Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelancaran Produksi Air Susu Ibu (ASI)

1. Pengertian ASI

Air susu ibu (ASI) merupakan cairan ciptaan Allah yang berguna

untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan

kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu

ibu merupakan yang terbaik dan air susunya memiliki bentuk yang paling

baik bagi tubuh bayi. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-

sari makanan yang mempercepat tumbuhnya sel-sel otak dan perkembangan

sistem syaraf. Makanan-makanan tiruan yang diramu menggunakan teknologi

canggih pun tidak mampu menandingi keunggulan makanan terbaik ini

(Indrasari, 2019).

Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi

terutama pada bulan-bulan pertama karena mengandung kebutuhan energi

dan zat yang dibutuhkan selama 6 bulan pertama kehidupan bayi (Triana &

Ardhiyanti, 2019).

2. Anatomi Fisiologi Payudara

a. Anatomi Payudara

Secara vertikal, payudara terletak pada interkosta II dan IV, secara

horizontal bermula dari pinggir sternum linea aksilaris medialis. Kelenjar

susu berada pada jaringan subkutan, tepatnya diantara jaringan subkutan


superfisial dan profundu, yang menutupi muskulus pektoralis mayor,

sebagian kecil seratus anterior dan obliqus eksterna. Bentuk dan ukuran

payudara akan bervariasi menurut aktivitas fungsionalnya seperti apa yang

didapatkan pada masa sebelum pubertas, pubertas, adolesen, dewasa,

menyusui dan multipara. Payudara menjadi besar pada saat hamil dan

menyusui kemudian biasanya mengecil setelah menopouse. Pembesaran

ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan stroma jaringan penyangga dan

penimbunan jaringan lemak (Murti et al., 2017).

a. Kalang Payudara (Areola)

Letaknya mengelilingii puting susu dan berwarna kegelapan

yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada

kulitnya. Perubahan warna ini tergantung dari corak kulit. Selama

kehamilan warnanya akan menjadi lebih gelap dan warna ini

biasanya akan menetap untuk selanjutnya.

Pada daerah ini akan didapatkan kelenjar keringat, kelenjar

lemak dan mantgomery yang membentuk tuberkel dan akan

membesar selama kehamilan. Kelenjar lemak ini akan menghasilkan

suatu bahan yang dapat melicinkan kalang payudara selama

menyusui. Di kalang payudara juga terdapat duktus laktiferus yang

merupakan tempat penampungan air susu.

b. Puting Susu

Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya

variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknya pun akan

bervariasi pula. Pada puting akan terdapat lubang-lubang kecil yang


merupakan muara dari duktus latiferus, ujung-ujung saraf, pembuluh

darah dan pembuluh getah bening, serat-serat otot polos yang

tersusun secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus

latiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu ereksi,

sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali

puting susu tersebut.

Payudara terdiri dari 15-25 lobus. Pada masing-masing lobus

terdapat 20-40 lobulus, dan pada masing-masing lobulus terdapat 10-

100 alveoli yang masing-masing dihubungkan dengan saluran air

susu (sistem duktus) hingga menyerupai suatu pohon. Bila diikuti

pohon tersebut dari akarnya pada puting susu, akan didapatkan

saluran air susu yang disebus duktus latiferus. Di daerah kalang

payudara duktus latiferus ini menyebar membentuk sinus latiferus

tempat penampungan air susu. Duktus laktiferus terus bercabang-

cabang sehingga menjadi duktus dan duktulus. Tiap-tiap duktulus

yang ada pada perjalanan selanjutnya disusun oleh sekelompok

alveoli. Didalam alveoli terdiri dari duktulus yang terbuka, sel-sel

kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang

berfungsi memeras air susu keluar dari alveoli (Murti et al., 2017).
Gambar 2.1 Anatomi Payudara

Sumber: (Bangun Ameliani, 2018)

b. Fisiologi Laktasi

Menurut (Yuventhia, 2018) Pada ibu yang menyusui dikenal dua

reflek yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran

ASI, yaitu:

a) Reflek Prolaktin

Menjelang akhir kehamilan hormon prolaktin memegang

peranan penting untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum

terbatas karena aktivitas prolatin dihambat oleh estrogen dan

progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah persalinan serta

lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum maka


estrogen dan progesteron sangat berkurang, ditambah lagi adanya

hisapan bayi yang merangsang puting susu dan kalang payudara, akan

merangsang ujung-ujung saraf sensori yang berfungsi sebagai reseptor

mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula

spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan menekan faktor-faktor

yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya akan meacu

faktor-faktor yang merangsang pengeluaran prolaktin. Faktor-faktor

yang merangsang sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofisis

(hipofisis anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon ini akan

merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.

Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan menjadi normal pada

3 bulan setelah melahirkan sampai masa penyapihan anak dan pada

saat itu tidak akan ada peningkatan prolatin walaupun ada hisapan

dari anak, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu

yang melahirkan anak akan tetapi tidak menyusui, kadar prolaktin

akan menjadi normal pada minggu ke 2-3.

Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam

keadaan seperti:

a. Stress atau pengaruh psikis

b. Anastesi

c. Operasi

d. Rangsangan puting susu

e. Hubungan kelamin
f. Obat-obatan tranqulizer hipotalamus sepertireserpin,

klorpromazin, fenotiazid

Sedangkan pada keadaan-keadaan yang menghambat

pengeluaran prolaktin adalah:

a. Gizi ibu yang buruk

b. Obat-obatan seperti ergot, I-dopa

Gambar 2.2 Reflek Prolaktin

Sumber: (Bangun Ameliani, 2018)

b) Refleks let down (milk injektion reflex)

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh

adenohipofisis, rangsangan yang berasal dari hisapan bayi ada yang

dilanjutkan ke neurohipofisis (hipofisis posterior) yang kemudian

dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut


menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus

sehingga terjadi involusi pada organ tersebut. Oksitosin yang sampai

pada alveoli akan berpengaruh pada sel mioepitelium. Kontraksi yang

berasal dari sel akan mendorong air susu keluar dari alveoli kemudian

masuk ke sistem dukstus kemudian mengalir melalui duktus laktiferus

menuju mulut bayi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan reflek let down adalah:

a. Melihat bayi

b. Mendengarkan suara bayi

c. Mencium bayi

d. Memikirkan untuk menyusui bayi

Faktor-faktor yang dapat menghambat reflek let down adalah:

a. Keadaan bingung atau pikiran kacau

b. Takut

c. Cemas

Bila ada stress dari ibu yang menyusui maka akan ada suatu

blokade dari reflek let down. Ini disebabkan oleh karena adanya

pelepasan dari adrenalin (epinefrine) yang menyebabkan

vasokontriksi dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit

harapannya untuk dapat mencapai target organ mioepitelium. Akibat

dari tidak sempurnanya reflek let down maka akan terjadi

penumpukan air susu dalam alveoli yang secara klinis tampak

payudara membesar. Payudara yang membesar karena penumpukan


air susu ini dapat mengakibatkan abses, gagal menyusui dan rasa

sakit. Rasa sakit ini akn menjadi stress lagi bagi ibu sehingga stress

akan bertambah.

Karena refek let down tidak sempurna maka bayi yang haus

jadi tidak puas. Ketidakpuasan ini akan menjadikan tambahan

stress bagi ibunya. Bayi yang haus dan tidak puas ini akan berusaha

mendapatkan air susu yang cukup dengan cara menambah kuat

isapannya sehingga tidak jarang dapat menimbulkan luka-luka pada

puting susu dan luka-luka ini akan menambah sakit pada ibu

sehingga tingkat stress ibu semakin bertambah sehingga menambah

resiko dalam kegagalan menyusui.

Penelitian terdahulu tentang produksi ASI sebelumnya dilakukan oleh

(Bangun Ameliani, 2018) tentang Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Tentang

Perawatan Payudara Dengan Kelancaran Pengeluaran Asi Di Klinik Grace

Deli Tua didapatkan hasil dari 32 orang ibu nifas menunjukkan, responden

dengan pengetahuan baik dan mengalami ASI lancar berjumlah 15 orang

(46,9%), responden dengan pengetahuan baik dan mengalami ASI tidak lancar

berjumlah 3 orang (9,4%). Sementara responden dengan pengetahuan kurang

dan mengalami ASI lancar berjumlah 5 orang (15,6%), dan responden dengan

pengetahuan kurang serta mengalami ASI tidak lancar berjumlah 14 orang

(43,8%). Hasil uji chi-square dengan p-value= 0,006 < α (α= 0,05).

Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan perawatan payudara dengan kelancaran

pengeluaran ASI di Klinik Grace Delitua Tahun 2018.


Penelitian (Murti et al., 2017) tentang Pengaruh Perawatan Payudara

Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Normal Di Wilayah Kerja

Puskesmas Temindung Samarinda didapatkan hasil perawatan payudara

dilakukan pada ibu 6-8 jam post partum primipara dan multipara dengan

jumlah 30 responden di wilayah kerja Puskesmas Temindung berturut-turut

selama 3 hari dimana diperoleh ada perbedaan jumlah produksi ASI hari ketiga

postpartum antara primipara yaitu sebanyak 38,42cc dan multipara yaitu

sebanyak 42,6cc dan ada pengaruh perawatan payudara terhadap produksi ASI

pada ibu post partum normal di wilayah kerja Puskesmas Temindung

Samarinda Tahun 2017, dengan nilai p-value 0,00 < α (0,05).

Gambar 2.3 Reflek Prolaktin

Sumber: (Bangun Ameliani, 2018)

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi kelancaran Produksi ASI

a. Faktor Makanan Ibu

Menurut jurnal (Khasanah VN., 2018) Makanan yang dikonsumsi ibu

menyusui sangat berpengaruh terhadap produksi dan kelancaran ASI. Apabila

makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola makan yang teratur, maka
produksi ASI akan berjalan dengan lancar. Makanan yang seharusnya di

konsumsi yaitu makanan yang mengandung tinggi protein. Berdasarkan

beberapa peneliti, untuk mengatasi masalah ketidaklancaran pengeluaran

ASI, maka anjurkan pada ibu nifas untuk makan makanan yang bergizi

sehingga kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi dengan baik, anjurkan ibu

nifas minum air putih yang banyak agar ibu nifas tidak mengalami dehidrasi

sehingga suplai ASI dapat berjalan lancar dan ibu nifas harus banyak istirahat

agar kondisinya terjaga dengan baik.

b. Penggunaan Alat Kontrasepsi

Menurut (Dewi, 2019) Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui

perlu diperhatikan agar tidak mengurangi produksi ASI dan kelancaran

pengeluaran ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa digunakan seperti

kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun suntik hormonal 3 bulanan.

Sedangkan alat kontrasepsi yang sebaiknya dihindari adalah suntik 1 bulan

yang mengandung hormon progestin, pil yang mengandung hormon

progestin. Penggunaan alat kontrasepsi sangat berpengaruh terhadap

kelancaran pengeluaran ASI. Karena hormon yang terkandung dalam

kontrasepsi tersebut mempengaruhi sistem reproduksi dan dapat mengurangi

produksi ASI jika mengandung hormon estrogen. Sehingga ibu nifas

diperbolehkan memakai alat kontrasepsi yang mengandung hormone

progestin saja karena hormon progestin tidak mempengaruhi produksi ASI

sehingga menyebabkan kelancaran pengeluaran ASI menjadi terganggu.

c. Perawatan payudara
Menurut (Dewi, 2019) Perawatan payudara bermanfaat merangsang

kelenjar pada payudara dan mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan

hormon prolaktin dan oksitosin sehingga mempengaruhi kelancaran

pengeluaran ASI. Perawatan payudara merupakan usaha yang dilakukan

agar kondisi payudara baik, demi mencapai keberhasilan menyusui.

Perawatan payudara sebaiknya dilakukan dua kali sehari pada waktu

mandi pagi dan sore. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara maka

lakukan pengurutan payudara secara perlahan, kompres air hangat sebelum

menyusui bayi karena panas dapat merangsang aliran ASI kemudian

kompres air dingin setelah menyusui untuk mengurangi rasa sakit dan

pembengkakan. Perawatan payudara ini bermanfaat untuk merangsang

payudara dan mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon

prolaktin serta hormon oksitosin. Hormon prolaktin mempengaruhi jumlah

produksi ASI, sedangkan hormon oksitosin mempengaruhi proses

pengeluaran ASI. Adapun kriteria untuk mengetahui lancarnya produksi

ASI pada ibu nifas antara lain : ASI yang banyak merembes keluar putting,

ASI keluar secara spontan tanpa penggunaan alat bantu, sebelum

disusukan payudara terasa tegang, bayi kencing sering sekitar 8x sehari,

berat bayi naik sesuai dengan umur, dan jika ASI cukup bayi akan tertidur

selama 3-4 jam.

