I. Tujuan
Mahasiswa mampu dan memahami cara identifikasi senyawa kimia yang
mungkin terdapat pada sediaan obat tradisonal.
II. Dasar Teori
II.1.
Pengertian Obat Alami
Obat alami sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun
yang lalu (Sidik, 1998). Di Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal
sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus
dilestarikan sebagai warisan budaya. Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari
sumber daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik,
flora dan fauna serta biota laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya
daratan, perairan dan angkasa dan mencakup kekayaan/ potensi yang ada di
dalamnya.
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki
keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia,
termasuk tanaman obat. Indonesia yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman
hayati tersebut, memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di
antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat
(Puslitbangtri, 1992). Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya
kedua di dunia setelah Brazil dan terutama tersebar di masing-masing pulau-pulau
besar di Indonesia.
Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang
lebih besar bukan saja disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi
juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat tradisional ini terus meningkat
untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Hal ini tentunya juga akan
berdampak positif bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja
baik dalam usaha tani maupun dalam usaha pengolahannya.
Yang dimaksud dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat
tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau
yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari
alam, yang dimaksud dengan obat alami adalah obat asal tanaman. Pada tabel di
bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek
pengembangan yang potensial.
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis
dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat
tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses
produksi dan penanganan bahan baku. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional,
yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu
produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu,
bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan
kelayakan
dasar
untuk
menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem
mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang
ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan
CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat
bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun
internasional.
Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara terus
menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk
dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya
dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka.
Jamu adalah obat herbal tradisional Indonesia yang telah dikonsumsi
bearabad-abad oleh masyarakat Indinesia untuk memelihara kesehatan dan
mengobati penyakit. Selama ini jamu dikembangkan berdasarkan efeknya secara
empiris dan berdasarkan pengalaman masyarakat yang diturunkan secara turuntemurun. Mutu jamu ditentukan oleh sederetan persyaratan pokok, yaitu :
Komposisi yang benar
Tidak mengalami perubahan fisika kimia
Tidak tercemar bahan asing
II.2.
definisi
yang
lengkap,
obat
adalah
bahan
kimia
atau
Obat Bebas.
Obat Bebas Terbatas (Daftar W atau Waarschuwing, waspada).
Obat Keras (Daftar G atau Gevaarlijk, berbahaya).
Obat Psikotropika (OKT, Obat Keras Terbatas).
Obat Narkotika (Daftar O atau Opium)
dapat
dilakukan
sendiri
oleh
penderita
atau self
Contoh OBT adalah: pain relief (analgesik), obat batuk, obat pilek, obat
influenza, obat penghilang rasa nyeri dan penurun panas pada saat demam (analgetikantipiretik), beberapa suplemen vitamin dan mineral, obat-obat antiseptik, obat tetes
mata untuk iritasi ringan, dll.
mulai
dari
pembuatannya,
pengemasan,
distribusi,
sampai
penggunaannya. Obat golongan ini hanya boleh diperjualbelikan di apotek atas resep
dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep tidak dapat dicopy. Tiap bulan
apotek wajib melaporkan pembelian dan penggunannya kepada pemerintah.
Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, obat-obatan yang
tergolong sebagai Narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan tingkat kesadaran (fungsi anestesia), hilangnya rasa, menghilangkan rasa
nyeri (sedatif), munculnya rangsangan semangat (euforia), halusinasi atau timbulnya
khayalan-khayalan, dan dapat menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya.
III.
IV.
Cara Kerja
IV.1.
Larutan Uji
Dimasukkan sejulah satu dosis cuplikan yang telah diserbukkan halus ke
dalam labu Erlenmeyer 250 ml
Ditambahkan 50 ml air
8
Dibasakan dengan NaOH ad Ph 9-10
IV.2.
Larutan Baku
Ditimbang seksama 30 mg Coffeein dan 45 mg Paracetamol
IV.3.
Persiapan
Dibuat eluen sebanyak 50 ml untuk bejana besar dan 15-25 ml bejana kecil,
tinggi eluen dalam bejana 0,5 cm
IV.4.
