleh pasien dan tenaga kesehatan.
5) Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan
kembali keadaan fisiknya. Kurang istirahat pada ibu post partum akan mengakibatkan
beberapa kerugian, misalnya:
(1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
(2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
(3) Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
6) Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti
dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak
budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu
tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah melahirkan. Keputusan bergantung
pada pasangan yang bersangkutan.
2.2.2 Komplikasi
1) Perdarahan (kemungkinan membutuhkan transfusi darah)
2) Infeksi (faktor resiko untuk infeksi pascaoperasi termasuk diabetes, obesitas, bedah sesar
darurat, demam intrapartum, pemantauan janin internal, anemia, riwayat pembedahan
abdomen sebelumnya, hematoma, induksi persalinan, status sosioekonomi rendah, ketuban
pecah memanjang)
3) Cedera pada janin
4) Cedera pada organ di dekat uterus (usus, kandung kemih, ureter, pembuluh darah)
5) Mungkin perlu pembedahan lebih lanjut (histerektomi, masa nifas, jahitan di usus)
(Norwitz, 2008).
2.3.2 Komplikasi
1) Bagi Ibu
(1)Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus
lama terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis
pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi,
adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan
bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama
apabila dicurigai persalinan lama.
(2)Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus
lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesarea.
Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak
cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang
kemudian menyebabkan rupture. Pada kasus ini mungkin terbentun cincin retraksi patologis
yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di
uterus antara simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan
perabdominan segera.
(3)Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus pada
persalinan berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis bandle,
yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat
persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah
uterus.
(4)Pembentukan Fistula
Apabila bagian bawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan
dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat
terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya
fistula vesikovaginal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada
persalinan kala dua yang berkepanjangan (Prawiroharjo, 2009).
2) Bagi Janin
(1) Kaput suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang
besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hampir mencapai panggul
sementara kepala sendiri belum cakap.
(2) Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang
tindih satu sama lain di sutura-sutura besarm suatu proses yang disebut molase (molding
moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dalam promontorium
bertumpang tindih dengan tulang di sebelahnya, hal yang sama terjadi pada tulang-tulang
yang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-
perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak apabila
distorsi yang terjadi mencolok molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi
pembuluh darah janin, dan perdarahan intracranial pada janin (Prawiroharjo, 2009).
2.4 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan dengan Post SC atas indikasi secondary arrest
I. Pengkajian
Tanggal, waktu, oleh mahasiswa : sebagai pertanggungjawaban isi.
A. DATA SUBYEKTIF
1) Biodata
- Nama klien (memudahkan komunikasi dan tepat pasien dalam pemberian terapi)
- Usia klien (mengetahui faktor resiko tinggi, usia > 35 tahun)
2) Keluhan Utama
Keluhan utama ibu post SC antara lain nyeri luka bekas jahitan SC, gangguan mobilisasi,
belum BAB, ASI belum keluar
3) Riwayat Obstetri Lalu
Riwayat obstetri yang lalu terdiri dari riwayat kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi yang
telah dilahirkan.
Kehamilan Persalinan Bayi/Anak Nifas
No Anak BB Hidup Ket
Suami UK Pnylt Penol. Jenis Tmpt Pnylt Seks Pnylt ASI
ke PB Mati
B. DATA OBYEKTIF
1) Pemeriksaan Umum
- Kesadaran (composmentis, apatis, somnolent, sopor, koma)
- Tekanan darah : Normal 110/70 – 130/90 mmHg
- Nadi : Normal 60 – 100 kali per menit
- Suhu : Normal 36,5 – 37,5 oC
- RR : Normalnya 16-24 kali per menit
2) Pemeriksaan Fisik
- Muka: bila muka tidak pucat menandakan ibu tidak anemia, bila muka tidak oedem
menandakan ibu tidak memiliki tanda dan gejala preeklampsia berat
- Mata: konjungtiva yang berwarna merah muda menandakan ibu tidak anemia, sklera
yang berwarna putih menandakan ibu tidak ikterus
- Payudara: kebersihan, puting susu menonjol/tidak, kolostrum sudah keluar/belum,
konsistensi keras/lembek
- Abdomen/uterus : ada bekas luka SC, konsistensi uterus keras/lembek (berhubungan
dengan perdarahan), kontraksi baik/tidak, kandung kemih teraba tidak penuh/penuh
TFU :
Setelah plasenta lahir uterus menjadi kecil dan TFU teraba kira-kira 1 jari dibawah
pusat atau sepusat.
