Anda di halaman 1dari 55

Noer aeni zam zam mia (016)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

A. Pengertian
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama
mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan.(Nelson, edisi
15)
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat
melakukan pernafasan.
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafas dalam menghadapi organisme asing.
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa / disertai
radang parenkim paru.(Mohamad, 35)
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pernapasan
jarang memiliki ciri area anatomik tersendiri. Infeksi sering menyebar dari satu
struktur ke struktur lainya karena sifat menular dari membran mukosa yang melapisi
seluruh saluran. Akibatnya, infeksi saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area
tidak hanya satu struktur, meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi
penyakit lain.
Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi
1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,
otitismedia, faringitis.
2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan
alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, sepertiepiglotitis,
laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
B. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
2. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam
muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai
39,5OC-40,5OC.
3. Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala,
kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
4. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
5. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
6. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
7. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
8. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
9. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
10. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
C. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya
sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada
hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai
negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan
haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga
dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen
darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya
disebabkan oleh virus.

D. Faktor Resiko
1. Faktor Pencetus ISPA
1. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya
lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.
3. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-
kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA
pada anak.
2. Faktor Pendukung terjadinya ISPA
a. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai
dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang
sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap
serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya
akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada
Balita.
b. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah
populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status
kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat
beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
c. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah
endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi
ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat
mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita
akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan
ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit
ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh
budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan
berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga
kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui
upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
e. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan,
gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah
merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian
pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan,
merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan
penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa
jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A
-hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,
clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air
susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena
mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar
penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh di dalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lubang yang semakin
sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara
keseluruhan dari jalan nafas.

E. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :
a) Dapat sembuh sempurna.
b) Sembuh dengan atelektasis.
c) Menjadi kronos.
d) Meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di
udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat
yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang
mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui
jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat
mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2
(polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2
konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
1. Kultur
Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang
menyebabkan faringitis.
2. Test AGD
Analisa gas darah adalah salah tindakan pemeriksaan laboratorium yang
ditujukan ketikadibutuhkan informasi yang berhubungan dengan
keseimbangan asam basa pasien (Wilson, 1999).Hal ini berhubungan untuk
mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang dikontrol melaluitiga
mekanisme, yaitu sistembuffer , sistem respiratori, dan sistem renal (Wilson,
1999). Analisa gas darah memiliki beberapa tujuan diamtaranya adalah
mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh; mengevaluasi ventilasi
melalui pengukuran pH, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) dan tekanan
parsial karbon dioksida (PaCO2); mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan
oleh paru-paru melalui darah yang ditunjukkanmelalui PaO2; mengetahui
kapasitas paru-paru dalam mengeliminasikan karbon dioksida yang
ditunjukkan oleh PaCO2; menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya,
sertauntuk mengetahui jumlah bikarbonat. (McCann, 2004).
3. Pemeriksaan pencitraan
Termasuk di dalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT Scan,
pemeriksaan dengan zat kontras dan MRI (pencitraan resonansi magnetik).
Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau
pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah :
1. Biakan virus
2. Serologis
3. Diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

G. Penatalaksanaan Medis
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan :
 Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
 Immunisasi
 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Prinsip perawatan ISPA antara lain :
 Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
 Meningkatkan makanan bergizi
 Bila demam beri kompres dan banyak minum
 Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
 Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
 Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek

3. Pengobatan antara lain :


 Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dll.
 Antibiotik :
 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
 Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus
 Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat : Benzil penicillin,
klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
 Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon dll.

H. Asuhan Keperawatan ISPA Pada Anak


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal
masuk RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang
tua, umur orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek
dan sakit tenggorokan.
 Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
ini.
 Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
 Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya
c. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum: bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah
atau sakit berat.
 Tanda vital : bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah
klien
 Kepala: bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
 Wajah: bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
 Mata: bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva
anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan
apakah ada gangguan dalam penglihatan
 Hidung: bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret
pada hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah
ada gangguan dalam penciuman
 Mulut: bentuk mulut, membran membran mukosa kering/
lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada
lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan
dalam berbicara.
 Leher: apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis
 Thoraks: bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola
pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam
pernafasan.
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem
Pernafasan
Inspeksi:
 Membran mukosa- faring tampak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut dan leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
Palpasi:
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
Perkusi:
 Suara paru normal (resonance)
Auskultasi:
 Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru.
 Abdomen: bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak,
apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa
kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
 Genitalia: bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut
kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis,
apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora,
biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
 Integumen: kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba
panas.
 Ekstremitas atas: adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik,
nyeri otot serta kelainan bentuk.
2. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi

1 Ds: “Anak saya batuk Ketidakefektifan Sekresi bronki


pilek udah sekitar 10 bersihan jalan napas
hari sus”
Do:
 RR: 44x/menit
 HR 120x/menit
 Napas terhalang
sekret
2. Ds: “anak saya Peningkatan suhu Proses inflaamasi
badannya panas sus” tubuh
Do: S: 38,7°C

3. Ds: “anak saya nangis Ketidakmampuan


terus sus seperti oraang Nyeri akut memasukan dan
kesakitan” mencerna
Do: anak terlihat makanan
meringis dan cengeng

4. Ds: “anak saya makan Ketidakseimbangan


hanya menghabiskan ¼ Nutrisi kurang dari Inflamasi pada
posi makanan yang kebutuhan tubuh membran mukosa
disediakan faring dan tonsil
Do: porsi makan hanya
habis

5. Ds: “anak saya Defisiensi


sebenernya sakit apa si pengetahuuan Kurangnya
sus” informasi
Do: Orang tua klien
bertanya tentang
penyakit anaknya
3. Intervens
No Tujuuan dan Rencana tindakan
kriteria hasil
1. Setelah dilakukan  Monitor kedalaman irama dan usaha
tindakan keperawatan respirasi
selama 2x24 jam  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
diharapkan:
 Auskultasi suara nafas, catat area
 RR berkisar 24 - penurunan/tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
40x/menit
 Berikan bronkodilatator bila perlu
 Tidaak ada lagi
produksi sekret

 Observasi tanda-tanda vital Pemantauan


2.
tanda vital khususnya Suhu yang teratur
Setelah dilakukan dapat menentukan perkembangan
tindakan keperawatan perawatan selanjutnya.
selama 2x24jam  Anjurkan klien/keluarga untuk kompres
diharapkan: pada kepala/aksila D dengan memberikan
 suhu tubuh normal kompres, maka akan terjadi proses
berkisar antara 36 konduksi/ perpindahan panas dengan
– 37,5 °C. bahan perantara.
 Anjurkan klien untuk menggunakan
pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti pakaian dari
bahan katun.