Ditotolkan larutan uji pada lapisan tipis pada titik-titik penotolan, berjarak 1 cm
dari lapis bawah lempengan dengan jarak antara titik 3 cm
Dihitung harga Rf
10
Pereaksi NaOH
NaOH 1 N=
1N=
1N=
1
x 60=12ml
5
gr 1000
x
Mr
p
gr 1000
x
40 50
x
x 20
40
40 = 20 x
x=
40
=2 gram
ditambahkan aq ad 50 ml
20
11
20 mg
500mg
=
x
berat 10 tab
20 mg
500 mg
=
x
597,62 mg
x = 23,9048 mg ~ 0,0239 gram
Jadi, PCT yang ditimbang adalah 0,0239 mg
Timbang setara PCT 45 mg
45 mg
500 mg
=
x
597,62 mg
254 nm
Sampe
(cm)
S1
M1A
M1B
Bcoff
B PCT
M2A
M2B
S2
5,2
5,3
-
Keterangan :
a) S1
b) M1A
Rf =
Warna
(cm)
jarak noda
jarak eluen
0,65
0,6625
-
366 nm
Orange
Orange
-
= Jamu Sidomuncul
= Coffein + Sidomuncul
12
5,3
5
4,4
5,3
4,8
4,2
3,5
3,5
5,4
4,8
4,3
3,8
5,3
4,8
4,3
3,8
-
Rf =
Warna
jarak noda
jarak eluen
0,6625
0,625
0,55
0,6625
0,6
0,525
0,4375
0,4375
0,675
0,6
0,5375
0,475
0,6625
0,6
0,5375
0,475
-
Orange
Orange muda
Kuning muda
Orange
Orange muda
Kuning muda
Transparan
Orange
Orange
Orange muda
Kuning muda
Transparan
Orange
Orange muda
Kuning muda
Transparan
-
c)
d)
e)
f)
g)
h)
M1B
= Coffein + Air Mancur
B Coff = Baku coffein
B PCT = Baku PCT
M2A
= PCT + Sidomuncul
M2B
= PCT + Air Mancur
S2
= Jamu Air Mancur
Panjang Gelombang 254 cm
S1
M1A
M1B
B Cof
B Pct
M2A
M2B
S2
S1
13
M1A
M1B
B Cof
B Pct
M2A
M2B
S2
VI.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk mengetahui dan mampu
memahami cara identifikasi senyawa kimia yang mungkin terdapat pada sediaan obat
tradisional. Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang
jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat
tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses
produksi dan penanganan bahan baku.
Dari pengertian tersebut telah jelas bahwa obat tradisional yang diproduksi
harus memenuhi mutu yang baik guna memenuhi persyaratan keamanan dan khasiat,
namun tidak diperbolehkan mengandung senyawa kimia lain untuk meingkatkan
14
khasiatnya. Oleh karena itu produk-produk obat tradisional yang beredar harus bebas
dari senyawa kimia dalam sediaannya.
Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan identifikasi terhadap obat
tradisional dengan khasiat analgetika (jamu pegal linu) untuk memeriksa
kemungkinan adanya senyawa kofein dan paracetamol. Jamu adalah obat herbal
tradisional Indonesia yang telah dikonsumsi bearabad-abad oleh masyarakat Indinesia
untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit. Selain jamu juga digunakan
bahan lainnya seperti NaOH 1N, HCl 0,1N, Kloroform, Aseton, Etanol, serta baku
pembanding digunakan Paracetmol 45 mg dan Coffein 30 mg.
Sampel (larutan uji) yang digunakan adalah jamu pegal linu sidomuncul dan
jamu pegal linu air mancur. Sampel merupakan obat tradisional yang berkhasiat
sebagai analgetika (penghilang nyeri) yang ingin didentifikasi kandungannya yang
kemungkinan mengandung senyawa kimia yang dapat meningkatkan khasiatnya
sebagai analgetika. larutan monitor yang digunakan adalah campuran jamu pegal linu
sidomuncul dengan coffein, campuran jamu pegal linu air mancur dengan coffein,
campuran jamu pegal linu sidomuncul dengan paracetamol dan campuran jamu pegal
linu air mancur dengan paracetamol. Larutan monitor adalah larutan yang dapat kita
lihat untuk sampel yang mengandung senyawa kimia seperti paracetamol ataupun
coffein.
Pecobaan ini mula-mula membuat eluen dengan perbandingan fase gerak
yaitu kloroform : asetat (4:1), fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu
atau beberapa pelarut. Kemudian eluen dimasukan dalam chamber dan dijenuhkan
dengan kertas saring sebagai penanda kejenuhan chamber. Chamber dijenuhkan
dengan eluen agar aluen lebih mudah untuk mempartisi sampel maupun pembanding.
Dalam KLT penjenuhan juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan.
Tingkat kejenuhan bejana dengan uap pelarut pengembang mempunyai pengaruh
yang nyata pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram.
15
Ekstraksi sampel jamu dilakukan dengan cara, dimasukkan sejumlah satu dosis
cuplikan yang telah diserbukkan halus ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml terlebih
dahulu, ditambahkan air. Dibasakan dengan NaOH 1 N ad PH 9-10. Sampel
dibasakan untuk menggarami larutan uji agar mudah terjadi pemisahan ketika
diekstraksi dengan menggunakan cairan penyari kloroform. Kemudian dikocok
selama 30 menit dan disaring. Setelah dilakukan penyaringan. Dan selanjutnya filtrate
diasamkan kembali dengan beberapa tetes HCl pekat sampai PH antara 3-4.
