Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI)
1. Pengertian
Banyak para ahli yang mengungkapkan pengertian dari ASI itu sendiri,
antara lain ungkapan dari Saleha (2009), Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi
alamiah yang terbaik bagi bayi karena mengandung energi dan zat yang
dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi. ASI mengandung
semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan
terhadap infeksi, selalu segar, bersih dan siap untuk diminum (Saifuddin, 2006).
Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI akan mencegah
malnutrisi karena mengandung zat – zat gizi yang dibutuhkan bayi dengan tepat,
mudah digunakan secara efisien oleh tubuh bayi dan melindungi bayi terhadap
infeksi. Kira – kira selama tahun perttama kehidupannya, sistem kekebalan bayi
belum sepenuhnya berkembang dan tidak bisa melawan infeksi, oleh karena itu
zat kekebalan yang terkandung dalam ASI sangat berguna (Meritalia, 2012).
ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui
proses menyusui. Secara ilmiah, ia mampu menghasilkan ASI. ASI merupakan
makanan yang telah disiapkan untuk calon bayi saat ia mengalami kehamilan.
Semasa kehamilan, payudaranya akan mengalami perubahan untuk menyiapkan
produksi ASI tersebut (Khasanah, 2011). Setiap ibu menghasilkan air susu yang
kita sebut ASI sebagai makanan alamai yang disediakan untuk bayi, ASI adalah
makanan satu – satunya paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi
pada enam bulan pertama (Saleha, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ASI adalah cairan
nutrisi yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui yang
berguna untuk makanan bayi yang terbaik agar kebutuhan yang diperlukan oleh
bayi dapat terpenuhi karena mengandung zat – zat gizi yang baik dan lebih
komplit, mengandung kekebalan untuk bayi agar kebal terhadap infeksi yang
tidak dimiliki oleh susu selain ASI.

8
9

2. Pembentukan Air Susu


Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusui dini, dimana ASI
baru akan keluar setelah ari – ari keluar atau plasenta lepas. Setelah plasenta
lepas, hormone plasenta tersebut tidak diproduksi lagi sehingga air susu pun
keluar. Umunya ASI keluar 2 – 3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di
payudara sudah terbentuk kolostrum yang baik sekali untuk bayi, karena
mengandung zat kaya gizi dan antibody pembunuh kuman (Saleha, 2009).
a. Pengaruh hormonal
Mulai dari bulan tiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi ASI dalam
sistem payudara. Proses bekerjanya hormon dalam menghasilkan ASI adalah
sebagai berikut:
1) Saat bayi menghisap, sejumlah sel syaraf di payudara ibu mengirimkan
pesan ke hipotalamus.
2) Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas “rem” penahan
prolaktin.
3) Untuk memulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan kelenjar
pituitari merangsang kelenjar-kelenjar susu di payudara ibu.
4) Hormon ini merangsang alveoli untuk menghasilkan ASI kemudian
dialirkan ke duktus laktiferus yang merupakan saluran kecil yang
berfungsi menyalurkan ASI ke sinus laktiferus yaitu saluran ASI yang
melebar dan membentuk kantung di sekitar areola yang berfungsi untuk
menyimpan ASI sebelum dihisap oleh bayi.
Hormon-hormon yang terlibat dalam proses pembentukan ASI menurut
Saleha (2009) adalah sebagai berikut :
a) Progesteron
Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Kadar progesteron dan
estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi
produksi ASI secara besar-besaran.
10

b) Estrogen
Menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar estrogen
dalam tubuh menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa
bulan selama tetap menyusui.
c) Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan.
d) Oksitosin
Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan
setelahnya, dan mengencangkan otot halus disekitar alveoli untuk
memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses
turunnya susu (let down/ejection reflex).
e) Human placental lactogen (HPL)
Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang
berperan dalam pertumbuhan payudara, putting, dan areola sebelum
melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap
memproduksi ASI. Namun ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan
(induced lactation).
Namun ASI juga bisa diproduksi tanpa kehamilan (induction lactation).
b. Proses pembentukan lactogen
Proses pembentukan lactogen menurut Saleha (2009), melalui tahapan
– tahapan berikut ini:
1) Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase
laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa
cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang
tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun hal ini bukan
merupakan masalah medis. Apabila ibu mengeluarkan kolostrum sebelum
bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya
produksi ASI sebenarnya nanti.
11

2) Laktogenesis II
Saat melahirkan keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat
hormon progesteron, estrogen, dan HPL, secara tiba-tiba. Namun hormon
prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran.
Apabila payudara dirangsang, jumlah prolaktin dalam darah akan
meningkat dan mencapai puncaknya pada periode 45 menit, kemudian
kembali ke level sebelumnya rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya
kadar hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk
memproduksi ASI dan hormon ini juga keluar dalam ASI sendiri.
3) Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama
kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi
ASI mulai stabil, sistem kontrol otokrin dimulai. Pada tahap ini, apabila ASI
banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak
pula. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa
sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara
dikosongkan.
3. Proses Produksi Air Susu Ibu
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, dan bermacam – macam hormon. Pengaturan hormon
terhadap pengeluaran ASI dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Produksi air susu ibu (prolaktin)
Dalam fisiologilaktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresi
oleh glandula pitutary. Hormon ini memiliki peranan penting untuk
memprodusi ASI, kadar hormon ini meningkat selama kehamilan. Kerja
hormon ini dihambat oleh hormon ini dihambat oleh hormon plasenta dengan
lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka kadar
estrogen dan progesteron berangsur – angsur menurun sampai tingkat dapat
dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin. Peningkatan kadar prolaktin akan
menghambat ovulasi, dan dengan demikian juga mempunyai fungsi
kontrasepsi.
12

