Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa
masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham
masalah ini, kegagalan menyusui sering dianggap problem pada anak saja. Masalah dari
ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode
antenatal), pada masa pasca persalinan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. Masalah
menyusui dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus. Selain itu ibu sering benar
mengeluhkan bayinya sering menangis, atau “menolak” menyusu dan sebagainya yang
sering diartikan bahwa ASInya tidak cukup atau ASInya tidak enak, tidak baik atau
apapun pendapatnya sehingga sering menyebabkan diambilnya keputusan untuk
menghentikan menyusui. Masalah pada bayi umumnya berkaitan dengan manajemen
laktasi, sehingga bayi sering menjadi “bingung puting” atau sering menangis, yang sering
diinterprestasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk bayinya. (Suradi
Rulina. Tobing Hesti Kristina P. 2007. Manajemen Laktasi. Jakarta : Berkumpulan
Perinatologi Indonesia)

Masalah pemberian ASI kepada bayi patut menjadi perhatian serius pemerintah dan
masyarakat, mengingat bahwa ASI sangat penting bagi bayi.Pemberian ASI berarti
memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa
penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Departemen
kesehatanRepublik Indonesia [Depkes RI], 2004).

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul “Tanda Bahaya Masa Laktasi” adalah
agar mahasiswa mengetahui apa saja tanda atau masalah dalam proses laktasi serta
penanganannya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses
bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus
reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan
pemberian ASI Eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun
secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami. (Ambarwati
Eny Retna, Wulandari Diah.2009.Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta:Mitra Cendikia)
Berdasarkan pocket Oxford Dictionary, laktasi di defenisikan sebagai Secretion of
milk atau suckling, atau dengan kata lain, laktasi adalah proses sintesis atau produksi serta
pengeluaran ASI dari payudara.Proses sintesis dan pengeluaran ASI ini melibatkan 2
(dua) macam hormon yaitu hormon prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin membantu
menstimuli produksi susu, produksi hormon prolaktin sangat dipengaruhi oleh frekuensi,
intensitas dan durasi anak menstimuli puting melalui isapan, semakin sering anak
menyusui, maka level hormon ini semakin meningkat dan tentu saja berdampak positif
terhadap produksi ASI. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan pada bagian ini adalah
ketepatan posisi anak saat menyusui serta posisi pelekatan mulut pada payudara ibu.
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI (prolaktin) dan
pengeluaran ASI (oksitosin). Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19
minggu, dan berakhir ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan adalah hormon
esterogen dan progesteron yang membantu maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin
berfungsi untuk produksi ASI.
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum keluar
karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron
akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi
ASI. Pada proses laktasi, terdapat dua refleks yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan
refleks aliran yang timbul akibat perangsangan putting susu dikarenakan hisapan bayi

2
1. Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat
oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat
lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan
progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang
payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan
akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya
merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin.
Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga
keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk
membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan
setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi
normal pada minggu ke 2 – 3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan
meningkat dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan
rangsangan puting susu.

2. Refleks Aliran (Let Down Reflek)


Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan
yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang
kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus
sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah
terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir
melalui duktus lactiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah: melihat bayi,
mendengarkan suara bayi mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi. Faktor-
faktor yang menghambat reflek let down adalah stress seperti keadaan bingung,
cemas, pikiran kacau, dan takut.
Mekanisne hisapan bayi

3
Bayi yang sehat mempunyai 3 refleksi intrinsik, yang diperlukan untuk berhasilnya
menyusui seperti:
a) Refleksi mencari (Rooting reflex)
Payudara ibu yang menempel pada pipi atau derah sekeliling mulut merupakan
rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Ini menyebabkan
kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi diikuti dengan
membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk ke dalam mulut.

b) Refleks mengisap (Sucking reflex)


