Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih

merupakan masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada

anak merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang

tinggi. Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di

negara berkembang lebih besar lagi.

Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.

Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang

penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-

kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode

ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit

ISPA (Anonim, 2009).

1
Pada Tahun 2007, penyakit ISPA di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 9,78%

dengan diagnosis dan sebanyak 22,60% dari semua Penduduk Jakarta. Dari angka

tersebut, sebanyak 8,4% didiagnosis menderita ISPA dan 17,7% penduduk dengan

diagnosis dan gejala ISPA di Kabupaten Jakarta Selatan.

Dari tahun 2010 sampai dengan 2012, kejadian ISPA yang tercatat di

puskesmas kelurahan Tebet Barat semakin meningkat dan berada pada posisi tertinggi

dari 10 penyakit terbanyak.5 Tahun 2013 ISPA juga masih merupakan penyakit

menular yang berada di posisi tertinggi di 10 deretan penyakit terbanyak.

Puskesmas Kelurahan Tebet Barat merupakan Kelurahan yang memiliki

prevalensi penderita ISPA yang berumur 12 – 59 bulan terbanyak dengan proporsi

tertinggi dari yang lima puskesmas kecamatan lainnya yaitu sebesar 23,20%.6 Hal

tersebut membuat peneliti untuk tertarik melakukan penelitian dan mencari faktor

penyebab terjadinya ISPA pada anak berumur 12 – 59 bulan. Tujuan studi ini adalah

untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinan-determinan pada populasi

sasaran pada tahun 2013 yang meliputi faktor karakteristik biologi (jenis kelamin,

berat badan saat lahir, status imunisasi, dan status perolehan ASI eklusif), lingkungan

sosial (umur ibu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan

keluarga, dan kepadatan hunian), dan perilaku keluarga (adanya perokok, penggunaan

obat nyamuk bakar, dan penggunaan bahan bakar memasak) di Puskesmas Kelurahan

Tebet Barat.

B. Tujuan

a) Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan ISPA

b) Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak dengan

ISPA

c) Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA

2
d) Untuk mengetahui Implementasi keperawatan apa yang tetapat pada anak dengan

ISPA

e) Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan serta rencana tindakan apa yang akan

dilakukan pada anak dengan ISPA.

C. Rumusan Masalah

Bagaimana proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran

pernapasan atas (ISPA)?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan

(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya

obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat

melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA

meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA

adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud

dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru

(alveoli), beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan

selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan

seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun

demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan

antibiotik dapat mengakibat kematian.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai

diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di

Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory

Infections (ARI).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari

saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA

4
umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas

bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza,

bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah

saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka

kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman.

Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari

bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut

terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

B. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,

Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab

ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus,

Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya

sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada

hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai

negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan

haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga

dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen

darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya

disebabkan oleh virus.

5
a. Faktor Pencetus ISPA

1. Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena

penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih

tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.

2. Status Imunisasi

Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik

dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

3. Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar

dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA

1)      Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang

berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan

kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong

peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit

menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya

penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

2)      Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi

Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat

6
yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan

penyakit ISPA.

3)      Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis

beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi

kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya

peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian

pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi

semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

4)      Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA.

Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat

pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di

masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman

masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA

yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

5)      Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas

buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman

kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal

terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam

pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari

terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang

7
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,

clamydia trachomatis, mycoplasma danstaphylococus, haemophylus

influenzae, pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu

angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan

imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran

pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena

dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka

akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya

infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara

langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti

paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan

musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991;

1420).

C. Patofiologis

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :

1.      Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-

apa.

2.      Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi

lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

3.      Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala

demam dan batuk.

8
Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu :

a)      Dapat sembuh sempurna.

b)      Sembuh dengan atelektasis.

c)      Menjadi kronos.

d)     Meninggal akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga

untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.

Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di

udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat

yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.

Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak

ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi

saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan

(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang

mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui

jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya

telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat

mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2

(polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2

konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

D. Manifestasi Klinis

1) Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam
muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai

9
39,5OC-40,5OC.

2) Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,


biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3) Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7) Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9) Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

E. Pemeriksaan Fisik

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :

1.      Biakan virus

2.      Serologis

3.      Diagnostik virus secara langsung.

Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan

sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

10
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha

serta irama dari pernafasan.

1) Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2) Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita

amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3) Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya

bersin.

4) Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5) Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati

adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

6) Riwayat kesehatan:

a) Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

b) Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

c) Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti

yang dialaminya sekarang)

d) Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami

sakit seperti penyakit klien)

e) Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :

a.       Inspeksi

1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

2) Tonsil tampak kemerahan dan edema

3) Tampak batuk tidak produktif

11
4) Tidak ada jaringan parut pada leher

5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping

hidung.

b.      Palpasi

1) Adanya demam

2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada

nodus limfe servikalis

3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

F. Penatalaksanaan

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang

benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya

kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang

kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik

untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang

kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang

pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang

penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

1.      Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

12
b. Immunisasi.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

2.      Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain :

a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

b. Meningkatkan makanan bergizi

c. Bila demam beri kompres dan banyak minum

d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu

tangan yang bersih

e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu

ketat.

f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut

masih menetek

3.      Pengobatan antara lain :

a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan

kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.

Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara

pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan

diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,

celupkan pada air (tidak perlu air es).

b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan

tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu

½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

13
G. Diagnosa Yang Muncul

1. Bersihan jalan nafas tidak  efektif  berhubungan dengan  penurunan ekspansi

paru.

2. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan

kurang informasi.

H. Asuhan Keperawatan Secara Teori

A.    Pengkajian

1.      Pengkajian

a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.

b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam

mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan

menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami

penyakit sekarang

d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada

juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut

e.       Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang

berdebu dan padat penduduknya

2.      Rencana Asuhan Keperawatan

14
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak  efektif  berhubungan dengan 

penurunan ekspansi paru.

Tujuan kriteria hasil :

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan

mudah, tidak ada pursed lips)

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,

frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

1.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2.      Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

3.      Lakukan fisioterapi dada jika perlu

4.      Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

5.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

6.      Lakukan suction pada mayo

7.      Berikan bronkodilator bila perlu

8.      Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

9.      Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

10.  Monitor respirasi dan status O2

11.  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

12.  Pertahankan jalan nafas yang paten

13.  Atur peralatan oksigenasi

14.  Monitor aliran oksigen

15
15.  Pertahankan posisi pasien

16.  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

17.  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme

Tujuan Kriteria Hasil :

1.      Suhu tubuh dalam rentang normal

2.      Nadi dan RR dalam rentang normal

3.      Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :

1.      Monitor suhu sesering mungkin

2.      Monitor warna dan suhu kulit

3.      Monitor tekanan darah, nadi dan RR

4.      Monitor intake dan output

5.      Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

6.      Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.

7.      Tingkatkan sirkulasi udara.

8.      Kolaborasi pemebrian cairan intravena.

9.      Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.

10.  Kolaborasi pemberian antipiretik.

11.  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan  ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna

makanan

Tujuan Kriteria Hasil :

16
1.      Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2.      Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3.      Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4.      Tidak ada tanda tanda malnutrisi

5.      Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6.      Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

1.      Kaji adanya alergi makanan

2.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien.

3.      Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4.      Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5.  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

6.      Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

7.      Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

8.      Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

9.      Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

10.  BB pasien dalam batas normal

11.  Monitor turgor kulit

12.  Monitor mual dan muntah

13.  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

14.  Monitor pertumbuhan dan perkembangan

17
Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan

dengan kurang informasi.

Tujuan Kriteria Hasil :

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,

prognosis dan program pengobatan.

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara

benar.

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

perawat/tim kesehatan lainnya.

Intervensi :

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit

yang spesifik.

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan

dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara

yang tepat

4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.

5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah

komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.

7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada

pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

18
B.     Evaluasi :

Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999)

adalah :

a. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.

b. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C

c. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.

d. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.

19
BAB III

KASUS

Seorang anak laki-laki bernama Gilang usia 4 bulan mengalami demam

mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,

batuk,pilek dan sakit tenggorokan selama 2 hari. Menurut keluarga sebelumnya Ia

tidak pernah mengalami sakit seperti ini. Namun, sebelumnya pada anggota keluarga

yang lainnya pernah mengalami sakit seperti ini. Keluarga mengatakan bahwasannya

tempat tinggal mereka berada dilingkungan yang berdebu dan padat penduduknya.

a) Pengkajian

Identitas Pasien
Nama : Gilang
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jalan Merpati 1
Tanggal Masuk : 23 oktober 2010
Diagnosa medis : ISPA
Nama Ayah : T.indra
Umur :35 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan : SMA
Suku bangsa : sunda
Alamat : Jalan Merpati 1
Nama Ibu : Bu fitri
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan : SMA
Suku bangsa : sunda
Alamat : Jalan Merpati 1

20
b) Keluhan Utama:
Klien mengeluh demam

c) Riwayat penyakit sekarang


Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.

d) Riwayat penyakit dahulu


Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
e) Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
f) Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya
g) Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
 Inspeksi
• Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
• Tonsil tampak kemerahan dan edema
• Tampak batuk tidak produktif
• Tidak ada jaringan parut pada leher
• Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung.
 Palpasi
• Adanya demam
• Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis
• Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
 Perkusi
• Suara paru normal (resonance)
 Auskultasi
• Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
h) Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh bd proses infeksi
Tujuan :
• Suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 5 ‘ C
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreks
Tujuan:
• Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
• Klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan.
• Tidak menunujukan tanda malnutrisi.
Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan :
• Nyeri berkurang / terkontrol
Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya
infeksi penekanan imun)
Tujuan:

21
• Tidak terjadi penularan
• Tidak terjadi komplikasi
i) Intervensi
a. NIC :
• Observasi tanda – tanda vital
• Anjurkan pada klien/keluarga umtuk melakukan kompres dingin ( air biasa)
pada
kepala /axial
• Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat
menyerap keringat seperti terbuat dari katun.
• Atur sirkulasi udara.
• Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hr.
• Anjurkan klien istirahat ditempat tidur selama fase febris penyakit
• Kolaborasi dengan dokter :
 Dalm pemberian therapy, obat antimicrobial
 antipiretik

Rasionalisasi
• Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan
selanjutnya.
• Dengan menberikan kompres maka aakan terjadi proses konduksi /
perpindahan
panas dengan bahan perantara .
• Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak
akan
menyerap keringat.
• Penyedian udara bersih.
• Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
• Tirah baring untuk mengurangi metabolism dan panas
• Untuk mengontrol infeksi pernapasan
• Menurunkan panas
b. NIC :
• Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari
• Berikan makan pporsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat
• Beriakan oral sering, buang secret berikan wadah husus untuk sekali pakai
dan tisu
• dan ciptakan lingkungan beersih dan menyenamgkan.
• Tingkatkan tirai baring.
• Konsul ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien

Rasional
• Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori menyusun tujuan berat badan,
dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
• Untuk menjamin nutrisi adekuat/ meningkatkan kalori total
• Nafsu makan dapt dirangsang pada situasi rilek, bersih dan menyenangkan.
• Untuk mengurangi kebutuhahan metabolic
• Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

22
c. NIC :
• Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10), factor
memperburuk atau meredakan lokasimya, lamanya, dan karakteristiknya.
• Anjurkan klien untuk menghindari allergen / iritan terhadap debu, bahan
kimia, asap,rokok.Dan mengistirahatkan/meminimalkan berbicara bila suara
serak.
• Anjurkan untuk melakukan kumur air garam hangat
Rasional
• Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu
hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok & untuk
mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan.
• Mengurangi bertambah beratnya penyakit
• Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri
tenggorokan.
• Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat
pengeluaran
histamine dalam inflamadi pernapasan.
• Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri
d. NIC :
• Batasi pengunjung sesuai indikasi
• Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktifitas
• Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, jika ditutup dengan tisu buang
segera
ketempat sampah
• Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak usia dibawah 2 tahun, lansia
dan penderita penyakit kronis. Dan konsumsi vitamin C, A dan mineral seng
atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun / asupan makanan berkurang
• Kolaborasi Pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasional
• Menurunkan potensial terpalan pada penyakit infeksius.
• Menurunkan konsumsi /kebutuhan keseimbangan O2 dan memperbaiki
pertahanan
• Klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
• Mencegah penyebaran pathogen melalui cairan
• Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi
• Dapat diberikan untuk organiasme khusus yang teridentifikasi dengan kultur
dan sensitifitas /atau di berikan secara profilatik karena resiko tinggi

j) Implementasi
 Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
• Mengukur tanda tanda vital
• Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin
• Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan pakaian
berbahan tipis
• Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu
 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
• Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien
• Membuat catatan makanan harian

23
• Monitor lingkungan selama klien makan.
• Monitor intake nutrisi
 Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil
• Tingkatkan istirahat
• Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti penyebab
nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari
prosedur
• Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
 Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
• Membatasi pengunjung
• Mempertahankan teknik isolasi
• Memperbanyak istirahat
k) Evaluasi
• Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C
• Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
• Nyeri hilang atau terkontrol
• Tidak terjadi komplikasi pada klien

24
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Seperti yang diuraikan bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang

bermacam-macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan

pengelolaannya. Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus. Idealnya

pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan yang

rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan

kuma penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA dideteksi

terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian

dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan antimikroba yang

sesuai.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academi.edu/10017293/ASKEP_ANAK_DENGAN_ISPA

http://www.academi.edu/6339192/
ASUHAN_KEPERAWATAN_ANAK_DENGAN_ISPA_new

file:///F:/tugas/1313-4841-1-PB.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai