SISTEM RESPIRASI
Disusun Oleh :
JAWA TENGAH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum dan sesuai hakikat yang kita ketauhi, angka kesakitan (morbiditas)
dan kematian (mortalitas) dapat terjadi pada berbagai golongan umur. Namun dari
berbagai catatan menyebutkan bahwa penyakit tertentu lebih rentan bagi golongan
umur tertentu dan frekuensi kematian tertinggi adalah pada golongan umur 0-5 tahun.
Penyakit pernapasan menyebabkan lebih dari 2juta kematian anak-anak setiap
tahunnya (WHO 2002). Di Indonesia anak berumur 1-5 tahun lebih banyak terserang
penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Ini dikarenakan perlindungan
kekebalan tubuh yang diperoleh dari ibu yang melahirkan hanya sampai usia 6 bulan
setelah kelahiran, setelah itu bayi akan memperoleh kekebalan tubuh dari sistem
imunya sendiri semenata pada saat itu perkembangan sistem imun bayi belum
sempurna sehingga bayi rentan terhadap berbagai virus, termasuk virus penyebab
penyakit atau infeksi pada saluran pernapasan.
Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas apakah yang dimaksud dengan
ISPA dan apakah penyebab dari munculnya penyakit yang menyebabkan angka
mortalitas bayi dan anak tinggi, dan bagaimanakah asuhan keperawatan yang harus
kita berikan pada penderita ISPA dan bronchopneumonia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar ISPA pada bayi atau anak ?
2. Bagaimanakah konsep dasar bronchopneumonia ?
3. Bagaimanakah pengkajian dan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
anak dengan ISPA ?
4. Bagimanakah pengkajian dan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
anak dengan bronchopneumonia ?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep dasar ISPA pada bayi atau anak
2. Mengetahui dan memahami konsep dasar bronchopneumonia
3. Mengetahui cara pengkajian dan penyusunan diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada anak dengan ISPA
4. Mengetahui hal-hal yang harus dikaji secara fokus dan menentukan diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan bronchopneumonia
BAB II
KONSEP MATERI
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Faktor pencetus dari terjadinya ISPA adalah :
a. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih
tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah. Namun pada anak neonatus
yang masih mendapatkan ASI tetap bisa melindungi dirinya dari infeksi viru
penyebab ISPA karena mereka mendapatkan imunitas dari ASI tersebut
karena dalam ASI terkandung Vitamin A yang terlibat dalam respon imun
tubuh terhadap suatu rangsangan.
b. Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
c. PHBS
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku
bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat
pendidikan penduduk. Salah satu budaya yang sulit diubah dan dihindari
adalah sikap ibu dalam menjaga kesehatan anaknya di lingkungan masyarakat
atau keluarga sehingga tertular suatu infeksi, misalnya, ketika ibu sedang
menyuapi anaknya dan ada anak tetangga yang sedang ISPA ibu juga
menyuapi anak tersebut dengan makanan dan tempat makanan yang sama
karena ibu merasa tidak enak dengan ibu anak tersebut.
Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan
akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga
kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
d. Keadaan atau iklim
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim,
tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991)
3. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada
di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang
sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan
antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan
yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat
melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat
mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas
SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan
dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
4. Manifestasi Klinis
a. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas. Pada umur kurang dari
2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
b. Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Demam Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul
jika anak sudah mencapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
c. Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala,
kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
d. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
e. Vomiting
Biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
f. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret..
g. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991).
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan
kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis
kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
6. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat
batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula
petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2) Immunisasi.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
b. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
c. Pengobatan antara lain :
1) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap
atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
B. Bronchopneumonia
1. Pengertian
Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobulus, disebut juga pneumonia lobaris (Whalley & Wong; 1991).
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
2. Etiologi
a. Bakteri :
Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis.
b. Virus :
Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
c. Jamur
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalahaspirasi
benda asing, dan daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi
energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak
sempurna, sehingga menimbulkan :
a. Reaksi radang pada bronchus dan alveolus dan sekitarnya.
b. Lumen bronkhiolus terisi eksudat dan sel epitel yang rusak.
c. Dinding bronkhiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran.
d. Sebagian jaringan paru-paru mengalami etelektasis/kolaps alveoli, emfisema
hal ini disebabkan karena menurunnya kapasitas fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan. Pneumonia
e. Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia
lobaris (radang paru-paru yang mengenai sebagian besar/seluruh lobus paru-
paru), pneumonia lobularis / bronchopneumonia (radang pada paru-paru
yang mengenai satu / beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak infiltrate), dan pneumonia interstitialis / bronkiolitis (radang
pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkhial dan jaringan
interlobular).
3. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan
sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi
positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka
komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas,
dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk
melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam
rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan
peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi
sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.
Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.
Pneumonia diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih
lama perlu dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri
seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit.
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala Klinis :
1) Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas.
2) Suhu dapat naik secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang
(karena demam tinggi).
b. Gejala khas :
1) Sianosis pada mulut dan hidung
2) Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung.
3) Gelisah, cepat lelah.
4) Batuk mula-mula kering kemudian produktif.
5) Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.
5. Komplikasi
a. Otitis media akut (OMA) akan terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
c. Efusi pleura.
d. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura .
e. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
f. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endotrakeal.
6. Penatalaksanaan medis
a. Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada
penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic.
Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan
dugaan kuman penyebab.
b. Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak
dapat diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi :
1) Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
2) Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
3) Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis
sda).
c. Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia,
Stafilokokus atau Entero bacteriaceae.
Kombinasi :
1) Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
2) Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7
mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
3) Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan
malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.
d. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia :
1. Penisilin prokain IM atau
2. Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
3. Eritromisin (dosis sda) atau
4. Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
5. Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda)
e. Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya
alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi
apakah perlu dipilih antibiotic lain.
f. Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :
kemajuan klinis penderita dan jenis kuman penyebab
g. Indikasi rawat inap
1) Ada kesukaran napas
2) sianosis
3) Umur kurang dari 6 bulan
4) Adanya penyulit seperti empyema
5) Diduga infeksi Stafilokokus
6) Perawatan di rumah kurang baik.
h. Pengobatan simptomatis :
1) Zat asam dan uap.
2) Ekspetoran bila perlu
i. Fisioterapi :
Postural drainase: isioterapi dengan menepuk-nepuk
BAB III
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkhial, peningkatan produksi sputum
Tujuan : anak bebas dari komplikasi dengan kriteria bunyi nafas dan udara
dapat keluar masuk tanpa hambatan.
Kriteria hasil : menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih,
tidak ada dyspnea, dan cyanosis.
Intervensi keperawatan / rasional
1) Instruksikan dan / atau awasi latihan pernafasan dan pengendalian
pernafasan
Rasional : untuk meningkatkan pernafasan diafragmatik yang benar,
ekspansi dada, dan perbaikan mobilitas dinding dada
2) Gunakan tekhnik bermaiin untuk latihan bernafas pada anak-anak yang
masih kecil (mis, meniup pluit atau meniup bola kapas diatas meja)
Rasional : untuk memperpanjang waktu ekspirasi dan meningkatkan
tekanan ekspirasi
3) Ajarkan penggunaan obat yang benar
4) Ajarkan penggunaan PEFM, nebulizer, dan inhaler dosis terukur yang
benar jika diindikasikan
5) Ajarkan kepada keluarga untuk melakukan perkusi dan drainase postural
dan menganjurkan batuk jika diindikasikan
6) Ajarkan latihan fisik
7) Anjurkan latihan fisik yang memerlukan ledakan energy singkat (mis,
baseball, lari cepat, ski)
Rasional : karena dapt ditoleransi dengan lebih baik daripada latihan fisik
yang memerlukan ketahanan (mis, sepak bola, lari jarak jauh)
8) Anjurkan berenang
Rasional : karena anak dapat menghirup udara tersaturasi dengan lembab,
dan berekhalasi dibasah air akan memperpanjang ekspirasi dan
meningkatkan tekanan akhir ekspirasi
9) Batasi aktivitas fisik hanya jika kondisi anak mengharuskannya
10) Anjurkan postur tubuh yang baik
Rasional : untuk ekspansi paru maksimal
11) Bantu anak dan keluarga dalam memilih aktivita-aktivitas yang sesuai
dengan kemampuan dan minat anak
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolar-kapiler (efek inflamasi) dan atau hipoventilasi
Tujuan : pasien memperlihatkan fungsi pernafasan normal dan tidak
mengalami brokhospasme
Kriteria hasil : anak bernafas lebih mudah, tidak mengalami asfiksia,
pernafasan anak tidak sulit, frekuensi dalam batas ormal, anak bias beristirahat
dan tidur dengan nyaman, anak tidak mengalami penurunan saturasi oksigen
Intervensi keperawatan / rasional :
1) Berikan oksigen lembab dengan tenda oksigen, masker wajah, atau kanula
Rasional : untuk mempertahankan oksigen yang memuaskan
2) Pantau dengan ketat saturasi okesigen dan gas darah melalui oksimetri
nadi.
Rasional : untuk mencegah asfiksia dini atau asfiksia yang mengancam
3) Pantau dengan ketat presentasi oksigen yang diberikan
Rasional : karena kadar yang tinggi dan menekan pernafasan
4) Beri posisi fowler tinggi atau berikan overbed table dengan bantal
diatasnya untuk bersandar jika hal tersebut lebih nyaman bagi anak
Rasional : untuk ekspani paru maksimal
5) Implementasikan berbagai tindakan untuk mengurangi ketakutan /
ansietas
Rasional : menurunkan upaya pernafasan dan konsumsi oksigen
6) Anjurkan tekhnik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi ansietas dan mmeningkatkan ekspansi paru
7) Beri sedative dan obat penenang, jika diresepkan, dengan kecermatan
yang tinggi dan jika agitasi tidak disebabkan oleh anoreksia
Rasional : obat-obat ini dapat mendepresi pernafasi dan menyamarkan
tanda-tanda anoreksia
Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2 .Jakarta: EGC.
Catzel, Pincus & Ian robets. 1990. Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr.
yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
Irdawati, Novi. 2013. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Ispa”. HUBUNGAN
ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM PENCEGAHAN ISPA
DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA PUCANGAN WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KARTASURA I.
Whalley & Wong. 1991. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol II. Jakarta: EGC.