Tehnik menyusui yang baik adalah apabila kalang payudara sedapat mungkin
semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan
pada ibu yang kalang payudaranya besar. Untuk itu maka sudah cukup bila rahang
bayi supaya menekan sinus laktiferus yang terletak di puncak kalang payudara di
belakang puting susu. Tidak dibenarkan bila rahang bayi hanya menekan puting
susu saja, karena bayi hanya dapat mengisap susu sedikit dan pihak ibu akan
timbul lecet-lecet pada puting susunya.
Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan lidah, di mana
lidah dijulurkan di atas gusi bawah puting susu ditarik lebih jauh sampai pada
orofaring dan rahang menekan kalang payudara di belakang puting susu yang
pada saat itu sudah terletak pada langit-langit keras (palatum durum). Dengan
tekanan bibir dan gerakan rahang secara berirama, maka gusi akan menjepit
kalang payudara dan sinus laktiferus, sehingga air susu akan mengalir ke puting
susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu pada langit-langit
yang mengakibatkan air susu keluar dari puting susu. Cara yang dilakukan oleh
bayi ini tidak akan menimbulkan cedera pada puting susu.

c) Refleks menelan (Swallowing reflex)


Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan
mengisap (tekanan negatif) yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga
pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan
masuk ke lambung. Keadaan akan terjadi berbeda bila bayi diberisusu botol di mana
rahang mempunyai peranan sedikit di dalam menelan dot botol, sebab susu dengan
mudah mengalir dari lubang dot.

4
Dengan adanya gaya berat, yang disebabkan oleh posisi botol yang dipegang
ke arah bawah dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi (tekanan negatif)
kesemuanya ini akan membantu aliran susu, sehingga tenaga yang diperlukan oleh
bayi untuk mengisap susu menjadi minimal.

B. Masalah Dalam Pemberian ASI


1. Masalah Menyusui Masa Antenatal
Pada masa antenatal, masalah yang sering timbul adalah:
a) Kurang / salah informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik
dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang.
Petugas kesehatanpun masih banyak yang tidak memberikan informasi pada saat
pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayi. Sebagai contoh, banyak
ibu/petugas kesehatan yang tidak mengetahui bahwa :
1) Bayi pada minggu-minggu pertama defekasinya encer dan sering, sehingga
dikatakan bayi menderita diare dan sering kali petugas kesehatan menyuruh
menghentikan menyusui. Padahal sifat defekasi bayi yang mendapat
kolostrum memang demikian karena kolostrum bersifat sebagai laksans.
2) ASI belum keluar pada hari pertama sehingga bayi dianggap perlu diberikan
minuman lain, padahal bayi yang baru lahir cukup bulan dan sehat mempunyai
persediaan kalori dan cairan yang dapat mempertahankannya tanpa minuman
selama beberapa hari. Disamping itu, pemberian minuman sebelum ASI keluar
akan memperlambat pengeluaran ASI oleh bayi menjadi kenyang dan malas
menyusu.
3) Karena payudara berukuran kecil dianggap kurang menghasilkan ASI padahal
ukuran payudara tidak menentukan apakah produksi ASI cukup atau kurang
karena ukuran ditentukan oleh banyaknya lemak pada payudara sedangkan
kelenjar penghasil ASI sama banyaknya walaupun payudara kecil dan
produksi ASI dapat tetap mencukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan
dengan baik dan benar.

5
b) Putting Susu Datar Atau Terbenam

Putting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu


menjadi masalah. Secara umum ibu tetap masih dapat menyusui bayinya dan upaya
selama antenatal umumnya kurang berfaedah, misalnya dengan memanipulasi
Hofman, menarik-narik puting, ataupun penggunaan brest shield.

1) Hofman
Cara ini yaitu dengan meregangkan kulit kalang payudara dan jaringan
dibawahnya menggunakan jari telunjuk sehingga putting yang terbenam bisa
muncul ke permukaan.
Cara hofman ini diulangi dengan letak telunjuk dipindah berputar sekeliling
putting.

2) Menarik-narik putting
Lakukan cara ini secara manual dengan menggunakan jari-jari. Hal ini dapat
dipraktikkan bahkan sebelum bayi lahir.

