Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN LAKTASI

Air susu ibu (ASI) menjadi salah satu program World Health Organization
(WHO) dan Pemerintah RI yang gencar dikemukakan di sektor kesehatan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas anak. ASI adalah sumber nutrisi yang
primer bagi anak sejak dilahirkan sampai ia mampu mencernakan asupan lain
setelah usia enam bulan. Lemak, protein, karbohidrat, vitamin, mineral, enzim,
dan hormon yang terdapat dalam ASI tidak dapat digantikan oleh susu buatan
industri. ASI mengandung zat-zat kekebalan yang melindungi anak dari infeksi
dan penyakit kronis, serta mengurangi kemungkinan menderita gangguan
kesehatan di kemudian hari seperti obesitas, diabetes, dan asma (WHO, 2014).

Dalam pemberian ASI perlu suatu upaya manajemen laktasi yang


dilakukan oleh ibu untuk menunjang keberhasilan menyusui, karena pada
hakikatnya manajemen laktasi dimulai pada masa kehamilan, setelah persalinan,
dan masa menyusui bayi (Siregar, 2009). Laktasi mencakup keseluruhan dari
proses menyusui, mulai dari ASI diproduksi sampai bayi menghisap dan menelan
ASI (Prasetyono, 2012). Menyusui merupakan penyelamat hidup anak yang
paling murah dan efektif dalam sejarah kesehatan manusia. Menyusui adalah
perilaku kesehatan multidimensional yang dipengaruhi oleh interaksi dari faktor
sosial, demografi, biologi, pre/postnatal, dan psikologi. Yang diharapkan adalah
minimal enam bulan ibu menyusui anaknya, sedapat mungkin secara eksklusif
(enam bulan tanpa ada pemberian cairan/asupan lain selain ASI).

Salah satu faktor yang mendominasi pemberian ASI eksklusif yaitu


manajemen laktasi yang terdiri dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD), breast care, dan
teknik menyusui. Untuk mengoptimalkan pemberian ASI ekslusif maka perlu
dilakukan manajemen laktasi yang bertujuan agar payudara bersih sebelum
menyusui dan memperlancar pengeluaran ASI. Cakupan ASI ekslusif menurut
data badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2016, masih menunjukkan rata-rata
angka pemberian ASI eksklusif 8%. Di Indonesia pemberian ASI eksklusif pada
bayi sampai usia 6 bulan berkisar 29,5%.

Manajemen laktasi merupakan segala tatalaksana yang diperlukan untuk


menunjang keberhasilan Ibu menyusui sehingga bayi dapat disusui dengan baik
dan benar khususnya pemberian ASI eksklusif. Usaha ini dilakukan terhadap
dalam tiga tahap, yakni pada masa kehamilan (antenatal), sewaktu ibu dalam
persalinan sampai keluar rumah sakit (perinatal/masa nifas dini), dan masa
menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun (postnatal/masa nifas lanjut)
(Susiana, 2009).

IDAI (2009) memaparkan bahwa dalam proses menyusui, diperlukan


manajemen diri ibu yang kuat dengan fokus pada diri dan pada anak. Ia
memerlukan kekuatan untuk mencapai tujuan yaitu kesejahteraan diri, anak, dan
keluarga. Ruang Lingkup manajemen laktasi adalah periode postnatal, antara
lain ASI eksklusif, teknik menyusui, memeras ASI, memberikan ASI peras,
menyimpan ASI peras, pemenuhan gizi selama periode menyusui (Maryunani,
2012). Semua tahapan pada manajemen laktasi adalah penting dan berperan
untuk keberhasilan ASI eksklusif, sehingga semua tahap harus dipersiapkan
dengan baik supaya ASI eksklusif berjalan dengan sukses adalah motivasi bidan,
konseling dan perawatan payudara.