Hari ke 1-2 : TFU 2 jari dibawah pusat
Hari ke 3 : TFU 2-3 jari dibawah pusat
Hari ke 4-5 : TFU pertengahan pusat-symphisis
Hari ke 7 : TFU 2-3 jari diatas symphisis
Hari ke 9 : TFU 1 jari diatas symphisis
Hari ke 10-12: TFU tak teraba dari luar
- Genetalia :
a. Vulva dan vagina : kebersihan, lochia, tidak ada varises, tidak oedema, tidak ada
kondiloma lata, tidak ada kondiloma acuminata, tidak ada infeksi kelenjar
bartholini, tidak ada infeksi kelenjar skene.
Pengeluaran pervaginam/pengeluaran lochea :
Hari ke 1-2 : lochea rubra, warna merah
Hari ke 3-7 : lochea sanguinolenta, warna merah kekuningan
Hari ke 7-14 : lochea serosa, warna kuning
> 14 hari : lochea alba, warna putih
Jumlah : 400- 1200 ml (keseluruhan)
Bau : lochea normal memiliki bau apek
b. Perineum : tidak terdapat luka episiotomi
c. Anus : tidak ada hemorroid
d. Ekstremitas atas/bawah : tidak oedema (atas dan bawah) dan tidak ada varises
(bawah)
3) Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Hb : normalnya 11 g/dL
II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Diagnosa Aktual:
P (aterm, premature, abortus, hidup) Post SC hari ke … / …. Jam a.i secondary arrest
Masalah yang sering muncul pada ibu post SC:
Nyeri luka bekas jahitan SC, gangguan mobilisasi, belum BAB, ASI belum keluar
Kebutuhan :
Kebutuhan perawatan luka bekas jahitan SC, mobilisasi dini, perawatan payudara
V. Perencanaan
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.
R: Ibu dan keluarga mengetahui tentang keadaan dirinya saat ini.
2. Berikan HE kepada ibu tentang perawatan luka SC (ibu dianjurkan untuk menjaga luka
SC agar tetap kering)
R : Mengurangi gangguan rasa nyeri, menghindarkan infeksi, dan memberi kenyamanan
pada ibu.
3. Berikan HE kepada ibu tentang perawatan payudara (ibu dianjurkan untuk menjaga
kebersihan payudara, memberi kompres air hangat supaya pengeluaran ASI lebih lancar )
R: ASI dapat keluar lancar dan menghindari terjadinya bendungan ASI
4. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif.
R: Bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
5. Berikan HE kepada ibu tentang personal hygiene (ibu dianjurkan untuk menjaga
kebersihan diri, sering mengganti pembalut, membasuh kemaluan dari depan ke
belakang), mobilisasi bertahap (ibu dianjurkan untuk miring kanan dan kiri, duduk,
berdiri, dan berjalan-jalan dengan bertahap), asupan nutrisi tinggi kalori tinggi protein
(ibu dianjurkan untuk memperbanyak asupan nutrisi yang bergizi tanpa pantangan
makanan)
R: Menjaga kondisi ibu dan bayi tetap sehat
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi obat (asam mefenamat 3x500mg dan
tablet Fe 1x1)
R: Menjaga kondisi ibu tetap stabil.
7. Beritahukan jadwal kunjungan selanjutnya
R: Memantau kondisi ibu dan bayi.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU POST SC P2002 HARI KE-2 ATAS INDIKASI SECONDARY ARREST
DI RUANG CENDRAWASIH RSU DR. SOETOMO SURABAYA
PENGKAJIAN
TanggaL : 9 Oktober 2012 No. Register : 12.18.52. xx
Oleh : Dwi Retno Wulandari Pukul : 08.00 WIB
3.1.2 KeluhanUtama
Tidak ada keluhan
3.1.7 PolaFungsionalKesehatan
Selama MRS
Pola Nutrisi Diet TKTP dengan menu seimbang (nasi, sayur,
daging/ayam, buah, roti yang dibawakan oleh
keluarga). 1 porsi habis.
Minum+ 8 gelas/hari (teh, air putih, susu)
Pola Eliminasi BAK : 3-5x/hari
BAB: 1 kali hari ini
Pola Istirahat Ibu istirahat malam hari (+ 6 jam)
Personal Hygiene Ibu menyeka badannya, gosok gigi, dan ganti
pembalut bila terasa penuh
Pola Aktivitas Ibu sudah bisa berjalan
3.3 ANALISA
Diagnosa :P2002 Post SC hari ke-1 a.i secondary arrest
3.4 PENATALAKSANAAN
Tanggal/Jam: 9 Oktober 2012 08.00
NO. PUKUL PENATALAKSANAAN PARAF
1 08.00 Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu
E/ Ibu mengerti kondisinya saat ini
Menjelaskan ibu pentingnya menjaga kebersihan diri
dengan sering mengganti pembalut dan bila dirasa penuh
E/ Ibu mengerti dan dapat menjelaskan kembali penjelasan
bidan
Memberitahukan kondisi bayi saat ini yang masih
membutuhkan perawatan di ruang bayi
E/ Ibu mengerti kondisi bayinya
2 09.00 Menjelaskan ibu tanda bahaya nifas (perdarahan
pervaginam, sakit kepala, nyeri perut, penglihatan kabur,
bengkak pada muka dan tangan, demam, rasa sakit saat
berkemih, bendungan ASI)
E/ Ibu mengerti dan dapat menjelaskan kembali penjelasan
bidan
4 11.00 Melakukan observasi TTV, tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 82 kali/menit, suhu 36˚C
E/ TTV dalam batas normal
5 12.00 Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu
(makan dan minum).
E/Ibu makan makanan dari RS. 1 porsi habis.
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal 10 Oktober 2012 Pukul 08.00
S : Tidak ada keluhan
O : Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 92 kali/menit, Suhu 36,8ºC, Kolostrum keluar
kanan dan kiri, terdapat balutan luka operasi pada abdomen, bersih, tidak ada rembesan,
kontraksi uterus baik, TFU 3 jari bawah pusat, tidak ada fluxus aktif, terdapat pengeluaran
lochea rubra, kurang lebih seperempat pembalut
A : P2002 Post SC hari ke-2
P :
NO. PUKUL PENATALAKSANAAN PARAF
1 08.00 Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan ibu
E/ Ibu mengerti hasil pemeriksaan ibu
2 09.00 Menjelaskan kepada ibu pentingnya memenuhi
kebutuhan nutrisi dengan menu yang seimbang
(karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral)
E/Ibu mengerti dan dapat menjelaskan kembali
penjelasan bidan.
3 12.00 Menfasilitasi ibu rawat gabung dengan bayi
E/Ibu dirawat gabung dengan bayi
4 Menjelaskan kepada ibu tentang pentingnya ASI
eksklusif
E/Ibu mengerti dan dapat menjelaskan kembali
penjelasan bidan
5 Mengajarkan ibu cara menyusui bayi
E/Ibu mengerti dan dapat menyusui bayinya
6 Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
(makan dan minum).
E/Ibu makan makanan dari RS. 1 porsi habis.
BAB 4
PEMBAHASAN
Dari asuhan kebidanan yang dilakukan pada P2002 Post SC hari ke-1 didapatkan :
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan baik karena adanya kerjasama yang baik
antara ibu dengan petugas. Pengkajian dilakukan berdasarkan data-data yang fokus untuk
menegakkan diagnosa dan masalah pada ibu. Dari pengkajian data subjektif didapatkan Ny.
W tidak memiliki keluhan, tidak memiliki riwayat penyakit, dan tidak memiliki masalah pada
pola fungsional kesehatan. Ibu telah mendapat nutrisi dengan menu yang seimbang, ibu sudah
BAK dan BAK, ibu dapat beristirahat, ibu sudah dapat berjalan, dan mengganti pembalut bila
dirasa penuh. Hal ini sesuai dengan keadaan ibu nifas fisiologis. Sulistyawati (2009)
menjelaskan kebutuhan ibu nifas yang harus dipenuhi adalah nutrisi dengan peningkatan
kalori dan diet berimbang yang diperlukan untuk pemulihan ibu setelah melahirkan dan
produksi ASI, sudah BAK maksimal 6 jam pertama setelah melahirkan, sudah BAB pada 24
jam pertama setelah melahirkan, istirahat yang diperlukan untuk pemulihan kondisi setelah
melahirkan, mobilisasi bertahap untuk memperlancar peredarahan darah, dan kebersihan
untuk mencegah adanya infeksi.
Pada keadaan psikologis didapatkan ibu dan suami tidak merencanakan kehamilan ini,
namun ibu dan suami merasa senang dengan kelahiran bayi ini. Saat ini ibu sering menanyakan
kondisi bayinya yang belum dirawat gabung. Keadaan ini menunjukkan bahwa ibu dalam periode
taking hold dimana perhatian ibu mulai fokus pada perawatan bayi. Menurut Reva Rubin, periode
Taking Hold berlangsung pada hari ke 2-4 post partum. Ibu menjadi perhatian pada
kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap
bayi. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya dan berusaha keras untuk
menguasai keterampilan perawatan bayi. Ibu yang belum rawat gabung dapat mengganggu
atau mengurangi bounding attachment antara ibu dan bayi.
Dari pengkajian data objektif didapatkan Ny.W dengan payudara bersih, pembesaran
simetris, puting susu menonjol, terdapat pengeluaran colostrum, tidak teraba bendungan ASI pada
payudara kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan. Abdomen/uterus ibu terdapat bekas luka SC tertutup
kassa steril, TFU 2 jari bawah pusat, konsistensi uterus keras, kontraksi uterus baik, kandung kemih
teraba kosong. Vulva/vagina ibu bersih, lochea rubra ½ pembalut, tidak ada fluxux aktif dan Hb ibu
11,2 g/dl. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara kasus dengan teori tentang keadaan ibu
nifas fisiologis. Sulistyawati (2009) menjelaskan setelah plasenta lahir, TFU setinggi 2 jari
bawah pusat; hari ke 1-2, TFU 2 jari dibawah pusat; hari ke-3, TFU 2-3 jari dibawah pusat.
Pengeluaran lochea pada hari ke 1-4 adalah lochea rubra, warna merah.
Dari hasil pengkajian data subjektif dan objektif didapatkan diagnosa P2002 Post SC hari
ke 1. Asuhan kebidanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan ibu yaitu
pemberian HE tentang personal hygiene, tanda bahaya nifas, dan nutrisi. Pada asuhan ini juga
dilakukan kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian terapi.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1. Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Selama masa pemulihan tersebut
berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun
psikologis (Sulistyawati, 2009).
2. Setelah dilakukan pengumpulan data subyektif dan data obyektif serta analisa data
didapatkan Ny. W dengan diagnose P2002 Post SC hari ke-1 a.i secondary arrest
3. Asuhan yang diberikan adalah dengan memberikan HE tentang tanda bahaya nifas,
perawatan payudara, personal hygiene, nutrisi, dan cara menyusui, melakukan kolaborasi
dengan dokter obgyn dalam pemberian terapi oral.
4. Mendokumentasikan asuhan kebidanan ibu P2002 Post SC hari ke-1 a.i secondary arrest.
5.2. Saran
1 Sebagai tenaga medis profesional diharapkan mampu memberikan asuhan
kebidanan secara tepat dan sesuai kebutuhan
2 Sebagai tenaga medis profesional diharapkan mampu berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain pada saat memberikan pelayanan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Norwitz E dan Schorge J. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit
EGC.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Varney, H., Kriebs, J. M., Gegor, C. L. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.