3) Nipple shield
Jika Bunda memiliki puting yang rata atau terbenam, nipple shield dapat
membantu dalam pelekatan saat menyusui. Sebab, alat bantu ini dapat
mendorong aliran ASI dan merangsang langit-langit mulut bayi untuk memicu
refleks menghisap, yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah
isapan langsung bayi yang kuat. Maka sebaiknya tidak dilakukan apa-apa,
tunggu saja sampai bayi lahir, segera setelah pasca lahir lakukan

6
 Skin-to-skin kontak dan biarkan bayi mengisap sedini mungkin
 Biarkan bayi “mencari” putting kemudian mengisapnya, dan bila perlu
coba berbagai posisi untuk mendapat keadaan yang paling
menguntungkan. Rangsang putting biar dapat “keluar” sebelum bayi
“mengambil”nya. Apabila putting benar-benar tidak bisa muncul, dapat
“ditarik” dengan pompa putting susu (nipple puller), atau yang paling
sederhana dengan sedotan spuit yang dipakai terbalik.
 Nippler puller
Alat ini merupakan alat yang digunakan saat dimana putting susu ibu
benar-benar tidak mau muncul sama sekali.Penggunaan dengan cara
menggunakan nippler puller hanya dibolehkan dilakukan setelah
melahirkan. Mengapa hal ini hanya boleh dilakukan setelah melahirkan,
hal tersebut dikarenakan penarikan puting bisa memicu kontraksi dini dan
bisa berakibat pada kelahiran prematur.
Berikut langkah-langkah untu membuat Nipple Puller yaitu :
 Lepaskan bagian penyedot dari tabung suntikan
 Potong bagian ujung depan dengan pisau tajam. Hati-hati pisau bisa
mengenai tangan.
 Pasang kembali penyedot dari bagian depan yang telah dipotong.
 Suntikan bisa dilakukan untuk menyedot puting anda yang
tenggelam antara 30 detik sampai dengan 1 menit. Lakukan setiap
kali anda mau menyusui bayi.
 Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui
dengan sedikit penekanan pada areola mammae dengan jari sehingga
terbentuk dot ketika memasukkan putting susu ke dalam mulut bayi.
 Bila terlalu penuh ASI dapat diperas dahulu dan diberikan dengan
sendok atau cangkir, atau teteskan langsung ke mulut bayi. Bila perlu
lakukan ini hingga 1-2

2. Masalah Menyusui Pada Masa Pasca Persalinan Dini


Pada masa ini, kelainan yang sering terjadi antara lain : putting susu datar, atau
terbenam, putting susu lecet, payudara bngkak, saluran susu tersumbat dan mastitis atau
abses.

7
a) Putting Susu Nyeri
Umumnya ibu sering merasa nyeri pada waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan
berkurang setelah ASI keluar. Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar.
Bila posisi mulut bayi dan putting susu benar perasaan nyeri akan segera hilang.
Cara menangani :

1) Pastikan posisi menyusui sudah benar


2) Mulailah menyusui pada putting susu yang tidak sakit guna membantu
mengurangi rasa sakit.
3) Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI, oleskan diputing susu dan
biarkan puting susu terbuka untuk beberapa waktu sampai puting susu
kering.

Putting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet.
Umumnya akan menyusui akan menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan
darah. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat
pula disebabkan oleh trush (candidates) atau dermatitis.Pada keadaan ini seringkali
seorang ibu menghentikan menyusui karena putingnya terasa sakit. Hal yang perlu
dilakukan adalah :

1) Cek bagaimana perlekatan ibu dan bayi


2) Apakah terdapat Infeksi Candida (mulut bayi perlu dilihat). Apakah terdapat
kulit yang merah, berkilat, kadang gatal, terasa sakit yang menetap, dan kulit
bersisik (flaky).

Selama putting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan


tangan, dan tidak dianjurkan dengan alat pompa karena nyeri.
1) Cuci payudara sekali saja sehari dan tidak dibenarkan untuk menggunakan
sabun.

8
b) Putting Susu Lecet

Ada beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan saat mengalami puting lecet, seperti
berikut!