Anatomi Payudara

1. Areola
Areola adalah daerah berwarna gelap yang mengelilingi puting susu.
Pada areola terdapat kelenjar-kelenjar kecil yang disebut kelenjar
Montgomery, menghasilkan cairan berminyak untuk menjaga kesehatan
kulit di sekitar areola.
2. Alveoli
Alveoli adalah kantong penghasil ASI yang berjumlah jutaan. Hormon
prolaktin mempengaruhi sel alveoli untuk menghasilkan ASI.
3. Duktus Laktiferus
Duktus laktiferus merupakan saluran kecil yang yang berfungsi
menyalurkan ASI dari alveoli ke sinus laktiferus (dari pabrik ASI ke
gudang ASI)
4. Sinus Laktiferus / Ampula
Sinus laktiferus merupakan saluran ASI yang melebar dan membentuk
kantung di sekitar areola yang berfungsi untuk menyimpan ASI.
5. Jaringan Lemak dan Penyangga
Jaringan lemak di sekeliling alveoli dan duktus laktiferus yang
menentukan besar kecilnya ukuran payudara. Payudara kecil atau besar
mempunyai alveoli dan sinus laktiferus yang sama, sehingga dapat
menghasilkan ASI sama banyak. Di sekeliling alveoli juga terdapat otot
polos, yang akan berkontraksi dan memeras keluar ASI. Keberadaan
hormon oksitosin menyebabkan otot tersebut berkontraksi.

Air Susu Ibu dan Hormon Prolaktin

Setiap kali bayi menghisap payudara akan merangsang ujung saraf


sensoris disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis bagian
depan untuk menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah
kemudian ke payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus (pabrik ASI)
menghasilkan ASI.
Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah
dihisap, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk
diminum berikutnya. Sedangkan untuk yang diminum saat bayi menghisap, bayi
mengambil ASI yang sudah ada.

Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang ASI (sinus laktiferus),
makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering bayi menyusui makin
banyak ASI diproduksi. Sebaliknya, makin jarang bayi menghisap, makin sedikit
payudara menghasilkan ASI. Jika bayi berhenti menghisap maka payudara akan
berhenti menghasilkan ASI.

Prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari, sehingga menyusui pada


malam hari dapat membantu mempertahankan produksi ASI. Hormon prolaktin
juga akan menekan ovulasi (fungsi indung telur untuk menghasilkan sel telur),
sehingga menyusui secara eksklusif akan memperlambat kembalinya fungsi
kesuburan dan haid. Oleh karena itu, menyusui pada malam hari penting untuk
tujuan menunda kehamilan.

Fisiologi Laktasi

Selama masa kehamilan, hormon estrogen dan progesteron menginduksi


perkembangan alveoli dan duktus lactiferous di dalam payudara, serta
merangsang produksi kolostrum. Produksi ASI tidak berlangsung sampai masa
sesudah kelahiran bayi ketika kadar hormon estrogen menurun. Penurunan
kadar estrogen ini memungkinkan naiknya kadar prolaktin dan produksi ASI.
Produksi prolaktin yang berkesinambungan disebabkan oleh menyusunya bayi
pada payudara ibu.
Pelepasan ASI berada dibawah kendali neuroendokrin. Rangsangan
sentuhan pada payudara (bayi menghisap) akan merangsang produksi oksitoksin
yang menyebabakan kontraksi sel-sel myoepithel. Proses ini disebut juga
sebagai “refleks prolaktin” atau milk production reflect yang membuat ASI
tersedia bagi bayi.

Dalam hari-hari dini, laktasi refleks ini tidak dipengaruhi oleh keadaan
emosi ibu. Nantinya, refleks ini dapat dihambat oleh keadaan emosi ibu bila ia
merasa takut, lelah, malu, merasa tidak pasti, atau bila merasakan nyeri.

Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae melalui ductus
kesinus lactiferous. Hisapan merangsang produksi okstoksin oleh kelenjar
hypofisis posterior. Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan kontraksi sel-
sel khusus (sel-sel myoepithel) yang mengelilingi alveolus mamae dan duktus
lactiferus.

Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong ASI keluar dari alveoli melalui
ductus lactiferous, tempat ASI akan disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI di
dalam sinus tertekan keluar, kemulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini dinamakan
let down reflect atau “pelepasan”. Pada akhirnya, let down dapat dipacu tanpa
rangsangan hisapan. Pelepasaan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi
menangis atau sekedar memikirkan tentang bayinya. Pelepasan penting sekali
bagi pemberian ASI yang baik. Tanpa pelepasan, bayi dapat menghisap terus-
menerus, tetapi hanya memperoleh sebagian dari ASI yang tersedia dan
tersimpan di dalam payudara. Bila pelepasaan gagal terjadi berulang kali dan
payudara berulang kali tidak dikosongkan pada waktu pemberian ASI, refleks ini
akan berhenti berfungsi dan laktasi akan berhenti. Cairan pertama yang
diperoleh bayi dari ibunya sesudah dilahirkan adalah kolostrum yang
mengandung campuran yang kaya akan protein, mineral, dan antibodi, daripada
ASI yang telah “matur”. ASI mulai ada kira-kira pada hari yang ke-3 atau ke-4
setelah kelahiran bayi dan kolostrum berubah menjadi ASI yang matur kira-kira
15 hari sesudah bayi lahir. Bila ibu menyusui sesudah bayi lahir dan bayi
diperolehkan sering menyusu maka proses produksi ASI akan meningkat
(Sulistyawati, 2009).

