Anda di halaman 1dari 74

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi. Penyakit terbanyak pada

anak yang dapat meningkatkan angka kematian pada anak seperti yang

pertama penyakit diare pada balita disebabkan virus, lalu kolera, dan tipes.

Bisa terjadi pada bayi dan anak. Anak-anak di wilayah timur Indonesia

seringkali terjangkit penyakit ini karena kurangnya akses memperoleh

layanan kesehatan, air bersih, hingga rendahnya asupan gizi (Kemenkes RI,

2019).

Penyakit pada anak yang terbanyak kedua yaitu pneumonia menjadi

penyakit paling tinggi penyebab kematian pada anak. Pneumonia disebabkan

infeksi yang memicu inflamasi pada kantong-kantong udara di salah satu atau

kedua paru-paru. Penyakit-penyakit infeksi saluran pernafasan baik itu ringan

seperti influenza lalu difteri dan campak (Kemenkes RI, 2019).

Populasi yang rentan terserang bronkopneumonia adalah anak-anak

usia kurang 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki

masalah kesehatan (malnutrisi dan gangguang imunologi). Bronkopneumonia

pada balita masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia, karena

bronkopneumonia telah menyebabkan 80-90% kematian pada balita

(Kemeskes, 2018).
2

Bronkopneumonia atau pneumonia adalah istilah umum untuk infeksi

paru paru yang dapat disebabkan oleh berbagai kuman (virus, bakteri , jamur

dan parasit). Bronkopneumonia juga didefinisikan sebagai radang akut yang

menyerang jaringan paru dan sekitarnya. Penyakit ini merupakan manifestasi

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling berat karena dapat

menyebabkan kematian. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh

virus, termasuk adenovirus, rhinovirus, virus influenza (flu), respiratory

syncytial virus (RSV), human metapneumovirus, dan virus parainfluenza.

Selain itu, virus campak (morbili) juga dapat menyebabkan komplikasi

berupa pneumonia (Sinaga, 2019).

Bronkopnemonia seringnya disebabkan oleh bakteri. Bakteri-bakteri

ini mampu menyebar dalam jarak dekat melalui percikan ludah saat penderita

bersin atau batuk, yang kemudian 84 Alaydrus Jurnal Mandala Pharmacon

Indonesia terhirup oleh orang disekitarnya. Inilah sebabnya lingkungan

menjadi salah satu factor risiko berkembangnya bronkopnemonia (Pramono

dkk, 2019).

World Health Organization (WHO) menyebutkan bronkopneumonia

merupakan penyebab kematian terbesar pada anak – anak di seluruh dunia.

Menurut WHO pada tahun 2018 pneumonia merenggut nyawa lebih dari

800.000 anak balita di seluruh dunia, atau 39 anak per detik. Separoh dari

kematian balita akibat pneumonia tersebut di lima negara meliputi Nigeria

(162.000), India (127.000), Pakistan (58.000), Republik Demokratik Kongo

(40.000), dan Ethiopia (32.000). Pneumonia juga merupakan penyebab

kematian Balita terbesar di Indonesia. Pada tahun 2018, diperkirakan sekitar


3

19.000 anak meninggal akibat pneumonia. Estimasi global menunjukkan

bahwa satu jam ada 71 anak di Indonesia yang tertular pneumonia (UNICEF,

2019).

Prevalensi bronkopneumonia di Indonesia pada tahun 2018 didapatkan

bronkopneumonia balita tertinggi di DKI Jakarta (95,53%), Sulawesi Tengah

(71,82%), Kalimantan Utara (70,91%), Banten (67,60%) dan Nusa Tenggara

Barat (63,64%) Sedangkan prevalensi di Kalimantan Timur (29,02%), tahun

2019, didapatkan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,06%

hampir sama dengan data tahun 2018 yaitu 20,56%. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan

penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia secara nasional

sebesar 3,55% namun angka perkiraan kasus pneumonia di masing-masing

provinsi menggunakan angka yang berbeda-beda sesuai angka yang telah

ditetapkan (Kemenkes RI, 2020).

Di Sumatera Barat jumlah balita didapatkan 81.736 juta jiwa,

diperkirakan jumlah penderita yaitu 3,91% dari jumlah balita. Kota Padang

merupakan salah satu wilayah di Sumatera Barat dengan angka kejadian

pneumonia terbanyak. Pada tahun 2017 didapatkan data balita sebanyak

81.736 jiwa, perkiraan balita yang mengalami pneumonia 3,1% dari jumlah

balita, sedangan yang ditemukan dan ditangani sebanyak 2.719 jiwa (Dinas

Kesehatan Kota Padang, 2018).

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan di RSUP dr. M. Djamil

Padang angka kejadian bronkopneumonia pada anak dapat diketahui


4

berdasarkan data rekam medis pada tahun 2018-2020. Penderita

bronkopneumonia pada anak pada tahun 2018 sebanyak 151 orang, pada

tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 166 orang dan pada tahun 2020

menjadi 76 orang, ini disebabkan karena data pengunjung pada tahun 2020

mengalami penurunan karena pandemi covid-19 (RSUP dr. M. DJamil

Padang, 2020).

Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkim paru. Umumnya

pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai bronkopneumonia.

Bronkopneumonia bentuk suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia

lobular atau adanya infiltrat pada bagian area pada kedua lapang atau bidang

paru dan sekitar bronkhi (Sinaga, 2019). Bronkopneumonia adalah suatu

peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau

peradangan yang terdiri pada jaringan paru dengan cara penyebaran langsung

melalui saluran pernafasan atau hematogen sampai ke bronkus (Nari, 2019).

Bronkopneumonia ditandai dengan panas yang tinggi, gelisah,

dispnea, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan

produktif (Hidayat, 2011). Penyebab dari bronkopneumonia yang biasa yaitu

masuknya bacteri Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia sedangkan

untuk virus yaitu adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory

syncytial virus (RSV) dan para influenza virus yang masuk melalui saluran

pernafasan. Pada umumnya dikategorikan sebagai penyakit menular yang di

tularkan melalui udara dengan sumber penularan adalah penderita yang

menyebarkan kuman dalam bentuk doplet ke udara pada saat batuk, bersin

dan terhirup oleh orang di sekitar (Pramono dkk, 2019).


5

Selain dari penyebab bakteri dan virus adapun faktor lain yang dapat

mempengaruhi peningkatan keparahan bronkopneumonia yaitu status gizi

yang kurang atau buruk, pemberian air susu ibu (ASI) tidak sampai enam

bulan, tidak mengkonsumsi suplemen zink, bayi berat badan lahir rendah,

tidak vaksinasi dasar lengkap, polusi udara, asap rokok, asap bakaran, serta

rendahnya status sosial ekonomi dan pendidikan ibu (Patria, 2016).

Dampak yang muncul pada anak yang mengalami bronkopneumonia

dapat berupa fisik maupun psikologisnya. Dampak fisik yang dialami anak

seperti akan terjadinya atelektasis pada paru, episema, abses paru, infeksi

sitemik, endokarditis, meningitis, dan akibat yang lebih parah lagi dapat

mengalami kematian. Proses penerapan asuhan keperawatan yang tepat

memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan

pencegahan sehingga dapat meminimalkan dampak yang akan terjadi

(Ngastiyah, 2012).

Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan

stres pada semua tingkatan usia. Penyebab kecemasan dipengaruhi oleh

banyak faktor, baik dari faktor petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan

lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampingi selama

perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan

anaknya, pengobatan dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak

bersifat langsung terhadap anak, secara psikologis anak akan merasakan

perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Edi,

dkk 2017).
6

Peran perawat adalah suatu kegiatan yang menjadi suatu

tanggung jawab perawat yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan

formalnya, diakui, serta diberi kewenangan oleh pemerintah dalam

melaksanakan proses atau tugas serta tanggung jawab keperawatan secara

profesional berdasarkan kode etik keperawatan (Kozier, 2011). Peran

perawat sebagai edukator menjalankan perannya dalam memberikan

pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien,

keluarga pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan kesehatan (Amelia, 2015). Peran advokasi

perawat yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan bertindak

atas nama pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi

informasi, menjadi mediator dan melindungi pasien (Afidah & Sulisno,

2013).

Dalam menjalankan perannya perawat menyiapkan serta

memposisikan pasien untuk tindakan dan memberikan dukungan sepanjang

proses asuhan keperawatan yang dilakukan. Asuhan keperawatan yang

diberikan dengan memperhatikan kebutuhan dasar pasien bronkopneumonia

melalui pemberian pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses

keperawatan serta memberikan berbagai informasi untuk menambah tingkat

pengetahuan keluarga pasien terhadap bronkopneumonia. Sehingga

diharapkan terjadi perubahan perilaku pasien setelah mendapatkan

pendidikan. Peran perawat di rumah sakit yaitu memberikan asuhan

keperawatan sebagai contoh pada pasien bronkopneumonia perawat akan

memberikan asuhan keperawatan dan memberikan intervensi keperawatan


7

sesuai dengan masalah keperawatan yang di peroleh pada pasien saat

pengkajian asuhan keperawatan sehinga masalah keperawatan yang di

peroleh oleh pasien teratasi (Engram, 2012).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan “Asuhan Keperawatan pada An. R dengan Bronkopneumonia di

Ruangan Anak RS SMC.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, didapatkan

rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Asuhan

Keperawatan pada An. R dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RS

SMC.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada An. R

dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RS SMC.

2. Tujuan khusus

a. Diharapkan mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada An. R dengan

Bronkopneumonia di Ruangan Anak RS SMC.

b. Diharapkan mahasiswa mampu merumuskan diagnosa Keperawatan pada

An. R dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak R RS SMC.

c. Diharapkan mahasiswa mampu menentukan Rencana Keperawatan pada

An. R dengan Bronkopneumonia diRuangan Anak RS SMC.


8

d. Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan Tindakan Keperawatan pada

An. R dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RS SMC.

e. Diharapkan mahasiswa mampu melakukan Evaluasi Keperawatan pada An.

R dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RS SMC.

f. Diharapkan mahasiswa mampu Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan


pada An. R dengan Bronkopneumonia di Ruangan Anak RS SMC.

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi Penulis

Untuk memperdalam pengetahuan penulis terkait Asuhan keperawatan

pada Anak yang mengalami bronkopneumonia dan mengaplikasikan ilmu

yang telah di peroleh diperkuliahan dalam praktek klinik keperawatan pada

An. R dengan bronkopneumonia di Ruangan Anak RS SMC.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Proposal ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah referensi

bagi mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang untuk penelitian

selanjutnya mengenai bronkopneumonia pada anak.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam

menerapkan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, menentukan

masalah keperawatan, mampu mengintervensi dan mengiimplementasi

serta mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan

masalah bronkopneumonia di ruangan anak RS SMC.


9

d. Bagi Tempat Penelitian

Studi kasus ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk rumah

sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada

pasien anak dengan diagnosis bronkopneumonia pada anak.


10

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Anak

1. Konsep Dasar Anak

a. Defenisi Anak

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindung anak,

anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang dalam perlindungan terhadap anak sudah mulai sejak

anak tersebut dalam kandungan hingga berusia 18 tahun (Kemenkes,

2017).

b. Pembagian Usia pada anak

Pembagian usia anak menurut Fida dan Maya (2018) adalah:

1) Neonatus :0 –28 hari

2) Bayi:1 –12 bulan

3) Usia toodler:1 –3 tahun

4) Anak prasekolah:4 –6 tahun

5) Anak sekolah:7 –12 tahun

6) Anak remaja:13 –18 tahun

c. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

1) Pertumbuhan anak

Pertumbuhan merupakan suatu perubahan jumlah, besar, ukuran yang

dapat dinilai dengan ukuran gram (gram, pound, kilogram) serta tinggi

badan dan berat badan (Hidayat, 2011).


11

Indikator pemeriksaan pertumbuhan :

a) Pengukuran tinggi badan

Pada anak usia 0 sampai 2 tahun pengukuran tinggi badan

dilakukandengan cara berbaring, sedangkan pada anak usia lebih

dari 2 tahun dilakukan dengan cara berdiri (Hidayat, 2011).

b) Pengukuran berat badan

Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan

yang berguna untuk mengetahui keadaan gizi dari tumbuh kembang

anak (Hidayat, 2011).

c) Lingkar kepala

Lingkar kepala menggambarkan pemeriksaan patologis dari

besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala atau peningkatan

ukuran kepala. Perkembangan otak mempengaruhi pertumbuhan

tengkorak (Hidayat, 2011).

d) Lingkar lengan atas

Tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh

banyak oleh cairan tubuh dapat digambarkan oleh ukuran lingkar

lengan atas. Pengukuran ini berguna untuk skrining malnutrisi pada

anak (Hidayat, 2011).

2)Perkembangan Anak

Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai

hasil dari proses pematangan. Proses ini menyangkut perkembangan sel


12

tubuh, organ dan system tubuh yang berkembang untuk memenuhi

fungsinya, termasuk juga perkembangan intelektual, emosi dan tingkah

laku (Hidayat, 2011).

Ada 5 aspek perkembangan yang perlu dibina dan dipantau, yaitu:

a) Perkembangan Motorik

1) Motorik kasar

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak

melakukanpergerakan dengan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot

besar seperti duduk dengan berdiri (Hidayat, 2011).

2) Motorik halus

Aspek berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan

yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-

otot kecil, tetapi melakukan koordinasi yang cermat seperti

mengamati sesuatu, menjepit, menulis (Hidayat, 2011).

b) Perkembangan Kognitif

Merupakan proses berfikir, yang meliputi kemampuan individu

untuk menilai, menghubungkan, dan mempertimbangkan suatu

peristiwa (Hidayat, 2011).

c) Perkembangan Bahasa

Kemampuan bicara dan Bahasa adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara,

berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah.

3) Perkembangan sosial

Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan


13

kemampuanman diri anak (makan sendiri, membereskan mainan setelah

bermain), berpisah dengan ibu atau pengasuh, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungan.

4)Pengukuran Perkembangan

Perkembangan merupakan proses untuk anak belajar lebih mengenal,

memakai, dan menguasai sesuatu yang lebih dari sebuah aspek.

Perkembangan Bahasa salah satunya tujuan dari perkembangan satu

Bahasa ialah agar anak mampu berkomunikasi secara verbal dengan

lingkungan Asmadi. (2012). 2 Faktor yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak, Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu:

a) Faktor dari dalam ( internal)

Faktor dari dalam dapat dilihat dari factor genetic atau hormone,

factor genetic akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan

kematangan tulang, alat seksual, saraf. Kemudian pengaruh hormonal

dimana sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin berusia 4

bulan. pada saat itu terjadi pertumbuhan somatropin yang dikeluarkan

oleh kelenjar pituitari. Selain itu kelenjar tiroit juga menghasilkan

kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolisme serta maturase

tulang, gigi, dan otak (Asmadi, 2012).

b)Faktor dari luar (ekternal)

Faktor biologis (ras, jenis kelamin, umur, gizi, kepekaan terhadap

penyakit, perawatan kesehatan, penyakit kronis atau hormonal).

c) Faktor lingkungan

Fisik cuaca, musim, sanitasi, dan keadaan rumah


14

d)Faktor keluarga dan adat istiadat

Pekerjaan, jumlah saudara, stabilitas rumah tangga, adat istiadat.

B. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan

oleh bacteri, virus dan jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan

gejala panas tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare,

serta batuk kering dan produktif (Hidayat,2011).

Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang –

cabang tenggorokan yang mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah

radang, menimbulkan pemadatan – pemadatan bergerombol dalam lubulus

paru yang berdekatan, biasa terjadi akibat batuk rejan, campak, influenza,

tifus dan sebagainya (Andra dan Yessie, 2013).

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan


15

b. Fisiologi

1) Saluran pernapasan bagian atas, terdiri dari :

a) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang dari sinus

udaraparanalis yang masuk ke dalam rongga-rongga hidung dan

jugalubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air mata ke

dalambagian bawah rongga nasalis ke dalam hidung.

b) Parink (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari

dasartenggorokan sampai persambungannya dengan esophagus

pada ketinggian tulang rawan maka letaknya dibelakang hidung

(nasofarink), dibelakang mulut (oro larink), dan dibelakang farink

(farink laryngeal).

2) Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari :

a) Larink (tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharink

yang memisahkan dari kolumna veterbra, berjalan dari farink-

farink sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke

dalamtrachea di bawahnya.

b) Trachea (batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya

trachea berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra

thorakalis ke lima dan di tempat ini bercabang menjadi dua

bronchus (bronchi).

c) Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian

kira-kira vertebralis torakalis ke lima, mempunyai struktur serupa

dengan trachea yang di lapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang

utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kananlebih


16

pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut

lebih lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang

penting. Tabung endotrachea terletak sedemikian rupa sehingga

terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk kedalam cabang

bronchus kanan. Kalau udara setelah jalan, maka tidak dapat

masuk dalam paru-paru kiri sehingga paru-paru akankolaps

(atelektasis). Tetapi arah bronchus kanan yang hampir vertical

maka lebih mudah memasukkan kateter untuk melakukan

penghisapan yang dalam juga benda asing yang terhirup lebih

mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan karena

arahnya vertical. Cabang utama bronchus kanan dan kiri

bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian menjadi

segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai cabang

terkecil yang di namakan bronchiolus terminalis yang merupakan

cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.

Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1mm.

Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, akan tetapi

dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah,

semua saluran udara di bawah bronchiolus terminalis disebut

saluran pengantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai

pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar

bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari

dan bronchiolus respiratorius, yang kadang-kadang memiliki


17

kantung udara kecil atau alvedi yang berasal dinding mereka.

Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus

alveolus terminalis merupakan sifat struktur akhir paru-paru.

d) Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang

terletakdalam rongga torak atau dada. Kedua paru-paru saling

terpisah oleh media sinum central yang mengandung jantung

pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai

apeks dan basis. Alteria pulmonalis dan arteri bronchialis, bronkus,

syaraf dan pembuluh limfe masuk pada setiap paru-paru kiri dan

dibagi tiga lopus oleh visula interloris. Paru-paru kiri, terdiri dari

pulmosinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus

terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru

kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus

superior, dan 5 buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kanan

mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2

buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus

inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-

belahan yang bernama lobulus. Di dalam lobulus, bronkhiolus ini

bercabang - cabang banyak sekali, cabang - cabang ini disebut

duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang

diameternya antara 0,2 - 0,3mm. Letak rongga paru-paru dirongga

dada dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.