1) Coba oleskan sekitar 2 tetes ASI Mama ke area kulit puting yang lecet.
Gosokkan dengan lembut.

2) Seringlah untuk mengganti bra atau breast pad yang Mama pakai jika sudah
terasa basah untuk menghindari pertumbuhan infeksi bakteri dan jamur.
Jagalah kebersihan dan kondisi payudara agar tidak terlalu lembap atau kering.

3) Lakukan posisi dan pelekatan yang tepat saat menyusui Si Kecil.

4) Dahulukan untuk menyusui dengan payudara yang tidak mengalami lecet.


Setelah itu, baru pindahkan Si Kecil agar menyusu pada puting yang lecet.
Bagaimana pun, puting yang lecet tetap harus terhisap untuk menghindari
terjadinya penyumbatan ASI. Penyumbatan bisa memperparah kondisi lecet
pada puting.  

5) Gunakan krim atau salep yang direkomendasikan oleh dokter untuk


menangani puting lecet yang Mama alami.

6) Jika puting lecet sudah mengalami gejala yang parah, konsultasikan ke dokter
laktasi segera untuk mengetahui penyebabnya dan mendapatkan penanganan
yang tepat.

9
Pada keadaan putting susu lecet yang kadang kala retak-retak atau luka, maka dapat
ditangani dengan cara sebagai berikut :
1) Ibu dapat terus memberikan ASInya pada keadaan luka tidak begitu sakit.
2) Olesi putting susu dengan ASI akhir (hind milk), jangan sekali-sekali
memberikan obat lain, seperti krim, salep, dan lain-lain.
3) Putting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu kurang
lebih 1×24 jam, dan biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2×24
jam.

c) Payudara Bengkak

Breast engorgement adalah kondisi payudara membengkak akibat ASI


berlebih dan tidak dikeluarkan. Hal ini bisa terasa menyakitkan bagi ibu yang
mengalaminya. Biasanya dikarenakan oleh suplai ASI melebihi yang dibutuhkan oleh
bayi. Saat hal ini terjadi, payudara ibu akan terasa keras dan bengkak, yang kemudian
malah membuat bayi kesulitan untuk menyusui. Kabar baiknya, breast engorgement
bisa dirawat di rumah dan tidak harus ke rumah sakit.

Bedakan antara payudara penuh karena berisi ASI dengan payudara bengkak.
Pada payudara penuh rasa berat pada payudara, tersa panas dan keras. Bila diperiksa
ASI keluar dan tidak ada demam. Pada payudara bengkak, payudara udem, terasa
sakit, puting kencang, kulit mengkilat walau tidak merah dan bila diperiksa/isap ASI
tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam. Hal ini terjadi karena antara lain
produksi ASI meningkat, terlambat menyusukan dini, perlekatan kurang baik,
mungkin kurang sering ASI dikeluarkan dan mungkin juga ada pembatasan waktu
menyusui.

10
1) Breast Engorgement Terjadi Karena:

 Saat produksi ASI terlalu lancar, di beberapa hari pertama kelahiran. Dimana
bayi masih belum banyak menyusui

 Ibu memiliki jadwal menyusui yang rutin, namun tiba-tiba mendapat halangan
untuk menyusui sekaligus tidak bisa memompa ASI

 Ibu berhenti menyusui secara tiba-tiba

 Frekuensi bayi menyusu tidak sesering sebelumnya, hal ini biasa terjadi ketika
dia mulai dikenalkan dengan MPASI, atau sedang sakit sehingga nafsu
makannya lebih rendah.

