Anda di halaman 1dari 11

FARMAKOTERAPI

“BATUK”

NAMA : FANNY RAMADHANI N. ( O1A116009)


ANISA NIRMALA ( O1A116142)
JEIMS STEFAN PALILING ( O1A116143)
DIAN WULANDARI ( O1A116144)
KELAS :D

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu penyakit yang sering terjadi adalah penyakit batuk.
Batuk merupakan simptom umum bagi penyakit respiratori dan non-
respiratori. Timbulnya respon batuk bisa dikarenakan beragam hal salah
satunya adalah keberadaan mukus pada saluran pernafasan. Normalnya,
mukus membantu melindungi paru-paru dengan menjebak partikel asing
yang masuk. Namun apabila jumlah mukus meningkat, maka mukus tidak
lagi membantu malahan mengganggu pernafasan. Oleh karena itu, tubuh
memiliki respon batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan tersebut.
Selain oleh mukus, batuk dapat disebabkan oleh faktor luar seperti
debu maupun zat asing yang dapat mengganggu pernafasan. Semakin
banyak partikel asing yang harus dikeluarkan, semakin banyak pula
frekuensi batuk seseorang. Frekuensi batuk yang terlalu tinggi dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Secara umum batuk dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu batuk kering yang merupakan batuk
yang disebabkan oleh alergi, makanan, udara, dan obat-obatan. Batuk
kering dapat dikenali dari suaranya yang nyaring, sedangkan yang kedua
adalah batuk berdahak yang disebabkan oleh adanya infeksi
mikroorganisme atau virus dan dapat dikenali dari suaranya yang lebih
berat dengan adanya pengeluaran dahak. Kesulitan dalam pengeluaran
dahak akan berdampak pada sulitnya bernafas yang bisa menyebabkan
sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah.
Pengetahuan mengenai pemilihan obat yang rasional sesuai batuk
yang dialami oleh pasien, untuk batuk berdahak digunakan obat golongan
mukolitik (pengencer dahak) dan ekspektoran (membantu mengeluarkan
dahak), sementara untuk batuk kering digunakan obat golongan antitusif
(penekan batuk). Obat batuk banyak diiklankan dan bisa diperoleh tanpa
resep dokter atau dikenal sebagai obat bebas (over-the-counter medicine).
jenis obat batuk bebas yang sering ada di pasaran adalah jenis ekspektoran
dan antitusif.
Masyarakat hari ini saat batuk tidak meminum obat batuk tetapi
melakukan swamedikasi non farmakologi seperti minum air hangat,
minum perasan jeruk dan adapula yang meminum obat yang berdasarkan
iklan yang berasal dari media sosial. Obat-obat yang dipilih mengandung
lebih dari satu zat aktif yang kurang sesuai untuk pengobatan batuk.
Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau peresepan
sendiri karena penyakit dianggap ringan, harga obat yang lebih murah dan
obat mudah diperoleh, walaupun jumlah dokter dan rumah sakit
bertambah, hal ini tidak mempengaruhi masyarakat untuk melakukan
tindakan swamedikasi.Maka pengetahuan mengenai obat batuk sangat
dibutuhkan dalam memilih obat yang benar saat mengalami batuk.
Oleh karena itu makalah ini dilakukan untuk menjadi bahan dalam
pemilihan obat pada swamedikasi batuk, sehingga dimaksudkan akan
berdampak positif kepada apoteker untuk lebih dapat menjelaskan dengan
benar fungsi dari masing-masing obat batuk yang akan dipilih oleh pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan gejala batuk ?
2. Bagaimana pengobatan batuk dengan cara terapi ?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus secara farmakologi dan non
farmakologi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan gejala batuk.
2. Untuk mengetahui pengobatan batuk dengan cara terapi.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari kasus secara farmakologi dan
non farmakologi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. pengertian batuk
Batuk merupakan mekanisme pertahanan diri paling efisien dalam
membersihkan saluran nafas yang bertujuan untuk menghilangkan mukus,
zat beracun dan infeksi dari laring, trakhea, serta bronkus. Batuk juga bisa
menjadi pertanda utama terhadap penyakit perafasan sehingga dapat
menjadi petunjuk bagi tenaga kesehatan yang berwenang untuk membantu
penegakan diagnosisnya (Chung, 2003).
Jenis-jenis batuk meliputi batuk kering dan batuk berdahak.Tanda-
tanda awal batuk kering biasanya adalah rasa gatal di tenggorokan yang
memicu batuk. Batuk tanpa dahak ini biasanya terjadi pada tahap akhir
pilek atau ketika ada paparan iritasi. Pada kasus yang berdahak, batuk
justru sangat membantu karena berfungsi mengeluarkan dahak tersebut
bisa berasal dari tenggorokan, sinus, serta paru-paru.
Berdasarkan durasinya, batuk dibedakan menjadi batuk akut,
subakut, dan batuk kronis. Batuk akut yaitu batuk yang terjadi kurang dari
3 minggu. Batuk subakut yaitu batuk yang terjadi selama 3-8 minggu,
sedangkan batuk kronis yaitu batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Dari
durasi batuk maka dapat diprediksi penyakitnya. Misalnya batuk akut yang
biasanya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) atau bisa
juga karena pnemonia dan gagal jantung kongestif. Batuk subakut bisa
disebabkan oleh batuk pasca infeksi, bakteri sinusitis maupun batuk karena
asma. Sedangkan batuk kronis bila terjadi pada perokok biasanya
merupakan penyakit chronic obstructive pulmonary disease (COPD) dan
pada non perokok kemungkinan adalah post-nasal drip, asma dan
gastroesophageal reflux disease (GERD).
Bila berdasarkan tanda klinisnya, batuk dibedakan menjadi batuk
kering dan batuk berdahak. Batuk kering merupakan batuk yang tidak
dimaksudkan untuk membersihkan saluran nafas, biasanya karena
rangsangan dari luar. Sedangkan batuk berdahak merupakan batuk yang
timbul karena mekanisme pengeluaran mukus atau benda asing di saluran
nafas (Sartono, 2000).
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase
yaitu :
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila
reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi
otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan
cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk
ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi
otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada
membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara
ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu
akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan
mekanisme pembersihan yang potensial.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot
adductor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada
fase ini tekanan intratoraks meningkat hingga 300 cm H2O agar terjadi
batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik
setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis
karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks
walaupun glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar
dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-
benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan
dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase
mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya.
Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam
saluran nafas atau getaran pita suara (Putri, 2012).

B. Gejala dan penyebab batuk


Gejala umum dari batuk :
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri pada tubuh
4. Radang tenggorokan
5. Mual atau muntah
6. Sakit kepala
7. Berkeringat pada malam hari
8. Hidung beringus

Penyebab batuk meliputi :


1. Penyakit jangka panjang yang kambuh, misalnya asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), atau bronkitis kronis.
2. Rinitis alergi, misalnya alergi terhadap debu.
3. GERD. Penyakit ini menyebabkan asam lambung berkumpul pada
esofagus dan memicu batuk.
4. Cairan dari hidung yang menetes ke tenggorokan.
5. Merokok atau menggunakan tembakau dengan cara lain.
6. Paparan debu, asap, serta senyawa kimia.
C. Terapi yang baku
Untuk terapi anak batuk yang lumayan kronis bisa dilakukan 6 X terapi
dengan 3 tahapan yang harus dijalani, yaitu :
1. Di uap ( Inhalasi ) untuk tahap ini anak diberikan obat melalui satu
alat namanya Nebulizer , dipasang seperti memakai masker dan obat
dimasukkan ke dalam alat, saat alat dinyalakan maka uap akan keluar,
fungsinya untuk membuka jalan napas dan mengencerkan dahak.
2. Di sinar , bagian punggung dan dada anak disinari dengan alat khusus
selama 20 menit ( 10 menit punggung dan 10 menit dada) ada rasa
hangat saat alat yang mengeluarkan sinar ultra violet itu menyentuh
kulit dada dan pungung anak, terapisnya mengatakan kalau sinar ini
sama dengan sinar matahari pagi.
3. Di Puk-puk ( massage) istilah puk-puk umum digunakan terapis untuk
menyebut tahap terakhir ini, daerah yang di lakukan pemijatan
biasanya punggung dan dada, tapi kebanyakan punggung dengan
diolesi sedikit krim hangat, ada dua gerakan utama pemijatan yaitu
menepuk dan memberikan semacam getaran pada punggung anak.