Kemudian diekstraksi 3 kali dengan pelarut kloroform sebanyak 20 ml dan
menggunakan corong pisah. Digunakan pelarut kloroform karena kloroform
merupakan pelarut organik dan bersifat non polar sehingga tidak dapat bercampur
dengan pelarut yang pertama yaitu aquadest yang bersifat polar yang akhirnya dapat
memisahkan senyawa ekstrak tersebut. Kemudian campuran tersebut dikocok,
pengocokan pada pembuatan larutan uji tidak boleh terlalu kuat, apabila terlalu kuat
akan membentuk emulsi sehingga susah untuk terjadi pemisahan. Dan sesekali keran
corong pisahnya di buka agar gas yang di dalamnya dapat keluar. Kemudian hasil
yang memisah dan terikut dalam pelarut kloroform diekstraksi kembali dengan
menggunakan 20 ml kloroform sampai 3 kali. Sedangkan hasil yang terlarut dalam
pelarut air dipisahkan. Kemudian diuapkan diatas water bath hingga hampir kering.
Setelah hasil ekstraksi diuapkan selanjutnya dilarutkan dengan etanol sebanyak 5 ml.
Kemudian pembuatan larutan baku, pembuatan larutan baku ini berfungsi
untuk sebagai pembanding. Selanjutnya pembuatan elusi dan visualisasi, eluasi
(disebut juga elusi atau pengembangan) ialah proses merambatnya cairan rambat dari
permukaan sampai ia mencapai batas rambat.
Kemudian dilakukan pengamatan pada sinar uv dibagi 2 yaitu pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Hasil Rf pada 254 nm yaitu pada M1A 0,6 dan pada
M2A 0,6625, sedangkan pada uv 366 nm yaitu pada S1 0,6625, 0,625, 0,55; pada
M1A 0,6625, 0,6, 0,525, 0,4375; pada M1B 0,4375; pada M2A 0,675. 0,6, 0,5375,
0,475; pada M2B 0,6625, 0,6, 0,5375, 0,475. Secara teoritis Rf yang bagus itu antara
0,2-0,8. Apabila kurang dari 0,2 berarti bias yang artinya terlihat seperti memisah
16
tetapi aslinya tidak memisah. Jika lebih besar 0,8 mungkin saja itu terlalu besar
terjadi karena fase gerak terlalu kuat sehingga terbawa oleh fase gerak. Pada
pengidentifikasian BKO ini dapat disimpulkan bahwa BKO yang terkandung dalam
sampel pegal linu pada praktikum kali ini tidak terlihat sehingga Rf nya bias.
VII.
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan:
1. Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami cara
identifikasi senyawa kimia yang mungkin terdapat pada sediaan obat
tradisional.
2. Dalam praktikum ini dilakukan percobaan identifikasi terhadap obat
tradisional dengan khasiat analgetika untuk memeriksa kemungkinan adanya
senyawa kofein dan paracetamol.
3. Sampel (larutan uji) yang digunakan adalah jamu pegal linu sido muncul dan
jamu pegal linu air mancur.
4. Ukuran plat silika 20x10cm dengan batas atas 1 cm, batas bawah 1 cm, jarak
eluen 8 cm, dan jarak antar sampel 2,8 cm.
5. Penampakan sinar UV 254 nm di dapat nilai Rfnya yaitu pada M1A 0,6 dan
pada M2A 0,6625.
6. Penampakan sinar UV 366 nm di dapat nilai Rfnya yaitu pada S1 0,6625,
0,625, 0,55; pada M1A 0,6625, 0,6, 0,525, 0,4375; pada M1B 0,4375; pada
M2A 0,675. 0,6, 0,5375, 0,475; pada M2B 0,6625, 0,6, 0,5375, 0,475.
7. BKO yang terkandung dalam sampel pegal linu pada praktikum kali ini tidak
terlihat sehingga Rf nya bias.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C., Bambang Purwono, Harno Dwipranowo dan Tutik Wahyuningsih, 1994.
Pengantar Praktikum Fitokimia. Dikti. UGM, Yogyakarta
Bernasconi, et.all., 1995. Teknologi Kimia 2. Terjemahan Lienda Handojo. PT. Pradya
Pramita. Jakarta.
Djamal, R., 1988. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian.
Universitas Negeri Andalas.
17
Harborne, J.B., 1984. Phitochemical Method. Chapman and Hall ltd. London.
Harborne, J.B., 1987. Phitochemical Method. Chapman and Hall ltd. London.
Herbert, R.B., 1989. The Biosynthesis of Secondary Metabolism. Campman and Hall
29 West 35th Street, New York.
Judoamidjojo M., Darwis A.A., Gumbira E., 1990. Teknologi Fermentasi. IPB.
Bogor.
Manitto, P., 1981. Biosintesis Produk Alami. Terjemahan : Koensoenmardiyah. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Markham, K.R., 1982. Cara Mengidentifikasi Falvanoid. Alih Bahasa : Kosasih
Padmawinata, (1988). ITB. Bandung.
Moelyono, M.W., 1996. Panduan Praktikum Analisis Fitokimia. Laboratorium
Farmakologi Jurusan Farmasi FMIPA. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Robinson, T., 1991. The Organic Constituen of HigherPlants. 6th Edition. Department
of Biochemistry. University of Massachusetts
Sabirin, M., Hardjono S., dan Respati S., 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik
II. UGM-Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, H., 1996. Sintesis Bahan Alam. Gadjah Mada university Press.
Yogyakarta.
18