2) Gejala Breast Engorgement


Gejala biasanya muncul dengan pembengkakan di area dada hingga ketiak, yang
membuat ibu kesakitan dan mengalami demam ringan. Berikut adalah gejala yang
sering muncul:

 Payudara terasa bengkak, keras dan sakit. Bila sudah parah, payudara akan
terasa sangat bengkak, memerah, panas, dan ada benjolan keras saat disentuh

 Puting terlihat datar, areola mengeras sehingga membuat bayi kesulitan untuk
menyusui

 Suhu tubuh ibu naik hingga 38 derajat celcius dan mengalami demam

 Kelenjar getah bening di sekitar ketiak tampak membengkak dan sakit saat
disentuh

3) Penanganan Breast Engorgement


Cara perawatan breast engorgement  bisa Bunda lakukan sendiri, dengan benda-
benda yang mudah ditemukan di rumah Anda. Berikut ini tips yang bisa Anda
lakukan.
 Mengompres payudara dengan air hangat sebelum menyusui, agar
membantu aliran ASI lebih lancar. Tetapi jangan lebih dari tiga menit, karena

11
terlalu lama mengompres dengan air hangat bisa membuat bengkak semakin
parah dan ASI susah keluar. Jika engorgement  yang Anda alami sudah parah
sampai ASI tidak bisa keluar, jangan pernah mengompresnya dengan air panas
ataupun hangat.
 Menyusui secara rutin, dengan jeda dua atau tiga jam saja. Jika payudara
terasa sangat penuh sedangkan bayi sedang tidur, cobalah memeras ASI
dengan tangan. Bila sebagian ASI sudah keluar, rasa sakit yang dirasakan akan
berkurang.
 Pijat payudara yang sedang digunakan bayi untuk menyusu, agar ASI
mengalir lebih lancar. Hal ini juga membantu mengurangi rasa sakit yang
dialami ibu.
 Memeras ASI dengan tangan saat bayi mengalami kesulitan melakukan
pelekatan pada puting. Memeras dengan tangan juga membantu area areola
menjadi lebih lembut dibandingkan dengan pompa ASI.
 Hindari memompa ASI jika waktu menyusui Anda sudah rutin. Karena
memompa ASI juga bisa memicu produksi ASI yang berlebih.
 Kompres dengan es batu sebelum dan sesudah menyusui, untuk mengurangi
pembengkakan dan mengurangi rasa sakit.
 Jangan menggunakan bra kawat, karena bisa mengakibatkan saluran ASI
menyempit bahkan tersumbat
 Minum obat yang aman untuk ibu menyusui, agar bisa mengurangi rasa nyeri
yang diderita ibu.

4) Cara Mencegah Terjadinya Breast Engorgement


Sebelum pengalaman menyakitkan ini terjadi, ada baiknya ibu mencegahnya sejak
dini. Berikut adalah tips untuk mencegah terjadinya breast engorgement.

 Mulailah menyusui sesegera mungkin setelah bayi lahir, sehingga bayi punya
waktu untuk belajar menyusu sebelum payudara menjadi penuh dan keras.

 Hindari menggunakan botol atau dot saat bayi masih belajar menyusu. Kecuali
ada kondisi medis tertentu yang mengharuskannya. Jika bayi harus minum
dari botol, usahakan ia tetap minum ASI perah dan bukan susu formula.

12
 Setelah ASI mengalir lancar, cobalah menyusui 8-10 kali dalam waktu 24 jam
untuk mencegah suplai ASI berlebih

 Mintalah bantuan dari konsultan laktasi untuk mengatasi masalah pelekatan


sesegara mungkin

 Jika Anda melewatkan waktu menyusui, bahkan di saat malam hari. Pompalah
ASI agar payudara tidak terlalu penuh.

 Biarkan bayi selesai menyusu di satu payudara, sebelum memindahkannya


untuk menyusu di payudara yang lain. Jika bayi sudah menarik mulutnya dari
puting, atau tertidur, Anda bisa memindahkannya ke payudara yang lain.

 Bila bayi tidak terlalu sering menyusu, pompalah ASI secara rutin agar tidak
menumpuk di payudara yang bisa menyebabkan pembengkakan.