Pada seorang ibu hamil yang dikenal dengan dua reflek yang masing-
masing berperan dalam pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu
prolaktin dan reflek let down (Proverawati, 2010):
1) Reflek prolaktin
Menjelang akhir kehamilan terutama hormon prolaktin memegang
peranan memegang perenan untuk membuat kolostrum, namun jumlah
kolostrum terbatas, karena aktifitas dihambat dengan hormon
progesteron dan estrogen. Setelah partus dan lepasnya plasenta maka
hormone estrogen dan progesteron menurun, dengan adanya isapan bayi
yang merangsang puting susu dan aerola dan merangsang ujung – ujung
saraf sensoris, rangsangan ini kemudian dilanjutkan ke hipotalamus
sehingga memacu sekresi prolaktin.
2) Reflek let down
Bersamaan dengan proses pembentukan prolaktin rangsangan
yang berasal dari isapan bayi yang ada dilanjutkan neurohipofisis yang
kemudian oksitosin. Faktor – faktor yang meningkatkan reflek let down
adalah :
a) Melihat bayi,
b) Mendengarkan suara bayi,
c) Mencium bayi,
d) Memikirkan untuk menyusui bayi.
Beberapa reflek yang memungkinkan bayi baru lahir untuk
memperoleh ASI adalah sebagai berikut:
1) Reflek mencari (rooting reflex) : reflek ini memungkinkan bayi baru
lahir untuk menemukan puting susu apabila dia diletakkan di
payudara.
2) Reflek menghisap (sucking reflex) : yaitu saat bayi mengisi mulutnya
dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke langit
keras dan punggung lidah. Reflek ini melibatkan rahang, lidah, dan
pipi.
13

3) Reflek menelan (swallowing reflex) : pada saat air susu keluar dari
puting susu, akan disusul dengan gerakan menghisap yang
ditimbulkan oleh otot – otot pipi, sehingga pengeluaran susu akan
bertambah dan diteruskan dengan mekanisme masuk ke lambung.
Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI. Beberapa kriteria yang
dapat digunakan sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI
cukup atau tidak. Menurut Saifuddin (2006), adalah sebagai berikut:
a) Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam 24 jam warnanya jernih
sampai kuning muda.
b) Bayi sering buang air besar bewarna kekuningan “berbiji”.
c) Bayi tampak puas, sewaktu – waktu merasa lapar bangun dan
tidur cukup.
d) Berat badan naik sesuai dengan usia.
e) Bayi setidaknya menyusu 10 – 12 kali dalam 24 jam.
f) Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali habis
menyusui.
g) Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai
menyusui.
b. Pengeluaran Air susu ibu (oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat didalam galndula pituitary
posterior. Hal ini akan menyebabkan sel – sel miopitel di sekitar alveoli akan
berkontraksi dan mendorong air susu masuk kedalam pembuluh ampulae.
Pengeluaran oksitosin ternyata disamping dipengaruhi oleh hisapan bayi juga
oleh suatu reseptor yang terletak pada sistem duktus. Bila duktus melebar
atau menjadi lunak, maka secara reflekstoris dikeluarkan oksitosin oleh
hipofisis yang berperan untuk memeraskan keluar air susu dari alveoli
(Saleha, 2009).
14

4. Stadium ASI dan Komposisi ASI


Stadium laktasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu kolostrum, ASI
transisi/peralihan, dan ASI matur.
a. Kolostrum
Adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya akan zat anti infeksi
dan berprotein tinggi 10 – 17 kali lebih banyak dibanding ASI matur, serta
kadar, karbohidrat dan lemak yang rendah. Volume kolostrum antara 10 –
300 ml/24 jam, volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang baru
berusia 1 – 2 hari dan kolostrum harus diberikan harus diberikan pada bayi.
b. Air susu masa peralihan/transisi
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang
matur. Diksekresi dari hari keempat sampai hari ke – 10, kadar protein yang
rendah sedangkan kadar karbohidrat yang tinggi, volumenya juga makin
meningkat, kadar protein semakin rendah sedangkan karbohidrat dan lemak
semaikin tinggi dengan volume yang makin meningkat.
c. Air susu matur
Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke – 10, pada ibu yang sehat
maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI ini merupakan makanan
satu – satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi smapai usia 6 bulan.
Komposisi ASI antara lain:
1) Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam ASI dan berfungsi
sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat
dalam ASI hampir 2 kali lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan dalam
susu sapi atau susu formula. Angka kejadian diare karena laktosa sangat
jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini dikarenakan
penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi maupun
laktosa susu formula (Walken, 2006).
2) Protein
Kandungan protein dalam ASI cukup tinggi. Protein yang terdapat pada
ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan cesein. Di dalam ASI sendiri
15

