Anda di halaman 1dari 27

APLIKASI JURNAL PIJAT WOOLWICH ENDORPHIN DAN PIJAT

OKSITOSIN TERHADAP KELANCARAN PRODUKSI ASI


PADA IBU POST PARTUM DI RUANG FLAMBOYAN
RUMAH SAKIT MARGONO SUKARYO

DISUSUN OLEH :
1. Yayu Afriani
2. Fifin Puspa Nurjanah
3. Riska Afrilina D
4. Puspa Tri Rahayu
5. Prayugo Widianto
6. Nur Saiwan
7. Ahmad Khasanul Azis

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada masa nifas ini dijumpai dua kejadian penting yaitu involusi
uterus dan proses laktasi. Laktasi merupakan keseluruhan proses menyusui
mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI
(Ambarwati, 2009). Menurut data SDKI tahun 2012, Persentase bayi yang
mendapatkan ASI Eksklusif (0 - 6 bulan) sebesar 41%, ASI Eksklusif pada
bayi umur 4-5 bulan sebesar 27 %, dan yang melanjutkan menyusui sampai
anak umur 2 tahun sebesar 55%. Cakupan ASI Eksklusif di Jawa Tengah
Tahun 2011 sebesar 45,86%, Tahun 2012 sebesar 49,46% dan Tahun 2013
sebesar 57,67% (Dinkes Prov Jateng, 2014).
Laktasi dini atau pemberian ASI awal pada jam pertama setelah lahir
akan merangsang terjadinya peningkatan prolaktin dalam darah dan mencapai
puncak pada 45 menit pertama. Apabila ASI dikeluarkan atau dikosongkan
secara menyeluruh maka akan meningkatkan produksi ASI menjadi lebih
banyak. Pemberian ASI awal dapat mempengaruhi pemberian ASI pada bayi
sampai usia 6 bulan (ASI eksklusif) (Ambarwati, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pamuji et al.(2014) dalam
jurnal yang berjudul “Pengaruh Kombinasi Metode Pijat Woolwich dan
Endorphine terhadap Kadar Hormon Prolaktin dan Volume ASI” (Studi Pada
Ibu Postpartum Di Griya Hamil Sehat Mejasem Kabupaten Tegal). Hasil
intervensi bahwa kombinasi metode pijat woolwich dan endorphine
berpengaruh terhadap peningkatan kadar hormon prolaktin dan volume ASI ibu
postpartum. Jurnal lain yang terkait berjudul “Pengaruh Pijat Oksitosin
Terhadap Pengeluaran Kolostrum Pada Ibu Post Partum Di Ruang Kebidanan
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung” Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa lama waktu yang dibutuhkan oleh ibu post partum untuk mengeluarkan
Kolostrum yang dilakukan pijat oksitosin ( Perlakuan ) adalah rata-rata 5,86
jam.Pijat merupakan salah satu terapi pendukung yang efektif untuk
mengurangi ketidaknyamanan fisik serta memperbaiki gangguan mood
(Aprilia, 2011).
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Proses laktasi
Menyusui tergantung pada gabungan kerja hormone, reflek dan perilaku
yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan terdiri dari faktor faktor berikut ini.
a. Laktogenesis
Laktogenesis (permulaan produksi susu) dimulai pada tahap akhir
kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel alveolar mamalia oleh
laktogen plasenta, suatu substansi yang menyerupai prolaktin. Produksi susu
berlanjut setelah bayi lahir sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari
payudara.
b. Produksi susu
Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan (1) jumlah produksi
hormone prolaktin yang cukup di hipofisis anterior dan (2) pengeluaran susu yang
efisien. Nutrisi maternal dan masukan cairan merupakan faktor yang
mempengaruhi jumlah dan kualitas susu.
c. Ejeksi susu
Pergerakan susu dan alveoli (dimana susu disekresi oleh suatu proses
ekstrusi dari sel) kemulut bayi merupakan proses yang aktif di dalam payudara.
Proses ini tergantung pada let-down reflex atau reflex ejeksi susu. Let-down reflex
secara primer merupakan respon terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi
kelenjar hipofisis posterior untuk menyekresi oksitosin. Di bawah pengaruh
oksitosin, sel-sel di sekitar alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui
system duktus ke dalam mulut bayi.
d. Kolostrum
Kolostrum kuning kental secara unik sesuai untuk kebutuhan bayi baru
lahir, kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi padat dalam volume kecil,
sesuai sekali untuk makanan awal bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi
dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam
kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum untuk
mempermudah perjalanan mekonium. Kolostrum secara bertahap berubah
menjadi ASI antara hari ketiga dan kelima masa nifas.
e. ASI
Pada awal setiap pemberian makan, susu pendahulu mengandung lebih
sedikit lemak dan mengalir lebih cepat daripada susu yang keluar pada bagian
akhir menyusui. Menjelang akhir pemberian makan, susu sisa ini lebih putih dan
mengandung lebih banyak lemak. Kandungan lemak yang lebih tinggi pada akhir
pemberian makan memberikan bayi rasa puas. Pemberian makan yang cukup
lama, untuk setidaknya membuat satu payudara menjadi lebih lunak, memberi
cukup kalori yang dibutuhkan untuk meningkatkan jarak antar menyusui, dan