Setelah dilakukan  Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya


3.
tindakan keperawatan (dengan skala 1-10), faktor memperburuk
selama 2X24 jam atau meredakan nyeri, lokasinya, lamanya,
diharapkan nyeri karakteristiknya
berkurang atau  Anjurkan pasien untuk menghindari
terkontrol dengan allergen (iritan terhadap debu, bahan
kriteria hasil: kimia, dan asap rokok). Dan
 Pasien tidak mengistirahatkan/ meminimalkan
mengeluh adanya berbicara bila suara serak
nyeri  Anjurkan untuk melakukan kumur air
garam hangat
 Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi
o Steroid oral,iv dan inhalan
o Analgesik

Setelah dilakukan  Kaji kemampuan pasien untuk


4.
tindakan keperawatan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
selama 2X24 jam  Monitor turgor kulit
diharapkan kebutuhan  Monitor kadar albumin, total protein dan
nutrisi terpenuhi HB
dengan kriteria hasil :  Jadwalkan pengobatan dan tiundakan
 Intake nutrisi selama jam makan
pasien meningkat  Hindari makanan panas
 Nafsu makan  Beri makanan yang terpilih (konsultasi
pasien meningkat dengan ahli gizi)
Arina amini (1610711096)
Dwi shohibah (1610711049)
Pneumonia
Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini
berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas
napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia <
2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1
tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5
tahun (Depkes RI, 2002b).
Definisi lainnya disebutkan pneumonia adalah peradangan pada parenkim
paru yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan
awal masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer
atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut
Misnadiarly (2008), pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru,
dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
UNICEF/WHO (2006) menyatakan pneumonia merupakan sakit yang terbentuk dari
infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik
mempengaruhi paru-paru dan Depkes RI (2007) mendefenisikan pneumonia sebagai
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru
(jaringan alveoli).
Etiologi Pneumonia
Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditegakkan karena
dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum
memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai
penyebab pneumonia. Hanya biakan dari spesimen pungsi atau aspirasi paru serta
pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan
diagnosis etiologi pneumonia. Meskipun pemeriksaan spesimen fungsi paru
merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab
pneumonia pada balita akan tetapi pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian
(Depkes RI, 2002b).
Oleh karena alasan tersebut di atas maka penentuan etiologi pneumonia di
Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi
WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae
dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian
tentang etiologi di negara berkembang. Jenis jenis bakteri ini ditemukan pada dua
pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari
spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus (Fein, dkk, 2006). Berikut beberapa agent penyebab
terjadinya pneumonia.
Bakteri
1. Streptococcus pneumonia
Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini, yang
sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai
polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik.
Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia
dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia,
meningitis, dan proses infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan
kira-kira 75% kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus
bakteremia pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23
merupakan penyebab yang paling sering. Pneumokokus menyebabkan penyakit
melalui kemampuannya berbiak dalam jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan
toksin yang bermakna. Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang
mencegah atau menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh fagosit. Serum
yang mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi
terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe spesifik, serum
tersebut akan kehilangan daya pelindungnya. Hewan atau manusia yang diimunisasi
dengan polisakarida pneumokokus tipe tertentu selanjutnya imun terhadap tipe
pneumokokus itu dan mempunyai antibodi presipitasi dan opsonisasi untuk tipe
polisakarida tersebut. Pada suatu saat tertentu, 40-70% manusia adalah pembawa
pneumokokus
virulen, selaput mukosa pernapasan normal harus mempunyai imunitas alami yang
kuat terhadap pneumokokus. Infeksi pneumokokus menyebabkan melimpahnya
cairan edema fibrinosa ke dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit,
yang mengakibatkan konsolidasi beberapa bagian paru-paru. Banyak pneumokokus
ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini mencapai aliran darah melalui drainase
getah bening paru-paru. Dinding alveoli tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, sel
sel mononukleus secara aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun
diabsorbsi kembali. Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di dalam sel.
Pneumonia yang disertai bakteremia selalu menyebabkan angka kematian
yang paling tinggi. Pneumonia pneumokokus kira-kira merupakan 60-80% dari
semua kasus pneumonia oleh bakteri. Penyakit ini adalah endemik dengan jumlah
pembawa bakteri yang tinggi. Imunisasi dengan polisakarida tipe-spesifik dapat
memberikan perlindungan 90% terhadap bakteremia pneumonia (Brooks, G.F, dkk,
1996).
2. Hemophylus influenza
Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian
atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada
anak-anak dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak
dan orang dewasa. Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes
pembengkakan simpai menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan Hemophylus
influenzae pada flora normal saluran napas bagian atas tidak bersimpai.
Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada orang tua atau orang
yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis atau pneumonia akibat
influenzae. Hemophylus influenzae tidak menghasilkan eksotoksin. Organisme yang
tidak bersimpai adalah anggota tetap flora normal saluran napas manusia. Simpai
bersifat antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai khusus. Bentuk Hemophylus
influenzae yang bersimpai, khususnya tipe b, menyebabkan infeksi pernapasan
supuratif (sinusitis, laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak kecil,
meningitis. Darah dari kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun
mempunyai daya bakterisidal kuat terhadap Hemophylus influenzae, dan infeksi
klinik lebih jarang terjadi. Hemophylus influenzae tipe b masuk melalui saluran
pernapasan. Tipe lain jarang menimbulkan penyakit. Mungkin terjadi perluasan lokal
yang mengenai sinus-sinus atau telinga tengah. Hemophylus influenzae tipe b dan
pneumokokus merupakan dua bakteri penyebab paling sering pada otitis media
bakterial dan sinusitis akut. Organisme ini dapat mencapai aliran darah dan dibawa ke
selaput otak atau, jarang, dapat menetap dalam sendi-sendi dan menyebabkan artritis
septik. Hemophylus influenzae sekarang merupakan penyebab tersering meningitis
bakteri pada anak-anak berusia 5 bulan sampai 5 tahun di AS.
Bayi di bawah umur 3 bulan dapat mengandung antibodi dalam serum yang
diperoleh dari ibunya. Selama masa ini infeksi Hemophylus influenzae jarang terjadi,
tetapi kemudian antibodi ini akan hilang. Anak-anak senng mendapatkan infeksi
Hemophylus influenzae yang biasanya asimtomatik tetapi dapat dalam bentuk
penyakit pernapasan atau meningitis (Hemophylus influenzae adalah penyebab paling
sering dari meningitis bakterial pada anak-anak dari umur 5 bulan sampai 5 tahun).
Angka kematian meningitis Hemophylus influenzae yang tidak diobati dapat
mencapai 90%. Influenzae tipe b dapat dicegah dengan pemberian vaksin konjugat
Haemophilus b pada anak-anak. Anak-anak berusia 2 bulan atau lebih dapat
diimunisasi dengan vaksin konjugat Hemophylus influenzae tipe 6 dengan satu dari
dua pembawa dengan dosis boster yang diperlukan sesuai anjuran standard. Anak
anak berusia 15 bulan atau lebih dapat menerima vaksin konjugat
Hemophylus influenzae tipe b dengan toksoid difteri (yang tidak bersifat
imunogenik pada anak-anak yang lebih muda). Vaksin tidak mencegah timbulnya
pembawa untuk Hemophylus influenzae. Pemanfaatan vaksin Hemophylus influenzae
tipe b secara luas telah sangat menurunkan kejadian meningitis Hemophylus
influenzae pada anak-anak. Kontak dengan pasien yang menderita infeksi klinik
Hemophylus influenzae memberi risiko kecil bagi orang dewasa, tetapi member risiko
nyata bagi saudara kandung yang nonimun dan anak-anak nonimun lain yang berusia
di bawah 4 tahun yang berkontak erat (Brooks, G.F, dkk, 1996).
3 . Virus
Setengah kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
sering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas pada balita,
gangguan ini bias memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bias berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
4. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia. Mikoplasma tidak bias diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
5. Protozoa Pneumonia
yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocysititis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru
(Misnadiarly, 2008).
Faktor Risiko
Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) menunjukkan
bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA 28%. Artinya bahwa dari 100 bayi yang
meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80% kasus kematian
ISPA pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada
akhir tahun 2000 diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita (Surkesnas, 2001).
Menurut Depkes RI (2002), pneumonia dapat menyerang semua orang, semua
umur, jenis kelamin serta tingkat sosial ekonomi. Kejadian kematian pneumonia pada
balita berdasarkan SKRT (2001) urutan penyakit menular penyebab kematian pada
bayi adalah pneumonia, diare, tetanus, infeksi saluran pernafasan akut sementara
proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%),
diare (19,2%), infeksi pernafasan akut (7,5%), malaria (7%) serta campak (5,2%).
Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab
kematian bayi dan balita di Indonesia. Pneumonia merupakan penyebab kematian
balita kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar
10 penyakit terbesar yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan
bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian pada balita di
Indonesia. Kematian akibat pneumonia sangat terkait dengan kekurangan gizi,
kemiskinan dan akses pelayanan kesehatan. Lebih 98% kematian balita akibat
pneumonia dan diare terjadi di Negara berkembang (Riskesdes 2007).
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada
balita. Menurut Depkes (2004), dibagi menjadi faktor balita, faktor ibu dan faktor
lingkungan dan sosioekonomis. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan insidens
pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak
mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak
memadai, membedong anak (menyelimuti berlebihan) dan defisiensi vitamin A.
Sedangkan faktor risiko meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain
umur kurang dari 2 bulan, tingkat sosioekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat
pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, kepadatan
tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, dan menderita penyakit kronis. (Depkes RI,
2000). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 3
faktor yaitu: faktor balita, faktor lingkungan dam faktor perilaku.

Manifestasi Klinis
- Serangan akut dan membahayakan
- Demam tinggi ( pneumonia virus bagian bawah)
- Batuk
- Rales ( Ronkhi)
- Wheezing
- Sakit kepala, malaise, myalgia (pada anak)
- Nyeri abdomen
- Pneumonia lobaris
- Bronchopneumonia
Patofisiologi
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran nafas bagian atas sama
dengan di saluran nafas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
ditemukan jenis mikroorganisme yang berbeda. Pneumonia terjadi jika mekanisme
pertahanan paru mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai
saluran nafas bagian bawah. Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia
memiliki tiga bentuk transmisi primer yaitu aspirasi secret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, infeksi aerosol
yang infeksius dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan
inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi
(Perhimpunan Ahli Paru, 2003).
Menurut WHO (2010), pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara.
Virus dan bakteri biasanya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat
menginfeksi paru-paru jika dihirup. Virus juga dapat menyebar melalui droplet udara
lewat batuk atau bersin. Selain itu, radang paru-paru bias menyebar melalui darah,
terutama selama dan segera setelah lahir.
Ada tiga tahap perkembangan pneumonia untuk semua pasien. Setiap tahap memiliki gejala
khas dan manifestasi klinisnya sendiri.Tahapan perkembangan pneumonia adalah:
 Tahap awal
 Tahap tertinggi
 Tahap resolusi
Langkah-langkah ini sesuai dengan perubahan patologis pada paru-paru yang disebabkan
oleh proses peradangan pada jaringan dan tingkat sel.
Tahap awal pneumonia

Dimulai dengan proses inflamasi di paru-paru ditandai dengan jelas, tiba-tiba memburuknya
kondisi umum pasien. Adanya perubahan mendadak dalam tubuh tersebut menjelaskan reaksi
hyperergic berlebih terhadap agen penyebab pneumonia dan racun nya.
Gejala pertama dari pneumonia adalah suhu tubuh menjadi rendah (37-37,5 ° C). Dalam 24
jam pertama, suhu meningkat cepat ke level 38-39 derajat atau lebih. suhu tubuh tinggi juga
disertai dengan sejumlah gejala lain yang disebabkan racun patogen.
Gejala umum dari radang paru adalah:

 sakit kepala dan pusing


 kelelahan
 peningkatan denyut jantung (lebih dari 90 – 95 denyut per menit)
 penurunan tajam dalam kinerja
 kehilangan selera makan
 kemerah-merahan di pipi
 perubahan warna kulit pada bibir dan hidung (kebiruan)
 luka pada selaput mukosa mulut dan hidung
 keringat berlebihan

Dalam beberapa kasus, penyakit ini juga menyebabkan gangguan gejala pencernaan seperti

mual, muntah, diare. Gejala penting yang mudah dikenali pada tahap awal dari penyakit ini

adalah batuk dan nyeri dada. Batuk hadir dari awal penyakit menyerang. Awalnya kering,

namun konstan. Karakteristik retrosternal terbentuk disebabkan batuk yang konstan dan nyeri

pada dada.

Tahap tertinggi pneumonia


Pada tahap tertinggi pneumonia, terjadi peningkatan gejala intoksikasi organisme, dan ada
tanda-tanda peradangan di jaringan paru-paru. Suhu tubuh tidak kunjung turun dan
pengobatan antipiretik (penurun demam) tidak dapat mengatasinya.
Gejala pneumonia pada tahap tertinggi adalah:

 sakit parah di dada


 napas cepat
 batuk
 dahak
 dyspnea (sulit bernafas)

Nyeri dada yang parah disebabkan terjadi peradangan pada pleura (selaput paru-paru) yang

mengandung sejumlah besar reseptor saraf. Rasa nyeri selalu pada posisi yang sama.

Intensitas terbesar dari nyeri bisa dirasakan ketika menarik napas dalam-dalam, batuk dan

nyeri pada tulang dada.

Nyeri dada yang parah menyebabkan kesulitan untuk bernapas. Pernafasan pada pasien

dengan pneumonia menjadi lebih dangkal dan cepat (lebih dari 25 – 30 kali per menit). Oleh

sebab itu kebanyakan pasien mencoba untuk menghindari menarik napas dalam-dalam.

Pada tahap ini, batuk tetap bertahahan. Karena adanya iritasi konstan pada lembar pleura

batuk lebih intensif dan terasa lebih menyakitkan. Pada pertengahan batuk yang terasa

menyakitkan tersebut biasanya disertai dengan keluarnya dahak dalam jumlah besar.

Awalnya dahak berwarna abu-kuning atau kuning-hijau. Secara bertahap dahak yang keluar
disertai darah dan potongan paru-paru yang rusak. Dari sinilah  warna merah-kuning berkarat

pada dahak berasal.

Akibatnya, peradangan pada paru-paru tersebut menyebabkan insufisiensi pernapasan, yang

ditandai dengan dyspnea berat (sesak nafas). Dalam dua hari pertama, sesak nafas muncul

saat anda mengemudi atau aktivitas fisik biasa. Secara bertahap, sesak nafas terjadi ketika

anda dalam kondisi istirahat. Kadang-kadang gejala yang muncul disertai pusing dan

kelelahan yang parah.

Tahap resolusi

Pada tahap resolusi semua gejala penyakit radang paru-paru akan turun.
Tanda-tanda intoksikasi umum akan menghilang, dan suhu tubuh kembali normal.
Batuk secara bertahap mereda dan lendir menjadi kurang kental. Nyeri dada muncul hanya
pada gerakan tiba-tiba atau batuk yang kuat. Pernafasan secara bertahap kembali normal,
tetapi sesak napas masih hadir selama aktivitas fisik normal.
Suhu tubuh pada penderita Radang paru

Karakter suhu tergantung pada bentuk pneumonia, tingkat reaktivitas dan, tentu saja, usia
pasien.

Tipe Pneumonia Karakter Suhu tubuh

Lobar pneumonia  39-40 derajat, disertai dengan


menggigil, kemudian keringat. Lamanya 7 – 10 hari.

 39 derajat untuk pneumonia yang disebabkan oleh bakteri


flora;
Segmental pneumonia
38 derajat, untuk radang paru-paru.

 Dalam kisaran normal (yaitu 36,6 derajat) – pada pasien


yang lebih tua dari 50 tahun, serta dalam kasus di mana
pneumonia berkembang dengan latar belakang penyakit
sistemik;
Interstitial pneumonia
 37,5-38 derajat, pneumonia interstitial akut pada
individu paruh baya;
 di atas 38 derajat – pada bayi baru lahir.

Pneumonia viral  37 – 38 derajat.


origin
Pneumonia  37-37,2 derajat, dalam kasus yang jarang terjadi, suhu
pada HIV– orang tuubh lebih dari 37,5 derajat).
yang terinfeksi

 38 – 39.5 degrees, tidak dapat merespon obat penurun


Hospital pneumonia demam

 37-37,5 derajat, dengan bentuk dekompensasi parah diabet
Pneumonia pada es;
orang dengan  di atas 37,5 derajat – dengan pneumonia yang disebabkan
diabetes. oleh Staphylococcus aureus dan asosiasi mikroba

 kurang dari 36 derajat pada defisiensi berat massa;


Pneumonia janinpada  36-36,6 derajat dengan PCP;
bayi prematur  Suhu dalam kisaran normal atau menurun.

 Radang paru yang berkembang selama minggu pertama


Pneumonia neonatal
kehidupan
dini

Pemeriksaan penunjang
- Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses
- Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
- Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
- Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
- Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
- Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
- bronkostopi untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
penatalaksanaan terapeutik
- Pengobatan supportive
- Berikan oksigen, fisioterapi dada, dan cairan intravena
- Antibiotik sesuai dengan program
- Pemeriksaan sensivitas untuk pemberian antibiotik
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi :
- Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
- Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
- Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
- Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
- Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
- Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup
Askep pneumonia
1. Pengkajian
- Kaji status pernafasan
- Kaji tanda tanda distress pernafasan
- Kaji adanya demam, tachycardia, malaise, anorexia, kegelisahan dan perubahan
kondisi
Diagnosa keperawatan
1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya secret
2. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan obstruksi bronchial
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan
akumulasi eksudat
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit.
5. Resiko keterlambatan perkembangan
6. Resiko gangguan pertumbuhan
Perencanaan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
1 Tidak efektif bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
nafas berhubungan dengan 3x24jam klien menunjukkan temperatur
meningkatnya secret dalam batas normal dengan kriteria hasil:
• Tanda-tanda vitall
• Status pernafasan: pertukaran gas
• Pengetahuan : manajemen pneumonia
• Kontrol gejala
• Tingkat kecemasan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


2 Tidak efektif pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
berhubungan dengan obstruksi klien menunjukkan temperatur dalam batas normal
bronchial dengan kriteria hasil:
• Status pernafasan
• Kontrol gejala
• Tanda-tanda vital
• Pengetahuan: menejemen pneumonia

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam


berhubungan dengan meningkatnya klien menunjukkan temperatur dalam batas normal
sekresi dan akumulasi eksudat dengan kriteria hasil:
• Keseimbangan elektrolit asam/basa
• Keparahan gejala
• Perfusi jaringan
• Tanda-tanda vital
• Pengetahuan : manajemen pneumonia
• Status pernafasan : ventilasi

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


KEPERAWATAN
4 Hipertermia • Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
berhubungan dengan klien menunjukkan temperatur dalam batas
proses infeksi, proses normal dengan kriteria hasil:
penyakit. • Suhu Tubuh dalam batas normal
Batasan karakeristik : • Bebas dari kedinginan
• Kenaikan suhu • Suhu tubuh stabil 36,50-37,50c
tubuh diatas
rentang normal • Termoregulasi dbn
• Serangan atau • Nadi dbn
konvulsi
• <1 bln : 90-170
(kejang)
• <1 thn : 80-160
• Kulit kemerahan
• 2 thn   : 80-120
• Pertambahan
RR • 6 thn   : 75-115
• Takikardi • 10 thn : 70-110
• Saat disentuh • 14 thn : 65-100
tangan terasa
• >14thn : 60-100
hangat
• Respirasi dbn
• BBL : 30-50 x/m
• Anak-anak : 15-30 x/m
• Dewasa : 12-20 x/m

No DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KH

1 Resiko keterlambatan perkembangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3


menunjukkan temperatur dalam batas normal dengan kriter
• Kontrol kecemasan diri
• Kontrol diri terhadap depresi
• Kontrol terhadap ketakutan
• Perawatan diri: aktivitas sehari-hari (ADL)
• Perawatan diri: instrumental aktivitas sehari-hari (IA
• BB: Massa tubuh
• Adaptasi anak terhadap perawatan di RS
• Pengetahuan: pengasuhan
• Kerentanan personal
2 Resiko gangguan pertumbuhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
menunjukkan temperatur dalam batas normal dengan kriter
• Kontrol kecemasan diri
• Energi psikomotor
• Bb: massa tubuh
• Adaptasi terhadap stabilitas fisik

Rifdah rianti 1610711094


Asthma

Definisi

Asthma disebut juga reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit obstruksi
pada jam nafas secara reversibel yang ditandai dengan inflamasi, dan peningkatan
reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan.

Patofisiologi

- Asthma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jarak napas dan hiperaktif dengan
respon terthadap bahan iritasi dan stimulus lain
- Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat
antibodi tubuh muncul (immunoglobin E atau IgE)dengan adanya alergi. IgE
dimunculkan pada reseptor sel mast yang menyebabkan pengeluaran histam dan zat
mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.
- Respon asthma terjadi dalam 3 tahap;pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi (1-2 jam), tahap delayed dimana bronkokontriksi dapat berulang
dalam 4-6 jam dan terus menerus 2-5 jam lebih lama; tahap late yang ditandai dengan
peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan
- Asthma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan dan udara
dingin.
- Selama serangan Asthmatik, bronkioulus menjadi radang dan peningkatan sekresi
mokus. Hal ini menyebakan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian
meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan
- Anak yang mengalam asthma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas. Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan
pertukaran fas. Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi
dan saturasi O2, sehingga terjadi penurunan pO2 (hypoxia). Selama serangan
asthmatik, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi,
dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem
pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan
pernafasan(tachpnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat
menurunkan kadar O2 dalam darah (hypocapnea).
Faktor Resiko
1. Alergen
Dikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu:

 
2. Alergen makanan
Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan serangan asma  banyak
ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda. Pada bayi dan anak berumur di bawah
3 tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai yang umumnya dapat mentolerir
kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak besar dan dewasa penyebab utama adalah
ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts dan penyebabnya ini sering menetap, walaupun
demikian dapat diprovokasi tiap 6 bulan.
 
3. Alergen hirup
Dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

1. Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing, bulu
anjing atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai di negara-
negara tropis, juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim.
2. Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen) khususnya di
negara-negara 4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada musim
panas, jamur pada musim panas dan gugur.
 

4. Tungau debu rumah


Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di dalam debu
rumah, dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah  penyebab utama penyakit alergi,
khususnya asma bronkial, rinitis alergi dan belakangan ini diduga sebagai penyebab
dermatitis atopik.

TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop pun sulit dilihat
tanpa sinar dari samping. Untuk hidup, TDR jenis Dermatophagoides
pteronyssinus  diperlukan suhu sekitar 25-30oC, dengan kelembaban nisbi diatas 50% dan
untuk jenis D. farinae dapat bertahan hidup sampai suhu 15oC dan kelembaban nisbi 40%.
Populasi TDR banyak ditemukan pada permukaan kasur baik dari kapuk maupun dari busa,
sebab untuk makanan TDR diperlukan serpihan kulit manusia.
5. Infeksi saluran napas
Sekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus, terbanyak respiratory
syncytial virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil dan parainfluenza virus  pada anak yang
lebih besar. Akibat infeksi virus terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan
alergen pada reseptor aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan
asma. Mengi pertama pada bayi perlu dipertimbangkan antara bronkiolitis atau sebagai
serangan pertama asma. Keduanya bisa disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan satu
dengan yang lain. Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya, dimana penderita
dengan bronkiolitis mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk berlanjut dengan
mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal. Infeksi bakteri umumnya jarang ada
hubungannya dengan serangan asma.
 

6. Emosi
Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, sehingga terjadi pelepasan
asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma. Faktor pencetus dapat bersumber dari masalah
antara kedua orang tua, antara orang tua dengan anak, atau masalah dengan guru di sekolah.

 
7. Latihan jasmani
Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA) dapat terjadi akibat
lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat dan lembab, EIA
jarang timbul. Setelah berlari 2 menit umumya terjadi dilatasi bronkus dan anak merasa lebih
enak, tetapi setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan
pada beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat antara 4-6 jam sesudah
konstriksi bronkus yang pertama.
 

Faktor lain
 Bahan iritan. Iritan sebagai pencetus asma mencakup bau cat, hair
spray,  parfum, udara dan air dingin, juga ozon dan bahan industri kimia yang dapat
menimbulkan  hiperreaktivitas bronkus dan inflamasi.
 Asap rokok. Asap rokok mengandung beberapa partikel yang dapat dihirup,
seperti hidrokarbon polisiklik, karbonmonoksida, nikotin, nitrogen dioksida, dan
akrolein. Asap rokok atau asap obat nyamuk bakar dapat menyebabkan kerusakan
epitel bersilia, menurunkan klirens mukosiliar, dan menghambat aktivasi fagosit serta
efek bakterisid makrofag, sehingga terjadi hiperreaktivitas bronkus.
 Refluks gastroesofagus. Refluks isi lambung ke saluran napas dapat memperberat
asma pada anak dan merupakan salah satu penyebab asma nokturnal.
 Obat dan bahan kimia. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma melalui
proses alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang dewasa adalah antara 4-
28%, tetapi jarang pada anak. Obat lain yang perlu diperhatikan sebagai pencetus
serangan asma adalah obat antiiflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutason,
asam mefenamat, dan b-bloker. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin,
mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap bahan-bahan kimia seperti
tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium benzoat sebagai pengawet
makanan atau minuman.
 Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera sebelum atau
setelah menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat memperberat asma.
 

8. Interaksi berbagai faktor pencetus


Seringkali faktor pencetus tersebut timbul bersamaan, yang akan memperkuat mekanisme
terjadinya asma. Misalnya, pasien asma tertentu hanya mengalami EIA (Exercise Induced
Asthma) bila berolahraga pada udara dingin dan sewaktu serangan influensa. Pada pasien lain
serangan asma terjadi akibat alergen tertentu dan sewaktu menderita influensa.

Komplikasi
- Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
- Chronic Persistent Bronchitis
- Bronchiolitis
- Pneumonia
- Emphysema
Manifestasi Klinis
- Wheezing
- Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesoris pernafasan, cuping
hidung, retraksi dada, dan stridor
- Batuk kering (tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit
- Tachpnea, tachycardia, orthopnea
- Gelisah
- Berbicara sulit atau pendek karena sesak nafas
- Diaphorosis
- Fatigue
- Tidak toleran terhadap aktivitas, makan, bermain, berjalan, bahkan berbicara
- Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran
- Meningkatnya ukuran diametr anteroposterior (barrel chest)
- Serangan yang tiba tiba atau berangsur angsur
- Auskultasi; terdengar ronkhi dan crackles

Pemeriksaan Diagnostik
- Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
- Foto rontgen
- Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil
biasanya meningkat dalam darah dan sputum
- Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent;RAST)
- Pulse oximetry
- Analisa gas darah
Penatalaksaan Terapeutik
- Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
- Terapi cairan parenteral
- Terapi pengobatan sesuai program;
Beta2 agonist untuk mengurangi bronkospasme: Albuterol ( proventil, ventolin) :
Dengan pemberian oksigen, dosis oral; 0,1 mg/kg setiap 8 jam ; nebulizer ; 0,15
mg/kg per dosis dalam 2 ml normal salin; inhalasi 1 atau 2 isapan setiap 4-6 jam.
Efeknya; tachycardia, palpitasi, pusing kepala, mual, dysrhythmia,, tremor, hypertensi
dan insomnia. Intervensi keperawatan; jelaskan pada orang tua tentang efek samping
dan cara melakukan nebulizer dan fisioterapi dada.
Terbutalin;
Dosis; 2-6 tahun; 0,15 mg/kg tiga hari sekali (tidak lebih dari 5 mg per hari); 6-14
tahun; 2 mg tiga kali sehari( tidak lebih dari 24 mg per hari); 14 tahun dan dewasa; 2-
6 mg/kg dalam tiga kali sehari atau empat kali sehari ( tidak lebih dari 32 mg per
hari); inhalasi; 1 atau 2 hisapan setiap 4-6 jam; nebulizer; 0.5-1,5 mg setiap 4-6 jam.
Efek samping: tachycardia, tremor atau gemetaran, pusing kepala, mual dan
insomnia. Intervensi keperawatan ; monitor efek sampingdan ajarkan pada orang tua
pronsip pemberian pengobatan.
Metaprotenol ( alupen, metaprel )
Dosis ; 0,3-0,5 mg/kg per dosis setiap 6-8 jam; maksimum 20 mg per dosis. Efek
samping; tachycardia, palpitasi, hipertensi, gemetaran, lemah, pusing kepala, mual,
muntah, mulut rasa tidak enak.
Dilatasi bronkus dan bronkioulus, mengurangi bronkospasme, dan meningkatkan
bersihan jalan nafas.
Theophylline ethylenediamine (Aminophylline)
Dosis; pada klien tanpa thophylline, dosis ; 6 mg/kg dan melalui intravena;usia 6-9
bulan;1,0-1,2 mg/kg/jam. Usia 9-12 jam; 0,9-1,0 mg/kg/jam. Usia 12-16 tahun: 0,6-
0,7 mg/kg/jam.
Pemberian dengan melalui cairan intravena jangan lebih dari 25 per menit.
Efek samping, tachycardia, dysrhythmias, palpitasi, iritasi gastrointestinal,
rangsangan sistem saraf pusat; gejalatoxic; seringmuntah, haus, demam ringan,
palpitasi, tinnitis, dan c kejang. Intervensi keperawatan ; atur aliran infussecara ketat,
gunakan alat infus khusu misalya; infus pompa
Asuhan Keperawatan Asthma

A. Pengkajian
 Identitas Klien

Nama                        :

Umur                          :
Jenis Kelamin             :
Agama                        :
Pendidikan                  :
Pekerjaan                    :
Suku bangsa                :
Alamat                         :
No.RM                         :
Tanggal masuk RS       :
Dx. Medis                     :
 Identitas Penanggung Jawab
Nama                                 :
Umur                                  :
Jenis Kelamin                    :
Agama                               :
Pendidikan                        :    
Pekerjaan                           :
Alamat                                 :
Hubungan dengan klien       :
 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama

Merupakan pernyataan pasien mengenai masalah atau penyakit yang


mendorong penderita memeriksakan diri. Oleh karena itu tidak semua
pasien datang dengan keluhan atau complaint. Pernyataan masalah ini
hendaknya sesuai dengan apa yang dikemukakan pasien atau
menggunakan bahasa pasien. Untuk itu pasien harus diberi
kesempatan penuh untuk menceritakan keluhan atau masalah yang
sedang dihadapi.

Perlu diperhatikan bahwa permasalahan setiap pasien berbeda, kadang


sederhana tetapi untuk pasien yang lain permasalahannya lebih
kompleks. Untuk itu jika pasien mempunyai lebih dari satu keluhan
atau masalah, perlu dikaji lebih lanjut keluhan mana yang paling
mengganggu dan bagaimana urutan timbulnya berbagai keluhan
tersebut. Dari sini mungkin baru dapat ditentukan permasalahan pokok
pasien yang mungkin mendasari timbulnya berbagai keluhan yang
lain.

2. Riwayat Penyakit sekarang

Yaitu Penyakit yang sedang diderita klien saat ini, data tentang
penyakit bisa didapatkan dari klien atau orang terdekat klien. Pada
usia bayi dan anak-anak dibawah umur, harus didampingi oleh orang
tua klien dan menanyakan keluhan apa yang sedang dialami klien saat
ini. Contoh :

3. Riwayat Penyakit keluarga

Di dalam pengkajian ini, keluarga klien juga ditanyakan, apakah


keluarga juga mempunyai riwayat penyakit asthma atau tidak. Ini juga
perlu dikaji karena dengan keluarga juga mempunyai penyakit asthma,
bisa jadi diturunkan kepada anaknya

4. Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan adalah setiap kejadian kehamilan pada seorang


wanita, persalinan dan Abortus. Riwayat ini sangat penting untuk
dicatat dalam catatan kesehatan dan diketahui oleh pelayan kesehatan.
Riwayat kehamilan dan persalinan waktu lampau akan sangat
mempengaruhi apakah anak yang ada didalam kandungannya sehat
atau tidak.

5. Riwayat Persalinan

merupakan cara persalinan serta kondisi pada kehamilan sebelumnya


yang tercantum dalam status ibu. Dan juga apakah klien mengalami
gangguan dan penyakit bawaan selama persalinan. Hal tersebut juga
mempengaruhi apakah klien mempunyai bawaan asthma atau tidak.
6. Riwayat Tumbuh kembang

Riwayat inipun juga megatakan apakah selama masa tumbuh kembang


apakah ada hambatan atau tidak.

7. Riwayat Imunisasi

Disini mengatakan apakah klien sudah melakukan imunisasi lengkap


atau belum. Contoh : Klien sudah mempunyai imunisasi lengkap yaitu
BCG, Polio I, II, III, ; DPT I, II, III ; dan campak

 Pola Peengkajian

1. Persepsi dan Penanganan Kesehatan

Kaji pasien mengenai :

 Arti sehat dan sakit bagi pasien

 Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini

 Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke pusat


pelayanan ksehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, faktor
ekonomi

 Pemeriksaan diri sendiri : riwayat medis keluarga, pengobatan yang sudah


dilakukan.

 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan

2. Pola Metabolik-Nutrisi

Kaji pasien mengenai :

 Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan

 Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)

 Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan

 Kepuasan akan berat badan


 Persepsi akan kebutuhan metabolik

 Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi, mukosa
mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi makanan

 Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini)

3. Pola Eliminasi

Kaji pasien mengenai :

 Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain

 Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain

 Keyakinan budaya dan kesehatan

 Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri

 Penggunaan bantuan untuk ekskresi

 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum, prostat)

4. Pola Hubungan dan Peran

Kaji pasien mengenai :

 Gambaran tentang peran berkaitam dengan keluarga, teman, kerja

 Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran

 Efek terhadap status kesehatan

 Pentingnya keluarga

 Struktur dan dkungan keluarga

 Proses pengambilan keputusan keluarga

 Pola membersarkan anak

 Hubungan dengan orang lain

 Orang terdekat dengan klien


 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan

5. Pola Konsep diri-Persepsi diri

Kaji pasien mengenai :

 Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok sosial

 Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki

 Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan
tidak)

 Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri

 Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)

 Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi

 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak mau
berinteraksi)

6. Pola Reproduksi-Seksualitas

Kaji Pasien mengenai :

 Efek terhadap kesehatan


 Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (genetalia, rektum)

7. Pola toleransi terhadap Stress-Koping

Kaji pasien mengenai :

 Latar belakang budaya/etnik

 Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok


budaya/etnik

 Tujuan kehidupan bagi pasien


 Pentingnya agama/spiritualitas

 Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas

 Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang dapat


mempengaruhi kesehatan

8. Pola Persepsi-Kognitif

Kaji pasien mengenai :

 Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar, perasa,


peraba)

 Penggunaan alat bantu indra

 Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif)

 Keyaknan budaya terhadap nyeri

 Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol


dan mengatasi nyeri

 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)

9. Pola Aktivitas Latihan

Kaji pasien mengenai :

 Aktivitas kehidupan sehari-hari

 Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas

 Aktivitas menyenangkan

 Keyakinan tenatng latihan dan olahraga

 Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan,


kamar mandi)

 Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan

 Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)

 Data pemeriksaan fisik (pernapasa, kardiovaskular, muskuloskeletal, neurologi)


 Pemeriksaan Fisik
1. TTV :
TD
Nadi
Suhu
Respiratory Rate
Nyeri
2. Antropometri
Lingkar kepala
Lingkar lengan atas
Tinggi Badan
Berat badan
3. Kepala
4. Mata (Konjungtiva,Sklera,Reflek Cahaya)
5. Hidung
6. Mulut
7. Telinga
8. Leher
9. Dada : (Paru,Jantung,Abdomen)
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
10. Genitalia
11. Anus
12. Ekstremitas
13. Kulit ( apakah turgor kulit normal atau tidak)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan
mengeluarkan secret pada jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3. Gangguan Nutrisi kurang dari tubuh berhungan dengan intake yang tidak
adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit penyakit berhubungan dengan
kurangnya informasi
C. Intervensi Keperawatan

Hari/ No Tujuan dan Intevensi dan Rasional


Tanggal/jam Dx kriteria Hasil

Sabtu, 02 1. Setelah a.    1.    Auskultasi bunyi nafas, catat adanya


Februari dilakukan bunyi nafas, misalnya: wheezing, ronkhi.
2017/07.00 tidakan Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi
keperawatan
nafas redup dengan ekspirasi mengi
selama 2x24 jam (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
diharapkan dapat
memenuhi b.       2. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat
rasio inspirasi dan ekspirasi.
kriteria hasil :
Rasional : Takipnea biasanya ada pada
1.Sesak beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
Berkurang penerimaan selama strest/adanya proses
2.Batuk infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding
berkurang
inspirasi
3.Klien dapat
mengeluarkan c.     3.   Kaji pasien untuk posisi yang aman,
sputum misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
4.Wheezing
Rasional : Peninggian kepala tidak
berkurang/hilang mempermudah fungsi pernafasan dengan
5.Vital dalam menggunakan gravitasi.
keadaan batas
d.      4. Observasi karakteristik batuk, menetap,
normal keadaan
batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
umum baik
keefektipan memperbaiki upaya batuk.
RRasional : batuk dapat menetap tetapi tidak
efektif, khususnya pada klien, lansia, sakit
akut/kelemahan

5. 5. Berikan air hangat


Rasional : penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan spasme bronkus
6.  Kolaborasi obat sesuai indikasi
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas,
mengi dan produks

Sabtu, 02 2. Setelah 1.    1.   Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan


Februari dilakukan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
2017/09.00 tidakan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan /
pelebaran nasal.
keperawatan
Rasional : kecepatan biasanya mencapai
selama 2x24 jam kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
diharapkan dapat derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas
memenuhi yang berhubungan dengan atelektasis dan atau
nyeri dada
kriteria hasil :
1.Pola Nafas2.     2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya
efektif bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
2.Bunyi nafas Rasional : ronki dan wheezing menyertai
obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
normal/bersih
3.TTV dalam3.     3.Tinggikan kepala dan bantu mengubah
batas normal posisi.
4.Batuk Rasional : duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
berkurang
5.Ekspansi paru
mengembang 4.     4.Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan
batuk sering/iritasi.

5.     5.Dorong/bantu pasien dalam nafas dan


latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya
sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.

Kolaborasi : 
1.Berikan oksigen tambahan, Berikan
humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret.

Minggu/03 3 Setelah 1)      1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit,


Februari dilakukan rambut, konjungtiva).
2017/07.00 tidakan Rasional : menentukan dan membantu dalam
intervensi selanjutnya.
keperawatan
selama 2x24 jam 2)      2.Jelaskan pada klien tentang pentingnya
diharapkan dapat nutrisi bagi tubuh.
memenuhi Rasional : peningkatan pengetahuan klien
dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam
kriteria hasil :
asuhan keperawatan
1.Keadaan
umum baik 3)     3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
2.Mukosa bibir Rasional : Penurunan berat badan yang
signifikan merupakan indikator kurangnya
lembab
nutrisi.
3.Nafsu makan
baik
4.tekstur 4   
kulit 4.Anjurkan klien minum air hangat saat
makan.
baik
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5.Klien 5)      Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi
menghabiskan sering
porsi makanan Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
yang telah
6) 5. Kolaborasi :Konsul dengan tim gizi/tim
didsediakan
mendukung nutrisi.
6.bising usus 6- Rasional : menentukan kalori individu dan
12x/menit kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
7.Berat badan - Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
dalam batas
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila
normal protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual /
muntah
Minggu/03 4. Setelah aluasi 1.Respons pasien terhadap aktivitas. Catat
Februari/08.3 dilakukan laporan dyspnea peningkatan
0 tidakan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda
vital selama dan setelah aktivitas.
keperawatan
Rasional : menetapkan
selama 2x24 jam kebutuhan/kemampuan pasien dan
diharapkan dapat memudahkan pilihan intervensi.
memenuhi
II.            2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam
kriteria hasil :
rencana pengobatan dan perlunya
1.Keadaan keseimbangan aktivitas dan istirahat.
umum klien baik Rasional : Tirah baring dipertahankan selama
2.Badan tidak fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk
lemas
penyembuhan.
3.Klien dapat
beraktivitas          3.  Bantu pasien memilih posisi nyaman
secara mandiri untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan
4.Kekuatan otot
kepala tinggi atau menunduk kedepan meja
terasa pada skala atau bantal.
sedang
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang
diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan
membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen

5. Berikan lingkungan tenang dan batasi


pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan
berlebihan meningkatkan istirahat

Minggu/03 5. Setelah a)  1.Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari


Februari dilakukan penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan
2017/10.00 tidakan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping
keperawatan
dan membantu menurunkan ansietas dan
selama 2x24 jam masalah berlebihan.
diharapkan dapat b)     2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis
memenuhi dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat
kriteria hasil :
mempengaruhi kemampuan untuk
1.Klien mengerti mangasimilasi informasi atau mengikuti
tentang definisi program medik.
asthma
c)  3.Tekankan pentingnya melanjutkan batuk
2.Klien mengerti
efektif atau latihan pernafasan.
tentang Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah
penyebab dan pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh
pencegahan dari penyakitnya.

asthma
d)   4.  Identifikasi tanda atau gejala yang
3.Klien mengerti memerlukan pelaporan pemberi perawatan
tentang kesehatan.
komplikasi Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat
waktu dapat mencegah meminimalkan
asthma
komplikasi.

e)      5.Buat langkah untuk meningkatkan


kesehatan umum dan kesejahteraan,
misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang,
diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau
imunitas, membatasi terpajan pada patogen.

Siti febriyanti 1610711085


Asuhan Keperawatan TBC pada anak
A. Pengertian
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam.
Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen
maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya

B. Etiologi
Tuberculosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan
dahak yang dibatukan (Ngastiyah 2005).
Pada waktu penderita batuk, butir-butir air ludah beterbangan di udara yang
mengandung basil TBC dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk ke dalam paru
yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.

Faktor Risiko TBC anak


1. Resiko infeksi TBC
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah
endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak
sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi
kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut
mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau
kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat
faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.
Pasien TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa
disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena
kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang
terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum.
Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam
konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.

2. Resiko Penyakit TBC


Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap
seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan
menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit
hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun
memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan
silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan
hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
Berdasarkan tipe infeksi, Tuberkulosis pada anak dibagi menjadi 3 macam yaitu:
1.  Infeksi primer.
TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak
yang usianya lebih dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan
hasil foto rontgen dada tidak terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang
terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan kemungkinan sedikit batuk.
Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak
telah membentuk kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu.
Namun pada beberapa kasus, jika tidak ditangani dengan benar, infeksi ini
dapat berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru-paru
(disebut TBC progresif). ( Maryunani anik. 2010)
2. Infeksi progresif (TB progresif)
Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke
seluruh paru-paru, atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan
demam, kehilangan berat badan, kelelahan, kehilangan selera makan, kesulitan
bernafas, dan batuk. ( Maryunani anik. 2010)
3. Infeksi reaktivasi (TB reaktivasi)
Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih
dalam keadaan tidur atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya
kekebalan tubuh menurun), bakteri menjadi aktif. TBC pada anak yang lebih
tua dan orang dewasa mungkin saja termasuk tipe ini. Gejala yang paling jelas
adalah demam terus-menerus, diiringi dengan keringat pada malam hari.
Kelelahan dan kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika penyakit
bertambah parah dan terbentuk lubang-lubang pada paru-paru, penderita TBC
akan mengalami batuk dan mungkin terdapat darah pada produksi air liur atau
dahak. ( Maryunani anik. 2010)

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Identitas klien
- Riwayat keperawatan :
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kehamilan dan kesehatan
 Riwayat masa lalu
 Riwayat kesehatan keluarga

2. Analisis data
Data Etiologi Masalah
Ds : - Ketidakefektifan bersihan Mukus yang berlebih
Do : jalan nafas
- klien terlihat
sesak nafas
- klien terlihat
batuk yang hilang
dan timbul
Ds : - Hypertermi Proses penyakit
Do : suhu tubuh klien
meningkat
Ds : - Ketidakseimbangan nutrisi Kurangnya asupan
Do : : kurang dari kebutuhan makan
- Klien tidak nafsu tubuh
makan
- Berat badan klien
menurun
- Klien tampak kurus
Ds : - Resiko tinggi penyebaran Pertahanan tubuh tidak
Do : klien tampak lemas, infeksi adekuat
lesu.
Ds : - Gangguan kecemasan Kurangnya pengetahuan
Do : orang tua klien tentang kondisi anaknya
terlihat cemas dan sering
bertanya mengenai
penyakit yang diderita
oleh anaknya.

3. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang


berlebih.
2. Hypertermia berhubungan dengan proses penyakit.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makanan.
4. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang
tidak adekuat.
5. Gangguan kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi anaknya.

4. Intervensi
No. Tujuan & kriteria hasil Intervensi
diagno
sa
1.
Tujuan: setelah a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,
dilakukan tindakan kecepatan, kedalaman dan
keperawatan jalan penggunaan otot aksesori.
nafas kembali efektif R: untuk mengetahui tingkat sakit dan
dalam waktu 3x24 tindakan apa yang harus dilakukan
jam. Dengan kriteria
hasil: b. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan secret atau batuk
Sekret berkurang efektif, catat karakter, jumlah sputum,
sampai dengan hilang, adanya hemoptisis.
pernafasan dalam R: untuk mengetahui perkembangan
batas normal 40- kesehatan pasien
60x/menit
c. Berikan pasien posisi semi atau
(NOC 599)
fowler,
R: semi fowler memudahkan pasien
untuk bernafas

d. Bersihkan sekret dari mulut dan


trakea, suction bila perlu,
R: untuk mencegah penyebaran
infeksi

e. Lembabkan udara/oksigen. Berikan


obat: agen mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi
R: pemberian oksigen dapat
memudahkan pasien untuk bernafas

(NIC 500)

2.
Tujuan: setelah a. Mengidentifikasi orang-orang yang
dilakukan tindakan beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
keperawatan pasien anggota keluarga, teman, orang dalam
tidak demam dalam satu perkumpulan. Memberitahukan
waktu 3x24 jam. kepada mereka untuk mempersiapkan diri
untuk mendapatkan terapi pencegahan.
Dengan kriteria hasil : R : Pengetahuan dan terapi dapat
meminimalkan kerentanan terjadinya
1. tidak terjadi
penyebaran
penyebaran
infeksi
b. Monitor temperature
2. suhu tubuh
R : untuk mengetahui adanya indikasi
kisaran normal
terjadinya infeksi. Febris merupakan
(NOC 611) indikasi terjadinya infeksi.
c. Anjurkan penapasan dalam dan batuk
R : Agar sekret tidak brtumpuk pada
paru-paru dan terhindar dari infeksi
tambahan

d. Anjurkan asupan cairan dengan tepat


R : agar mengurangi demam.

e. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak


R : Kerja sama akan mempercepat proses
penyembuhan
(NIC 518 dan 398)

3. Tujuan :
Setelah dilakukan a. Mengukur dan mencatat BB pasein
tindakan keperawatan R : BB menggambarkan status gizi
pasien diharapkan pasien
dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi b. Menyajikan makanan dalam porsi
dalam waktu 3x24 jam kecil tapi sering
Dengan kriteria hasl : R : Sebagai masukan makanan sedikit-
1. Klien nafsu sedikit dan mencegah muntah
makan
2. Berat badan c. Menyajikan makanan yang dapat
klien menimbulkan selera makan
meningkat R : Sebagai alternatif meningkatkan
nafsu makan pasien
(NOC hal 644)
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
(tinggi kalori tinggi protein)
R : Protein mempengaruhi tekanan
osmotik pembuluh darah

e. Memberi motivasi kepada pasien agar


mau makan.
R : Alternatif lain meningkatkan
motivasi pasein untuk makan

(NIC 558)
4.
Tujuan: Menyatakan a. Kaji kemampuan belajar pasien
pemahaman proses misalnya: tingkat kecemasan,
penyakit/prognosis perhatian, kelelahan, tingkat
dan kebutuhan partisipasi, lingkungan belajar, tingkat
pengobatan. pengetahuan, media, orang dipercaya.
R: untuk mengetahui kondisi pasien
Melakukan perubahan dan tindakan apa yang akan diberikan
prilaku dan pola hidup
untuk memperbaiki
kesehatan umur dan b. Tekankan pentingnya asupan diet
menurunkan resiko Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
pengaktifan ulang dan intake cairan yang adekuat.
tuberkulosis paru. R: agar pemenuhan nutrisi terpenuhi
sehingga penyembuhan bisa lebih
Mengidentifikasi cepat
gejala yang
memerlukan c. Berikan Informasi yang spesifik dalam
evaluasi/intervensi. bentuk tulisan misalnya: jadwal
minum obat.
Menerima perawatan
R: agar keluarga pasien tidak
kesehatan adekuat.
memberikan obat dan waktu yang
Kriteria hasil : keliru
Infeksi yang terjadi
dapat di perlambat d. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis,
atau di hiangkan frekuensi, tindakan dan perlunya
terapi dalam jangka waktu lama.
Ulangi penyuluhan tentang interaksi
obat Tuberkulosis dengan obat lain.
R: agar keluarga pasien tidak
memberikan obat dan waktu yang
keliru

e. jelaskan tentang efek samping obat:


mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan
tekanan darah
R: agar keluarga pasien mengetahui
sehingga bisa melaporkan jika hal tersebut
terjadi

5. Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan 1. kaji tingkat pengetahuan keluarga
keperawatan
R: untuk mengetahui tingkat pengetahuan
pengetahuan ibu dan
keluarga pasien sampai mana
keluarga pasien
bertambah dalam 2. berikan pendidikan kesehatan berkaitan
waktu 1x24 jam dengan penyakit pasien
dengan kriteria hasil
ibu dan keluarga R: agar keluarga pasien mengetahui dan
pasien paham tentang tidak cemas
penyakit anaknya dan
cemas teratasi 3. jelaskan setiap tindakan keperawatan yang
akan dilakukan
R: untuk mengurangi kecemasan keluraga
pasien
3. implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien.

4. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif
dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah
dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari
identifikasi dan analisa masalah selanjutnya

Daftar pustaka

Suriyadi & Rita Yuliani. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.
Buku Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-1017 edisi 10
Buku Nursing Outcomes Clasification (NOC) edisi ke lima
Buku Nursing Intrventions Clasification (NIC) edisi ke enam

Anda mungkin juga menyukai