 Menyapih anak secara perlahan, jangan langsung berhenti menyusui sama


sekali.

e) Mastitis Atau Abses Payudara


Mastitis adalah peradangan payudara yang biasanya disebabkan oleh infeksi,
suatu kondisi yang menyebabkan jaringan payudara bengkak dan meradang. Ini dapat
terjadi pada setiap wanita, meskipun mastitis paling umum terjadi selama 6 bulan
pertama menyusui. Mastitis bisa menyebabkan ibu menyusui demam, sangat letih dan
lesu. Selain itu, mereka juga harus menghadapi tuntutan merawat bayi baru lahir, dan
akibatnya banyak wanita berhenti menyusui sama sekali. Dokter menyebut mastitis
pada ibu menyusui sebagai mastitis laktasi atau mastitis puerperalis. Wanita yang
tidak menyusui sering mengalami yang disebut mastitis periductal.
Gejala Mastitis
Gejala mastitis hampir mirip seperti saluran ASI tersumbat dan disebut juga
radang payudara. Mastitis biasanya hanya memengaruhi satu payudara, dan gejalanya
sering kali berkembang dengan cepat. Gejala mastitis dapat mencakup berikut:

1) Payudara meradang dan bengkak yang kadang terasa panas dan nyeri ketika
disentu

13
2) Benjolan payudara atau bagian yang mengeras pada payudara

3) Rasa nyeri dan terbakar di payudara, frekuensinya lebih sering dan lama atau
hanya dapat terjadi ketika sedang menyusui, bahkan terkadang disertai demam
dan payudara panas jika diraba.

4) Keluarnya abses atau radang jaringan tubuh yang memungkinkan timbulnya


rongga tempat nanah mengumpul. Biasanya nanah berwarna putih atau
mengandung bercak darah pada payudara

5) Kadang kala disertai gejala seperti flu, seperti nyeri, suhu tinggi (demam),
menggigil dan kelelahan.

Penyebab Mastitis
Mastitis pada ibu menyusui sering disebabkan oleh penumpukan susu di dalam
payudara. Ini disebut juga stasis susu atau ASI tersumbat yaitu terhentinya cairan susu
dalam payudara. Stasis susu dapat terjadi karena sejumlah alasan, termasuk:

 Bayi tidak benar-benar mengisap payudara selama menyusui. Ini berarti bahwa
ASI yang keluar tidak cukup banyak. Moms perlu memperbaiki posisi menyusui
yang benar sehingga membantu bayi Moms mengisap ASI dengan benar\
 Bayi mengalami masalah mengisap.
 Jarang menyusui atau sering terlewatkan. Misalnya, ketika bayi mulai tidur
sepanjang malam
 Terlalu sering menyusui dengan salah satu payudara. Misalnya, karena salah satu
puting sakit. Ini dapat menyebabkan ASI tersumbat (stasis susu) berkembang pada
payudara lainnya\Benturan atau pukulan pada payudara, yang dapat merusak
saluran atau kelenjar susu di payudara
 Tekanan pada payudara. Misalnya karena pakaian ketat (termasuk bra), sabuk
pengaman atau tidur tengkurap
 Dalam beberapa kasus, ASI tersumbat ini juga dapat terinfeksi dengan bakteri,
yang dikenal sebagai mastitis infektif.
 Pada wanita yang tidak menyusui, mastitis paling sering terjadi ketika payudara
terinfeksi sebagai akibat dari kerusakan pada puting, seperti puting lecet atau luka.

14
Penanganan Mastitis
Mastitis biasanya dapat dengan mudah diobati dan kebanyakan wanita bisa cepat
pulih. Berikut adalah beberapa tindakan yang dapat Moms lakukan sendiri yang sering
kali sangat membantu.

 Cukup istirahat dan banyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi sekaligus
membantu menurunkan demam

 Minumlah obat pereda rasa sakit sesuai anjuran dokter, seperti parasetamol atau
ibuprofen, untuk mengurangi rasa sakit atau demam

 Hindari pakaian ketat termasuk bra sampai gejala mastitis membaik

 Kompres payudara dengan air hangat atau kain yang dibasahi air hangat pada
bagian yang lecet sebelum memberikan ASI

 Pijatlah payudara dengan lembut selagi memberikan ASI pada bayi

 Jika sedang menyusui, teruskan pemberian ASI meskipun payudari mengalami


abses atau pembengkakan dan pastikan bayi mengisap payudara dengan benar

 Sering mengubah posisi menyusui untuk membantu mengurangi sumbatan ASI

 Berusahalah memberi ASI lebih sering dari biasanya, peraslah ASI yang tersisa
setelah dan selama menyusui.