mengurangi pembentukkan gas dan kerewelan bayi karena kandungan lemak yang
lebih tinggi ini akan dicerna lebih lama (Woolridge, Fisher, 1988 dalam Bobak,
2005).
Dalam proses laktasi, pada bayiterjadi 3 macam refleks, yaitu :
a) Rooting reflex, yaitu refleks mencari putting. Bila pipi bayi disentuh, ia
akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi disentuh ia akan membuka
mulut dan berusaha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah keluar
dan melengkung menangkap puting dan areola.
b) Sucking reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena rangsangan
puting pada pallatum durum bayi bila aerola masuk ke dalam mulut bayi.
Areola dan puting tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan
sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Selanjutnya terjadi gerakan
peristaltik yang mengalirkan ASI keluar atau ke mulut bayi.
c) Swallowing reflex, yaitu refleks menelan ASI dalam mulut bayi
menyebabkan gerakan otot menelan. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan
sering ada sekresi kolostrum pada payudara ibu hamil. Setelah persalinan
apabila bayi mulai menghisap payudara, maka produksi ASI bertambah
secara cepat.
2. Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI (Lawrence, 2004)
antara lain :
1) Faktor bayi
Kurangnya usia gestasi bayi pada saat bayi dilahirkan akan mempengaruhi
refleks hisap bayi. Kondisi kesehatan bayi seperti kurangnya kemampuan bayi
untuk bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat struktur mulut dan
rahang yang kurang baik, bibir sumbing, metabolisme atau pencernaan bayi,
sehingga tidak dapat mencerna ASI, juga mempengaruhi produksi ASI, selain itu
semakin sering bayi menyusui dapat memperlancar produksi ASI.
2) Faktor ibu
a) Faktor fisik
Faktor fisik ibu yang mempengaruhi produksi ASI adalah adanya kelainan
endokrin ibu, dan jaringan payudara hipoplastik. Faktor lain yang mempengaruhi
produksi ASI adalah usia ibu, ibu ibu yang usianya lebih muda atau kurang dari
35 tahun lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu-ibu yang
usianya lebih tua. Produksi ASI juga dipengaruhi oleh nutrisi ibu dan asupan
cairan ibu. Ibu yang menyusui membutuhkan 300 – 500 kalori tambahan selama
masa menyusui.
b) Faktor psikologis
Ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau, marah dan sedih, kurangnya
dukungan dan perhatian keluarga serta pasangan kepada ibu dapat mempengaruhi
kurangnya produksi ASI. Selain itu ibu juga khawatir bahwa ASInya tidak
mencukupi untuk kebutuhan bayinya serta adanya perubahan maternal
attainment, terutama pada ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai bayi atau
primipara.
c) Faktor sosial budaya
Adanya mitos serta persepsi yang salah mengenai ASI dan media yang
memasarkan susu formula, serta kurangnya dukungan masyarakat menjadi hal-hal
yang dapat mempengaruhi ibu dalam menyusui. Ibu bekerja serta kesibukan sosial
juga mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI.
3. Masalah Dalam Menyusui
Dalam buku yang ditulis Eny dan Diah (2009) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa masalah yang dapat menghambat proses menyusui.
Permasalahan yang sering terjadi dan cara mengatasinya antara lain :
1) Masalah menyusui masa antenatal
a) Kurang atau salah informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau
malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa
bahwa ASI kurang. Petugas kesehatan pun masih banyak yang tidak
memberikan informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat
memulangkan bayi.
b) Putting susu datar atau terbenam
Sejak kehamilan trisemester terakhir, ibu yang tidak mempunyai resiko
kelahiran premature, dapat diusahakan mengeluarkan putting susu datar atau
terbenam dengan :
 Teknik atau gerakan Hoffman yang dikerjakan 2 x sehari.
 Dibantu dengan pompa ASI
Setelah bayi lahir putting susu datar atau terbenam dapat
dikeluarkan dengan cara :
 Susui bayi secepatnya segera setelah lahir saat bayi aktif dan ingin
menyusu.
 Susui bayi sesering mungkin (misalnya tiap 2-3 jam), ini akan
menghindarkan payudara terisi terlalu penuh dan memudahkan bayi
untuk menyusu.
 Massage payudara dan mengeluarkan ASI secara manual sebelum
menyusui dapat membantu bila terdapat bendungan payudara dan
putting susu tertarik kedalam.
2) Masalah menyusui pada masa nifas dini
a. Puting susu nyeri
Umumnya ibu akan merasa nyeri pada waktu awal menyusui.
Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi
dan puting susu ibu benar, perasaan nyeri akan segera hilang.
b. Puting susu lecet
Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan
menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan kadang kadang
mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi
menyusui salah, tapi dapat pula disebabkan oleh rush (candidates) atau
dermatitis.

4. Pijat Oksitosin
Oksitosin (Oxytocin) adalah salah satu dari dua hormone yang dibentuk
oleh sel-sel neuronal nuclei hipotalamik dan disimpan dalam lobus posterior
pituitary, hormone lainnya adalah vasopressin. Ia memiliki kerja mengontraksi
uterus dan menginjeksi ASI (Suherni, Hesty & Anita, 2009).
ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks.
Selama kehamilan, perubahan pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan
kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai
pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang
menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai
menghisap ASI, akan terjadi dua refleks pada ibu yang akan menyebabkan ASI
keluar pada saat yang tepat dan jumlah yang tepat pula (Bobak, 2005). Dua
refleks tersebut adalah :
1) Refleks Prolaktin
Refleks pembentukan atau produksi ASI. Rangsangan isapan bayi melalui
serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon
prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel kelenjar untuk sekresi ASI.
Makin sering bayi menghisap makin banyak prolaktin dilepas oleh hipofise,
makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelanjar, sehingga makin sering
isapan bayi, makin banyak produksi ASI,sebaliknya berkurang isapan bayi
menyebabkan produksi ASI kurang. Mekanisme ini disebut mekanisme “supply
and demand”. Efek lain dari prolaktin yang juga penting adalah menekan fungsi
indung telur (ovarium). Efek penekanan ini pada ibu yang menyusui secara
eksklusif adalah memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Dengan
kata lain, memberikan ASI eksklusif pada bayi dapat menunda kehamilan.
2) Refleks oksitosin
Reflek pengaliran atau pelepasan ASI (let down reflex) setelah diproduksi
oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari sumber pembuat susu dan
dialirkan ke saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di
sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI untuk keluar.
Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan oksitosin.
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk
melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel
yang mengelilingi alveoli dan duktus untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan
ASI dari alveoli ke duktus menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering
menyusui penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement
(payudara bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.
Selain itu oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot rahim, sehingga
mempercepat keluarnya plasenta dan mengurangi perdarahan setelah persalinan.
Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya
mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja. Ia harus
dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan
mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI cukup. Refleks
oksitosin lebih rumit dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi
seorang ibu akan sangat mempengaruhi refleks ini.
Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat pengeluaran
oksitosin. Hormon ini akan menyebabkan sel-sel otot yang mengelilingi saluran
pembuat susu mengerut atau berkontraksi sehingga ASI terdorong keluar dari
saluran produksi ASI dan mengalir siap untuk dihisap oleh bayi. Pijat oksitosin
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat
oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai
tulang costae kelimakeenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon
prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Biancuzzo, 2003; Indiyani, 2006;
Yohmi &Roesli, 2009).
Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau let
down reflex. Selain untuk merangsang let down reflex manfaat pijat oksitosin
adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement),
mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormone oksitosin,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007; King,
2005).
Persiapan ibu sebelum dilakukan pijat oksitosin :
1) Bangkitkan rasa percaya diri ibu (menjaga privacy)
2) Bantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik tentang bayinya
Alat –alat yang digunakan :
1) 2 buah handuk besar bersih
2) Air hangat dan air dingin dalam baskom
3) 2 buah Waslap atau sapu tangan dari handuk
4) Minyak kelapa atau baby oil pada tempatnya
Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin sebagai berikut
(Depkes RI, 2007) :
a. Melepaskan baju ibu bagian atas
b. Ibu miring ke kanan maupun ke kiri, lalu memeluk bantal atau bisa juga
dengan posisi duduk
c. Memasang handuk
d. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil
e. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan
dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan
f. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk
gerakangerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya
g. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang ke arah bawah,
dari leher ke arah tulang belikat, selama 2-3 menit
h. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali
i. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara
bergantian.
BAB III
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu


jenis penelitian yang mengamati variable hasil pada saat yang sama, baik pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah perlakuan di berikan hanya
pada kelompok perlakuan.Variabel penelitian adalah gejala yang menjadi focus
peneliti untuk diamati (Sugiono, 2007). Variable dalam penelitian ini adalah
pemijatan oksitoksin dan pijat wollwich, kolostrum , dengan kerangka pemikiran
adalah sebagai berikut :

kasus pijat oksitosin & wollwich kolostrum


kontrol

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu post partum yang bersalin pada
post partum setelah ibu dapat melakukan kegiatan secara mandiri. Metode
pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah Aksidental sampling.
Selama penelitian didapatkan jumlah sampel sebesar 7 perlakuan dan 7 kontrol,
sehingga jumlah keseluruhan sampel 14 orang ibu post partum.
Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut:
a. Kelompok kasus/perlakuan, yaitu ibu post partum yang diberikan perlakuan
yaitu melalui pemijatan oksitosin
b. Kelompok control, yaitu ibu post partum primigravida yang tidak diberikan
perlakuan yaitu tidak dilakukan pemijatan oksitosin.
Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi, lembar chek list
dan panduan pijat oksitosin. Observasi meliputi melihat data hasil observasi
keadaan ibu setelah dilakukan pijat oksitosin dan jumlah colostrum yang
dikeluarkan melalui payudara ibu post partum dan untuk mengukur pijat oksitosin
peneliti menggunakan panduan pijat oksitosin.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang “aplikasi jurnal pijat woolwich


endorphin dan pijat oksitosin terhadap kelancaran produksi ASI di ruang
flamboyan Rumah Sakit Margono Sukaryo” didapatkan hasil :
1. Semua ibu post partum baik dari kelompok kasus maupun kelompok kontrol
sejumlah 14 orang mengalami masalah terhadap kelancaran produksi ASI.
Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan observasi dan didapatkan hasil rata
rata ibu yaitu sekitar 10 dari 14 orang mengalami pembendungan produksi
asi payudara keras, bayi rewel saat menyusu ibu, dan kolostrum belum
keluar atau keluar sedikit dengan nyeri payudara.
2. Hasil penelitian terhadap kelompok kasus, setelah diberikan terapi pijat
woolwich edorphin dan pijat oksitosin didapatkan hasil bahwa semua ibu
berjumlah 7 orang mengatakan merasa nyaman dan terlihat gembira dengan
evaluasi dari ekspresi wajah ibu yang tersenyum setelah tindakan, ibu mau
mengungkapkan keluh kesahnya, menyampaikan kekhawatirannya saat
menyusui dan menceritakan hal yang membuatnya stress.
3. Hasil penelitian terhadap kelompok kontrol, didapatkan hasil bahwa ibu
yang tidak dilakukan pijat terlihat lesu, merasa cemas karena asi nya belum
keluar, terlihat khawatir saat menyusui bayi nya tetapi bayinya rewel dan 3
dari 7 ibu mengatakan ingin memberikan susu formula saat bayi rewel
terlihat kehausan tetapi asi belum keluar
4. Dari hasil evaluasi antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
didapatkan hasil 7 ibu dari kelompok kasus, asi sudah lancar dan terlihat
lebih nyaman saat menyusui. Sedangkan 5 dari 7 ibu dari kelompok kontrol
terlihat masih gelisah dan khawatir karena masih terdapat pembendungan
asi, sehingga perlu dilakukan terapi pijat woolwich endorphin dan pijat
oksitosin untuk mengurangi kecemasan ibu post partum dari kelompok
kontrol.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah kolostrum
antara ibu post partum yang dipijat oksitoksin (kasus) dengan ibu yang tidak
dilakukan pijat oksitoksin (kontrol). Pijat oksitosin yaitu suatu cara untuk
membantu mempercepat pengeluaran ASI atau colostrum dengan rangsangan
pijatan pada kedua sisi tulang belakang, mulai dari leher kearah tulang belikat
dilanjutkan ke tulang costae di bawah kedua payudara ibu post partum
(Perinasia,2007).
Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter
akan merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus
di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin yang menyebabkan buah dada
mengeluarkan air susunya. Dengan pijatan di daerah tulang belakang ini juga akan
mereklaksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu hormon
oksitosin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan
isapan bayi pada putting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan
bayi normal (Guyton ,2007), Kolostrum yang menetes atau keluar merupakan
tanda aktifmya refleks oksitosin ( Perinasia, 2007 ).
ASI merupakan hak seorang bayi yang wajib diberikan oleh ibunya. Setiap
ibu memiliki masalah yang berbeda dalam hal menyusui dengan ASI. ASI
mempunyai dampak yang sangat baik bagi ibu dan bagi hubungan ibu dengan
bayi. Setiap ibu akan berbeda dengan ibu lainnya ketika menyusui, karakter
menyusui masing-masing bayi pun dapat mempengaruhi emosi para ibu. Banyak
penyebab yang mempengaruhi seorang ibu tidak mau menyusui bayinya, seperti
rasa cape, repot, dan merasa terbebani dengan tugas ini, terutama pada ibu yang
mengalami jahitan perineum, bisa jadi ibu mengalami sindrom pasca melahirkan
atau stress yang menyebabkan ibu tersebut belum siap memberikan perhatian
seutuhnya kepada sang bayi. Pada beberapa kondisi kita tidak bisa memaksakan
diri untuk menyusui bila ada payudara ibu-ibu yang tidak bisa mengeluarkan air
susunya atau sang bayi kesulitan memnyusui (Dayang Lili Abang Muas, 2006).
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan
yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise hipofise
posterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin melalui aliran darah, hormon
oksitosin ini diangkat menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada
uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada
alveoli akan mempengaruhi sel mioepitelium.Kontraksi dari sel akan memeras air
susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang
untuk selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan reflex let down adalah : melihat bayi,
mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi,
memijat tulang belakang ( pijat oxytocin). Sedangkan faktor-faktor yang