Air Susu Ibu dan Refleks Oksitosin (Love Reflex, Let Down Reflex)
Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofisis.
Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf disekitar payudara dirangsang oleh
isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju ke payudara yang akan
merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli (pabrik ASI) dan memeras ASI
keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya ASI di dalam gudang ASI yang dapat
dikeluarkan oleh bayi dan atau ibunya.

Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini


menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin sudah
mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi menghisap). Jika
refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi mengalami kesulitan untuk
mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi ASI,
padahal payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak mengalir keluar.

Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi


setelah melahirkan. Hal ini membantu mengurangi perdarahan, walaupun kadang
mengakibatkan nyeri.

Keadaan yang Dapat Mempengaruhi Hormon Oksitosin

Beberapa keadaan dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin:

1. Perasaan dan curahan kasih sayang Ibu terhadap bayinya


2. Celotehan atau tangisan bayi
3. Dukungan Ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi
ke Ibu saat akan disusui atau disendawakan, mengganti popok dan
memandikan bayi, bermain, mendendangkan bayi dan membantu
pekerjaan rumah tangga
4. Pijat bayi

Beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin:

1. Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung


2. Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan bentuk
tubuhnya, meniggalkan bayi karena harus bekerja dan ASI tidak
mencukupi kebutuhan bayi.
3. Rasa sakit terutama saat menyusui

Keberhasilan Menyusui
Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui selama
6 bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar sukses
menyusui secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara lain:

1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama


dalam 1 jam pertama (Inisiasi Menyusui Dini), karena bayi baru lahir
sangat aktif dan tanggap dalam 1 jam pertama dan setelah itu akan
mengantuk dan tertidur. Bayi mempunyai refleks menghisap (sucking
reflex) sangat kuat pada saat itu. Jika ibu melahirkan dengan operasi
sesar juga dapat melakukan hal ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu
telah bebas dari efek anestesi umum). Proses menyusui dimulai segera
setelah lahir dengan membiarkan bayi diletakkan di dada ibu sehingga
terjadi kontak kulit kulit. Bayi akan mulai merangkak untuk mencari puting
ibu dan menghisapnya. Kontak kulit dengan kulit ini akan merangsang
aliran ASI, membantu ikatan batin (bonding) ibu dan bayi serta
perkembangan bayi.
2. Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi
anda. Tidak ada makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula)
yang diberikan, karena akan menghambat keberhasilan proses
menyusui. Makanan atau cairan lain akan mengganggu produksi dan
suplai ASI, menciptakan bingung puting, serta meningkatkan risiko
infeksi.
3. Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia
akan melepaskan puting dengan sendirinya.

Keterampilan Menyusui

Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus
mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu
ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui
dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat.

Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi


berbaring atau duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan
yang tidak baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan
bayi, serta posisi mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi
badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi
tidur miring.
Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap
payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel
dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir
bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan
secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan
bahu bayi (bukan kepala bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke
mulut bayi dengan cara menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu
sebanyak mungkin ke mulut bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah
yang terlihat dibanding aerola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu
bayi menempel pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.

Posisi tubuh yang benar saat menyusui:

1. Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)


2. Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)
3. Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi
membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi
4. Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
5. Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
6. Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
7. Kepala terletak di lengan bukan di daerah siku

Posisi menyusui yang salah saat menyusui:

1. Leher bayi terputar dan cenderung kedepan


2. Badan bayi menjauh badan ibu
3. Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu
4. Hanya leher dan kepala tersanggah
5. Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi
6. C-hold tetap dipertahankan

Teknik Menyusui Efektif

Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil
cukup banyak payudara ke dalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus
laktiferus. Bayi harus menarik keluar atau memeras jaringan payudara sehingga
membentuk puting buatan yang bentuknya lebih panjang dari puting susu. Puting
susu sendiri hanya membentuk sepertiga dari puting buatan. Hal ini dapat kita
lihat saat bayi selesai menyusui. Dengan cara inilah bayi mengeluarkan ASI dari
payudara. Hisapan efektif tercapai bila bayi menghisap dengan hisapan dalam
dan lambat. Bayi terlihat menghentikan sejenak hisapannya dan kita dapat
mendengar suara ASI yang ditelan.

