Anda di halaman 1dari 30

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015).
Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal
akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak,
dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah.
ISPA merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang
serta salah satu penyebab kunjungan pasien ke Puskesmas (40%-60%) dan
rumah sakit (15%-30%). Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta kasus,
China 21 kasus, Pakistan 10 juta kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria
masing-masing 6 juta kasus. Semua kasus ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-
13% merupakan kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit (Dirjen
PP & PL, 2012).
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan
pertama penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2013), 29,47% (2014)
dan 63,45% (2015). Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar
10 penyakit terbanyak di rumah sakit (Kemenkes RI, 2015). Terdapat lima
Provinsi dengan ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua
(31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur
(28,3%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi berdasarkan
umur terjadi pada kelompok umur 1- 4 tahun (25,8%). Penyakit ini lebih
banyak dialami pada kelompok penduduk kondisi ekonomi menengah ke
bawah (Kemenkes, 2013).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan ISPA
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan ISPA
b. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada
anak dengan ISPA
c. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA
d. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan apa yang tetapat
pada anak dengan ISPA
e. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan serta rencana tindakan
apa yang akan dilakukan pada anak dengan ISPA.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14
hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari
hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari
infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut
dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya
Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa
inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang
termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa,
sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis.
Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru
itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai
angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi
agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut
mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan,
daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca
(Whaley and Wong; 1991; 1419).

2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru
dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.

a. Faktor Pencetus ISPA


1) Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2) Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya
lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3) Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-
kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada
anak.

b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA


1) Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan
kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong
peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit
menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya
penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2) Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi
Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat
yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan
penyakit ISPA.
3) Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi
kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian
pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi
semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA.
Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat
pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di
masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman
masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA
yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.

5) Lingkungan dan Iklim Global


Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas
buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman
kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal
terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam
pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A-hemolityc streptococus,
clamydia trachomatis, mycoplasma danstaphylococus, haemophylus
influenzae, pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu
angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan
imunitas dari air susu Ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran
pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena
dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka
akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru. Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991;
1420).

B. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :

a. Dapat sembuh sempurna.


b. Sembuh dengan atelektasis.
c. Menjadi kronos.
d. Meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif
dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel
dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu
terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia,
makrofag alveoli, dan antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah IgA. Antibodi ini
banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang
rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien
keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi
pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan
udara nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal
yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap
rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma
imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

C. Pathway

D. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x /
mnt. Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya
demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai
dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan
susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum.
2. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam
muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3
tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
3. Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya
adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
4. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi
akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
5. Vomiting
Biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
6. Diare (mild transient diare)
Seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.

7. Abdominal pain
Nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
8. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal
Pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat
oleh karena banyaknya sekret.
9. Batuk
Merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
10. Suara nafas
Biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah :
1. Biakan virus
2. Serologis
3. Diagnostik virus secara langsung.

Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan


pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman,
usaha serta irama dari pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.


2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang
biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan
pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai
dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan
kedalaman pernafasan.
1. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing.
Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan
peningkatan produksi dari sputum.
2. Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
b. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
c. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami
penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
e. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :

a. Inspeksi
1. Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2. Tonsil tampak kemerahan dan edema
3. Tampak batuk tidak produktif
4. Tidak ada jaringan parut pada leher
5. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung.
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru

F. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus
yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik
dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi
penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan
kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

1. Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang
hidung dengan sapu tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang
cukup tipis tidak terlalu ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI
bila anak tersebut masih menetek
3. Pengobatan antara lain :
 Mengatasi panas (demam) dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan
4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan
kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
 Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang
aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok
teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari.

G. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1. Identitas

Umur               : ISPA bisa menyerang siapa saja termasuk seseorang yang


mengalami kelainan sistem kekebalan tubuh, juga pada seorang lanjut usia
dikarenakan kekebalan tubuh menurun dan juga memiliki resiko pada balita
dan anak-anak, dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk
sepenuhnya. (Wahid, 2013, hal. 194)

Jenis kelamin   : bisa menyerang laki laki atau perempuan (Wahid, 2013, hal.
194)
Status kesehatan saat ini

 Keluhan Utama

Keluhan pada klien biasanya ditandai dengan gejala antar lain Demam
dan pilek  akibat infeksi pertama dan peradangan pada
tenggorokan. (Wahid, 2013, hal. 194)

