Anda di halaman 1dari 3

Pertemuan Perkuliahan Proses Laktasi dan Masalah dalam Menyusui

 Proses Terbentuknya ASI

Menurut Weni Kristiyanasari (2009). Selama kehamilan, hormon prolaktin dari


plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar
estrogen yang tinggi. Pada hari ke 2 atau hari ke 3 pasca persalinan, kadar estrogen dan
progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah
mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu,
terbentuklah prolaktin oleh hipofise, sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua refleks pada
ibu yang sangat penting dalam proses laktasi adalah refleks prolaktin yaitu ketika sewaktu
bayi bisa menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting susu terangsang.
Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu memicu
hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin kedalam darah. Melalui sirkulasi
prolaktin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang
disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi,
intensitas dan lamanya bayi menghisap. Ada pula, refleks keluarnya air susu yaitu refleks
aliran (let down reflex) dimana rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain
mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga mempengaruhi
hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah oksitosin dilepas kedalam
darah akan mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktus berkontraksi
sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju puting susu. Refleks let
down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu merasakan sensasi
apapun. Tanda-tanda lain dari let down adalah tetesan pada payudara lain yang sedang
dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu.

 Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin adalah pemijatan pada daerah tulang belakang leher, punggung atau
sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijat
oksitosin adalah tindakan yang dilakukan oleh suami pada ibu menyusui yang berupa back
massage pada punggung ibu untuk meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin. Pijat
oksitosin yang dilakukan oleh suami akan memberikan kenyamanan pada ibu, sehingga akan
memberikan kenyamanan pada bayi yang disusui. Oksitosin diproduksi oleh kelenjar pituitari
posterior (neurohipofisis). Saat bayi menghisap areola akan mengirimkan stimulasi ke
neurohipofisis untuk memproduksi dan melepaskan oksitosin secara intermiten.Oksitosin
akan masuk ke aliran darah ibu dan merangsang sel otot di sekeliling alveoli berkontraksi
membuat ASI yang telah terkumpul di dalamnya mengalir ke saluran-saluran duktus (Anik
Puji Rahayu, 2016).

 Langkah-langkah Dalam Melakukan Pijat Oksitosin

Terdapat cara ataupun metode dalam melakukan pijat oksitosin, yang pertama untuk
ibu yaitu dengan duduk dengan nyaman sambil bersandar ke depan, bisa dengan cara melipat
lengan di atas meja, lalu letakkan kepala di atas lengan kemudian lepas bra dan baju bagian
atas (biiarkan payudara tergantung lepas).

Kemudian bagi pemijat yaitu dengan pertama, lumuri kedua tangan dengan sedikit
baby oil. Kemudian, kepalkan kedua tangan ibu jari menunjuk ke depan dimulai dari bagian
tulang yang menonjol di tengkuk. Turun sedikit ke bawah kira-kira dua ruas jari dan geser ke
kanan ke kiri, setiap kepalan tangan sekitar dua ruas jari. Lalu dengan menggunakan kedua
ibu jari, mulailah memijat membentuk gerakan melingkar kecil menuju tulang belikat atau
daerah di bagian batas bawah bra ibu. Lakukan pijat ini sekitar 3 menit dan dapat diulangi
sebanyak 3 kali. Setelah selesai memijat sambil membersihkan sisa baby oil, kompres
pundak-punggung ibu dengan air hangat menggunakan handuk kecil atau waslap (Monika,
2014).

 Masalah Dalam Menyusui

Pada pembahasan dalam masalah menyusui pada pertemuan kuliah kali ini, terdapat
beberapa pertanyaan dari mahasiswa yang diantaranya ialah seperti apakah ibu menyusui
yang berberat badan gemuk atau kurus mempengaruhi kerja produksi ASI nya yang
kemudian terjawab bahwa berat badan sang ibu tidak mempengaruhi proses laktasi karena
produksi ASI didasarkan kepada hormon yang diproduksi di otak, kenyamanan sang ibu, dan
juga frekuensi menyusui serta mengosongkan ASInya. Terdapat pertanyaan lainnya yaitu
apakah ketika sang ibu memakan makanan yang sebagai contohnya pedas, dapat
mempengaruhi produksi ASInya dan diketahui kemudian bahwa makanan yang dikonsumsi
oleh sang ibu menyusui seperti makanan pedas tersebut dapat mempengaruhi ASInya
sehingga usus atau perut bayi dapat menjadi sakit atau diare. Muncul suatu pertanyaan yang
lainnya yaitu bagaimana penjelasan ilmiah dari pengalaman seorang ibu hamil yang memiliki
masalah dalam menyusui dan pergi kepada “orang pintar” dan setelahnya dapat menyusui
dengan lancar yang telah diketahui penjelasannya yaitu sang ibu tersebut dapat menyusui
dengan lancar karena ada bantuan dorongan dari aspek psikologis, “orang pintar” tersebut
dipercaya dapat memberikan keyakinan kepada sang ibu bahwasanya ia dapat menyusui
dengan lancar sehingga memberikan kenyamanan kepada sang ibu yang membantu stimulus
hormon di dalam otaknya untuk dapat memproduksi ASI secara lancar. Pertanyaan lainnya
yaitu terdapat seorang ibu menyusui yang ketika menyusui merasakan rasa sakit pada
payudaranya yang kemudian terjawab bahwasanya banyak faktor yang memungkinkan rasa
sakit tersebut diantaranya adanya pembengkakan pada payudaranya, posisi yang menyusu
kurang tepat sehingga ketidaknyamanan sang ibu mempengaruhi hormon di otak yang
kemudian berpengaruh kepada produksi ASI, puting yang kering atau retak, adanya infeksi,
peradangan, maupun abses payudara. Diketahui pula cara yang tepat dalam menyusui yaitu
ketika mulut bayi mencakup seluruh bagian puting payudara sang ibu. Hal lain menarik yang
kemudian diketahui yaitu bayi yang mendapat asupan susu formula lebih rentan memiliki
alergi dikemudian hari dibandingkan bayi yang mendapatkan cukup asupan ASI.

Anda mungkin juga menyukai