lebih banyak terdapat protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi.
Sedangkan cesain cenderung lebih susah dicerna oleh usus bayi dan banyak
terdapat pada susu sapi. ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih
lengkap dibandingkan susu sapi. Salah satunya adalah taurin, dimana asam
amino jenis ini banyak ditemukan di ASI yang mempunyai peran pada
perkembangan otak. Selain itu ASI juga kaya akan nukleutida dimana
nukleutida berperan dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan
usus, merangsang pertumbuhan bakteri baik yang ada di dalam usus dan
meningkatkan penyerapan besi dan meningkatkan daya tahan tubuh
(Walken, 2006).
3) Lemak
Kadar lemak ASI lebih tinggi jika dibandingkan degan susu sapi atau
susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini sangat dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Lemak omega
3 dan omega 6 banyak ditemukan dalam ASI yang berperan dalam
perkembangan otak. DHA dan ARA hanya terdapat dalam ASI yang berperan
dalam perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI juga mengandung
asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang, yang baik untuk kesehatan
jantung dan pembuluh darah (Herdanto dan Pringgadini, 2008).
4) Karnitin
Karnitin dalam ASI sangat tinggi dan memiliki fungsi membantu proses
pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme
tubuh (Herdanto dan Pringgadini, 2008).
5) Vitamin K
Vitamin K dalam ASI jumlahnya sangat sedikit sehingga perlu
tambahan vitamin K yang biasanya dalam bentuk suntikan. Vitamin K ini
berfungsi sebagai faktor pembekuan darah (Walken, 2006).
6) Vitamin D
ASI hanya sedikit mengandung vitamin D. Sehingga dengan
pemberian ASI ekslusif dan ditambah dengan membiarkan bayi terpapar
16

pada sinar matahari pagi akan mencegah bayimenderita penyakit tulang


karena kekurangan vitamin D (Walken, 2006).
7) Vitamin E
Salah satu keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E yang cukup
tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. Fungsi penting vitamin
E adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah (Herdanto dan
Pringgadini, 2008).
8) Vitamin A
ASI mengandung vitamin A dan betakaroten yang cukup tinggi. Selain
berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung
pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Inilah yang
menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh
kembang dan daya tahan tubuh yang baik (Herdanto dan Pringgadini, 2008).
9) Vitamin yang larut dalam air.
Hampir semua vitamin larut air tedapat dalam ASI, seperti vitamin B,
vitamin C dan asam folat. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI
tetapi vitamin B6 dan B12 serta asam folat rendah terutama pada ibu yang
kurang gizi. Sehingga perlu tambahan vitamin pada ibu yang menyusui
(Walken, 2006).
10) Mineral.
Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih mudah
diserap dibandingkan mineral yang terdapat dalam susu sapi. Mineral utama
yang terdapat dalam susu sapi adalah kalsium yang berfungsi untuk
pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf, dan
pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium pada ASI lebih rendah dari pada
susu sapi tetapi penyerapannya lebih besar. Bayi yang mendapat ASI ekslusif
beresiko sangat kecil untuk kekurangan zat besi, walaupun kadar zat besi
dalam ASI rendah. Hal ini dikarenakan zat besi yang terdapat dalam ASI lebih
mudah diserap dari pada yang terdapat dalam ASI dibandingkan susu sapi
dan susu formula adalah selenium, yang sangat berfungsi pada saat
pertumbuhan anak cepat (Herdanto dan Pringgadini, 2008).
17

5. Manfaat ASI
Berikut ini adalah manfaat yang didapatkan menyusui bagi bayi, ibu,
keluarga lingkungan dan Negara (Roesli, 2008):
a. Manfaat bagi bayi :
1) ASI melindung bayi dari penyakit diare
2) ASI menumbuhkan kemampuan melawan infeksi pada bayi dan
mendukung perkembangan sistem pertahanan tubuhnya
3) Bayi memiliki IQ lebih tinggi dari bayi yang diberi susu formula
b. Manfaat bagi ibu :
1) Mengecilkan rahim. Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkatkan
akan sangat membantu rahim dalam kembali ke ukuran sebelum hamil.
Proses pengecilan ini akan lebih cepat dibandingkan pada ibu yang tidak
menyusui.
2) Mencegah perdarahan pasca persalinan. Apabila bayi disusukan segera
setelah dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan post partum
akan berkurang. Mengapa demikian ? ini karena pada ibu menyusui
terjadi peningkatkan kadar oksitosin yang berguna juga untuk
kontraksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih
cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu yang
melahirkan.
3) Mencegah anemia defisiensi zat besi, mengurangi kemungkinan
terjadinya kekurangan darah atau anemia karena kekurangan zat besi.
Menyusui mengurangi perdarahan.
4) Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil. Oleh karena
menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari
lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu
yang menyusui akan lebih cepat kembali ke berat sebelum hamil.
5) Menunda kesuburan
6) Menjarangkan kehamilan, menyusui merupakan cara kontrasepsi yang
aman, murah dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI ekslusif dan
18

belum haid, 98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah
melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan.
7) Mengurangi kemungkinan kangker payudara dan ovarium. Pada ibu yang
memberikan ASI ekslusif, umumnya kemungkinan menderita kangker
payudara dan indung telur berkurang. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa menyusui akan mengurangi kemungkinan terjadi kangker
payudara. Pada umumnya bisa semua wanita dapat melanjutkan
menyusui sampai bayi usia 2 tahun atau lebih, diduga angka kejadian
kangker payudara sampai sekitar 25%. Beberapa penelitian menunjukan
juga bahwa menyusui akan melindungi ibu dari penyakit indung telur.
Salah satu penelitian ini menunjukkan bahwa resiko terkena indung telur
pada ibu menyusui berkurang sampai 20 – 25 %.
c. Manfaat bagi keluarga :
1) Mudah dalam proses pemberiannya
2) Mengurangi biaya rumah tangga karena bayi yang mendapat ASI jarang
sakit.
d. Manfaat ASI bagi lingkungan :
1) ASI akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi dunia. Dengan
hanya memberi ASI manusia tidak memerlukan kaleng susu kartom, dan
kertas pembungkus, botol plastik dan dot karet.
2) ASI tidak menambah polusi udara, karena untuk membuatnya tidak
memerlukan pabrik yang mengeluarkan asap, tidak memerlukan alat
trasportas yang juga mengeluarkan asap, juga tidak perlu menebang
hutan untk membangun pabrik susu yang besar – besar.
e. Manfaat bagi Negara :
1) Penghematan untuk subsidi anak sakit dan pemakaian obat – obatan
2) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula dan
perlengkapan menyusui
3) Mengurangi polusi
4) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
19