 Alasan masuk rumah sakit

Pasien masuk rumah sakit dikarenakan keluhan muncul mengeluh


demam, batuk, pilek dan sakit tenggorokan (Wahid, 2013, hal. 194)

 Riwayat penyakit sekarang

Pada klien penyakit ISPA keluhan yang ada adalah Demam, batuk,
pilek, muntah dan anoreksia. (Wahid, 2013, hal. 194)

 Riwayat Kesehatan Terdahulu


 Riwayat penyakit sebelumnya

Perawat menanyakan tentang penyakit yang dialaminya sebelumnya


terutama yang mendukung atau yang memperberat kondisi sistem
pernapasan pada klien saat ini, pernahkah klien menderita Asma,
pneumonia dan sebagainya. (Wahid, 2013, hal. 195)

 Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat keturunan anggota keluarga yang pernah mengalami


sakit seperti penyakit klien. Salah satu anggota keluarganya menderita
penyakit asma. (Wahid, 2013, hal. 195)
 Riwayat pengobatan

Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat


alergi, catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Klien
minum jeruk nipis dan kecap saat mengalami batuk dan sakit
tenggorokan. (Wahid, 2013, hal. 195)

2. Pemeriksaan fisik

 Keadaan Umum
 Kesadaran

Kesadaran (Biasanya pada penderita ISPA tingkat kesadaranya adalah


composmentis, tetapi jika keadaan pasien sudah parah maka tingkat
kesadarannya bisa Somnolen.) (Wijayaningsih, 2013, hal. 4)

 Tanda- tanda vital

TD     : pada pasien ISPA tensi meningkat

Suhu  : suhu meningkat 39-40ºC

RR     :pernapasan meningkat

Nadi  : nadi teraba cepat (Wijayaningsih, 2013, hal. 4)

 Body System
 Sistem pernafasan (Wijayaningsih, 2013, hal. 5)
 Inspeksi

1) Membran mukosa hidung faring tampak kemerahan.


2) Tonsil tampak kemerahan dan edema.
3) Tampak batuk tidak produktif.
4) Tidak ada jaringan parut pada leher.
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung.

 Palpasi

1) Adanya demam.
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis.
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
4) Perkusi
5) Suara paru normal (resonance).
6) Auskultasi
7) Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

 Sistem kardiovaskuler (Wahid, 2013, hal. 195-196)

1) Inspeksi
2) Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
3) Palpasi
4) Denyut nadi cepat
5) Perkusi
6) Batas jantung mengalami pengeseran
7) Auskultasi
8) Tekanan darah meningkat (Wahid, 2013, hal. 195-196)
9) Sistem persyarafan
Klien mengalami gejala panas disertai juga tanda dan gejala seperti pilek,
sakit tenggorokan, demam. (Wahid, 2013, hal. 196)
 Sistem perkemihan

Jarang ditemukan gejala pada sistem perkemihan (Wahid, 2013, hal. 196)

 Sistem pencernaan

Pada sistem pencernaan klien mengalami nyeri tekan pada tenggorokan,


nyeri perut, penurunan nafsu makan. (Wahid, 2013, hal. 196)

 Sistem integument

Mengkaji warna kulit integritas kulit utuh atau tidak, turgor kulit kelihatan
kering, panas dan nyeri saat ditekan.

 Sistem musculoskeletal

Tidak ada kelainan didalam sistem ini kecuali ada komplikasi penyakit
lain  (Wahid, 2013, hal. 196)

 Sistem endokrin.

Tidak ada kelainan kecuali ada komplikasi. (Wahid, 2013, hal. 196)

 Sistem reproduksi

Tidak ada kelainan pada bentuk alat kelamin laki-laki maupun


perempuan. (Wahid, 2013, hal. 196)

 Sistem penginderaan

Pada sistem pengindraan bagian konjungtiva, sklera normal dan pupil


dapat menangkap cahaya dengan baik. (Marni, 2014, hal. 26)
 Sistem imun

Biasanya gejala terjadi saat kekebalan tubuh menurun. (Wahid, 2013, hal.


