BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian
bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan
diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA
mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada
bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih
sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam
keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Untuk
mengurangi terjadinya ISPA pada anak dan balita maka dilakukan deteksi dini oleh
masyarakat atau kader dengan cirri balita dan anak dalam keadaan batuk, sukar bernafas,
segera dibawa ke puskesmas atau UPK terdekat untuk mendapatkan pengobatan.
1.2 Tujuan
- Untuk mendapatkan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien
ISPA.
- Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai : Pengkajian klien ISPA Diagnosa yang
mungkin timbul pada klien ISPA Intervensi yang akan dilaksanakan pada klien ISPA
Pelaksaan tindakankeperawatan pada klien ISPA Evaluasi keperawatan klien ISPA
1.3 Manfaat
- Sebagai bahan pembelajaran untuk penderita ISPA agar lebih menjaga kesehatannya.
- Sebagai tambahan membuat asuhan keperawatan.
- Sebagai sumber informasi bagi para pembaca.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluranpernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik ataubakteri, virus, maupun
reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkimparu.
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau
kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis
simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan
penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus,
Coxsackie, dan Echo.
b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun
mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih
tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan
lumen saluran nafasnya masih sempit.
2. Jenis Kelamin
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian
terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena
penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan.
Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat
berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500 gram.
Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi dari
pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya.
Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan faktor antibodi
untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari)
payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting
untuk melindungi bayi dari infeksi.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu
agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada
pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan
kesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross
sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada
balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai
exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini
berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut
tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor
risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara
di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian
pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat
dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil
penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya
ISPA sebesar 9 kali.
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat
menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap.
Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-
paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara
menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar
nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan
penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari
4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO),
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian
Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur
di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran
makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang
membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik
didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia, faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan alveoli,
2.2 Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur.
Bakteripenyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus,hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara
laingolongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
mikoplasma,herpesvirus.Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranyabakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara
bebasakan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitutenggorokan
dan hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2tahun
yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim
hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Klasifikasi ISPA
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.
Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah
atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per
menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50
kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
dan tidak ada napas cepat.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah
dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
451).
( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )
- Batuk
- Demam
- Nausea
- Muntah
- Anoreksia
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena
menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres.
Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang
kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan
nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut
membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat
komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi
adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga
bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir
dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac
arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
Tanda-tanda laboratoris
a. Hypoxemia
b.Hypercapnia dan
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
2.5 patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan
yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun infeksi
relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai
bronchus dan alveoli.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang
terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan
melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system
Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas atas,
maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting
(system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya
misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan
berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.
Laboratorium:
2.7 Penatalaksanaan
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Menurut WHO :
2.9 Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yangsembuh sendiri
dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak
mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti :
semusitis paranosal, penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco
pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas.( Whaley and
Wong, 2000 ).
BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1. Pengkajian
Pengkajian
Riwayat kesehatan:
Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi :
b. Palpasi :
c. Perkusi :
d. Auskultasi :
o Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
PENGKAJIAN (Menurut Khaidir Muhaj (2008):
Identitas Pasien.
Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut(Anggana
Rafika, 2009).
Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Anggana Rafika, 2009).
Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi
ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan
lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku
di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya
ISPA anak (Anggana Rafika, 2009).
Riwayat Kesehatan :
1)Keluhan Utama:
Pemeriksaan Persistem
o B1 (Breath) :
Inspeksi :
o Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
o Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
o Tampak batuk tidak produktif,
o Tidak ada jaringna parut pada leher,
o Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping
hidung,
o Tachypnea, dan hiperventilasi.
Palpasi :
o Adanya demam.
o Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis.
o Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
Perkusi :
o Suara paru normal (resonance).
Auskultasi :
o Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit,
nyeri telan pada tenggorokan.
Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman.
2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
Tujuan :
- suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan antara produksi panas, peningaktan
panas, dan kehilangna panas).
Tujuan :
B. Biokimia:
C. Clinis:
D. Diet:
3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
1. Intervensi:
- Antipiretika
Rasionalisasi:
b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
d. Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuaikebutuhan klien.
Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BBdan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total.
c. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, danmenyenangkan.
d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik.
e. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi ataukebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal.
3. Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktoryang memperburuk
atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dankarakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahankimia, asap rokkok,
dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c. Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.
d. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubunganmerupakan suatu hal yang
amat penting untuk memilih intervensi yangcocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari
terapi yang diberikan.
b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit.
c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta menguranginyeri tenggorokan.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambatpengeluaran
histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untukmengurangi nyeri.
4. Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun,lansia, dan penderita
penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A danmineral seng atau anti oksidan jika
kondisi tubuh menurun/asupanmakanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
III . Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil
1. Tingkatkan istirahat
2. Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti penyebab nyeri berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur
3. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
1. Membatasi pengunjung
2. Mempertahankan teknik isolasi
3. Memperbanyak istirahat
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan :
Didapat beberapa faktor resiko ISPA padapenderita yaitu 1) faktor agen; 2) faktor manusia,
yangterdiri dari faktor umur, jenis kelamin, dan status gizi; 3)lingkungan, yang terdiri dari
faktor kelembaban udara,suhu ruangan, ventilasi, penggunaan anti nyamuk, bahanbakar untuk
memasak, dan keberadaan perokok.
Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan menurun,pasien merasa lesu, demam,
disertai batuk dan pilek selama 5hari, sakit tenggorokan dan terdapat tonsilitis dan faringitis
akutsetelah di periksa dokter
4.2 Saran :
1. Bagi orang tua hindarilah faktor resiko yang dapat meningkatkankejadian ISPA pada anak,
kecuali faktor resiko yang tidak dapatdiubah seperti umur dan jenis kelamin.
2. Membiasakan hidup sehat dan menjaga kebersihan perseorangandan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
EGC : Jakarta.