6. Masalah yang sering terjadi pada ibu menyusui


Menurut Saleha (2009), masalah yang sering terjadi pada ibu menyusui :
a. Puting susu lecet
1) Penyebab :
a) Kesalahan dalam tehnik menyusui
b) Monoliasis pada mulut bayi yang memutar pada puting susu,
c) Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya
untuk mencuci puting susu
d) Rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui
dengan kurang berhati – hati.
2) Penanganan :
a) Bayi tetap disusukan terlebih dahulu pada puting susu yang
normal/sedikit lecetnya, yakinlah bahwa tehnik menyusui telah benar
b) Setiap kali habis menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi
jangan di angin – anginkan sebentar agar kering dengan sendirinya
c) Jangan mengguanakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk
membersihkan payudara
d) Menyusui lebih sering (8 – 12 kali dalam 24 jam).
b. Payudara bengkak
1) Penyebab : pembengkakan payudara ini terjadi karena ASI tidak disusui
dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang
mengakibatkan terjadinya pembengkakan yang akan mempengaruhi
berbagai segmen payudara akibatnya payudara sering terasa penuh,
tegang dan nyeri.
2) Gejala : kaleng payudara lebih menonjol, puting lebih datar dan sulit
dihisap oleh bayi, kulit pada payudara nampak lebih mengkilap, ibu
demam dan payudara terasa nyeri.
3) Penanganan :
a) Masase payudara dan ASI diperas sebelum menyusui
b) Kompres dingin untuk mengurangi rasa nyeri, bisa dilakukan selang
– seling dengan kompres hangat
20

c) Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang terkena
untuk melancarkan aliran ASI.
c. Saluran susu tersumbat
1) Penyebab : tekanan jari ibu yang terlalu kuat pada waktu menyusui,
pemakaian bra yang terlalu ketat, komplikasi payudara bengkak, yaitu
susu terkumpul tidak segera dikeluarkan sehingga terbentuklah
sumbatan.
2) Gejala : lunak pada perabaan, payudara terasa nyeri dan bengkak.
3) Penanganan :
a) Masase serta kompres dan dingin secara bergantian
b) Bila payudara terasa penuh, ibu dianjurkan untuk mengeluarkan ASI
dengan tangan atau dipompa
c) Posisi menyusui yang diubah – ubah
d) Menggunakan BH yang menyangga, bukan menekan.
d. Mastitis
1) Penyebab :
a) Payudara bengkak tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi
mastitis
b) Puting lecet akan mengakibatkan masuknya kuman
c) Bra yang terlalu ketat
d) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah
terkena infeksi.
2) Gejala : bengkak, nyeri pada payudara, kemerahan, payudara keras dan
berbenjol – benjol, panas dalam.
3) Penanganan : menyusulkan diteruskan mulai dari payudara yang terkena
sampai kosong, beri kompres panas pada payudara yang terkena, pakai
bra yang longarm istirahat yang cukup dan makan yang bergizi, banyak
minum (sekitar 2 liter perhari).
21

e. Abses payudara
1) Gejala : ibu tampak lebih parah sakitnya, payudara lebih mengkilap dan
merah, benjolan lebih lunak dan berisi nanah.
2) Penanganan : tehnik menyusui yang benar, kompres hangat dan dingin,
terus menyusui pada mastitis, susukan dari yang sehat, senam laktasi,
rujuk, pegeluaran nanah dan pemberian antibiotik.
B. Mobilisasi Dini
1. Pengertian Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan (Jannah, 2011). Mobilisasi dini adalah kebijakan untuk secepat mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya secepat
mungkin untuk berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya mobilisasi dini
dikerjakan setelah 2 jam, ibu boleh miring kiri atau miring kanan untuk mencegah
adanya trombosit (Dewi, 2011).
Mobilisasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan segera bangun dari
tempat tidur dan bergerak agar lebih kuat dan lebih baik. Gangguan berkemih
dan buang air besar juga dapat teratasi (Anggraini, 2010). Dari definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan arah membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis. Mobilisasi dini tidak dibenarkan pada ibu post
partum dengan penyulit misalnya, anemia, penyakit jantung, paru – paru, demam
dan sebagainya (Saleha, 2009).
2. Ambulasi
Pada persalinan normal, ibu tidak terpasang infus dan kateter serta tanda –
tanda vital berada dalam batas normal, biasanya ibu diperbolehkan untuk ke
kamar mandi dengan dibantu, satu atau dua jam setelah melahirkan. Namun,
sebelumnya ibu diminta untuk melakukan latihan menarik nafas yang dalam
serta latihan tungkai sederhana dengan cara mengayunkan tungkainya di tepi
tempat tidur.
22

Mobilisasi sebaiknya dilakukan secara bertahap. Diawali dengan gerakan


miring ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Mobilisasi ini tidak mutlak,
bervariasi tergantung pada ada tidaknya komplikasi persalinan, nifas dan status
kesehatan ibu sendiri. Terkait dengan mobilisasi, ibu sebaiknya memperhatikan
hal – hal berikut:
a) Mobilisasi jangan dilakukan terlalu cepat karena bisa menyebabkan ibu
tejatuh. Apalagi bila kondisi ibu masih lemah atau memiliki penyakit jantung.
Namun, mobilisasi yang terlambat dilakukan juga tidak baik pengaruhnya
bagi ibu karena bisa menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh
tersumbatnya aliran darah, gangguan fungsi otot – rangka dan lain – lain.
b) Pastikan bahwa ibu bisa melakukan gerakan – gerakan tersebut di atas
bertahap, jangan terburu – buru.
c) Pemulihan pasca salin akan berlangsung lebih cepat bila ibu melakukan
mobilisasi dengan benar dan tepat, terutama untuk sistem peredaran dara,
pernafasan dan otot – rangka.
d) Jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena bisa menyebabkan
meningkatnya beban kerja jantung (Maritalia, 2012).
3. Manfaat Mobilisasi Dini
Menurut Nanny & Sunarsih (2011), keuntungan mobilisasi dini antara lain:
a) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium.
b) Mempercepat involusi uterus.
c) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat kelamin.
d) Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi
pengeluaran sisa metabolisme.
Menurut Dewi (2011), keuntungan mobilisasi dini antara lain :
a) Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
b) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
c) Kesempatan yang baik untuk mengajari ibu untuk merawat atau memelihara
anaknya.
d) Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal.
e) Tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut..
23

4. Kerugian Tidak Melakukan Mobilisasi Dini


Menurut Lia (2009), kerugian tidak melakukan mobilisasi dini antara lain:
a) Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik
sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi
adalah peningkatan suhu tubuh.
b) Perdarahan yang abnormal, dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan
baik, sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal
dapat dihindarkan. Karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh
darah yang terbuka.
c) Involusi uteri yang tidak baik, apabila tidak dilakukan mobilisasi dini akan
menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga terganggunya
kontraksi uterus.
5. Rentang gerak mobilisasi dini
Menurut Lia (2009), dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a) Rentang Gerak Pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b) Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c) Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan.
6. Tahapan – tahapan mobilisasi dini
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih – lebih bila
persalinan berlangsung lama, karena ibu harus cukup beristirahat, dimana ia
harus tidur terlentang selama 2 jam post partum untuk mencegah perdarahan
post partum. Kemudian ibu boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah
terjadinya trombosis dan tromboemboli. Lalu belajar duduk, setelah dapat duduk,
24

lalu dapat jalan – jalan dan biasanya boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak,
bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya
luka. Sebaiknya ibu nifas dapat melakukan mobilisasi dini setelah kondisi fisiknya
mulai membaik.
Menurut Ifafan (2010), mobilisasi dini dilakukan secara bertahap yaitu:
a) Miring kanan/miring kiri setelah 2 jam post partum.
b) Duduk sendiri setelah 6 – 8 jam post partum.
c) Berjalan setelah 12 jam post partum.
7. Latihan Nifas
Pada masa nifas yang berlangsung selama kurang lebih 6 minggu, ibu
membutuhkan latihan – latihan tertentu yang dapat mempercepat proses
involusi. Salah satu latihan yang dianjurkan pada masa ini adalah senam nifas.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan, setelah
keadaan ibu normal (pulih kembali). Senam nifas merupakan latihan yang tepat
untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan keadaan ibu secara fisiologis maupun
psikologis.
Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan, secara
teratur setiap hari. Ibu tidak perlu khawatir terhadap luka yang ditimbulkan akibat
proses persalinan karena 6 jam setelah persalinan normal, ibu sudah dianjurkan
untuk melakukan mobilisasi dini. Tujuan utama mobilisasi dini adalah agar
peredaran darah ibu dapat berjalan dengan baik sehingga ibu dapat melakukan
senam nifas.
Manfaat senam nifas antara lain:
a) Memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan
(trombosis) pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai.
b) Memperbaiki sikap tubuh setelah kehamilan dan persalinan dengan
memulihkan dan menguatkan otot – otot punggung.
c) Memperbaiki tonus otot pelvis.
d) Memperbaiki regangan otot tungkai bawah.
e) Memperbaiki regangan otot abdomen setelah hamil dan melahirkan.
25

f) Meningkatkan kesadaran untuk melakukan relaksasi otot – otot dasar


panggul.
g) Mempercepat terjadinya proses involusi organ – organ reproduksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua ibu setelah persalinan dapat melakukan
senam nifas. Untuk ibu – ibu yang mengalami komplikasi selama persalinan
tidak dibolehkan melakukan senam nifas. Demikian juga penderita kelainan
seperti jantung, ginjal atau diabetes.
C. Involusi Uterus
1. Pengertian
Banyak peneliti yang mengungkapkan tentang pengertian dari involusi
uterus. Menurut (Ambarwati & Wulandari, 2010) Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus kembali kekondisi sebelum hamil dengan
berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat
kontraksi otot – otot polos uterus. Involusi uteri adalah perubahan keseluruhan
alat genetalia kebentuk sebelum hamil, dimana terjadi pengreorganisasian dan
pengguguran desidua serta pengelupasan situs plasenta sebagaimana
diperhatikan pengurangan dalam ukuran dan berat uterus (Saleha, 2009).
Sedangkan didalam (Nanny & Sunarsih, 2011) proses involusi adalah
proses kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan.
Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot – otot
polos uterus. Pada tahap ketiga persalinan, uterus berada digaris tengah, kira –
kira 2 cm dibawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini, besar uterus kira – kira sama besar uterus
waktu usia kehamilan 16 minggu ( kira – kira sebesar jeruk asam ) dan beratnya
kira – kira 100 gram.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa involusi uterus adalah
proses kembalinya uterus kebentuk semula kembali kebentuk normal seperti
sebelum hamil. Dimana proses ini akan mengalami pengerutan uterus yang
melibatkan kontraksi otot – otot polos uterus, di mana dimulai segera setelah
plasenta lahir sampai kembali seperti sebelum hamil.
26