18

e) Pleura Visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru-paru

yang langsung membungkus paru-paru

f) Pleura Parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah

luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut

kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum

(hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis

danjuga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk

meminyaki permukaannya (pleura).

3. Etiologi Bronkopneumonia

Bronkopneurmonia dapat disebabkan oleh bakteri (pneumococus,

Streptococus), virus pneumony hypostatik, syndroma loffller, jamur dan

benda asing. Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan,

cairan muntah, atau inhalasi kimia, merokok dan gas (Alsagaf,2012).

4. Patofisiologi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat, 2011).

Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman

pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Umumnya bakteri penyebab terhisap

melalui udara dan makanan ke jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan

atas untuk mencapai bronkiolus dan alveolus sekitarnya. Kuman tersebut

berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila mekanisme

pertahanan seperti sistem transport mukosilia tidak adekuat maka kuman

berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di saluran nafas

atas. Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran


19

pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Kuman masuk ke alveolus

melalui poros kohn sehingga terjadi peradangan pada dinding bronkus atau

bronkiolus dan alveolus (McPhee & Ganong,2012).

Bakteri yang masuk menimbulkan reaksi peradangan hebat dan

menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan

interstitial. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi

eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli

menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan

baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka

membran dari alveolus akan mengalami kerusakan. Bagian paru yang terkena

mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel polimorfonuklear, fibrin,

eritrosit, cairan udema dan ditemukannya kuman di alveoli. Selanjutnya

terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapatnya fibrin dan leukosit

polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya proses fagositosis yang cepat.

Akhirnya jumlah sel makrofag di alveoli meningkat, sel akan berdegenerasi

dan fibrin menipis (McPhee & Ganong, 2012).

Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi,

koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif

yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi eksudat

fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi

kuman stafilokokus yang tidak menghasilkan koagulase. Akibat terbentuknya

H2O2 pada metabolismenya maka yang terjadi adalah deskuamasi dan

ulserasi lapisan mukosa, terjadi peningkatan asam laktat sehingga


20

merangsang nosiseptor untuk mempersepsikan nyeri dan terjadinya pelepasan

mediator nyeri (McPhee & Ganong, 2012).

Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang

disebut endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai

hipotalamus, maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan kecepatan

metabolisme. Dari terbentuknya H2O2 pada metabolisme an aerob maka

yang terjadi adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa sehingga

merangsang hipotalamus dan menyebabkan terjadinya peningkatan set point

di hipotalamus. Pengaruh dari meningkatnya metabolisme adalah penyebab

takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai akibat dari

vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah karena dehidrasi,

panas dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan melalui kulit (keringat)

dan saluran pernafasan sehingga menyebabkan dehidrasi yang berakibat pada

suhu tubuh meningkat, demam dan menggingil (McPhee & Ganong, 2012).

Mikrobakterium Pneumonia menimbulkan peradangan dengan

gambaran baragam pada paru yang menyebabkan daya tahan tubuh atau imun

menurun. Respon hormonal juga berperan penting sehingga antigen berikatan

dengan antibodi dalam reaksi peradangan. Bakteri yang masuk menimbulkan

reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein

dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas

melalui porus khon dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit

mengalami pembesaran dan beberapa leukosit dari kapiler paru- paru. Alveoli

dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin

serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru-
21

paru menjadi sedikit udara, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lanjut

aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit

eritrosit. Kuman pneumokokus difagositasi oleh leukosit dan sewaktu

resolusi berlangsung makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit

bersama kuman penumokokus di dalamnya. Terjadi resolusi sempurna dan

paru-paru menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran

gas (McPhee & Ganong, 2012) .

Jaringan paru mengalami konsolidasi atau daerah paru menjadi padat,

maka kapasitas vital dan compliance paru menurun dimana kelainan pada

compliance paru seseorang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk

mempertahankan pertukaran gas terutama O2 dan CO2, serta aliran darah

yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau atau shunt kanan ke kiri

dengan ventilasi perfusi yang mismatch atau tidak sesuai, sehingga berakibat

pada hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat saturasi oksigen yang

menurun dan hiperkapnia. Hiperkapnia adalah berlebihnya karbondioksida

dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia

adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO2 yang diproduksi

atau dengan kata lain timbulnya retensi CO2 didalam jaringan. Selain dapat

berakibat penurunan kemampuan pengambilan oksigen dan berkurangnya

kapasitas paru, penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut

menggunakan otot bantu pernapasan yang dapat menimbulkan peningkatan

retraksi dada, sesak dan peningkatan pernafasan (McPhee & Ganong, 2012).
22

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya

disebabkan oleh virus atau bakteri yang masuk ke saluran pernafasan

sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan sekitarnya.

Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi

demam, batuk produktif, ronki positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme

tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat

stadium, yaitu :

a. Stadium I (4-12 jam pertama / kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan

dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

Degranulasi bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang intertisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema

antar kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus di tempuh

oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam

darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin.


23

b. Stadium II / hepatisasi (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai

bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh

karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga

warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III/ hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan

fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa- sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih teteap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

d. Stadium IV/ resolusi (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisi-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsropsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga

terjadi demam, batuk produktif, ronki positif dan mual. Bila

penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang

terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelaktasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak


24

nafas, dan nafas ronki. Fibrosis bisa menyebakan penurunan fungsi

paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas. Emfisema

(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut

dari frekuensi nafas, hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien terjadi

sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya

gagal nafas (Wijayaningsih, 2013).

Streptococcus pneumonia atau Mycoplasma pneumonia

menginvasi saluran nafas bawah terutama bronkus dan alveoli

sehingga menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi, akibatnya antibodi

beraktivasi terhadap virus yang masuk sehingga meningkatkan media

inflamasi yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh/ demam.

Reaksi inflamasi ini juga membuat peningkatan eksudat di alveoli

yang mengakibatkan PO2 menurun sehingga terjadi hiperventilasi dan

mengalami masalah gangguan pola nafas. Bronkopneumonia bisa

mengakibatkan perburukan keadaan dimana infeksi tidak hanya di

saluran nafas tapi juga menyebar ke saluran pencernaan yang berakibat

terjadinya inflamasi di saluran cerna yang ditandai peningkatan BAB >

3x/ hari, perburukan keadaan lainnya yaitu terjadinya hipoksi yang

mengakibatkan penurunan kesadaran pada penderita (Kyle & Carman,

2014).
25

5. PATHWAY BRONKOPNEUMONIA

Bakteri Stafilokokus aureus

Bakteri Haemofilus influeza

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan suhu Edema antara


pencernaan pembuluh darah kaplier dan
Hipertermi alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora Eksudat plasma
Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus masuk alveoli
eritrosit pecah

Gangguan difusi Peningkatan


Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan metabolisme Edema paru
dalam plasma
nafas tidak meningkat peristaltik usus
efektif
Gangguan Evaporasi Pengerasan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas meningkat
sedap dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru
Intake kurang
Gangguan Suplai O2 menurun
keseimbangan
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang
dari kebutuhan Hipoksia
Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam laktat


Retraksi dada / nafas
cuping hidung
Fatigue
Pola nafas tidak
efektif
Intoleransi aktivitas
26

6. Tanda dan Gejala

Menurut Engram, B. (2012) dan Kemenkes 2015 tentang

penatalaksanaan pneumonia serta gejala bronkopneumonia pada anak

bervasiari tergantung pada usia anak. Beberapa gejala dan tanda yang dapat

ditemukan pada anak dengan bronkpneumonia antara lain:

a. Batuk

b. Demam

c. Kesulitan bernapas seperti nafas cepat

d. Adanya tarikan dinding dada bawah ke dalam (retraksi).

e. Adanya napas cuping hidung (terutama pada bayi)

7. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes, (2015) tentang penatalaksaan

bronkopneumonia dapat dilakukan meliputi :

a. Antipiretik, hidrasi yang adekuat, dan observasi yang cermat

untu anak-anak yang sakit yang tidak parah.

b. Antibiotik (oral atau IV) pada bronkopneumonia bakterial.

c. Hospitalisasi jika anak mengalami takipnea, retraksi yang

signifikan, asupan oral yang buruk atau letargi agar suplemen

oksigen atau hidrasi IV dapat diberikan.Penanganan medis

terutama bersifat suportif dan mencakup memperbaiki

oksigenisasi dengan oksigen dan terapi pernafasan. Antibiotik

digunakan untuk mengobati pneumonia bakterial berdasarkan

kultur dan uji sensitivitas. Hospitalisasi bergantung pada

keparahan penyakit, usia anak, perlunya suplemen oksigen,


27

organisme yang dicurigai dan keadekuatan lingkungan rumah.

Jika terjadi efusi pleura, mungkin diperlukan torasentesis atau

drainase slang toraks.

8. Komplikasi Bronkopneumonia

Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia menurut Ngastiyah, 2012 :

a. Atelectasis, adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau

kolaps paru akibat kurangnya mobilisasi refleks batuk hilang apabila

penumpukan sekret akibat berkurangnya daya kembang paru secara

terus menerus terjadi dan penumpukan sekret menyebabkan obstruksi

bronkus instrinsik.

b. Episema, adalah keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga

pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura

c. Abses paru, adalah penumpukan pus atau nanah dalam paru dan

meradang

d. Infeksi sitemik

e. Endokarditis, adalah peradangan pada katup endocardial

f. Meningitis, adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak

9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan

diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah neutrofil)


28

2) Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan

dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk

mendeteksi agen infeksius.

1) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status

asam basa.

2) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.

3) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk

mendeteksi antigen mikroba

b. Pemeriksaan radiologi

1) Ronthenogram thoraks

Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada

infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali

dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus

2) Laringoskopi / Bronskopi

Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda padat

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dalam mengambil data mengenai

pasien. Pengkajian dilakukan dengan pengumpulan data dasar dan semua

informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi pasien. Pengkajian anak

dengan bronkopneumonia, antara lain sebagai berikut :


29

a. Identitas Data

Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar

anak yang dimaksud, dan tidak keliru dengan anak yang lain (Nursalam,

2013). Identitas tersebut meliputi: Nama anak, umur, jenis kelamin,

pendidikan, alamat, no RM, dll.

b. Identitas Orang Tua

Identitas orang tua meliputi: Nama orang tua, umur, pekerjaan,

pendidikan, alamat, dll.

c. Identitas Saudara Kandung

Identitas saudara kandung meliputi: Nama saudara kandung, anak

keberapa, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dll.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan atau gejala utama yang menyebabkan

pasien dibawa berobat, dan pada kasus bronkopneumonia keluhan utama

yang dirasakan anak adalah nafas sesak, panas dan rewel

3. Riwayat kesehatan

Menurut Nursalam (2013), riwayat kesehatan adalah untuk mengetahui

alasan pasien datang dan riwayat kesehatannya dahulu sekarang, serta

riwayat kesehatan keluarga untuk menemukan masalah kesehatan yang

sedang dialami pasien dan untuk menentukan diagnosa keperawatan serta

tindakan yang akan diberikan pada pasien.


30

a. Riwayat kesehatan kelahiran (Khusus untuk anak usia 0-5 tahun)

1)Prenatal care

a) Pemeriksaan kehamilan seperti yang dialamai saat hamil biasanya

pemeriksaan kehamilan normal tiap bulan selama kehamilan

b) Keluhan selama hamil seperti Pendarahan, infeksi, muntah-muntah,

ngidam, dan perawatan selama kehamilan

c) Riawayat terkena sinar atau mendapatkan terapi obat

d) Kenaikan BB selama hamil

e) Imunisasi TT saat kehamilan

f) Golongan darah ibu atau ayah

2)Natal

a) Tempat melahirkan di rumah sakit atau di klinik

b) Lama dan jenis persalinan seperti spontan, forceps, operasi, dan lain

lain

c) Petolongan persalinan dengan dokter, bidan atau dengan dukun

d) Cara untuk memudahkan persalinan seperti pemberian obat drips

dan obat perangsang.

e) Komplikasi waktu lahir seperti robek perineum dan infeksi nifas.

3)Post Natal

a) Kondisi bayi baru lahir dengan berat badan dan tinggi badan.

b) Apakah anak mengalami penyakit kuning , kebiruan, kemerahan,

problem menyusui , berat badan tidak stabil, dan infeksi tali pusat.
31

b. Riwayat kesehatan dahulu

Kaji penyakit-penyakit andemik dilingkungan tempat tinggal pasien kaji

berapa hal khusus perlu diperhatikan pada anak penah mengalami nafas

sesak.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga adalah untuk melihat apakah keluarga pernah

menderita gejala dan sakit yang sama, apakah keluarga memiliki penyakit

yang menurun dan menular

d. Riwayat imunisasi

Riwayat imunisasi dikaji untuk menentukan tingkat kepedulian keluarga

terhadap kesehatan anaknya .

No Jenis Imunisasi Waktu pemberian Reaksi setelah pemberian


1. BCG 0-2 bulan Biasanya menimbulkan
bisul pada bekas suntikan
2. DPT (I, II, III) 0-12 tahun Biasanya radang, nyeri,
tubuh kaku
3. Polio (I, II, III) 0-1 bulan Biasanya demam, gatal-
gatal
4. Campak 9 bulan Biasanya demam, pilek,
batuk
5. Hepatitis 0 bulan Biasanya demam dan
lemas
32

e. Riwayat Tumbuh Kembang

1. Pertumbuhan Fisik

Kaji berat badan anak, tinggi badan anak, dan waktu tumbuh gigi.

2. Perkembangan tiap tahap

Kaji usia anak saat berguling, duduk, merangkak, berdiri, berjalan, senyum

kepada orang lain pertama kali, bicara pertama kali dan berpakaian tampa

bantuan.

f. Riwayat nutrisi

1. Pemberian asi

Kaji pertama kali disusui, cara pemberiannya dan lama pemberian.

2. Pemberian susu formula

Kaji alasan orang tua memberikan asi formula, jumlah pemberian dan cara

pemberian.

3. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Kaji dari anak berusia 0 sampai dengan saat ini.

g. Riwayat Psikososial

Kaji dimana anak tinggal, lingkungan berada dimana dekat dengan apa, hal

hal yang membahayakan, hubungan antar keluarga, dan pengasuh anak.

h. Reaksi Hospitalisasi

Kaji pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap dan kaji pemahaman

anak tentang sakit dan rawat inap.


33

i. Aktivitas Sehari-hari

a. Nutrisi

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit, biasanya anak dengan

bronkopneumonia pada saat sebelum sakit makan anak 3x sehari , nafsu

makan baik, pada saat sakit anak akan lebih sulit untuk makan.

b. Cairan

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit,biasanya anak pada saat

sebelum sakit akan banyak minum, pada saat sakit anak akan malas untuk

minum.

c. Eliminasi

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit. Biasanya tidak ada

masalah pada anak dengan bronkopneumonia kecuali sudah terjadi

komplikasi lain.

d. Istirahat dan tidur

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit, biasanya anak dengan

bronkopneumonia pada saat sebelum sakit istirahat dan tidur anak cukup

tidak ada hambatan, tetapi pada saat sakit akan sulit untuk tidur karena

sesak dan merasa tidak nyaman.

e. Olahraga

Kaji nutrisi anak sebelum sakit ataupun saat sakit, biasanya anak dengan

bronkopneumonia sebelum sakit akan aktif dan banyak beraktivitas

sedangkan pada saat sakit anak akan cendrung murung dan malas untuk

berolahraga.
34

f. Personal Hygiene

Biasanya anak sebelum sakit akan melakukan kebersihan dirinya sendiri

pada saat sakit anak akan merasa lemas dan dibantu oleh orang tua untuk

melakukan kebersihan anak.

g. Aktivitas/Mobilitas Fisik

Biasanya anak sebelum sakit akan banyak beraktivitas saat sakit anak lelah

saat beraktivitas dan merasa lemas.

h. Rekreasi

Biasnaya anak sebelum sakit akan senang untuk pergi bereaksi saat sakit

anak akan merasa malas dan lemas dan keluarga juga tidak mau membawa

anaknya untuk bekreasi.

II. Pemeriksaan fisik

1. Kondisi Umum

Kaji tingkat kesadaran anak, keadaaan umum anak. Biasanya anak bisa

mengalami penurunan kesadaran, keadaan umum lemah, letih dan rewel.

2. Tanda tanda vital

Pengkajian dapat berupa vital signs berupa denyut nadi normal pada anak

adalah 80-115x/menit, denyut nadi anak dengan demam

>115x/menit. Pernafasan normal 25-30x/menit, anak dengan

demam>30x/menit. Temperatur normal adalah 36-37 , temperatur anak

demam adalah ≥ 38.

3. Kulit

Mengkaji apakah pasien memiliki masalah kulit yang mengakibatkan

infeksi dan memunculkan gejala kenaikan suhu tubuh. Kaji warna kulit
35

anak, adanya sianosi, adanya kemerahan, adanya tanda lahir, tugor kulit,

edema dan luka pada anak. Biasanya anak dengan bronkopneumonia

wajahnya akan kemerahan.

4. Kepala

Kaji bentuk kepala, fontanel anterior, bentuk wajah. Biasanya kepala anak

simetris kiri dan kanan tidak terdapat benjolan.

5. Mata

Kaji bentuk mata, konjungtiva, sclera. Biasanya mata anak simetris kiri dan

kanan.

6. Telinga

Biasanya terlinga anak simetris tidak terdapat benjolan.

7. Hidung

Biasanya hidung anak simetris kiri dan kanan, tidak terdapat benjolan

8. Leher

Kaji pembesaran pada kelenjer tiroid, biasanya leher anak tidak terdapat

membekakan kelenjer tiroid.

9. Kardiovaskuler

Pengkajian kardiovaskuler untuk mengetahui apakah anak memiliki

gangguan pernafasan yang disebabkan oleh gangguan jantung dan untuk

mengetahui apakah terjadi peningkatan denyut nadi.

I :Biasanya iktus tidak terlihat

P :Biasanya iktus teraba

P :Biasanya suara ketok sonor, tidak ada suara tambahan.

A :Biasanya irama jantung tidak teratur


36

(takikardi), kekuatan jantung memompa kuat

3. Paru

I : biasanya terlihat ekspansi dada asimetris, tampak sesak

nafas, tampak penggunaan otot bantu nafas, pergerakan dada saat

bernafas cepat, dan ketidakseimbangan antara inspirasi dan

ekspirasi.