 Bagi wanita yang tidak menyusui dengan mastitis dan ibu menyusui yang diduga
terinfeksi mastitis, tablet antibiotik biasanya akan diresepkan untuk
mengendalikan infeksi.

Pencegahan Mastitis
Meskipun mastitis biasanya dapat diobati dengan mudah, kondisi tersebut dapat
kambuh jika penyebab dasarnya tidak segera ditangani. Jika sedang menyusui, Moms
dapat membantu mengurangi risiko terkena mastitis dengan mengambil langkah-langkah
berikut untuk menghentikan ASI tersumbat di payudara.

15
 Memberikan ASI secara Eklslusif selama enam bulan, jika memungkinkan

 Menyusui sesering mungkin, terutama ketika payudara terasa penuh dan


membengkak

 Pastikan bayi Moms betul-betul mengisap payudara dengan benar selama


menyusui

 Biarkan bayi Moms mengisap ASI sampai selesai.

 Aturlah jarak waktu menyusui. Jika mungkin, lakukan secara bertahap

 Hindari tekanan pada payudara akibat pakaian ketat, termasuk bra

Abses payudara adalah kondisi perburukan peradangan payudara yang berakibat


terbentuknya nanah di dalam payudara. Nanah bisa terkumpul di dalam payudara lalu bisa
keluar melalui puting atau hanya terkumpul di dalam payudara dan berakhir dengan
menipis dan robeknya kulit payudara dan nanah mengalir keluar

Abses payudara merupakan benjolan yang terbentuk di payudara yang disebabkan


adanya infeksi bakteri. Biasanya, abses muncul sebagai komplikasi dari mastitis dan akan
menyebabkan nyeri di bawah lapisan kulit infeksi rentan timbul saat bakteri dari mulut
bayi masuk ke dalam saluran susu atau area payudara yang terluka yang kemudian
membentuk abses yang menyakitkan

Kondisi ini umumnya dialami oleh wanita berusia 18 hingga 50 tahun, utamanya ibu
yang sedang menjalani fase menyusui. Namun jangan salah Bun, kondisi ini rupanya juga
bisa dialami oleh wanita yang tidak menyusui. Abses rentan terjadi pada wanita yang
mengalami luka di payudara, wanita yang melakukan tindik payudara, perokok, pengidap
diabetes dan pengobatan tertentu.

Pencegahan Abses:

 Melakukan kontak kulit ke kulit segera setelah melahirkan (Inisiasi Menyusu


Dini).
 Menyusui bayi tanpa batasan durasi maupun frekuensi (on demand)

16
 Memastikan bayi menghisap dengan baik di payudara.
 Menyusui eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun.
 Segera mencari bantuan ahli jika mendapati proses menyusu yang nyeri dan tidak
nyaman (durasi menyusu sangat lama, bayi kesulitan menangkap payudara, sering
terlepas-lepas, nyeri di puting, lecet puting, dll).
 Jangan menunda dan segera konsultsikan permasalahan di payudara Anda.

3. Masalah Menyusui Pada Masa Pasca Persalinan Lanjut


Yang termasuk dalam masa pasca persalinan lanjut adalah sindrom ASI kurang dan ibu
bekerja.

a) Sindrom ASI kurang


Sering kenyataannya ASI tidak benar-benar kurang. Tanda-tanda yang “mungkin
saja” ASI benar kurang antara lain:

1) Bayi tidak puas setiap setelah menyusui, sering kali menyusu, menyusu
dengan waktu yang sangat lama. Tapi juga terkadang bayi lebih cepat
menyusu. Disangka produksinya berkurang padahal dikarenakan bayi telah
pandai menyusu.
2) Bayi sering menangis atau bayi menolak menyusu.
3) Tinja bayi keras, kering atau berwarna hijau.
4) Payudara tidak membesar selama kehamilan (keadaan yang jarang), atau ASI
tidak “datang”, pasca lahir.

