Dosen Pengampu :
Yane Dila Keswara, M.Sc., Apt
Anggota Kelompok 5:
Agnes Setiani (20144287A)
Sista Rediyanti (20144294A)
Krestiyani Putri (20144296A)
Anggriana Nomy (20144299A)
Bima Orbita D (20144302A)
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
I. DASAR TEORI
Infeksi saluran pernapasan akut atau sering disebut sebagai ISPA adalah
infeksi yang mengganggu proses pernafasan seseorang. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea (pipa pernafasan), atau
bahkan paru-paru.
ISPA menyebabkan fungsi pernapasan menjadi terganggu. Jika tidak segera
ditangani, infeksi ini dapat menyebar ke seluruh sistem pernapasan dan
menyebabkan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen. Kondisi ini bisa berakibat
fatal, bahkan sampai berujung pada kematian.
ISPA merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Orang-orang yang
memiliki kelainan sistem kekebalan tubuh dan orang-orang lanjut usia akan lebih
mudah terserang penyakit ini. Anak-anak juga memiliki risiko yang sama, karena
sistem kekebalan tubuh mereka belum terbentuk sepenuhnya.
Seseorang bisa tertular ISPA ketika dia menghirup udara yang mengandung
virus atau bakteri. Virus atau bakteri ini dikeluarkan oleh penderita infeksi saluran
pernapasan melalui bersin atau ketika batuk.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan
akut,dimana pengertiannya sebagai berikut :
1. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan
Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
1.2 Epidemiologi
Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat terutama adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Atas), yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan
bagian atas dan akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit
yang terbanyak di derita oleh anak, baik di negara berkembang maupun di negara
maju dan sudah mampu banyak diantara mereka perlu masuk rumah sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi
dan anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dan 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya.
Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi,
kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam
keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit kurang gizi. Data morbiditas
penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dan populasi
balita. Bila kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun
jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984,
dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian khususnya
pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka
kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan
berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
ISPA terdiri dari sekelompok klinik dengan etiologi dan perjalanan klinik
yang berbeda. Berikut ini klasifikasi dari ISPA.
1.Klasifikasi menurut Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi
ISPA sebagai berikut:
a.Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
b.Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c.Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berat : ditandai dengan batas napas cepat untuk golongan umur
kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada tiga klasifikasi penyakityaitu :
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak
harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12
bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali
per menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Lembang, 2003).
II. PATOGENESIS
2.1 Patofisiologi
2.2 Etiologi
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek
dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Kebanyakan infeksi
saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA
terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri penyebab ISPA
misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus
Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria.
Bakteri tersebut, di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri ini
menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan
musim panas ke musim hujan. Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain
golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa,
dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab
terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran
nafas bagian atas.Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya
terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada
bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih
banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah.
2.3 Gejala
ISPA akan menimbulkan gejala yang terutama terjadi pada hidung dan
paru-paru. Umunya, gejala ini muncul sebagai respons terhadap racun yang
dikeluarkan oleh virus atau bakteri yang menempel di saluran pernapasan.
Contoh-contoh gejala ISPA antara lain:
1. Sering bersin
2. Hidung tersumbat atau berair.
3. Para-paru terasa terhambat.
4. Batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit.
5. Kerap merasa kelelahan dan timbul demam.
6. Tubuh terasa sakit.
Apabila ISPA bertambah parah, gejala yang lebih serius akan muncul, seperti:
a. Pusing
b. Kesulitan bernapas.
c. Demam tinggi dan menggigil.
d. Tingkat oksigen dalam darah rendah.
e. Kesadaran menurun dan bahkan pingsan.
Gejala ISPA biasanya berlangsung antara satu hingga dua minggu, di mana
hampir sebagian besar penderita akan mengalami perbaikan gejala setelah minggu
pertama. Untuk kasus sinusitis akut, gejala biasanya akan berlangsung kurang dari
satu bulan, sedangkan untuk infeksi akut di paru-paru seperti bronkitis, gejalanya
berlangsung kurang dari tiga minggu.
2.5 Diagnosis
Adanya infiltrat baru di paru-paru, demam, status pernafasan memberat,
sekret kental
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progesivitas penyakit
3. Mencegah dan mengatasi eksaserbasi dan komplikasi
4. Menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien
2. Menurunkan morbiditas
V. STRATEGI TERAPI
1. Guideline terapi
Untuk terapi yang gagal dan tidak disebabkan oleh masalah kepatuhan
pasien, maka disarankan untuk memilih antibiotika dengan spektrum yang
lebih luas. Kegagalan terapi dimungkinkan oleh bakteri yang resisten
khususnya terhadap derivat penicillin, atau gagal mengidentifikasi bakteri
penyebab pneumonia. Sebagai contoh, pneumonia atypical melibatkan
Mycoplasma pneumoniae yang tidak dapat dicakup oleh penicillin. Beberapa
pneumonia masih menunjukkan demam dan konsistensi gambaran x-ray dada
karena telah terkomplikasi oleh adanya efusi pleura, empyema ataupun abses
paru yang kesemuanya memerlukan penanganan infasif yaitu dengan
aspirasi.
a) Kasus
Pasien : Bapak VJ, 78 tahun, BB 60 Kg
Keluhan: sering merasa bingung dan timbul batuk yang makin memburuk
sejak 3 hari yang lalu dan mulai mengalami kesulitan bernafas
RPD:
Tergantung rokok selama 62 tahun
Bronchitis kronik selama 10 tahun ( combivent MDI 2 puffQID + Albuterol
MDI 2 puff QID prn)
Hipertensi 15 tahun yang lalu (Atenolol 100 mg Qd + HCT 25 mg QD)
Diketahui pasien alergi terhadap antibiotic golongan penicillin.
Pemeriksaan fisik:
TD : 130/90 mmHg
HR: 100 denyut/menit
RR: 28 kali/menit
Suhu tubuh: 37,5 °C
Tes Laboratorium:
FEV1 : 45%
FEV1/FVC: 60%
Proteinuria: -
Fotothorax menunjukkan abnormalitas
Diagnosis:
Pneumonia dan Hipoksemia
FEV1 : 45%
FEV1/FVC: 60%
Proteinuria: -
Fotothorax menunjukkan abnormalitas
b) Analisis Kasus ( SOAP; PAM; dan FARM )
S ( Subyek ) :
Umur 78 tahun
Keluhan : sering merasa bingung dan timbul batuk yang makin memburuk
sejak 3 hari yang lalu dan mulai mengalami kesulitan bernafas
Bronchitis kronik selama 10 tahun
Obat : ( combivent MDI 2 puffQID + Albuterol MDI 2 puff QID prn),
Hipertensi 15 tahun yang lalu
Obat (Atenolol 100 mg Qd + HCT 25 mg QD)
O (Obyek)
1. Tanda laboratorium
Tanda Hasil Keterangan
Normal
Laboratorium Laboratorium
Tekanan Darah 130/90 mmHg 130-150/80-90 prehipertensi
mmHg
(TD)
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Normal Keterangan
Fisik
FEV1 (Forced 45% 75-80% Di bawah normal
Expiratory Volulme
in One Secend)
FEV1/FVC (Forced 60% 75-80% Abnormal
Expiratory Volulme
in One
Secend/Vorced
Volume Capacity)
Proteinuria -
A ( Assesment ) :
Problem SO Terapi DRP Analysis
1. Pneumonia Bingung, - Indikasi Pasien
batuk, sulit belum didiagnosis
bernafas diterapi mengalamai
pneumonia
dengan tanda
dan gejala spt
bingung,sulit
bernafas
meskipun
sudah
menerima obat
bronkitis
2. Hipoksemi RR 28x/mnt
- Indikasi
FEV1 : 45% Pasien
belum di mengalami
FEV1/FVC: terapi Tadipnea
60%
Pasien
Atenolol 100 Terapi tidak
3. Hipertensi menunjukan
130/90 mmHg
mg Qd + HCT tepat TD termasuk
gol.
25 mg QD
Pre-hipertensi
Fototorax :
4. Bronkitis
abnormalitas Combivent MDI Terapi tidak
kronis Bronkitis
Sesak nafas
2 puffQID + tepat kronik parah
batuk
FEV1 : 45% Albuterol MDI
FEV1/FVC: 2 puff QID prn
60%
indikasi
5. Demam 37,50C belum Tanda dari
- diterapi
ringan infeksi adalah
demam
P ( Plan )
1. Rencana Terapi
a) Terapi Non Farmakologi
1. Istirahat yang cukup
2. minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi
3. Berhenti merokok
4. Beri nutrisi yang cukup
5. Untuk mengatasi hipertensi lakukan terapi non-farmakologis berupa
olahraga, diet natrium,kurangi makanan berlemak, perbanyak makan buah
dan sayur
b) Terapi Farmakologi
1. Obat antihipertensi dihentikan diganti terapi non farmakologis karena
termasuk prehipertensi
2. Untuk mengobati pnemonia diberikan terapi eritromicin 2-4x 500mg
3. Obat analgetik-antipiretik yaitu acetaminophen 3x 500mg
4. Obat mukolitik yaitu acetylcystein 2x200 mg
5. Obat bronkitis kronik digunakan ipratropium bromida 2 puff 4x sehari
6. Untuk mengatasi hipoksemia bisa diterapi oksigen
VII.KESIMPULAN