2. Proses Involusi Uteri


Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a. Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi dalam otot
uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur sehingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari
semula selama kehamilan.
b. Atrofi jaringan
Yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah
besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian
produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan
atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi
menjadi endometrium yang baru.
c. Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar
hipofisis yang memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi
otot uterin akan mengurangi perdarahan. Selama 1 sampai 2 jam pertama
postpartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur,
karena itu penting sekali menjaga dan memprtahankan kontraksi uterus pada
masa ini. Pemberian ASI akan merangsang pelepasan oksitosin karena
hisapan bayi pada payudara (Ambarwati, 2010).
27

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi involusi uterus


a. Senam nifas
Merupakan senam yang di lakukan ibu yang sedang menjalani masa
nifas. Tujuannya untuk mempercepat pemulihan kondisi ibu setelah
melahirkan mencegah komplikasi yang terjadi selama masa nifas,
memperkuat otot perut, otot dasar panggul, dan memperlancar sirkulasi
darah, serta memperlancar terjadinya invulosi uterus.
b. Mobilisasi dini ibu postpartum
Merupakan suatu gerakan yang dilakukan bertujuan untuk merubah
posisi semula ibu dari berbaring, miring, duduk, sampai dengan berdiri sendiri
setelah beberapa jam melahirkan. Tujuannya memperlancar pengeluaran
lochea, mempercepat involusi.
c. Pemberian ASI
Menyusui merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya proses
involusi uteri karena dengan memberikan ASI kepada bayi segera
memberikan efek kontraksi pada otot polos uterus.
d. Gizi
Merupakan proses organisme dengan menggunakan makanan yang
dikonsumsi, secara normal melalui proses digesti, transportasi, penyimpanan
metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari
organisme organ serta menghasilkan energi.
e. Faktor paritas
Ukuran uterus primipara dan multipara juga mempengaruhi proses
berlangsungnya involusi uterus (Ambarwati, 2010).
4. Fisiologis Involusi
a. Tinggi fundus uteri
Involusi dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uteri
dengan cara:
Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12
jam kemudian 1 cm diatas pusat dan menurun kira – kira 1 cm setiap hari.
28

Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat.
Pada hari ke 3 – 4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5 – 7
tinggi fundus uteri setengah pusat – sympisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus
uteri tidak teraba lagi. Bila uterus tidak mengalami perubahan atau terjadi
kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi
dapat disebabkan oleh infeksi dan tertenggalnya sisa plasenta atau
perdarahan lanjut (postpartum hemorrhage) (Ambarwati, 2010).

Gambar 2.1 Involusi Uterus Pascapersalinan


Sumber : (Ambarwati, 2010)
b. Perubahan lokia
Adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut
dinamakan lokia, yang biasanya bewarna merah muda atau putih pucat.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari
pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau
yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda – beda
pada setiap wanita. Sekret mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan
desidua, sel epital, dan bakteri. Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi.

Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya


diantaranya sebagai berikut:
29

1) Lokia Rubra/merah (kruenta)


Lokia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan
mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari
desidua dan chorion. Lokia ini terdiri atas sel desidua, verniks caseosa,
rambut lanugo, sisa mekonium, dan sisa darah.
2) Lokia Sanguinolenta
Lokia ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena
pengaruh plasma darah, penegeluarannya pada hari ketiga sampai lima
hari postpartum.
3) Lokia Serosa
Lokia ini muncul pada hari ke lima sampai sembilan postpartum.
Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lokia ini terdiri atas
lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, dan terdiri atas leukosit dan
robekan laserasi plasenta.
4) Lokia Alba
Lokia ini muncul lebih dari hari ke sepuluh postpartum. Warnanya
lebih pucat, putih kekuningan, serta lebih banyak mengandung leukosit,
selaput lendir serviks, dan selaput jaringan yang mati.
Bila pengeluaran lokia tidak lancar, maka disebut lokiastatis. Jika lokia
tetap bewarna merah setelah dua minggu ada kemungkingan tertinggalnya
sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering
disebabkan retroflexio uteri. Lokia mempunyai suatu karakteristik bau yang
tidak sama dengan sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lokia serosa
dan harus dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.
Lokia disekresikan dalam jumlah banyak pada awal jam postpartum
yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lokia rubra,
sejumlah kecil sebagai lokia serosa, dan sejumlah lebih sedikit lagi lokia alba.
Umumnya jumlah lokia lebih sedikit bila wanita postpartum berada pada
posisi berbaring dari pada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu
di vagina bagian atas manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian
30