194)

3. Pemeriksaan penunjang

1) Kultur : pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi mikroganisme


yang menyebabkan infeksi klinis pada sistem pernafasan.
2) Uji fungsi pulmonal : pemeriksaan fungsi pulmonal untuk
mendapatkan data tentang pengukuran volume paru, mekanisme
pernafasan dan kemampuan difusi paru.
3) Biopsi :pengambilan bahan spesimen jaringan untuk bahan
pemeriksaan.
4) Pemeriksaan gas darah arteri : pemeriksaan untuk memberikan data
objektif tentang oksigenasi darah arteri, pertukaran gas, ventilasi
alveolar dan keseimbangan asam basa.
5) Radiologi dada: untuk mendeteksi penyakit paru antara lain: TB,
PNEUMONIA, ABSES PARU dll
6) Pemeriksaan sputum : untuk mengidentifikasi organisme patogenik
dan untuk menentukan apakah terdapat sel-sel maligna atau tidak.
(Kunoli, 2012, hal. 219-220)

H. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
3. Resiko tinggi penularan infeksi
4. Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia.
5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring
dan tonsil.
No Diagnosa Tujuan
Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Keperawatan
1. Hipertermi Pasien akan Suhu tubuh kembali normal Observasi : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat
berhubungan menunjukkan menentukan perkembangan perawatan
1. Nadi : 60-100 denyut tanda-tanda vital
dengan proses termoregulasi(keseimb selanjutnya
per menit
infeksi angan antara produksi
Mandiri :
2. Tekanan darah :
panas, peningaktan
120/80 mmHg
panas, dan kehilangna 1. Kompres pada
1. Dengan memberikan kompres, maka
3. RR : 16-20 kali per
panas). kepala / aksila.
akan terjadi proses
menit
konduksi/perpindahan panas dengan
bahan perantara
2. Atur sirkulasi 2. Penyediaan udara bersih
udara kamar
pasien
3. Anjurkan klien
3. Proses hilangnya panas akan
untuk
terhalangi untuk pakaian yang tebal
menggunakan
dan tidak menyerap keringat
pakaian tipis
dan dapat
menyerap
keringat
4. Anjurkan klien
untuk minum
banyak 2000- 4. Kebutuhan cairan meningkat karena
2500 ml/hari. penguapan tubuh meningkat.
5. Anjurkan klien
istirahat di
tempat tidur
5. Berbaring mengurangi metabolisme
selama masa
febris penyakit  

Kolaborasi :  

Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat Untuk mengontrol infeksi dan menurunkan
panas
1. Nyeri   Nyeri berkurang skala 1-2 Observasi :  
berhubungan
Teliti keluhan nyeri, Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
dengan
inflamasi
catat intensitasnya yang berhubungan merupakan suatu hal yang
pada
(dengan skala 0-10), amat penting untuk memilih intervensi yang
membran
faktor yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan
mukosa faring
memperburuk atau dari terapi yang diberikan
dan tonsil.
meredakan nyeri,
lokasi, lama, dan
karakteristiknya

Mandiri :

1)   Anjurkan klien


1)   Mengurangi bertambah beratnya penyakit
untuk menghindari
alergen atau iritan
terhadap debu, bahan
kimia, asap rokok, dan
mengistirahatkan atau
meminimalkan bicara
bila suara serak

2)   Anjurkan untuk 2)   Peningkatan sirkulasi pada daerah


melakukan kumur air tenggorokan serta mengurangi nyeri
hangat tenggorokan.

Kolaborasi : Kortikosteroid digunakan untuk mencegah


reaksi alergi atau menghambat pengeluaran
Berikan obat sesuai
histamin dalam inflamasi pernafasan.
indikasi
Analgesik untuk mengurangi nyeri
2. Bersihan jalan Bersihan jalan nafas Jalan nafas paten dengan bunyi Mandiri :
nafas tidak efektif nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan
1. Kaji frekuensi atau 1. Takypnea, pernafasan dangkal, dan gerakan
efektif b.d sianosis
kedalaman pernafasan dada tidak simetris sering terjadi karena
akumulasi
dan gerakan dada ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan
sekret
atau cairan paru

2. Penurunan aliran udara terjadi pada area


2. Auskultasi area
konsolidasi dengan cairan. Bunyi nafas
paru, satat area
bronchial dapat juga terjadi pada area
penurunan atau tidak
konsolidasi. Crackles, ronchi dan mengi
ada aliran udara dan
terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi
bunyi nafas
pada respon teradap pengupulan cairan ,
adventisius, mis. secret kental dan spasme jalan nafas atau
Crackles, mengi. obstruksi.