menghambat reflex let down adalah stress seperti : keadaan bingung atau pikiran
kacau, takut, dan cemas.
Bila ada stress dari ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blockade
dari refleks let down, ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin
epineprin yang menyebabkan vasokonstriksi dari pembuluh darah alveoli,
sehingga oksitosin sedikit harapannya untuk dapat mencapai target organ
mioepithelium. Akibat dari tidak sempurnanya reflex let down maka akan terjadi
penumpukan air susu di dalam alveoli yang secara klinis tampak payudara
membesar. Payudara yang membesar akan berakibat abses, gagal untuk menyusui
dan rasa sakit. Rasa sakit ini akan merupakan stress lagi bagi seorang ibu sehingga
stress akan bertambah.
Karena reflex let down tidak sempurna maka bayi yang haus jadi tidak
puas. Ketidakpuasan ini akan merupakan tambahan stress bagi ibunya. Bayi yang
haus dan tidak puas ini akan berusaha untuk mendapatkan air susu yang cukup
dengan cara menambah kuat isapannya sehingga tidak jarang dapat menimbulkan
luka-luka pada putting susu dan sudah barang tentu luka-luka ini akan dirasakan
sakit oleh ibunya yang juga akan menambah stresnya tadi. Dengan demikian akan
terbentuk satu lagi lingkaran setan yang tertutup (circulus vitiosus) dengan akibat
kegagalan dalam menyusui.
Lembar observasi kelompok kasus sebelum tindakan
No Nama Jenis Pengetahuan Pengeluaran Keadaan ibu
Pasien persalinan laktasi kolostrum
1. Ny. S P2 A0 post Masih sedikit Keluar sedikit Ibu tampak
34 tahun Sc mengetahui dan terasa tenang saat
nyeri menyusui
dipayudara
2. Ny. SR P2 A1 post Belum pernah Belum keluar Ibu khawatir
34 tahun partum menyusui dan takut asi saat bayinya
dengan sebelumnya tidak bisa menyusu dan
perdarahan keluar rewel
3. Ny. N P1 A0 post Belum Belum keluar Ibu merasa
28 tahun Sc gagal memahami dan takut asi takut asi nya
induksi proses laktasi tidak bisa tidak bisa
keluar keluar
4. Ny. W P1 A0 post Belum Sudah keluar Ibu meringis
22 tahun Sc dengan memahami sedikit dan kesakitan saat
KPD proses laktasi bayi rewel saat menyusui
menyusu
5. Ny. A P2 A0 Sudah Asi sudah Ibu khawatir
37 tahun dengan PEB memahami keluar sedikit karena asi
proses laktasi tetapi masih belum lancar
nyeri
6. Ny. T P4 A2 Sedikit Asi belum Ibu tampak
45 tahun dengan PEB memahami keluar dan cemas saat
proses laktasi terdapat nyeri bayi rewel saat
payudara menyusu
7. Ny. R P3 A0 Sudah Asi sudah Ibu tampak
35 tahun spontan memahami keluar sedikit tenang tetapi
proses laktasi terdapat
pembendungan
payudara.
Lembar observasi sebelum tindakan kelompok kontrol
No Nama Jenis Pengetahuan Pengeluaran Keadaan ibu
Pasien persalinan laktasi kolostrum
1. Ny. D P2 A0 Masih sedikit Belum keluar Ibu tampak
38 tahun persalinan mengetahui dan terasa tenang saat
normal nyeri menyusui
dipayudara
2. Ny. E P1 A0 post Belum Keluar sedikit Ibu terlihat
29 tahun partum pernah dan bayi rewel gelisah saat asi
dengan PEB menyusui saat menyusu belum keluar
sebelumnya
3. Ny. N P1 A0 post Sc Belum Belum keluar Ibu khawatir
22 tahun memahami dan takut asi saat menyusui
proses laktasi tidak bisa bayi nya rewel
keluar
4. Ny. G P3 A1 Sudah Sudah keluar Ibu meringis
32 tahun persalinan memahami dengan nyeri kesakitan saat
spontan proses laktasi payudara menyusui
5. Ny. T P3 A0 dengan Sudah Asi sudah Ibu khawatir
36 tahun PEB memahami keluar sedikit karena asi
proses laktasi tetapi masih belum lancar
nyeri
6. Ny. J P4 A0 dengan Sedikit Asi belum Ibu meringis
42 tahun PEB memahami keluar dan saat menyusui
proses laktasi terdapat nyeri dant bayi
payudara rewel saat
menyusu
7. Ny. K P3 A0 spontan Sudah Asi sudah Ibu tampak
38 tahun memahami keluar sedikit tenang tetapi
proses laktasi terdapat
pembendungan
payudara.
Lembar observasi setelah tindakan kelompok kasus
No Nama Pengetahua Pengeluaran Kondisi Kenyamanan
Pasien n laktasi kolostrum psikologis ibu
1. Ny. S Ibu lebih Kolostrum Ibu tampak Ibu
34 memahami sudah keluar bahagia setelah mengatakan
tahun cara lancar, dan dilakukan pijat terasa
memperlanc nyeri payudara dan bayi tidak nyaman
ar asi berkurang rewel saat setelah di
menyusu terapi
2. Ny. SR Ibu lebih Kolostrum Ibu tampak Ibu
34 memahami sudah keluar nyaman mau mengatakan
tahun cara lancar, tetapi berkomunikasi terasa
memperlanc masih nyeri setelah dilakukan nyaman
ar asi dipayudara pijat dan bayi setelah
tidak rewel saat dilakukan
menyusu terapi
3. Ny. N Ibu lebih Kolostrum Kekhawatiran ibu Ibu terlihat
28 memahami sudah keluar tentang asi nyaman saat
tahun cara lancar, nyeri berkurang, dan menyusui
memperlanc payudara ibu tampak bayinya tidak
ar asi berkurang bahagia rewel
4. Ny. W Ibu lebih Kolostrum Ibu tampak Ibu terlihat
22 memahami sudah keluar komunikatif dan bahagia saat
tahun cara lancar, nyeri bahagia setelah menyusui asi
memperlanc payudara dilakukan pijat nya keluar
ar asi berkurang banyak
5. Ny. A Ibu lebih Kolostrum Ibu tidak khawatir Ibu mau
37 memahami sudah keluar tentang produksi mengatakan
tahun cara sedikit, tidak asi dan bayi tidak keluh kesah
memperlanc ada rewel saat nya karena
ar asi pembendungan menyusu terasa
asi nyaman
6. Ny. T Ibu lebih Kolostrum Ibu tampak Ibu
45 memahami sudah keluar bahagia setelah mengatakan
tahun cara lancar, nyeri dilakukan pijat terasa
memperlanc payudara dan bayi tidak nyaman
ar asi berkurang rewel saat setelah di
menyusu terapi
7. Ny. R Ibu lebih Kolostrum Ibu tampak Ibu
35 memahami sudah keluar tenang dan tidak mengatakan
tahun cara lancar, nyeri khatir denga merasa
memperlanc payudara produksi asi nyaman dan
ar asi berkurang setelah dilakukan ingin praktek
pijat di rumah