Tanda perlekatan bayi dan Ibu yang baik:

1. Dagu menyentuh payudara


2. Mulut terbuka lebar
3. Bibir bawah terputar keluar
4. Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian
bawah
5. Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu

Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan
nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat
dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering
dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak
naik dan lambat laun ASI akan mengering.

Tanda perlekatan Ibu dan bayi yang tidak baik:

1. Dagu tidak menempel pada payudara


2. Mulut bayi tidak terbuka lebar – bibir mencucu/monyong
3. Bibir bawah terlipat kedalam sehingga menghalangi pengeluaran ASI
oleh lidah
4. Lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat
5. Terasa sakit pada putting

Perlekatan yang benar adalah kunci keberhasilan menyusui, yang dapat dicapai
dengan cara berikut:

1. Bayi datang dari arah bawah payudara


2. Hidung bayi berhadapan dengan puting susu
3. Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara
(titik pertemuan)
4. Puting diarahkan ke atas ke langit-langit bayi
5. Telusuri langit-langit bayi dengan putting sampai didaerah yang tidak
ada tulangnya, diantara uvula (tekak) dengan pangkal lidah yang
lembut
6. Putting susu hanya 1/3 atau ¼ dari bagian dot panjang yang
terbentuk dari jaringan payudara

Cara Bayi Mengeluarkan ASI

Bayi tidak mengeluarkan ASI dari payudara seperti mengisap minuman


melalui sedotan. Bayi mengisap untuk membentuk dot dari jaringan payudara.
Bayi mengeluarkan ASI dengan gerakan peristaltik lidah menekan gudang ASI ke
langit-langit sehingga ASI terperah keluar dan masuk kedalam mulut

Gerakan gelombang lidah bayi dari depan ke belakang dan menekan dot
buatan ke atas langit-langit. Perahan efektif akan terjadi bila bayi melekat dengan
benar sehingga bayi mudah memerah ASI

Lama Menyusui

Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi


menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bayi dapat mengukur
sendiri kebutuhannya. Bila proses menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari
30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah. Pada
hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram),
proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar.
Sebaiknya bayi menyusu pada satu payudara sampai selesai baru kemudian bila
bayi masih menginginkan dapat diberikan pada payudara yang satu lagi
sehingga kedua payudara mendapat stimulasi yang sama untuk menghasilkan
ASI.

Frekuensi Menyusui

Susui bayi sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi, sedikitnya


lebih dari 8 kali dalam 24 jam. Awalnya bayi menyusu sangat sering, namun
pada usia 2 minggu frekuensi menyusu akan berkurang. Bayi sebaiknya disusui
sesering dan selama bayi menginginkannya bahkan pada malam hari. Menyusui
pada malam hari membantu mempertahankan cadangan ASI karena hormon
prolaktin dikeluarkan terutama pada malam hari. Bayi yang puas menyusu akan
melepaskan payudara ibu dengan sendirinya, ibu tidak perlu menyetopnya.

Menilai Kecukupan ASI

Hal-hal yang dapat diperhatikan untuk menulai kecukupan ASI:


1. Bila posisi dan perlekatan benar
2. Bila buang air kecil lebih dari 6 kali sehari dengan warna urine yang
tidak pekat dan bau tidak menyengat
3. Berat badan naik lebih dari 500 gram dalam sebulan dan telah
melebihi berat lahir pada usia 2 minggu
4. Bayi akan relaks dan puas setelah menyusu dan melepas sendiri dari
payudara ibu

Manajemen Laktasi (Penggunaan ASI)

1. Pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan kepadaa pasien dan


keluarga tentang manfaat menyusui dan manfaat rawat gabung
2. Adanya dukungan keluarga
3. Adanya dukungan dan kemampuan petugas kesehatan
4. Pemeriksaan payudara
5. Persiapan payudara dan puting susu
6. Pergunakan air untuk membersihkan puting susu, jangan sabun
7. Pemakaian BH yang memadai (jangan memakai lapisan plastik)
8. Gizi yang bermutu: Ekstra 3000 kalori per hari terutama protein
9. Pemberian preparat besi dan asam folat (sesuai protokol institusi
masing-masing)
10. Tidak melakukan diet untuk mengurangi berat badan (kecuali intruksi
dokter karena alasan penyakit lainnya yang membahayakan Ibu dan
bayinya)
11. Penambahan berat badan yang memadai adalah 11-13 kg
12. Cara hidup sehat (hindarkan merokok, alkohol, dan lain-lain)

Langkah-Langkah Manajemen Laktasi Pada Masa Kehamilan

1. Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai manfaat


dan keunggulan ASI, manfaat menyusui bagi ibu, bayi dan keluarga
serta cara pelaksanaan manajemen laktasi.
2. Menyakinkan ibu hamil agar ibu mau dan mampu menyusui bayinya.
3. Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara.
Disamping itu, perlu pula dipantau kenaikan berat badan ibu hamil
selama kehamilan.
4. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan sehari-hari termasuk
mencegah kekurangan zat besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu
ditambah mulai kehamilan trimester ke-2 (minggu ke 13-26) menjadi
1-2 kali porsi dari jumlah makanan pada saat sebelum hamil untuk
kebutuhan gizi ibu hamil.
5. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Penting pula
perhatian keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil
untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya bahwa
kehamilan merupakan anugerah dan tugas yang mulia.

Perawatan Payudara

Sejak kehamilan 6-8 minggu terjadi perubahan pada payudara berupa


pembesaran payudara, terasa lebih padat, kencang, sakit dan tampak jelas
gambaran pembuluh darah di permukaan kulit yang bertambah serta melebar.
Kelenjar Montgomery daerah aerola tampak lebih nyata dan menonjol.

Perawatan payudara yang diperlukan:

1. Mengganti BH sejak hamil 2 bulan dengan ukuran yang lebih sesuai


dandapat menopang perkembangan payudara. Biasanya diperlukan
BH dengan ukuran 2 nomor lebih besar.
2. Latihan gerakan otot badan yang berfungsi menopang payudara
untuk menunjang produksi ASI dan mempertahankan bentuk
payudara setelah selesai masa laktasi. Bentuk latihan: duduk bersila
di lantai. Tangan kanan memegang bagian lengan bawah kiri (dekat
siku), tangan kiri memegang lengan bawah kanan. Angkat kedua siku
sejajar pundak. Tekan pegangan tangan kuat-kuat kearah siku
sehingga terasa adanya tarikan pada otot dasar payudara.
3. Menjaga kebersihan sehari-hari, termasuk payudara, khusus daerah
puting dan areola.
4. Setiap mandi, puting susu dan areola tidak disabuni untuk
menghindari keadaan kering dan kaku akibat hilangnya 'pelumas'
yang dihasilkankelenjar Motgomery.
5. Lakukan persiapan puting susu agar lentur, kuat, dan tidak ada
sumbatan sejak usia kehamilan 7 bulan, setiap hari sebanyak 2 kali.
6. Mengoreksi puting susu yang datar/terbenam agar menyebul keluar
dengan bantuan pompa puting pada minggu terakhir kehamilan
sehingga siap untuk disusukan kepada bayi.
Pijat Payudara

Pijat payudara sangat baik sebagai persiapan sebelum menyusui.


Pelaksanaanya biasanya setelah masa kehamilan akhir. Ibu dianjurkan untuk
membuat rangsangan secara lembut dan pelan kedua puting payudara dengan
tangan dengan cara membuat gerakan memutar dan lakukan beberapa kali
dalam sehari. Konsultasikan aktivitas ini pada petugas kesehatan, karena pada
kasus tertentu tinadakan ini tidak boleh dilakukan, terutama untuk ibu yang
pernah melahirkan bayi prematur.

Kesimpulan

Sejak awal kelahiran, bayi hanya diberikan ASI dan selanjutnya disusui
sesering mungkin tanpa dibatasi. Bayi dapat mengukur sendiri kemampuan dan
kebutuhan cairan yang diperlukan. Kita hanya perlu meluangkan waktu dan
memberi kesempatan padanya untuk mendapat yang terbaik yang ia butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI. 2009. Air Susu dan Tumbuh


Kembang Anak. Artikel. Diunduh dari: http://www.idai.or.id.

Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI. 2013. Manajemen Laktasi. Artikel.


Diunduh dari: http://www.idai.or.id.

Kurniawan, B. (2013). Determinan keberhasilan pemberian air susu ibu


eksklusif. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 27(4), 236-240.

Unicef. 2013. Breastfeeding is The Cheapest and Most Effective Life-


saver in History. Press release. Diunduh dari: http://www.unicef.org.

WHO. 2009. Health Topics: The Importance of Breastfeeding. Diunduh


dari: http://www.who.int.

WHO. 2014. Nutrition, Exclusive Breastfeeding. Diunduh dari:


http://www.who.int.

Anda mungkin juga menyukai