P : biasanya antara fremitus kiri dan kanan menurun, tidak

sama dan biasanya ekspansi paru meningkat

P : bunyi pekak diatas area yang terisi cairan (hematorak)

A : biasanya terdapatnya suara nafas tambahan berupa

wheezing atau rhonki

4. Jantung

I : Biasanya ictus cordis tidak terlihat

P : Biasanya ictus cordis teraba di ruang inter costal 2 linea

deksta sinistra

P : Biasanya ada nyeri

A : Biasanya menentukan suara jantung I dan II tunggal atau

gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala

jantung

5. Perut / Abdomen

I : Biasanya terjadi distensi abdomen, tidak ada asites

P : Biasanya tidak ada nyeri tekan pada bagian pinggang, dan tidak

adanya pembesaran hepar dan lien


37

P : Biasanya tidak ada nyeri tekan pada bagian pinggang, dan tidak

adanya pembesaran hepar dan lien

A : Biasanya terdengar thympani

6. Genetalia

Biasanya dilihat dari jenis kelamin seorang anak laki-laki atau

perempuan

7. Anus

Biasanya tidak ada masalah dengan anus

8. Muskuloskeletal

Mengkaji untuk melihat tumbuh kembang anak, serta aktivitas anak.

9. Sistem endokrin

Mengkaji apakah pasien mengalami gangguan tidur, lemah, mudah

lelah.

10. Sistem hematologi

Mengkaji apakah anak mengalami anemia, perdarahan, atau terdapat

penyakit gangguan pada darah berupa leukimia yang memunculkan

gejala kenaikan suhu tubuh.

11. Nyeri plain

Melihat sakla nyeri pada seorang anak dan lokasi nyeri yang dialami oleh

anak

12. Penatalaksanaan terapi medis

a) Pemberian terapi oksigen 1-5 L/menit

b) Pemberian terapi cairan infus 500 ml/24 jam. Jumlah cairan

disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi


38

c) Pemberian ventolin yaitu bronkodilator untuk melebarkan bronkus

d) Pemberian antibiotik untuk mengurang komplikasi

e) Pemberian antipiretik untuk mengatasi demam

13. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada Bronkopneumonia adalah sebagai berikut

menurut Padila, (2013):

1) Foto thoraks, pada foto thorax bronkopneumonia terdapat bercak –

bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus

2) Laboratorium, biasanya leukosit dapat mencapai 15.000-40.000

mm3 dengan pergeseran kekiri

3) GDA, tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru

yang terlibat dan penyakit paru yang ada

4) Analisa gas darah arteri, bisa menunjukkan asidosis metabolik

dengan atau tanpa retensi CO2

5) LED meningkat

6) Elektrolit natrium dan klorida dapat rendah

14. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

a. Usia 0 - 6 tahun

Dengan menggunakan DDST

1. Motorik kasar

2. Motorik halus

3. Bahasa

4. Personal social
39

b. Usia 6 tahun keatas Dengan menggunakan DDST

1. Perkembangan kognitif

2. Perkembangan psikoseksual

3. Perkembangan psikososial

II. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan napas, hipersekresi jalan

napas, disfungsi neuromuskular, benda asing dalam jalan napas, adanya

jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding jalan napas,

proses infeksi, respon alergi, efek agenfarmakologis.

2. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan, hambatan upaya napas,

deformitas dinding dada, deformitas tulang, gangguan neuromuskular,

gangguan neurologis, imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas,

posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, Sindrom hipoventilasi,

kerusakan inervasi diafragma, cedera pada medula spinalis, efek agen

farmakologis, kecemasan

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi,

perubahan membran alveolus - kapiler

4. Hipertermi b.d Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit,

ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, Peningkatan laju

metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, penggunaan inkubator

5. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit b.d Dehidrasi, tdan diare

6. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan

mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, peningkatan

kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi, faktor psikologi


40

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen (SDKI, 2017 dan SLKI, 2018)

a. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1

SDKI SLKI SIKI

Bersihan jalan nafas Setelah di lakukan Manajemen jalan nafas

tidak efektif intervensi keperawatan Observasi

berhubungan 1x24 jam, di harapkan - Monitor pola napas

dengan proses jalan nafas membaik (frekuensi, kedalaman ,

infeksi dengan kriteria hasil : usaha napas)

- Batuk efektif - Monitor bunyi nafas

meningkat tambahan

- Produksi sputum - Monitor sputum

menurun

- Mengi menurun Teraupetik

- Meconium ( pada - Pertahankan kepatenan

neonates ) menurun jalan nafas dengan head

- Dyspnea menurun tiit dan chin lift

- Ortopnea menurun - Posisikan semi

- Sulit bicara menurun fowler/fowler

- Sianosis menurun - Berikan minum hangat

- Lakukan fisioterapi dada


41

- Gelisah menurun jika perlu

- Frekuensi nafas - Lakukan penghisapan

membaik lender kurang dari 15

- Pola nafas membaik detik

- Lakukan hiperoksigenasi

sebelum penghisapan

endotrakeal

- Keluarkan sumbatan

benda padat dengan

forsep McGiil

- Berikan oksigen jika

perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan cairan

2000 ml/hari, jika tidak

kontraindikasi

- Ajarkan teknik batuk

efektif

Kalaborasi

- Kolaborasi pemberian

bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik,

jika perlu

Setelah di lakukan Pemantauan respirasi


Pola nafas tidak
42

intervensi keperawatan Observasi


efektif
1x24 jam, di harapkan - Monitor frekuennsi,
berhubungan
pola nafas membaik irama, kedalaman dan
dengan deformitas
dengan kriteria hasil : upaya nafas
dinding dada
- Ventilasi meningkat - Monitor pola napas

- Kapasitas vital - Monitor kemampuan

meningkat batuk efektif

- Diameter thorak- - Monitor adanya

anterior-posteilor produksi sputum

meningkat - Monitor adanya

- Tekanan ekspirasi sumbatan jalan nafas

meningkat - Palpasi kesimetrisan

- Tekanan inspirasi ekspansi paru

meningkat - Auskultasi bunyi nafas

- Dyspnea mmenurun - Monitor saturasi oksigen

- Penggunaan otot - Monitor nilai AGD

bantu nafas menurun - Monitor hasil x-ray

- Pemanjangan fase thorak

ekspirasi menurun Terapeutik

- Ortopnea menurun - Atur interval

- Pernapasan pursed- pemamtauan respirasi

tip menurun sesuai kondisi pasien

- Pernapasan cuping - Dokumentasikan hasil

hidung menurun pemantauan


43

- Frekuensi nafas Edukasi

membaik - Jelaskan tujuan dan

- Kedalaman nafas prosedur pemantauan

membaik - Informasikan hasil

- Ekskursi dada pemantauan jika perlu

membaik

Gangguan Pertukaran gas Pemantauan Respirasi

pertukaran gas
Setelah di lakukan Observasi
berhubungan
intervensi keperawatan
1. Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan
1x24 jam, di harapkan
irama, kedalaman, dan
ventilasi – perfusi,
pola nafas membaik
upaya napas
perubahan membran
dengan kriteria hasil
2. Monitor pola napas
alveolus - kapiler
3. Monitor adanya

produksi sputum
1. Keseimbangan asam
4. Auskultasi bunyi napas
basa
5. Monitor saturasi oksigen
2. Respon ventilasi
6. Monitor nilai AGD
mekanik
7. Monitor adanya
3. Tingkat delirium
sumbatan jalan napas
4. Konservasi energi

5. Perfusi paru

Teraupetik
44

1. Atur interval

pemantauan respiratorik

sesuai kondisi pasien

Edukasi

1. Jelaskan kepada klien dan

keluarga tujuan

pemantauan

Hipertermi Setelah di lakukan Manajemen hipertermi

berhubungan intervensi keperawatan


Tindakan Observasi
dengan proses 1x24 jam, di harapkan
- Identifikasi penyebab
penyakit termoregulasi membaik
hipertermi
dengan kriteria hasil :
- Monitor suhu
- Menggigil menurun
tubuh
- Kulit merah menurun
- Monitor kadar eletrolit
- Kejang menurun
- Monitor haluaran urin
- Akrosianosis menurun
- Monitor komplikasi
- Komsumsi oksigen
hipertermi
menurun
Terapeutik
- Piloereksi menurun
- Sediakan lingkungan
- Vasokontriksi perifer
yang dingin
menurun

- Kulit memorata - Longgarkan atau

menurun lepaskan pakaian

- Basahi dan kipasi


45

- Pucat menurun
permukaan tubuh
- Takikardi menurun
- Berikan cairan
- Takipnea menurun
oral
- Bradikardi menurun
- Ganti linen setiap hari
- Dasar kuku sianosis
- Hindari pemberian
menurun
antiperetik atau aspirin
- Hipoksia menurun
- Berikan oksigen , jika
- Suhu tubuh
perlu
Membaik
Edukasi
- Suhu kulit
- Anjurkan tirah
membaik
baring
- Kadar gula darah
Kolaborasi
membaik
- Pemberian cairan dan
- Pengisian kapiler
elektrolit intravena
membaik

- Ventilasi membaik

- Tekanan darah

membaik

Gangguan Setelah dilakukan Manajemem Cairan

keseimbangan 1. Identifikasi kemungkinan


intervensi keperawatan
cairan dan eletrolit 2. Penyebab
selama 1x24 jam
ketidakseimbangan