Lembar observasi setelah tindaka kelompok kontrol


No Nama Pengetahuan Pengeluaran Kondisi Kenyamanan
Pasien laktasi kolostrum psikologis ibu
1. Ny. D Ibu kurang Kolostrum Ibu tampak Ibu
38 memahami keluar sedikit cemas dan mengatakan
tahun cara dan masih bayi sedikit merasa lelah
memperlancar terdapat nyeri rewel saat karena asi
asi payudara menyusu blm keluar
2. Ny. E Ibu kurang Kolostrum Ibu sedikit Ibu merasa
29 memahami keluar sedikit khawatir tidak nyaman dan
tahun cara dan masih mampu mau
memperlancar terdapat nyeri memberi asi berkeluh
asi payudara eksklusif kesah dengan
petugas
3. Ny. N Ibu sudah Kolostrum Ibu tampak Ibu tampak
22 memahami sudah keluar tenang dan nyaman saat
tahun sedikit cara lancar dan bayi terlihat bayi anteng
memperlancar anteng saat bahagia atas saat menyusu
asi menyusu kelahiran bayi
4. Ny. G Ibu kurang Kolostrum Ibu tampak Ibu
32 memahami keluar sedikit cemas dan mengatakan
tahun cara dan masih bayi sedikit merasa lelah
memperlancar terdapat nyeri rewel saat karena asi
asi payudara menyusu blm keluar
ibunya
5. Ny. T Ibu kurang Kolostrum Ibu tampak Ibu
36 memahami keluar lancar nyaman saat mengatakan
tahun cara dan masih menyusui merasa
memperlancar terdapat nyeri bahagia saat
asi payudara bisa
menyusui
6. Ny. J Ibu kurang Kolostrum Ibu tampak Ibu
42 memahami keluar sedikit cemas dan mengatakan
tahun cara dan masih bayi sedikit cemas saat
memperlancar terdapat nyeri rewel saat bati rewel
asi payudara menyusu saat disusui
7. Ny. K Ibu kurag Kolostrum Ibu khawatir Ibu
38 memahami belum keluar tidak bisa mengatakan
tahun cara dan bayi rewel memberi asi merasa lelah
memperlancar saat menyusu eksklusif karena asi
asi ibunya blm keluar
Lembar cheklist sebelum tindakan kelompok kasus
Kondisi Keadaan
Nama Ekspresi wajah BB bayi
No Payudara bayi
pasien
Meringis nyaman bengkak kenyal anteng rewel normal turun
1. Ny. S
34 tahun
2. Ny. SR
34 tahun
3. Ny. N
28 tahun
4. Ny. W
22 tahun
5. Ny. A
37 tahun
6. Ny. T
45 tahun
7. Ny. R
35 tahun
Lembar cheklist sesudah tindakan kelompok kasus
Kondisi Keadaan
Nama Ekspresi wajah BB bayi
No Payudara bayi
pasien
meringis nyaman bengkak kenyal anteng rewel normal turun
1. Ny. D
38 tahun
2. Ny. E
29 tahun
3. Ny. N
22 tahun
4. Ny. G
32 tahun
5. Ny. T
36 tahun
6. Ny. J
42 tahun
7. Ny. K
38 tahun
Lembar cheklist sebelum tindakan kelompok kontrol
Kondisi Keadaan
Nama Ekspresi wajah BB bayi
No Payudara bayi
pasien
meringis nyaman bengkak kenyal anteng rewel normal turun
1. Ny. S
34 tahun
2. Ny. SR
34 tahun
3. Ny. N
28 tahun
4. Ny. W
22 tahun
5. Ny. A
37 tahun
6. Ny. T
45 tahun
7. Ny. R
35 tahun
Lembar cheklist sesudah tindakan kelompok kontrol
Kondisi Keadaan
Nama Ekspresi wajah BB bayi
No Payudara bayi
pasien
meringis nyaman bengkak kenyal anteng rewel normal turun
1. Ny. D
38 tahun
2. Ny. E
29 tahun
3. Ny. N
22 tahun
4. Ny. G
32 tahun
5. Ny. T
36 tahun
6. Ny. J
42 tahun
7. Ny. K
38 tahun
BAB V
KESIMPULA DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan diruang flamboyan RSMS dapat