akan mengalir keluar manakala dia berdiri. Total jumlah rata – rata
pembuangan lokia kira – kira 8 – 9 oz atau sekitar 240 – 270 ml (Nanny &
Sunarsih, 2011).
c. Perubahan serviks
Segera setelah berakhirnya kala IV, serviks menjadi sangat lembek,
kendur, dan terkulai. Serviks tersebut bisa melepuh dan lecet, terutama di
bagian anterior. Serviks akan terlihat padat yang mencerminkan vaskularisasi
yang tinggi, lobang serviks lambat laun akan mengecil, beberapa hari setelah
persalinan rongga lebar servik bagian luar akan membentuk seperti keadaan
sebelum hamil pada saat empat minggu postpartum (Saleha, 2009).
d. Vagina
Vagina dan lubang pada permulaan puerperium merupakan suatu
saluran luas berdinding tipis. Secara berangsur – angsur luasnya berkurang.
Tetapi jarang sekali kembali keukuran seorang nulipara. Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga. Hymen tampak sebagai tonjolan jaringan yang
kecil, yang dalam proses pembentukan berubah menjadi karunkulae
mitiformis yang khas pada wanita multipara (Saleha, 2009).
e. Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara
alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologi, yaitu produksi
susu dan sekresi susu dan letdown. Selama sembilan bulan kehamilan,
jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan
makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan ketika hormone yang
dihasilkan plasenta tidak ada lagi menghambatnya kelenjar pitutari akan
menghasilkan hormone prolaktin. Sampai hari ketiga setelah melahirkan efek
prolaktin payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi
bengkak, dan rasa sakit. Sel – sel ini yang menghasilkan ASI juga mulai
berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, reflek saraf merangsang lobus
posterior reflek let down, sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus
laktiferus karena isapan bayi sel – sel terangsang untuk menghasilkan ASI
yang lebih banyak (Saleha, 2009).
31

f. Sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin, terutama hormon – hormon yang berperan dalam proses
tersebut. Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama
tahap ketiga persalinan, hormone oksitosin berperan dalam pelepasan
plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan.
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal
tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal. Prolaktin menurunnya
kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pitutry bagian belakang
untuk merangsang produksi susu.
5. Faktor – faktor yang dapat mengganggu involusi uterus.
Uterus mempunyai peranan penting dalam proses reproduksi. Kelainan
uterus, baik hormone maupun yang diperoleh, dapat mengganggu lancarnya
kehamilan, persalinan dan masa nifas. Berikut ini bebrapa faktor yang dapat
mengganggu involusi uterus :
a. Mioma uteri
Mioma uteri adalah salah satu faktor yang dapat mengganggu involusi
uterus, bahkan berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Mioma
uterus merupakan tumor uterus, dimana pertumbuhan dan perkembangannya
menjadi lebih cepat karena pengaruh hormone pada masa kehamilan.
Perubahan bentuknya menyebabkan rasa nyeri di perut. Komplikasi sering
tejadi pada masa karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan
sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
b. Endometritis
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan tempat
terjadinya luka, permukaan yang tidak rata dan berbenjol – benjol karena
banyaknya vena yang ditutupi thrombus menjadi tempat tumbuhnya kuman –
kuman menyebabkan infeksi nifas. Yang sering terjadi akibat kuman yang
masuk ke dalam endometrium dan menempel di daerah bekas insersio
plasenta. Jika terjadi infeksi maka mengganggu involusi uterus, dimana
32

uterus agak membesar dan disertai dengan rasa nyeri serta uterus terasa
lembek.
c. Subinvolusi Uterus
Subinvolusi uterus adalah beberapa keadaan terjadinya proses involusi
rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilannya
terhambat. Penyebab terjadinya subinvolusi uterus adalah terjadinya infeksi
pada endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat bekuan
darah atau mioma uteri. Pada palpasi uterus teraba masih besar, fundus
masih tinggi, lochea banyak, dapat berbau dan terjadi perdarahan.
d. Ada sisa plasenta
Proses mengecillnya uterus dapat terganggu karena tertinggalnya sisa
plasenta dalam uterus, sehingga tidak jarang terdapat dan terjadi infeksi nifas
(Siswishanto, 2009).
D. Hubungan Pemberian ASI Dan Mobilisasi dengan Involusi Uterus
Hubungan involusi uterus dengan pemberian ASI dan mobilisasi mempunyai
hubungan yang sangat berkesinambungan. Laktasi adalah proses produksi dan
pengeluaran ASI. Laktasi ini dapat dipercepat dengan memberikan rangsangan puting
susu dengan cara memberikan rangsangan puting susu dengan cara memberi ASI
kepada bayi secara dini. Pada puting susu terdapat saraf – saraf sensorik yang jika
mendapat rangsangan (isapan bayi) maka timbul impuls menuju hipotalamus
kemudian disampaikan ke kelenjar hipofisis begian depan dan belakang. Pada
kelenjar hipofisis bagian depan akan mempengaruhi hormon prolaktin yang berperan
dalam peningkatan produksi ASI, sedangkan kelenjar hipofisis belakang akan
mempengaruhi pengeluaran hormon oksitosin, hormon ini berfungsi memacu
kontraksi otot rahim sehingga involusi uterus berlangsung lebih cepat dari biasanya
(Suradi, 2004).
Hisapan bayi pada aerola merangsang produksi ASI. Produksi dan
pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon yaitu okstosin dan prolaktin. Hormon
oksitosin sering disebut dengan hormon kasih sayang. Sebab, kadarnya sangat
dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa dicintai, rasa ketenangan dan
relaks. Hormon prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI. Hormon ini
33

merangsang alveoli untuk menghasilkan ASI kemudian dialirkan ke duktus laktiferus


yang merupakan saluran kecil yang berfungsi menyalurkan ASI dari alveoli ke sinus
laktiferus yaitu saluran ASI yang melebar dan membentuk kantung di sekitar aerola
yang berfungsi untuk menyimpan ASI. Namun demikian, untuk mengeluarkan ASI
diperlukan oksitosin yang kerjanya dipengaruhi oleh proses hisapan bayi. Semakin
sering puting susu dihisap oleh bayi semakin banyak pula produksi dan mempercepat
pengeluaran ASI (Lawrence, 2008).
Sentuhan kuluman dan jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang
keluarnya hormon oksitosin yang penting, karena hormon ini: mengurangi perdarahan
pasca persalinan dan mempercepat pengecilan (involusi uterus). merupakan hormon
yang membuat ibu menjadi tenang, rileks dan mencintai bayi, lebih kuat menahan
sakit/nyeri dan timbul rasa suka cita/bahagia. Mengkontraksikan otot – otot
disekeliling payudara sehingga ASI dapat terpancar keluar (Elizabeth, 2010). Salah
satu manfaat dari pemberian ASI adalah mencegah terjadinya perdarahan pasca
persalinan dan mempercepat kembainya rahim ke bentuk semula (Saleha, 2009).
Menurut (Manuaba, 2008) mobilisasi dini/aktivitas segera, dilakukan segera
setelah beristirahat beberapa jam setelah beranjak dari tempat tidur ibu postpartum,
sedangkan involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
berangsur – angsur akan mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti
semula dengan berat 30 gram. Mobilisasi dini dapat mempercepat proses involusi
uterus, meningkatkan peredarah darah sekitar alat kelamin serta mempercepat
normalisasi alat kelamin dalam kedaan normal (Ambarwati, 2009).
Pergerakan yang dilakukan oleh ibu sebagai tahapan mobilisasi sesungguhnya
memberikan rangsangan terhadap kerja otot, termasuk otot rahim. Efek yang timbul
akibat melakukan pergerakan yaitu ibu merasa lebih sehat. Hal ini disebabkan karena
peredaran darah ibu yang lebih lancar. Peredaran darah yang lancar memberikan
efek untuk mempercepat fungsi ASI. Dampak kontraksi dan retraksi otot pada uterus
adalah membantu memperkecil ukuran uterus atau membantu uterus untuk kembali
ke bentuk semula. Salah satu manifestasi dari pengecilan ukuran uterus adalah
dengan berkurangnya ukuran tinggi fundus uteri (Wahyuni, 2010).
34

Dilakukannya mobilisasi dini pada ibu nifas bertujuan agar ibu merasa lebih
sehat dan kuat dengan early ambulation, yaitu melakukan pergerakan yaitu, otot –
otot perut dan panggul akan kembali normal dan otot perut ibu menjadi kuat kembali,
dan dapat mengurangi rasa sakit pada ibu, sehingga faal usus dan kandung kencing
lebih baik. Bergerak juga akan merangsang gerak peristaltic usus kembali normal,
aktivitas ini membantu mempercepat organ – organ tubuh bekerja seperti semula
(Fefendi, 2008).
Penelitian dari Firda Fibrila Dan Herlina (2011), “ Pengaruh Menyusui Dan
Mobilisasi Dini Terhadap Percepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri Pada Ibu Post
Partum Di Bidan Praktek Swasta Kabupaten Lampung Utara” . Hasil penelitiannya
menjelaskan didapatkan 30 responden. Hasil penelitian diperoleh rata-rata penurunan
tinggi fundus uteri pada hari ke-7 adalah 6 cm pada kelompok treatment dan 7 cm
pada kelompok kontrol. Percepatan penurunan lebih banyak terjadi pada kelompok
treatmen yaitu sebanyak 16 responden (53,3 %) dibandingkan dengan kelompok
kontrol yaitu 7 responden (23,3 %).
Penelitian Ratna Kautsar (2011), “Hubungan Antara Mobilisasi Dini Dengan
Involusi Uteri Pada Ibu Nifas”. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 37 responden
yang melakukan mobilisasi dini dengan baik sebanyak 20 (54,1%) responden,
sedangkan mengalami involusi cepat setelah 24 jam post partum sebanyak 24
(64,9%) responden.
Penelitian Nurlailis (2008), “Hubungan antara waktu pemberian ASI pertama
dengan involusi uterus pada ibu postpartum normal hari ke – 7” . Hasil penelitian
didapatkan dari 32 responden menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI
pertama secara dini seluruhnya (25 orang) memiliki involusi uterus baik. Ibu yang
memberikan ASI pertama secara tidak dini, yang memiliki involusi uterus baik
sebanyak 2 orang (28,6%) dan yang memiliki involusi uterus tidak baik sebanyak 5
orang (71,4%).
35

E. Kerangka Teori

Proses Menyusui Proses Mobilisasi Dini


(Hisapan,Kuluman (Pergerakan otot perut
Sentuhan Bayi) & panggul)

Impuls ke Meningkatkan peredaran darah


hipotalamus & mempercepat pengeluaran
sisa metabolisme, lokia, dan
sisa plasenta
Hipofisis Hipofisis
Anterior Posterior
Gerak Pasif

Hormon Hormon Gerak Aktif


Prolaktin Prolaktin

Gerak
Peningkatan Hormon Fungsional
Produksi ASI Prolaktin

Kontraksi Uterus

Involusi
Uterus

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi Lawrence (2008) & Lia (2009)
36

F. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

a) Pemberian ASI Involusi Uterus


b) Mobilisasi Dini

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

G. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah :
Ha : ada Hubungan Pemberian ASI dan Mobilisasi Dini dengan Involusi Uterus pada
ibu Postpartum normal hari pertama, ketujuh, dan kesepuluh di wilayah kerja
Puskesmas Basuki Rahmat tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai