Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN INFEKSI SALURAN


PERNAPASAN AKUT (ISPA)
DI RUANG ASTER RSD. DR. SOEBANDI

NAM A
NIM

: Dicky Andriansyah, S.Kep


: 112311101027

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

LAPORAN PENDAHULUANN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA)
Oleh : Dicky Andriansyah, S.Kep

Definisi
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14
hari.Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru (Rasmaliah, 2004).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura.ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari.Yang termasuk dalam infeksi
saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang
tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis.Sedangkan infeksi yang
menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah
Pneumonia(WHO, 2008).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan
akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung
kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi
kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan
atau berurutan (Muttaqin, 2008).
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang
berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,


Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru
dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa
ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
a.

Faktor Pencetus ISPA

1)

Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau


terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya
lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2)

Status Imunisasi

Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih
baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3)

Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota


besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b.

Faktor Pendukung terjadinya ISPA

1)

Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang


berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan
kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong
peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit
menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit
ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2)

Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi


Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang

masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit


ISPA.
3)

Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis


beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku


bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan
penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat
diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam
menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5)

Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang


sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan
terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu,
kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit
ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,
trachomatis,

mycoplasma

danstaphylococus,

haemophylus

clamydia
influenzae,

pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air
susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit

maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan
nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Muttaqin, 2008)

Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu :
a)

Dapat sembuh sempurna.

b)

Sembuh dengan atelektasis.

c)

Menjadi kronos.

d)

Meninggal akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar


sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif
dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan
gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat
pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag
alveoli, dan antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini
banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang
rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien

keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada


ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang
dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok
dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil,
pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Tanda Dan Gejala
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal.
Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan
yang lebih rumit dengan mortalitas yang lebih tinggi.Maka, perlu diusahakan agar
yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong
dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan.
Berikut ini adalah tanda bahaya yang perlu diwaspadai pada penderita ISPA:
1. Tanda gejala secara umum/klinis:
a. Pada sistem pernafasan
Nafas cepat dan tidak teratur (apnea), retraksi/tertariknya kulit ke dalam
dinding dada, nafas cuping hidung, sesak, kulit wajah kebiruan(sianosis),
suara nafas lemah atau hilang, mengi, suara nafas seperti ada cairannya
sehingga terdengar keras dan tachypnea.
b. Pada sistem peredaran darah
Denyut jantung cepat dan lemah (takikardi atau bradikardi), tekanan darah
tinggi atau rendah (hipertensi atau hipotensi) dan gagal jantung (cardiac
arresst).
c. Pada sistem syaraf
Gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,kejang dan koma.
d. Gangguan umum
Letih dan keringat banyak.

2. Tanda tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun :
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor/mendengkur dan gizi
buruk.
3. Tanda tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan : kurang
bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah
volume yang biasa), kejang, kesadaran menuru,, mendengkur, mengi, demam
dan dingin.
4. Tanda tanda labolatorium
a. Hypoxemia
b. Hypercapnia
c. Acydosis (metabolic atau respiratorik)
5. Tanda dan gejala ISPA menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PRSSI), 2002 adalah:
a. Batuk
b. Serak (penderita bersuara parau)
c. Pilek
d. Panas atau demam dengan suhu badan lebih dari 38,50C
e. Sesak nafas
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Biakan virus
2. Serologis
3. Diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

Strategi Penanggulangan
Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Kesehatan menurut WHO (2008):
a. Pengawasan administrasi:

a) Struktur organisasi pencegahan dan pengendalian infeksi (komite pencegahan dan


pengendalian infeksi, tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang terlatih) dan
kebijakan-kebijakan (misalnya: pedoman)
b) Tersedianya staf dan suplai yang memadai, pelatihan petugas kesehatan,
penyuluhan pasien dan pengunjung.
b. Pengendalian sumber: kebersihan pernapasan dan etika batuk
Petugas kesehatan, pasien, dan keluarga harus menutup mulut dan hidung
saat batuk, bersin, dan membersihkan tangan.
c. Pengendalian lingkungan dan teknik
a) Jaga jarak minimal 1 meter antarpasien.
b) Jaga ventilasi dengan baik, antara lain dengan ventilasi alami (misalnya: jendela
terbuka) atau dengan ventilasi mekanik.
c) Bersihkan secara rutin permukaan yang sering disentuh dan bersihkan segera saat
tampak kotor.
d. Pengenalan dini dan pelaporan ISPA yang cenderung epidemi atau pandemi
Segera informasikan kepada yang berwenang (Dinkes/Depkes).
Dinkes/Depkes memberitahukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan apabila ada
KLB dalam masyarakat atau di rumah sakit lain.
e. Penempatan pasien
a) Tempatkan pasien di ruang terpisah dengan ventilasi yang baik.
b) Jika kamar terpisah tidak dimungkinkan, kelompokkan pasien dengan
diagnosis yang sama dan dengan jarak sedikitnya 1 meter pada satu
ruangan (cohorting).
f. Pencegahan dan pengendalian infeksi saat memberikan pelayanan pada
pasien SARS dan flu burung
Membersihkan tangan secara memadai dan gunakan sarung tangan, gaun
pelindung, masker bedah, dan kacamata pelindung
Batasi jumlah petugas pelayanan kesehatan/anggota keluarga/pengunjung
pasien ISPA.
Kewaspadaan Standar (Rutin) : dengan dipromosikan kesemua PPK untuk
merawat semua pasien, kewaspadaan standar merupakan dasar pencegahan dan

pengendalian infeksi yang dirancang untuk meminimalisasi pajanan langsung


terhadap darah, cairan tubuh, atau sekret.
Pencegahan dan pengendalian infeksi spesifk tambahan
a. Untuk perawatan semua pasien ISPA disertai demam.
1) Petugas kesehatan harus memakai masker bedah saat memberikan
perawatan dengan jarak dekat.
2) Jaga jarak antarpasien minimal 1 meter.
3)

Cohorting dapat memfasilitasi penerapan pencegahan dan pengendalian


infeksi.

b. Memberikan pelayanan pasien anak dengan ISPA pada musim ISPA tertentu
(parainfuenza virus, adenovirus)
1) Petugas kesehatan harus menggunakan masker bedah, gaun pelindung, dan
sarung tangan saat merawat pasien & menggantinya bila beralih ke pasien
lain.
2) Jaga jarak antarpasien minimal 1 meter.
3) Cohorting dapat memfasilitasi penerapan pencegahan dan pengendalian
infeksi
1. Perawatan penyakit akut pada anak-anak
Beberapa aspek berlaku khusus pada pasien anak-anak dan harus
dipertimbangkan saat melakukan langkah pencegahan dan pengendalian
infeksi.
a. Anggota keluarga sangat penting bagi dukungan emosional pasien
anak-anak rawat inap.
b. Hak anak untuk didampingi oleh orang tua/keluarga pasien setiap
waktu harus dijamin
c. Anggota keluarga mungkin sangat penting dalam membantu
perawatan pasien anak-anak rawat inap, terutama bila tenaga petugas
kesehatan kurang

d. Pasien anak-anak mungkin saja sudah lebih lama terinfeksi ISPA


dibandingkan orang dewasa; ini akan mempengaruhi jangka waktu
pelaksanaan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
e. Pasien anak-anak mungkin tidak dapat mematuhi praktik kebersihan
pernapasan.
f. Sebagian patogen lebih sering ditemukan di kalangan pasien anakanak

dan

memerlukan

Kewaspadaan

Transmisi

(misalnya,

Kewaspadaan Kontak yang diperlukan untuk RSV atau virus


influenza; dan Kewaspadaan Kontak ditambah Kewaspadaan
Droplet untuk adenovirus atau metapneumovirus)
g. Kontaminasi lingkungan mungkin lebih menonjol dibandingkan
dengan kontaminasi yang terjadi pada pasien dewasa atau continent
patient.
h. Mainan harus dibersihkan dan didisinfeksi sehabis dimainkan anak
yang berbeda, dan petugas harus berhati-hati saat mengumpulkan
pasien di ruang bermain (ikuti prinsip yang sama dengan prinsip
penggabungan/cohorting pasien)
2. Perawatan di rumah untuk pasien ISPA
a. Selama keadaan darurat kesehatan masyarakat, seperti terjadinya
pandemi, tidak mungkin memberikan pelayanan perawatan penyakit
akut

atau

perawatan

keliling

untuk

semua

orang

yang

membutuhkannya. Ada kemungkinan fasilitas pelayanan kesehatan


yang memberikan pelayanan perawatan penyakit akut akan
mengklasifikasikan pasien dan mungkin hanya dapat memberikan
perawatan bagi pasien yang paling berat yang dianggap mempunyai
peluang hidup. Ada juga kemungkinan fasilitas pelayanan kesehatan
keliling tidak dapat memenuhi permintaan pelayanan perawatan
kesehatan.
b. Pasien yang terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran
mungkin memerlukan perawatan di rumah. Pasien seperti ini
mungkin sakitnya cukup berat. Selain itu, pasien seperti ini akan
berbahaya bagi orang lain dalam jangka waktu tertentu dan dapat

menularkan patogen dan infeksi atau penyakit sekunder ke anggota


keluarganya.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian pada ISPA meliputi :
1. Identitas Pasien
2. Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita
ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).
3. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
4. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian
oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded)
mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara
Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika,
2009)
5. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama: Adanya keluhan demam, batuk dan flu
Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu
makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

Riwayat penyakit dahulu: sebelumnya klien sudah pernah mengalami


penyakit sekarang
6. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota yang keluarga pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
7. Riwayat sosial:
Apakah klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya.
8. Kebutuhan dasar
a. Pola nafas : Pasien dengan ISPA mengalami pernafasan cepat dan dangkal,

pernafasan cuping hidung, dengan irama inreguler.


b. Pola makan : Pasien sering tidak mau makan atau minum karena batu dan

sesak, bahkan sampai dimuntahkan kembali makanan yang dimasukkan.


c. Pola eliminasi : Biasanya pola eliminasi pasien terganggu karena adanya

perubahan pola makan, intake yang kurang


d. Pola istirahat dan tidur : Pasien sering tidak bisa tidur dengan nyenyak

karena apabila sesak nafas atau batuk, pasien terbangun.


e. Pola aktivitas : Biasanya tergantung pada tahap perkembangannya,

misalnya bermain dengan warna-warna terang, kontak mata antara anak


dengan orang tuanya. Namun jika pasien dengan pasien ISPA, kurang
beraktivitas.
9. Pola kebersihan diri : Untuk pemenuhan kebersihan diri pasien, biasanya

dilakukan oleh orang tuanya dan dibantu oleh perawat.


10. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Pasien tampak lemah dan gelisah


b. Kesadaran : Composmentis
c. Kepala : Kulit kepala biasanya lembab, rambut basah/berminyak
d. Mata : Gerakan bola mata seringkali tegang
e. Telinga : f. Hidung : Biasanya ada sekret/beringus, sianosis, cuping hidung.
g. Mulut : Sianosis, bibir kering
h. Kulit : Biasanya turgor kulit jelek kekurangan volume cairan

i.

Thorax: terjadi penarikan diding bagian bawah kedalam, terdapat suara


nafas tambahan, tidak simetris

j.

Abdomen: peningkatan peristaltik usus

k. Ekremitas: teraba panas

11. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab);
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopena
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
3. Nyeri Menelan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa
faring dan tonsil.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Bersihan

Jalan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Nafas NOC:

Intervensi
NIC :

tidak

Respiratory status : Ventilation

1) Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.

efektif

Respiratory status : Airway patency

2) Berikan O2 l/mnt, metode

Aspiration Control

berhubungan dengan:

Obstruksi
:spasme

jalan
jalan

nafas
nafas,

sekresitertahan,
adanya
nafasbuatan,

jalannafas.

asing

keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :

6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu

sekresi

mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada

alveolus,adanya

benda

4) Posisikan pasien untuk


5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu

jalan

bronkus,adanya eksudat
di

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang

banyaknyamukus,

di

3) Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam

pursed lips)

7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan


8) Berikan bronkodilator :
9) Monitor status hemodinamik
10) Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11) Berikan antibiotik :

2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa

12) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang

13) Monitor respirasi dan status O2

normal, tidak ada suara nafas abnormal)

14) Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan

3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang


penyebab.
4) Saturasi O2 dalam batas normal

secret
15) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, Suction, Inhalasi

5)

Foto thorak dalam memaksimalkan ventilasi

6) batas normal
Hipertermia Berhubungan dengan

NOC:

NIC :

:penyakit/ trauma, peningkatan

Thermoregulasi

1) Monitor suhu sesering mungkin

metabolisme, dehidrasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien

2) Monitor warna dan suhu kulit

menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan

3) Monitor tekanan darah, nadi dan RR

kreiteria hasil:

4) Monitor penurunan tingkat kesadaran

1) Suhu 36 37C

5) Monitor WBC, Hb, dan Hct

2) Nadi dan RR dalam rentang normal

6) Monitor intake dan output

3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,

7) Berikan anti piretik:


8) Kelola Antibiotik
9) Selimuti pasien
10)

Berikan cairan intravena

11)

Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

12)

Tingkatkan sirkulasi udara

13)

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

14)

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

15)

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

16)

Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban

membran mukosa)

Ketidakseimbangan

nutrisi NOC:

kurang dari kebutuhan tubuh

a. Nutritional status: Adequacy of nutrient


b. Nutritional Status : food and Fluid Intake
c. Weight Control

NIC
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.

2) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan


harian.

nutrisi kurang teratasi

3) Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

dengan indikator:

1) Nutrisi Adekuat
2) Nafsu Makan meningkat
3) Albumin serum
4) Pre albumin serum
5) Porsi makan klien dihabiskan
6) Tidak terjadi Mual / muntah
7) BB dalam batasan normal.

4) Monitor turgor kulit


5) Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
6) Monitor mual dan muntah
7) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
8) Monitor intake nuntrisi
9) Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
nutrisi
10)

Kolaborasi dengan dokter

11) tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/


TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.

12)

Atur posisi semi fowler atau

13)

fowler tinggi selama makan

14)

Kelola pemberan anti emetik:.....

15)

Anjurkan banyak minum

Gangguan Pertukaran gas


NOC:
NIC :
Berhubungan dengan : Respiratory Status : Gas exchange
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
ketidakseimbangan
perfusi Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
2) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
ventilasi
3) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Respiratory Status : ventilation
4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Vital Sign Status
5) Berikan bronkodilator ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
6) Monitor respirasi dan status O2
Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria
7) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
hasi:
penggunaan
otot
tambahan,
retraksi
otot
1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan
supraclavicular dan intercostal
oksigenasi yang adekuat
8) Monitor suara nafas, seperti dengkur
2) Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari
9) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
tanda tanda distress pernafasan
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
3) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
10) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
adanya ventilasi dan suara tambahan
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
11) Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
12) Observasi sianosis khususnya membran mukosa
4) Tanda tanda vital dalam rentang normal
13) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
5) AGD dalam batas normal
tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
6) Status neurologis dalam batas normal
Suction, Inhalasi)

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2008. Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier
Herdinan, Heather T. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2017. Jakarta: EGC.
Johnson, M. Etal. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby
Elsevier.
Rasmaliah.

2009.

InfeksiSaluran

Pernafasan

Akut

(ISPA)

dan

Penanggulangannya. Sumatra Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Sumatra Utara.
WHO.2008. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas
pelayanan kesehatan. Jenewa: WHO

Anda mungkin juga menyukai