d. Faktor Hisapan Bayi dan Frekuensi Menyusui

Menurut (Bangun Ameliani, 2018) Semakin sering bayi menyusu

pada payudara ibu, maka produksi dan pengeluaran ASI akan semakin

banyak. Akan tetapi, frekuensi penyusuan pada bayi prematur dan cukup
bulan berbeda. Studi mengatakan bahwa bayi prematur dan cukup bulan

berbeda. Studi mengatakan bahwa pada produksi dan kelancaran ASI bayi

prematur akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari

selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena

bayi prematur belum dapat menyusu. Sedangkan pada bayi cukup bulan,

frekuensi penyusuan 10 kali per hari selama 2 minggu pertama setelah

melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Sehingga

direkomendasikan penyusunan paling sedikit 8 kali perhari pada periode

awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan

kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.

Bayi yang lahir prematur (umur kehamilan < 34 minggu) sangat

lemah dan belum mampu menghisap secara efektif sehingga

mempengaruhi produksi ASI, sehingga produksi ASI lebih rendah

daripada bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan menghisap

pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan lahir yang rendah dan

belum sempurnanya fungsi organ. Sedangkan bayi yang lahir aterm akan

cenderung menyusu dengan kuat dan akan memperlancar pengeluaran

ASI. (Murti et al., 2017).

e. Faktor psikologis

Menurut (Dewi, 2019) Ibu yang cemas dan stres dapat menganggu

laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI. Pengeluaran ASI akan lebih

lancar pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut

diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai tipe stres ibu khususnya

kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi ASI. Kecemasan muncul


pada saat seseorang tidak mampu beradaptasi terhadap peristiwa atau

keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang.

Kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman-

pengalaman baru seperti baru melahirkan. Kecemasan pada ibu postpartum

disebabkan karena adanya proses transisi dalam proses menjadi orang tua,

terjadi penyesuaian diri yang besar dengan orang lain.

f. Umur

Umur ibu yang lebih muda tingkat emosionalnya belum matang

sehingga banyak akan lebih bayak mengalami kecemasan dalam

melakukan perawatan kepada bayi termasuk memberikan ASI. Kondisi

tersebut dapat mempengaruhi reflek prolatin dan oksitosin sehingga akan

mempengaruhi kelancaran dalam pengeluaran ASI, sedangkan pada umur

ibu yang lebih tua akan mulai terjadi penuruanan fungsi hormon

reproduksi sehingga proses memproduksi ASI dapat berkurang, namun

pada umur ini tingkat kematangan emosional sudah tercapai dan sudah

mendapatkan pengalaman yang cukup terkait dalam pemberian ASI.

(Subekti & Faidah, 2019).

g. Paritas

Paritas merupakan jumlah kelahiran yang dimiliki oleh seorang

perempuan, secara tidak langsung paritas ini dapat berpengaruh pada

pengeluaran ASI. Secara konsep paritas dapat berpengaruh secara tidak

langsung pada proses menyusui dan pengeluaran ASI, hal ini karena

adanya faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi seperti


pengetahuan, budaya, keyakinan serta pengalaman sebelumnya yang telah

diperoleh. (Subekti & Faidah, 2019).

h. Pendidikan

Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada

kemmapuan berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih

tinggi akan mengambil keputusan yang lebih rasional, umumna terbuka

untuk menerima perubahan atau hal baru (Khasanah VN, 2018).

i. Pekerjaan

Bekerja diluar rumah membuat ibu tidak berhubungan oenuh

dengan anaknya, akibatnya ibu cenderung memberikan susu formula

daripada menusui anaknya. Pada ibu bekerja di luar rumah tidak ada waktu

untuk menyusui selama jam kerja (Khasanah VN, 2018)

4. Tanda-Tanda Kelancaran ASI

Menurut (Bangun Ameliani, 2018), untuk mengetahui banyaknya

produksi ASI terdapat beberapa kriteria yang dipakai sebagai patokan untuk

mengetahui jumlah ASI lancar atau tidak adalah:

a. ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting;

b. Sebelum disusukan payudara terasa tegang;

c. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali menyusui;

d. Ibu tidak membatasi pemberian ASI


e. Bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam;

f. Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai

menyusui;

g. Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan

ASI

h. Ibu merasa rileks saat menyusui bayi

i. Ibu menggunakan kedua payudara secara bergantian

j. Posisi perlekatan mulut bayi benar saat menyusu, sehingga puting ibu

tidak lecet

k. Berat badan bayi naik dengan memuaskan sesuai umur :

1) 1-3 bulan (kenaikan berat badan 700 gr)

2) 4-6 bulan (kenaikan berat badan 600 gr)

3) 7-9 bulan (kenaikan berat badan 400 gr)

4) 10-12 bulan (kenaikan berat badan 300 gr)

Dalam keadaan normal usia 0-5 hari biasanya berat badan bayi

akan menurun. Setelah usia 10 hari berat badan bayi akan kembali

seperti lahir;

l. Jika ASI cukup, setelah menyusu bayi akan tertidur /tenang selama 3-

4 jam. Bayi yang mendapatkan ASI memadai umumnya lebih tenang,

tidak rewel dan dapat tidur pulas.. Secara alamiah ASI diproduksi

dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan bayi;

m. Bayi sekurang-kurangnya buang air kecil 6-8 kali dalam sehari;

n. Bayi mengeluarkan urine berwarna kuning pucat, seperti jerami;


o. Bayi BAB lebih dari satu kali dalam 24 jam. Tinja bayi lunak

berwarna kuning.

5. Upaya Memperlancar Asi

a. Pijat Oksitosin

Pijat oksitoksin merupakan pemijatan yang dilakukan sepanjang

tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam, dan

merupakan usaha untuk merangsang hormon prolakin dan hormon oksitoksin

setelah melahirkan (Rahayu dkk, 2015).

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada

sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam

dan merupakan usaha untuk merangsang hormone prolactin dan oksitosin

setelah melahirkan. Pijat oksitsin ini dilakukan untuk merangsang refleks

oksitosin atau reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down

manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu,

mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI,

merangsangn pelepasan hormone oksitosin, mempertahankan produksi ASI

ketika ibu dan bayi sakit (Mas’adah & Rusmini, 2015)

b. Perawatan payudara

Breast care adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan untuk

memperlancar ASI dan menghindari kesulitan pada saat menyusui dengan

melakukan pemijatan. Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama

hamil sampai menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satu

penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi baru lahir sehingga
harus dilakukan sedini mungkin (Azwar, 2008). Perawatan payudara adalah

merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan baik oleh pasien maupun

dibantu orang lain yang dilaksanakan mulai hari pertama atau kedua setelah

melahirkan. Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi dan

mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI

serta menghindari terjadinya pembengkakan dan kesulitan menyusui, selain

itu juga menjaga kebersihan payudara agar tidak mudah terkena infeksi

(Mas’adah & Rusmini, 2015)

c. Teknik Marmet

Teknik marmet merupakan kombinasi cara memerah ASI dan memijat

payudara, sehingga reflek ASI menjadi optimal. Tujuan teknik ini adalah

untuk mengosongkan ASI dari sinus laktiferus yang terletak di bawah areola,

sehingga diharapan akan merangsang terjadinya pengeluaran prolaktin.

Dengan pengeluaran hormon prolaktin, maka diharapan merangsang

mammary alveoli untuk memproduksi ASI. Semakin banyak ASI dikeluarkan

dari payudara, semakin baik produksi ASI di payudara (Mas’adah & Rusmini,

2015).

d. Mengkonsumsi Jantung Pisang

Ibu yang sedang menyusui bayinya harus mendapat makanan

tambahan untuk mencegah kemunduran dalam pembuatan dan produksi ASI

agar ibu berhasil dalam memberikan ASI secara eksklusif. Beberapa yang

perlu diperhatikan para ibu yang sedang memberikan ASI pada bayi adalah

mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang mampu meningkatan

produksi ASI. Jumlah ASI yang sedikit bisa diatasi dengan mengkonsumsi
daun pepaya, kacang panjang dan jantung pisang. Jantung pisang

mengandung protein, dan mineral seperti fosfor, kalsium dan besi, serta

sejumlah vitamin A, B1 dan C. Kelebihan lain dari jantung pisang adalah

mudah didapatkan dan harganya yang murah (Febriyona, R., & Tuna, M.

2019).

e. Mengkonsumsi Daun Katuk

Salah satu tanaman obat palancar ASI yang dikenal dimasyarakat

adalah daun katuk. Daun katuk Sauropus androgynus (L.) Merr) dikenal dua

jenis tanaman katuk yaitu katuk merah dan katuk hijau. Daun katuk yang

sering dikonsumsi adalah daun katuk hijau. Daun katuk kaya vitamin (A, B1,

dan C), protein, lemak, dan mineral. Selain itu, daun katuk juga mengandung

tanin, saponin, flavonoid, dan alkaloid papaverin, sehingga sangat potensial

untuk menjadi obat tradisional. Manfaat daun katuk selain untuk melancarkan

produksi ASI, dapat menyembuhkan borok, mengatasi sembelit, dan pewarna

alami. Saat ini, daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarma yang

berkhasiat untuk melancarkan ASI (Endang Suwanti, Kuswati. 2015).

B. Pijat Oksitosin

1. Pengertian Pijat Oksitosin

Pijat Oksitosin merupakan pemijatan tulang belakang pada costa ke 5-

6 sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis

merangsang hipofise posterior untuk mengeluarkan. Pijat oksitosin dilakukan

untuk merangsang refleks oksitosin atau reflekslet down. Pijat oksitosin ini

dilakukan dengan cara memijat pada daerah pungung sepanjang kedua sisi

tulang belakang, sehingga diharapkan dengan dilakukannya pemijatan tulang


belakang ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan

segera hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat membantu

pengeluaran hormon oksitosin .Pijatan atau pada tulang belakang,

neurotransmitter akan merangsang medulla oblongatalangsung mengirim

pesan ke hypothalamus di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin

sehingga menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya. Pijat oksitosin

bisa dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi 3-5 menit, lebih disarankan

dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI. Sehingga untuk

mendapatkan jumlah ASI yang optimal dan baik, sebaiknya pijat

oksitosindilakukan setiap hari dengan durasi 3-5 menit (Siregar, 2018).

2. Manfaat Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin mempunyai beberapa manfaat yang sangat membantu

bagi ibu setelah persalinan. Pijat oksitosin dapat mengurangi ketidak

nyamanan fisik serta memperbaiki mood. Pijat yang dilakukan disepanjang

tulang belakang ini juga dapat merileksasikan ketegangan pada punggung dan

menghilangkan stres sehingga dapat memperlancar pengeluaran ASI. Pijat

oksitosin dapat mengurangi bengkak, mengurangi sumbatan ASI dan

mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit. (Mas’adah &

Rusmini, 2015)

3. Mekanisme Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin adalah pijat yang dilakukan disepanjang tulang

belakang (vertebre) sampai costae ke lima atau keenam. Melalui pemijatan

pada tulang belakang, neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata


langsung mengirim pesan ke hipotalamus untuk mengeluarkan oksitosin.

Dengan pijat oksitosin ini juga akan merileksasi ketegangan dan

menghilangkan stress serta meningkatkan rasa nyaman (Kurniati et al., 2019)

Saat ibu merasa nyaman atau rileks, tubuh akan mudah melepaskan

hormon oksitosin. Hormon oksitosin diproduksi oleh kelenjar hipofisi

posterior. Setelah diproduksi oksitosin akan memasuki darah kemudian

merangsang sel-sel meopitel yang mengelilingi alveolus mammae dan duktus

laktiferus. Kontraksi sel-sel meopitel mendorong ASI keluar dari alveolus

mammae melalui duktus laktiferus menuju ke sinus laktiferus dan disana ASI

akan disimpan. Pada saat bayi menghisap puting susu, ASI yang tersimpan di

sinus laktiferus akan tertekan keluar kemulut bayi (Pilaria & Sopiatun, 2018)

4. Pelaksanaan Tindakan Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin dilakukan dua kali sehari, setiap pagi dan sore. Pijat ini

dilakukan selama 15 sampai 20 menit. Pijat ini tidak harus selalu dilakukan

oleh petugas kesehatan. Pijat oksitosin dapat dilakukan oleh suami atau

keluarga yang sudah dilatih. Keberadaan suami atau keluarga selain

membantu memijat pada ibu, juga memberikan suport atau dukungan secara

psikologis, membangkitkan rasa percaya diri ibu serta mengurangi cemas.