disimpulkan bahwa :
1. Setiap ibu post partum selalu mengalami fase awal saat kolostrum belum
dapat keluar dengan lancar, dan kebanyakan diantaranya khawatir bahwa
kedepannya asi tidak bisa keluar seterusnya, sehigga dibutuhkan support
dari lingkungan dan edukasi dari perawat mengenai manajement laktasi,
dan menghilangkan kekhawatirannya dengan terapi rileksasi.
2. Jumlah kolostrum yang keluar dari ibu tergantung tingkat setres masing
masing ibu, setelah diberikan tidakan pijat woolwich endorphin dan pijat
oksitosin memberikan kenyamanan pada ibu sehingga produksi asi ibu
dapat keluar dengan lancar.
3. Pada ibu yang tidak diberikan tindakan terapi didapatkan kekhawatirannya
terhadap proses menyusui dapat berlanjut, dan dikhawatirkan akan
menyebabkan ibu kehilangan semangat untuk menyusui. Sehingga perlu
penanganan pada ibu dengan ketidaklancaran produksi asi, perlu diedukasi
dan diberi terapi relaksasi.
Saran bagi tenaga kesehatan hendaknya mengaplikasikan intervensi
kombinasi metode woolwich endorphine dan pijat oksitosin di ruang nifas dan
mensosialisasikan kepada keluarga sehingga dapat meningkatkan cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten perlunya menetapkan kebijakan
program manajemen laktasi (pelatihan konselor ASI) dengan cara pengembangan
terapi komplementer salah satunya kombinasi metode pijat woolwich endorphine
dan pijat oksitosin bagi tenaga kesehatan khususnya untuk bidan agar cakupan
ASI eklusif tercapai.
Bagi ibu postpartum Meningkatkan kesehatan selama masa menyusui dan
mencegah masalah dalam laktasi dengan tetap rileks, menjaga asupan nutrisi dan
melakukan perawatan payudara dengan metode woolwich endorphine dan pijat
oksitosin.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, R,E., Wulandari, D. (2009).Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta:
Mitra Cendika Press.
Aprillia, Yesie & Brenda Ritchmond. (2011).Gentle Birth “Melahirkan Nyaman
Tanpa Rasa Sakit”, Jakarta : Gramedia.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Dewi, Vivian Nanny lia. (2010). Asuhan Neonates Bayi Dan Anak Balita. Jakarta
: Salemba Medika.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). (2014). Ibu selamat,
bayi sehat, suami siaga. Avaiable Online On
http://www.scribd.com/doc/49323435/Depkes-RI#scribd.Diakses 25
Februari 2016 Pukul 09.00 WIB
Dinas Kesehatan Provinsi (Dinkesprov) Jawa Tengah. (2014).Buku Saku Jawa
Tengah Triwulan II tahun 2014. Avaiable Online On
http://bukusakujawatengahtriwulanII.com. Diakses tanggal 21 Maret 2016
Pukul 14.00 WIB.
Dinas Kesehatan Kabupaten (Dinkeskab) Kebumen. (2014).Profil Kesehatan
Kabupaten tahun 2014. http://www.dinkeskabkebumen.ac.id. Diakses
tanggal 21 Maret 2016 Pukul 14.30 WIB
Kinanthi. (2009). Khasiat Minyak Zaitun Resep Umur Panjang Ala Meditreania.
Jakarta: Penerbit Hikmah (PT Mizan Publika).
Khadijah, Zazza.(2012). Khasiat Dasyat Minyak Zaitun.Yogyakarta:Gapura
Publishing.
Maryunani, Anik. (2009). Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas(Postpartum).
Jakarta: Trans Info Media.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2008).Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu
Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
Pamuji, Supriyana, Rahayu.2014.Pengaruh kombinasi Metode Pijat Woolwich
dan Endorphine terhadap Kadar Hormon Prolaktin dan Volume ASI
(Studi Pada Ibu Postpartum di Griya Hamil Sehat Mejasem Kabupaten
Tegal).Vol 6 N0 1 BHAMADA, TITK.
Prawirohardjo, S. (2009).Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal
Dan Neonatal. Jakarta: PT bina pustaka.
Pudiastuti, R. (2011). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Q.S. Al Baqarah: 233
Saefuddin, A.B. (2006).Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
__________. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo (PTBSP).
Sekpemkes RI. (2015). Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.Kementrian
Kesehatan
RIhttp://www.pusat2.litbang.depkes.go.id/pusat2_v1/wpcontent/uploa
ds/ 015/12/SDGs-Ditjen-BGKIA.pdf. Diakses 11 April 2016 Pukul
21.00 WIB
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & Research And
Development (RND). Bandung: Alfabeta.
Suherni. (2008). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta. Fitramaya.
Sulistyawati, A. (2012). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yogyakarta:
Salemba Medika.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
Tindakan Metode Pijat Wollwich Endorphin Berdasarkan Aplikasi Riset
A. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan tindakan
3. Menjelaskan langkah prosedur
4. Menanyakan kesiapan
5. Kontrak waktu
B. Fase Kerja
1. Anjurkan ibu untuk mengambil posisi senyaman mungkin, bisa dilakukan
dengan duduk, atau berbaring miring. Bidan untuk duduk dengan nyaman di
samping atau dibelakang ibu.
2. Anjurkan ibu untuk bernafas dalam, sambil memejamkan mata dengan
lembut untuk beberapa saat. Setelah itu bidan mulai mengelus permukaan
luar lengan ibu, mulai dari tangan sampai lengan bawah. Belaian ini sangat
lembut dan dilakukan dengan menggunakan jari-jemari atau hanya ujung-
ujung jari.
3. Setelah kira-kira lima menit, berpindah ke lengan yang lain. Walaupun
sentuhan ringan ini dilakukan di kedua lengan ibu, ibu akan merasakan
bahwa dampaknya sangat menenangkan di sekujur tubuh.Tehnik ini juga
bisa diterapkan dibagian tubuh lain,termasuk telapak tangan,leher,dan bahu
serta paha.
4. Teknik sentuhan ringan ini sangat efektif jika dilakukan di bagian punggung.
Caranya, ibu dianjurkan untuk berbaring miring, atau duduk. Dimulai dari
leher, memijat ringan membentuk huruf V kearah luar menuju sisi tulang
rusuk. Pijatan –pijatan ini terus turun kebawah, kebelakang. Ibu di anjurkan
untuk relaks dan merasakan sensasinya.
5. Bidan dapat memperkuat efek menegangkan dengan mengucapkan kata-kata
yang menentramkan saat dia memijat dengan lembut.
6. Merapikan pasien dan alat
C. Fase Terminasi
2. Evaluasi hasil
3. Rencana tindak lanjut
4. Dokumentasi
Sumber : Aprilia (2011)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
Tindakan Metode Pijat Oksitosin Berdasarkan Aplikasi Riset
A. Fase Orientasi
5. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
6. Menjelaskan tujuan tindakan
7. Menjelaskan langkah prosedur
8. Menanyakan kesiapan
9. Kontrak waktu
B. Fase Kerja
1. Mencuci tangan
2. Menjaga privasi
3. Menyiapkan alat (handuk dan baby oil)
4. Melepaskan pakaian atas klien
5. Memberikan tempat duduk (kursi) dan bersandar pada kursi
6. Mengolesi kedua telapak tangan dengan minyak zaitun
7. Melakukan pemijatan di area payudara, dan pembersihan di daerah aerola
8. Melakukan pemijatan dari atas kebawah di area leher, pemijatan dari
bawah leher menyamping ke arah bahu, pemijatan dari area bawah leher
ke punggung bawah belakang menggunakan kedua ibu jari pada area
selama 15 menit
9. Keringkan daerah punggung dengan handuk kering
10. Merapikan pasien dan alat
C. Fase Terminasi
1. Evaluasi hasil
2. Rencana tindak lanjut
3. Dokumentasi
Sumber : Pamuji (2014)

Anda mungkin juga menyukai