3. Bantu pasien latian 3. Nafas dalam memudakan ekspansi


nafas sering. Tunjukan maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih
atau bantu pasien kecil. Batuk adalah mekanisme pembersiaan
mempelajari jalan nafas alami, membantu silia untuk
melakukan batuk, mempertaankan jalan nafas paten.
misalnya menekan Penenkanan menurunkan ketidaknyamanan
dada dan batuk efektif dada dan posisi duduk memungkinan upaya
sementara posisi nafas lebih dalam dan lebih kuat.
duduk tinggi.

4. Berikan cairan
4. Cairan (khususnya yang
sedikitnay 2500 ml
hangat)memobilisasi dan mengluarkan secret
perhari(kecuali
kontraindikasi).
 
Tawrakan air hangat
daripada dingin .  
Kolaborasi :

1. Bantu mengawasi 1. Memudahkan pengenceran dan


efek pengobatan pembuangan secret.
nebulizer dan
 
fisioterapi lain, mis.
Spirometer insentif,
IPPB, tiupan botol,
perkusi, postural
drainage. Lakukan
tindakan diantara
waktu makan dan
batasi cairan bila
mungkin.

2. Berikan obat sesuai 2. Alat untuk menurunkan spasme bronkus


indikasi mukolitik, dengan mobilisasi secret. Analgesic diberikan
ekspektoran, untuk memperbaiki batuk dengan
bronchodilator, menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
analgesic. digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk atau menekan
pernafasan.
3. Nutrisi tidak Nutrisi kembali A:Antropometri: Mandiri :  
seimbang seimbang
berat badan, tinggi badan, lingkar 1. Kaji kebiasaan 1. Berguna untuk menentukan kebutuhan
berhubungan
lengan                                                diet, input- kalori, menyusun tujuan BB dan
dengan
Berat badan tidak turun (stabil) output dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi
anorexia
timbang BB
B: Biokimia:
setiap hari
2. Berikan porsi
- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl 2. Nafsu makan dapat dirangsang pada
makan kecil
dan perempuan 12-16 g/dl) situasi rileks, bersih, dan
tapi sering
menyenangkan
- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 dalam keadaan
g/dl) hangat
C: Clinis:

-          Tidak tampak kurus 3. Tingkatkan 3. Untuk mengurangi kebutuhan


tirah baring metabolic
-          Rambut tebal dan hitam
4. Kolaborasi
dengan ahli
-          Terdapat lipatan lemak
gizi untuk
subkutan 4. Metode makan dan kebutuhan kalori
memberikan
di dasarkan pada situasi atau
D: Diet: diet sesuai
kebutuhan individu untuk memberikan
kebutuhan
nutrisi maksimal
-          Makan habis satu porsi
klien.
5. Berikan heath
-          Pola makan 3X/hari
education pada
5. Ibu dapat memberikan perawatan
ibu tentang
maksimal kepada anaknya. Makanan
Nutrisi :
bergizi dan air putih yang banyak
makanan yang
dapat membantu mengencerkan lendir
bergizi yaitu 4
dan dahak.
sehat 5
sempurna,
hindarkan anak
dari snack dan
es, beri minum
air putih yang
banyak
6. Menjauhkan
dari bayi lain
7. Menjauhkan
6. Tidak terjadi penularan penyakit
bayi dari
keluarga yang
sakit
7. Tidak terjadi pemaparan ulang yang
menyebabkan bayi tidak segera
sembuh

4. Resiko tinggi Meminimalisir Anggota keluarga tidak ada yang Mandiri :  


penularan penularan infeksi lewat tertular ISPA
1.Batasi pengunjung 1. Menurunkan potensi terpajan pada
infeksi udara
sesuai indikasi penyakit infeksius
2.Jaga keseimbangan 2. Menurunkan konsumsi atau kebutuhan
antara istirahat dan keseimbangan oksigen dan
aktifitas memperbaiki pertahanan klien
terhadap infeksi, meningkatkan
3.Tutup mulut dan
penyembuhan.
hidung jika hendak
3. Mencegah penyebaran patogen
bersin.
melalui cairan

4.Tingkatkan daya
tahan tubuh, terutama
anak dibawah usis 2 4. Malnutrisi dapat mempengaruhi
tahun, lansia, dan kesehatan umum dan menurunkan
penderita penyakit tahanan terhada infeksi
kronis. Konsumsi
 
vitamin C, A dan
mineral seng atau
antioksidan jika  
kondisi tubuh
 
menurun atau asupan
makanan berkurang

Kolaborasi :
Dapat diberikan untuk organisme usus yang
teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas
Pemberian obat sesuai
atau diberikan secara profilaktik
hasil kultur

Anda mungkin juga menyukai