Diharapkan: elektrolit

3. Monitor kadar elektrolit


1.Keseimbangan
46

elektrolit meningkat, serum

dengan kriteria hasil: 4. Monitor mual, muntah,

dan diare
a. Serum natrium
5. Monitor kehilangan cairan,
membaik
jika perlu e. Atur interval
b. Serum kalium
waktu pemantauan sesuai
membaik
dengan kondisi pasien

c. Serum klorida 6. Dokumentasikan hasil

membaik pemantauan

7. Jelaskan tujuan dan


d. Serum kalsium
prosedur pemantauan
membaik
8. Informasikan hasil
e. Serum magnesium pemantauan

Membaik

f. Serum fosfor membaik


Terapeutik

g. Asupan cairan 1. Lakukan pemantauan

meningkat tanda kekurangan cairan

2. Pantau tanda dehidrasi


h. Kelembaban membran
Edukasi
i. mukosa
1. Anjurkan banyak minum
meningkatDehidrasi
Kolaborasi
menurun
1. Kolaborasi pemberian

medikasi sebelum makan


47

j. Tekanan darah 2. Kolaborasi dengan

pemberian terapi cairan


membaik

k. Denyut nadi membaik

l. Turgor kulit memb

Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi

berhubungan intervensi keperawatan Tindakan Observasi

dengan selama 1x24 jam, - Identifikasi status nutrisi

ketidakmampuan diharapkan status nutisi - Identifikasi alergi dan

menelan makanan membaik dengan intoleransi makanan

kriteria hasil : - Identifikasi makanan yang

- Porsi makanan yang disukai

dihabiskan meningkat - Identifikasi kebutuhan

- Kekuatan otot kalori dan jenis nutrisi

pengunyah meningkat - Identifikasi perlunya

- Kekuatan otot menelan penggunaan selang

meningkat nasogastrik

- Serum albumin - Monitor berat

meningkat badan

- Verbalisasi keinginan - Monitor asupan

untuk meningkatan makanan

nutrisi meningkat - Monitor hasil pemeriksaan

- Pengetahuan tentang laboratorium

pilihan makanan yang


48

sehat meningkat Terapeutik

- Pengetahuan tentang - Lakukan oral

pilihan minuman yang hygiene sebelum makan

sehat meningkat - Fasilitasi menetukan

- Perasaan cepat pedoman diet

kenyang menurun - Sajikan makanan secara

- Nyeri abdomen menarik dan suhu yang

menurun sesuai

- Sariawan menurun - Berikan makanan tinggi

- Rambut rontok kalori dan tinggi protein

menurun - Berikan makanan tinggi

- Diare membaik serat

- Berat badan membaik - Berikan suplemen makan,

- Frekuensi makan jika perlu

membaik - Hentikan pemberan

- Nafsu makan membaik makanan lewat NGT jka

- Bising usus membaik asupan oral sudah dapat

ditoleransi

Edukasi

- anjurkan makan dengan

posisi duduk

- ajarkan diet yang

diprogramkan

kolaborasi
49

- pemberian medikasi sebelu

makan dan jenis nutrisi

yang dibutuhkan

- kalaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah

kalori dan jenis nutrisi

yang dibutuhkan , jika

perlu

Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy

aktivitas tindakan keperawatan


Observasi
berhubungan selama 1x24 jam respon
- Identifikasi gangguan
dengan fisiologi terhadap
fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan aktiftas meningkat
mengakibatkan
antara suplai dan dengan kiteria hasil :
kelelahan
kebutuhan oksigen - frekuensi nadi
- Monitor kelelahan
meningkat
fisik dan emosional
- saturasi oksigen
- Monitor pola
meningkat
jam tidur
- kemudahan dalam
- Monitor lokasi
aktifitas sehrai-hari
dan ketidaknyamana
Meningkat
Terapeutik :
- kecepatan berjalan

meningkat - Sediakan lingkungan

- jarak berjalan yang nyaman dan


50

meningkat
rendah stimulus
- keluhan lelah
- Lakukan rentang gerak
menurun
pasif dan aktif
- dyspnea saat
- Berikan aktifitas
beraktivitas menurun
distraksi yang
- dyspnea setelah
menenangkan
aktivitas menurun

- perasaan lelah - Fasilitasi duduk disisi

menurun tempat tidur

- aritmia saat aktivitas Edukasi

menurun
- Anjurkan tirah
- aritmia setelah
baring
aktivitas menurun
- Anjurkan melakukan
- sianosis menurun
aktifitas secara bertahap
- warna kulit membaik

- tekanan darah - Anjurkan menghubungi

membaik perawat jika ditemukan

- frekuensi napas tanda tanda kelelahan

membaik - Ajarkan strategi koping

untuk mengurangi

kelelahan

Kolaborasi

- Kolaborasi gizi tentang

cara meningkatkan
51

asupan makanan

b. Implementasi

Setelah rencana tindakan keperawatan di susun maka untuk selanjutnya

adalah pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan

sesuai dengan rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelakasaan

implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau dapat

mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan di

lakukan.

c. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakir dalam asuhan keperawatan, evaluasi

dilakuakan dengan pendekatan SOAP (data subjektif, data objektif, analisa,

planning). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan

rencana tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Asuhan Keperawatan
52

1. Pengkajian

b. Identitas pasien

Nama anak : An. R

Tempat /tgl lahir : Samarinda / 10 Agustus 2017

Umur : 2 Tahun

Jenis kelamin : laki - laki

Pendidikan : belum menikah

Anak ke :2

Agama : Kristen

Suku : Dayak

c. Identitas penanggung jawab

Nama Ibu : Ny. R Nama Ayah : Tn. A

Umur : 33 tahun Umur : 36 Tahun

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Polisi

Pendidikan : SMK Pendidikan : SMA

Alamat : Jl. Asrama Brimob Samarinda

Dx. Medis : Bronkopneumonia

No. RM : 00.07.22.xx

Tgl Masuk RS : 09 April 2019

d. Keluhan Utama (Alasan Masuk RS, cara masuk)


53

Pasien An. R umur 2 tahun masuk ke IGD RS SMC. Pasien masuk

dengan keluhan 2 hari yang lalu orang tua mengatakan anak sempat

tersendak saat makan di rumah kemudian An. R mengalami batuk

berdahak, demam.

e. Riwayat kehamilan dan prenatal

1) Prenatal

Ibu mengatakan hamil An. R selama 39 minggu dan An. R merupakan

anak ke 2

2) Intranatal

Ibu mengatakan selama hamil An. R pernah mengalami tekanan darah

tinggi

3) Post natal

Ibu mengatakan melahirkan An. R secara cesar dengan berat badan

3600 gram,

f. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Ibu mengatakan saat berusia 5 bulan An. R pernah di rawat di RS SMC

karena sakit asma. Pasien memiliki riwayat alergi debu, tidak memiliki

riwayat penyakit menular kronik, penggunaan obat, dan operasi

riwayat imunisasi lengkap.

2) Riwayat kesehatan sekarang


54

Saat dilakukan pengkajian orang tua mengatakan awalnya sempat

tersedak saat makan di rumah sekitar 2 hari kemudian anak batuk

berdahak, 2 hari kemudian anak demampada tanggal 09 April 2019

orang tua mengatakan membawa anaknya ke klinik lalu mendapatkan

terapi uap siangnya anak sesak dan langsung di bawa ke IGD RS

SMC, ibu mengatakan anak memiliki riwayat alergi debu.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Ibu An. R mengatakan memiliki penyakit asma dan menurun kepada

An. R.

g. Riwayat Imunisasi
Tabel 3.1
No Jenis Usia Usia Usia Usia
Imunisasi Pemberian I Pemberian Pemberian Pemberian
II III IV

1 BCG 1 bulan - - -

2 Hepatitis 0 hari - - -

3 DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -

4 POLIO 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

5 Campak 9 bulan - - -

j. Riwayat Tumbuh Kembang


55

Berat badan anak sebelum sakit dan sesudah sakit mengalami penurunanan

berat badan 11 Kg, TB anak 70,7 CM, Lingkar kepala 48 CM, Lingkar dada

52 CM, lingkar lengan 15, 7 CM. Interprestasi hasil KPSP jumlah jawaban

ya= 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

k. Riwayat nutrisi

Ibu mengatakan di rumah An. R memakan semua makanan yang diberikan,

namun kurang menyukai sayuran tidak ada pantangan makanan adapun

makanan yang di sukai An. R adalah belut. Semenjak sakit ibu mengatakan

nafsu makan An. R menurun anak hanya makan ikan yang disediakan namun

tidak mau memakan nasinya.

l. Riwayat Psikososial

Anak tinggal dengan kedua orang tua di rumah

m. Reaksi Hospitalisasi

Pada An. R umur 5 bulan anak di rawat di RS SMC dengan keluhan asma

n. Aktivitas Sehari-hari

1)Nutrisi

Ibu mengatakan di rumah An. R memakan semua makanan yang diberikan,

namun kurang menyukai sayuran tidak ada pantangan makanan adapun

makanan yang di sukai An. R adalah belut. Semenjak sakit ibu mengatakan

nafsu makan An. R menurun anak hanya makan ikan yang disediakan namun

tidak mau memakan nasinya.

2)Cairan
56

Ibu mengatakan anak juga malas minum

3)Eliminasi

Ibu mengatakan selama di rumah dan di rumah sakit An. R untuk BAB 1 kali

sehari dan BAK 3 sampai 4 kali sehari

4)Istirahat dan tidur

Ibu An. R mengatakan selama di rumah tidur siang lebih kurang 3 jam dan

tidur malam lebih kurang 8 jam, sedangkan di rumah sakit tidur siang lebih

kurang 2 jam dan tidur malam lebih kurang 5 jam. Anak sering terbangun

pada malam hari karena batuk.

5)Personal Hygiene

Ibu mengatakan An. R selama di rumah sakit mandi 1 kali sehari dan gosok

gigi 1 kali sehari, cuci rambut setiap mandi.

6)Aktivitas/Mobilitas Fisik

Ibu mengatakan An. R adalah anak yang aktif lebih sering bermain di

dalam rumah bersama ayah ataupun saudaranya.

7)Rekreasi

Biasnaya anak sebelum sakit senag bermain dengan saudara atau ayah di

rumah saja.

II. Pemeriksaan fisik


57

1. Keadaan umum : composmentis (E4V5M6)

2. Tanda- tanda vital

RR : 35 x/menit

Nadi : 97 x/menit

Suhu : 37,80C

3. Kepala

a. Rambut : Muka simetris, kulit kepela bersih, rambut tampak hitam,

sulit di cabut, ubun-ubun besar menutup

b. Mata : Sklera putih, tidak cekung, pupil isokor, reflek cahaya (+)

konjung tiva tidak anemis.

c. Hidung : Tidak ada rinorea, tidak ada terdapat pernafasan cuping

hidung

d. Mulut : Bibir lembab tidak kering, tidak pucat, lidah tidak tremor /

kotor, gigi tidak mengalami caries, ukuran tonsil normal

e. Leher : Kelenjar getah bening teraba, tiroid tidak teraba, posisi

trakea letak tengah tidak ada kelainan

f. Dada/Thorak

I : simetris kiri dan kanan, ada penggunaan otot bantu nafas, adanya

retraksi dinding dada atau otot bantu pernafasan. An. R terpasang

nasal kanul 1 lpm, nafas cepat dan dangkal, pernafasan mengunakan

cuping hidung

P : Tidak ada nyeri tekan saat mengembangkan paru kiri lebih

rendah getaran lemah paru kiri

P : Redup pada paru sinistra


58

A : adanya suara tambahan ronkhi

g. Jantung

I : - Tidak ada terlihat adanya pulpasi iktus kordis

- CRT kurang 2 detik, tidak ada sianosis

P : Ictus kordis teraba di ICS 5 dan akral hangat

P : - Batas atas ICS III line sternal dekstra

- Batas bawah ICS V line midelavictula sinistra

- Batas kanan ICS III line sternal dekstra

- Batas kiri ICS III line sternal sinistra

A : - BJ II Aorta Dub, regular dan intensitas kuat

- BJ II pulmonal Dub regular dan intensitas kuat

- BJ I trikuspid Lub regular dan integritas kuat

- BJ I mitral Lub regular dan intensitas kuat

- Tidak ada bunyi jantung tambahan

- Tidak ada kelaian

h. Abdomen

I : Bentuk perut data, mengikuti gerak saat bernafas, tidak terdapat

bekas luka operasi

A : Bising usus 8x/menit

P : Tidak terdapat massa ataupun juga tumor, nyeri tekan tidak ada

P : Tympani, tidak ada nyeri ketuk ginjal

i. Genetalia : An. R kebersihan genetalia bersih, tidak mengalami

kelaianan dan kelaianan anus

j. Integumen
59

Tidak ada kelaianan tulang belakang, kulit normal, turgor kulit baik

dan kekuatan otot normal:

- Kanan atas 5 kanan bawah 5

- Kiri atas 5 kiri bawah 5

k. Muskuloskoletal : An. R pergerakan sendi bebas, tidak ada kelaianan

ekstremitas

h. Pemeriksaan tumbuh kembang

1) Motorik kasar

- An. R mampu berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik

2) Motorik halus

- An. R saat diberikan bola dapat mengelindingkan dan melempar

kembali bola

3) Bahasa

- An. R dapat mengatakan papa ketiak ia melihat / memanggil

ayahnya dan mengatakan mama saat melihat / memanggil mama

4) Personal sosial

- An. R dapat menunjukan apa yang diinginkannya tanpa menangis

atau merengek

i. Pemeriksaan penunjang

Morfologi Darah Tepi tanggal 11 April 2019

Result :

Eritrrosit : Normikrom-normositer

Leukosit : Kesan Jumlah Meningkat

Trombosit : Kesan jumlah meningkat


60

Pemeriksaan Rongen Thorax AP / PA tanggal 11 April 2019 dengan hasil

Bronkopneumonia sinistra

j. Terapi

IUFD D5 1/2 : 10tts/i

O2 1 liter nasal kanul

Cefotaxime 3x300 mg iv

Certidex 2x2mg iv

Paracatamol 3 x 100 mg iv

Puyer batuk 3x1 PO

Nebu Ventolin (inhalasi) per 8 jam

Analisa Data
No Data Penunjang Masalah Etiologi
Keperawatan
1 DS : Bersihan jalan Sekresi yang
 Ibu An. R mengatakan nafas tidak tertahan
anaknya batuk efektif
berdahak
 Ibu An. R mengatakan
anaknya batuk dan
susah dikeluarkan
DO :
 An. R tampak
gelisah
 RR 35x/i
 Bunyi nafas
tambahan ronchi
 Inspirasi lebih
pendek dari
61

ekspirasi
2 DS : Pola nafas Deformitas
 Ibu An. R tidak efektif dinding dada
mengatakan
anaknya kadang
sesak

DO :
 An. R tampak
gelisah
 An. R tampak
menggunakan Nafas
cuping hidung
 An. R tampak
menggunakan
Retraksi dinding
dada
 An. R terpasang
oksigen nasal kanul
1 Lpm
3 DS : Hipertermia Proses penyakit
 Ibu An. R mengatakan (infeksi)
anaknya demam
 Ibu An. R mengatakan
panasnya tidak turun
DO :
 Suhu 37,80C
 Kulit An. R teraba
hangat
 An. R tampak gelisah

B. Diagnosa Keperawatan
62

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan


b. Pola nafas tidak efektif b.d deformitas dinding dada
c. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)

C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan Manajemen jalan


efektif b.d sekresi yang napas napas
tertahan
 Batuk efektif Observasi
 Produksi sputum
 Monitor pola napas
berkurang
 Monitor bunyi
 Frekuensi napas
napas
normal
 Monitor sputum
Teraupetik

1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt chin-lift
2. Posisikan semi
fowler
3. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
4. Beri oksigen

Kolaborasi
63

1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator bila
perlu
Pola nafas tidak efektif b.d Pola Nafas Manajemen jalan
deformitas dinding dada nafas
 Penggunaan otot
Observasi
bantu napas
1. Monitor pola nafas
menurun
2. Monitor bunyi nafas
 Pernafasan
tambahan
cuping hidung
3. Monitor sputum
menurun
Terapeutik
 Tidak ada
1. Berikan minum
retraksi dinding
hangat
dada
2. Berikan fisioterapi
dada jika perlu
3. Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 1000ml
2. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
jika perlu

Hipertermia b.d proses Termoregulasi Manajemen


penyakit (infeksi) hipertermia
 Tidak menggigil
64

 Kulit tidak Observasi


merah 1. Identifikasi
 Tidak pucat penyebab
 Suhu tubuh hipertermia
normal 2. Monitor suhu
tubuh
3. Monitor kadar
elektrolit
4. Monitor
komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
1. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
2. Berikan cairan oral
3. Ganti linen setiap
hari atau lebih
sering mengalami
hiperhidrosis
4. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika perlu
65

D. Implementasi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan

Implementasi yang dilakukan kepada An. R yaitu dengan mengajarkan teknik

batuk efektif karena pada An. R mengeluh keluhan batuk dan ada sekret,

Untuk membersihkan jalan nafas pada anak tersebut dilakukan batuk efektif

sehingga jalan nafas kembali efektif dan sekret bisa di keluarkan. Selain itu

kolaborasi dengan dokter terhadap pemberian inhalasi nebulizer.

2. Pola nafas tidak efektif b.d deformitas dinding dada

Implementasi yang dilakukan pada An. R dengan pola nafas tidak efektif

yaitu dengan mengatur posisi tidur yang nyaman seperti head up 30 derjat

dan kolaborasi dengan dokter dalam melakukan pemberian oksigen nasal

kanul 1 liter per menit.

3. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)

Implementasi yang akan dilakukan kepada An. R yaitu melakukan tindakan

keperawatan dengan memberikan kompres dengan air hangat, menganti

pakaian pasien yang tipis dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

terapi obat paracatamol.


66

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Analisis Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi status

kesehatan klien (Nursalam, 2012). berdasarkan hasil pengkajian yang

dilakukan, diperoleh data bahwa An. R berusia 2 tahun. Menurut

Nursalam (2012) pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak, kasus

terbanyak terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun. Sedangkan menurut

pernyataan Sudarti (2010).

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan terhadap An. R di peroleh

data sebagai berikut : An. R, Laki - laki, berusia 2 tahun. Mengalami

keluhan utama batuk sejak 2 hari yang lalu dan demam, nafas anak terlihat

sesak. Menurut Nursalam (2012) keluhan utama pasien masuk saat dikaji

biasanya penderita dengan bronkopneumonia akan mengalami sesak nafas.

Pada saat dilakukan pengkajia pada tanggal 09 April 2019 di

dapatkan data : ibu An. R mengatakan anaknya masih batuk, ibu An. R

mengatakan anaknya masih sesak, ibu An. R juga mengatakan anaknya

batuk, ibu mengatakan An. R demam. Data objektif yang didapatkan :

pasien tampak gelisah, TTV suhu 37,80C, Nadi 97 x/i, RR 35 x/i, tampak

penggunaan nafas cuping hidung, tampak pucat, kulit teraba hangat


67

tampak retraksi dinding dada, auskultasi terdengar ronchi,inspirasi lebih

pendek dari ekspirasi, IUFD D5 1/2 10 tpm, Cefotaxime 3x300 mg,

certidex 2x2mg, puyer batuk 3x1, paracatamol 3x100 mg, nebu ventolin

(inhalasi / 8 jam).

Hal ini hampir sesuai dengan teori pernyataan Hidayat (2011),

Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan

oleh bacteri, virus dan jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan

gejala panas tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal, muntah,

diare, serta batuk kering dan produktif. Sedangkan menurut Nursalam

(2012) pada riwaya penyakit sekarang penderita bronkopneumonia

biasanya merasakan sulit untuk bernafas, disertai dengan batuk berdahak,

terlihat otot bantu pernafasan, adanya suara tambahan, penderita biasa juga

lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai dengan diare.

Menurut teori Nursalam (2012) untuk pemeriksaan fisiknya

didapatkan data adanya sianosis, dispnea, pernafasan cuping hidung,

distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, nyeri

dada saat menarik nafas, takipnea, perlu diperhatikan adanya tarikan

dinding dada kedalam pada fase inspirasi, auskultasi di dapatkan ronkhi

dan wheezing.

Menurut analisa peneliti dari data di atas terdapat kesesuaian antara

kasus dengan teori yang ada di mana menurut teori pasien dengan

bronkopneumonia banyak terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun

sedangkan pada kasus usia anak baru 2 tahun. Sedangkan untuk data yang
68

lain mengarah pada tanda dan gelaja yang ditunjukan dimana anak dengan

bronkopneumonia akan mengalami yaitu sesak nafas, gelisah, batuk,

demam, adanya produksi sputum yang berlebih dll.

2. Diagnosa keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul pada An. R yaitu diantaranya

bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan, pola nafas tidak

efektif b.d Deformitas dinding dada, hipertermia b.d proses penyakit

(infeksi) (SDKI, 2017).

Besihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan ditegakan karena data yang mendukung orang tua anak

mengatakan anak batuk dan pilek, anak tampak gelisah, pernafasan 35x/i,

bunyi nafas tambahan ronchi, inspirasi lebih pendek dari ekspirasi.

Pola nafas tidak berhubungan dengan Deformitas dinding dada

ditegakan karena data yang mendukung orang tua mengatakan nafas

anaknya sesak, anak tampak gelisah, pernafasan cuping hidung, tampak

pucat,tampak retraksi dinding dada.

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)

ditegakkan karena data yang mendukung orang tua mengatakan kondisi

anaknya demam, dan panasnya tidak turun, kulit teraba hangat, pasien

tampak gelisah, suhu 37, 80C.

Menurut teori terdapat 6 diagnosa yang dapat ditegakkan untuk

pasien dengan bronkopneumonia antara lain gangguan pertukaran gas,

bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, hipertermia,
69

defisit nutrisi dan nyeri akut (SDKI, 2017) Sedangkan menurut Amin

(2015) terdapat 7 diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifpan bersihan

jalan nafas, defisiensi pengetahuan, pola nafas tidak efektif, gangguan

pertukaran gas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

intoleransi aktivitas dan resiko ketidakseimbangan elektrolit.

Menurut analisa peneliti, dari data diatas terdapat kesesuaian antara

kasus dan teori yang ada dimana diagnosa yang mendukung untuk data yang

telah didapatkan saat pengkajian kepada An. R yaitu 3 diagnosa yaitu

bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, dan hipertermia.

Untuk diagnosa yang lain tidak dapat diangkat oleh peneliti karena data

pendukung menegagakan diagnosa keperawatannya yang kurang. Saat

menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan (SDKI, 2017) kita

memerlukan 3 data mayor yang sesuai dengan kejadian yang ada. Misalkan

untuk menegakan diagnosa gangguan pertukaran gas berdasarkan (SDKI,

2017) kita memerlukan data mayor yang sangat penting berupa hasil

laboratorium AGD seperti PCO2, SAO2,HCO3 dll. Begitu juga untuk

menegakkan diagnosa yang lainnya.

3. Intervensi keperawatan

Untuk mengatasi masalah klien perlu ditegakkan diagnosa dengan

tujuan yang akan dicapai serta kriteria hasil. Umumnya perencanaan yang

ada pada tinjauan teoritis dapat di aplikasikan dan di terapkan dalam

tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang ada atau sesuai dengan
70

prioritas masalah yang muncul pada saat dilakukan pengkajian (Nursalam,

2012)

Intervensi atau perencanaan yang dilakukan kepada An. R sesuai

dengan masalah yang di alami klien, dimana perawat menetapkan tujuan

untuk melakukan rencana tindakan keperawatan. Dalam menetapkan

tujuan perawat diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah yang perlu

diatasi melalui intervensi keperawatan (Asmadi, 2012)

Pada diagnosa pertama bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan sekresi yang tertahan, asuhan keperawatan yang telah

dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu mengajarkan pasien

batuk efektif sehingga sekret dan lendir bisa keluar.

Pada diagnosa kedua pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

deformitas dinding dada, asuhan keperawatan yang telah diberikan

melakukan pengaturan posisi supaya anak tidak mengalami sesak dan

memberikan oksigen sebanyak 1 liter .

Pada diangnosa ketiga hipertermi berhubungan proses penyakit

(infeksi), asuhan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi

masalah tersebut yaitu dengan melakukan pemberian cairan melalui

intravena dan pemberian obat pereda panas seperti paracatamol.

https://drive.google.com/file/d/

14UwEeBBvbFQY21QU6YR1FVi_GksHs0Q/view?usp=drivesdk
71

B. Standar Operasional Prosedur Batuk Efektif

I. PENGERTIAN   
Latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan mengganggu di
saluran nafas dengan cara dibatukkan
II. TUJUAN   
1.    Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret 
2.    Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laborat 
3.    Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret 
III. KEBIJAKAN   
1.    Klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret 
2.    Pemeriksaan diagnostik sputum di laboratorium 
IV. PERALATAN   
1.    Kertas tissue 
2.    Bengkok 
3.    Perlak/alas 
4.    Sputum pot berisi desinfektan 
5.    Air minum hangat 
V. PROSEDUR PELAKSANAAN   
1. Tahap PraInteraksi 
 Mengecek program terapi 
 Mencuci tangan 
 Menyiapkan alat 
2. Tahap Orientasi 
 Memberikan salam dan sapa nama pasien 
 Menjelaskan tujuan  dan prosedur pelaksanaan 
 Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien 
3. Tahap Kerja 
 Menjaga privacy pasien 
 Mempersiapkan pasien 
72

 Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu


tangan di abdomen 
 Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas
dalam melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap
tertutup) 
 Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen
(cegah lengkung pada punggung) 
 Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan 
 Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan
(lewat mulut, bibir seperti meniup) 
 Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan
kontraksi dari otot 
 Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien
bila duduk atau di dekat mulut bila tidur miring) 
 Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang
ke-3: inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat 
 Menampung lender dalam sputum pot 
 Merapikan pasien 
4. Tahap Terminasi 
 Melakukan evaluasi tindakan 
 Berpamitan dengan klien 
 Mencuci tangan 
 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
73

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian penulis di BAB sebelumnya dapat disimpulkan beberapa

kesimpulan :

1. Data pada pengkajian keperawatan yang penulis butuhkan umumnya

dikumpulkan dari pendekatan komunikasi yang baik kepada pasien

maupun keluarga pasien yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan data

subjektif dan observasi yang telah dilakukan pada An. R sudah sesuai

dengan teori yang ada.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. R berdasarkan kondisi yang

dialami telah hampir sesuai dengan tinjauan teoritis yang ada namun pada

kasus peneliti hanya mengangkat beberapa diagnosa dengan data yang

mendukung meliputi yang pertama bersihan jalan nafas tidak efektif b.d

sekresi yang tertahan, yang kedua pola nafas tidak efektif b.d deformitas

dinding dada, yang ketiga hipertermia b.d proses penyakit (infeksi).

3. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada An. R sesuai dengan teoritis

yang telah ada dan diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan yang

muncul.
74

B. Saran

1. Bagi Penulis

Dengan adanya manajemen asuhan keperawatan diharapkan penulis

dapat menerapkan dan memperdalam ilmu keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar profesi

keperawatan degan memperoleh pengalaman nyata serta menambah

wawasan dalam perawatan anak yang mengalami bronkopneumonia.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk dapat menampah

sumber buku informasi dan referensi di perpustakaan institusi pendidikan

STIKes Mercubaktijaya Padang dalam mempermudah mahasiswa dalam

meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam perawatan anak dengan

bronkopneumonia.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat meningkatkan dan memberikan sumbangan pikirtan

dalam menerapkan asuhan keperawatan tentang bronkopneumonia pada

anak serta menjadikan studi kasus ini sebagai gambaran penambahan ilmu

keperawatan pada anak.

4. Bagi tempat penelitian

Diharapkan kepada tempat penelitian untuk menjadi penambahan

informasi dan penambahan ilmu keperawatan sehingga dapat

meningkatkan mutu layanan dalam memberikan asuhan keperawatan pada

anak dengan bronkopneumonia.

Anda mungkin juga menyukai