Pada orang dewasa terapi yang bisa dilakukan antara lain :


1. Terapi makanan
Jika batuknya tipe panas perbanyak makan buah pir (dimakan langsung
atau dijus) pagi dan sore hari. Jika batuk tipe dingin perbanyak makan
lobak (1 buah lobak dicampur dengan 1/2 ons jahe ditambah air 3
gelas, masak selama 5 menit, minum 2X sehari. Jika batuk tipe kering
makanlah irisan kencur 3X sehari.
2. Terapi Pijat Refleksi
Titik-titik tekan Pijat diarea tubuh
1. Lakukan pemijatan di titik refleksi paru-paru (saluran pernafasan),
tekan selama 5-15 menit lakukan 2-3 kali sehari sampai dirasa
batuk sembuh.
2. Gunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk menggosok madras
dan kebawah bagian tengah tulang dada selama satu menit.
Kemudian tekan dan Pijat dengan lembut tulang dada dari ujung
hingga bawah selama satu menit.
3. Gunakan ibu jari atau jari telunjuk untuk menekan dg lembut antara
ibu jari dan jari telunjuk selama 1-5 menit.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Batuk merupakan mekanisme pertahanan diri paling efisien dalam
membersihkan saluran nafas yang bertujuan untuk menghilangkan
mukus, zat beracun dan infeksi dari laring, trakhea, serta bronkus.
Batuk juga bisa menjadi pertanda utama terhadap penyakit perafasan
sehingga dapat menjadi petunjuk bagi tenaga kesehatan yang
berwenang untuk membantu penegakan diagnosisnya. Gejala umum
dari batuk yaitu demam, menggigil, nyeri pada tubuh, radang
tenggorokan, berkeringat pada malam hari dan hidung beringus.
2. Selain obat sintetis dapat juga menggunakan obat tradisional antara
lain jeruk nipis, biji cengkeh, bawang putih, jahe dan belimbing wuluh.
DAFTAR PUSTAKA

Sartono, 2000. Obat Wajib Apotek, Edisi ketiga, Gramedia Pustaka Utama;
Jakarta.

Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak penyuluhan
pada pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan penggunaan obat
batuk swamedikasi di kecamatan malalayang, Jurnal Ilmiah Farmasi,
2(03)

Haque, R. A., Chung, K. F., 2005. Cough: Meeting The Needs of A Growing
Field, London. Coughjournal

Djunarko, I., & Hendrawati, D., 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Citra
Aji Parama,Yogyakarta.

Nugroho, A., & Kristianti, E., 2011. Stikes RS. Baptis Kediri. Batuk Efektif
Dalam Pengeluaran Dahak Pada Pasien Dengan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas Di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis
Kediri, 4(2).

Corelli, R. L., 2007. Therapeutic & Toxic Potential of Over-the-Counter Agents.


In : Katzung Basic and Clinical Pharmacology. 10th Edition. McGraw
Hill: USA

Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011.
Self-Medication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight,
Indonesia. 1045-1046.

Koffuor, G.A., Ofori-Amoah, J., Kyei, S., Antwi, S. dan Abokyi, S, 2014, Anti-
tussive, Mucosuppressant and Expectorant Properties, and the Safety
Profile of a Hydro-ethanolic Extract of Scoparia dulcis, International
Journal of Basic and Clinical Pharmacology, 447-453.
Chung, K.F., 2003, Management of Cough, dalam Chung, K.F., Widdicombe,
J.G., Boushey, H.A., (Eds.), Cough: Causes, Mechanisms and Therapy, ,
Blackwell Publishing Ltd., U.K. 283-297.

Putri, C.A., Retorini, E., Irdiah, Wardani, P.K. dan Surtina, 2012, Obat-obat
Saluran Pernafasan, Poltekkes Kemenkes RI Pangkal Pinang, Bangka
Belitung. 328-496.

Anda mungkin juga menyukai