Walaupun ada tanda-tanda tersebut perlu diperiksa apakah tanda-tanda tersebut dapat
dipercaya. Tanda bahwa ASI benar-benar kurang antara lain :

1) BB (berat badan) bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan
2) BB lahir dalam waktu 2 minggu belum kembali.
3) Ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam; cairan urin pekat, bau dan
berwarna

Cara mengatasinya disesuaikan dengan penyebab, terutama dicari pada ke 4


kelompok faktor penyebab :

17
1) Faktor teknik menyusui, keadaan ini yang paling sering dijumpai antara lain
masalah frekuensi, perlekatan, penggunaan dot/botol dan lain-lain
2) Faktor psikologis, juga sering terjadi
3) Faktor fisik ibu (jarang), antara lain KB, kontrasepsi, diuretic, hamil, merokok,
kurang gizi dan lain-lain.
4) Sangat jarang adalah factor kondisi bayi, misalnya penyakit, abnormalitas dan
lain-lain.

b) Ibu yang Bekerja


Seringkali alasan pekerjaan membuat seseorang ibu berhenti menyusui.
Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang
bekerja:

1) Susuilah bayi sebelum ibu bekerja


2) ASI dikeluarkan untuk persediaan di rumah sebelum berangkat kerja.
3) Pangosongan payudara di tempat kerja setiap 3-4 jam.
4) ASI dapat disimpan dilemari pendingin dan dapat diberikan pada bayi saat ibu
bekerja dengan cangkir.
5) Pada saat ibu dirumah, sesering mungkin bayi disusui, dan ganti jadwal
menyusuinya sehingga banyak menyusui di malam hari.
6) keterampilan mengeluarkan ASI dan merubah jadwal menyusui sebaiknya
telah mulai dipraktekkan sejak satu bulan sebelum kembali bekerja.
7) Minum dan makan makanan yang bergizi dan cukup selama bekerja dan
selama menyusui.

4. Masalah Menyusui Pada Keadaan Khusus


a) Ibu Melahirkan Dengan Bedah Caesar
Segera rawat gabung jika kondisi ibu dan bayi membaik dan menyusui segera. Posisi
menyusui yang dianjurkan adalah :
1) Ibu dapat dalam posisi miring dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal,
sementara bayi disusukan dengan kakinya kearah ibu.
2) Apabila ibu sudah dapat duduk bayi dapat ditidurkan dibantal diatas pangkuan
ibu dengan posisi bayi mengarah kebelakang ibu dibawah lengan ibu.

18
3) Dengan posisi memegang bola yaitu ibu telentang dan bayi berada diketiak ibu
dengan kaki kearah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi.

b) Ibu Sakit
Ibu yang menderita Hepatitis dan AIDS, tidak diperkenankan untuk menyusui
namun pada masyarakat yang tidak dapat membeli PASI, ASI tetap dianjurkan.

c) Ibu Hamil
Tidak ada bahaya bagi ibu maupun janin namun perlu diperhatikan untuk
makan lebih banyak dan jelaskan perubahan yang dapat terjadi yaitu ASI berkurang
dan bisa terjadi kontraksi uterus.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi
sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Kegagalan dalam proses menyusui

19
sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu
maupun pada bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham masalah ini, kegagalan
menyusui sering dianggap problem pada anak saja. Masalah dari ibu yang timbul
selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada
masa pasca persalinan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. Masalah pada bayi
umumnya berkaitan dengan manajemen laktasi, sehingga bayi sering menjadi
“bingung puting” atau sering menangis, yang sering diinterprestasikan oleh ibu dan
keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk bayinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurjanah,Siti.2014.Asuhan Kebidanan Masa Postpartum.Bandung:PT Refika


Aditama.
2. Ambarwati Eny Retna, Wulandari Diah.2009.Asuhan Kebidanan Nifas.
Jogjakarta:Mitra Cendikia

20
3. Proverawati Atikah, Rahmawati Eni.2010. Kapita Selekta ASI Dan Menyusui.
Yogyakarta: Nuha Medika

21

Anda mungkin juga menyukai