Sehingga membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin (Yuventhia,

2018)

5. Reflek Prolaktin

a) Refleks ini secara hormonal untuk memproduksi ASI.

b) Waktu bayi menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan

neurohormonal pada puting susu dan aerola ibu.


c) Rangsangan ini diteruskan ke hipofise melalui nervus vagus, terus ke

lobus anterior.

d) Dari lobus ini akan mengeluarkan hormone prolaktin, masuk ke

peredaran darah sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI.

e) Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilakn ASI.

6. Refleks aliran (let down refleks)

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior

yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini

menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontaraksi dari sel akan

memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem

duktus dan selanjutnya mengalir melalui masuk ke mulut bayi

7. Langkah-langkah Pijat Oksitosin

1. Memberitahukan kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan,

tujuan maupun cara kejanya untuk menyiapkan kondisi psikologis ibu.

2. Menyiapkan peralatan dan ibu dianjurkan membuka pakaian atas, agar

dapat melakukan tindakan lebih efisien.

3. Mengatur ibu dalam posisi duduk dengan kepala bersandarkan tangan

yang dilipat ke depan dan meletakan tangan yang dilipat di meja yang

ada didepannya, dengan posisi tersebut diharapkan bagian tulang

belakang menjadi lebih mudah dilakukan pemijatan.

4. Melakukan pemijatan dengan meletakan kedua ibu jari sisi kanan dan

kiri dengan jarak satu jari tulang belakang, gerakan tersebut dapat

merangsang keluarnya oksitosin yang dihasilkan oleh hipofisis posterior.


5. Menarik kedua jari yang berada di costa 5-6 menyusuri tulang belakang

dengan membentuk gerakan melingkar kecil dengan kedua ibu jarinya.

6. Gerakan pemijatan dengan menyusuri garis tulang belakang ke atas

kemudian kembali ke bawah.

7. Melakukan pemijitan selama 3-5 menit

Gambar 2. Pijat oksitosin (Siregar, 2018)

C. Penelitian Terdahulu Tentang Pijat Oksitosin

Penelitian yang dilakukan oleh (Dahliarti , 2017) tentang Pengaruh

Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Postpartum Di Puskesmas

Woha Bima diperoleh Produksi ASI pada ibu postpartum yang diberikan

intervensi pijat oksitosin semuanya (100%) dalam kategori cukup. 2.

Produksi ASI pada ibu postpartum yang tidak diberikan intervensi pijat

sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebanyak 11 responden (73.3%).

3. Ada pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu post partum

dibuktikan dengan nilai p value = 0,032 (p value < 0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh (Pilaria & Sopiatun, 2018) tentang

Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Postpartum Di


Wilayah Kerja Puskesmas Pejeruk Kota Mataram diperoleh produksi ASI

sebelum dilakukan pijat oksitosin terbanyak produksi ASI tidak cukup

sebanyak 24 responden (80%), setelah dilakukan pijat oksitosin produksi ASI

cukup sebanyak 27 responden (90%). Hasil uji statistik menggunakan

Mcnemar Test diperoleh nilai p value = 0,000 atau p < α=0,05.

Penelitian yang dilakukan oleh (Sulaeman et al., 2019) tentang ,

Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum

Primipara Di RSIA Srikandi IBI diperoleh pengeluaran ASI dapat dipercepat

dengan tindakan non farmakologi yaitu melalui pijat oksitosin dengan cara

memijat area di sekitar punggung yang bertujuan untuk merangsang

keluarnya ASI, sehingga ibu akan merasakan puas, bahagia, percaya diri, dan

perasaan positif lainnya akan membuat reflek oksitosin bekerja. Terdapat

perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen yang diberikan pijat

oksitosin dan kelompok control.


D. Kerangka Teori Perawatan Payudara Terhadap Kelancaran produksi

ASI

Pemijatan Oksitosin

Rangsangan parasimpatis

Lengkung refleks

Traktus asendens

Hipotalamus

Hipofisis Posterior

Oksitosin

Mioepitel alveoli kelenjer Uterus


mamae
Kontraksi uterus
Ejeksi ASI

Anda mungkin juga menyukai