Anda di halaman 1dari 9

PENGGOLONGAN DAN UUD OBAT

A. Definisi Obat
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan
yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi.
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit,
serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka
farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini
dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai
gejala penyakit. (Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia)
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan
Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala,
atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh.
Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup,
yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit.

B. Penggolongan obat
Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan
ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Obat dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Menurut kegunaan obat, yaitu:
a. Untuk menyembuhkan (terapeutik), contoh obat-obat antibiotika, obat antiinflamasi, antipiretik.
b. Untuk mencegah (profilaktik), contoh vitamin.
c. Untuk diagnosa (diagnostik), contoh barium sulfat untuk diagnosis saluran lambung-usus).
2. Menurut cara penggunaan obat, yaitu untuk:
a. Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral, beretiket putih.
b. Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi, injeksi, membran mukosa,
rectal, vagina, nasal, ophthalmic, aurical, collutio/ gargarisma/ gargle, beretiket biru.
3. Menurut cara kerjanya, yaitu:
a. Lokal: obat yang bekerja pada jaringan setempat seperti pemakaian topikal.
b. Sistemik: obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh seperti obat analgetik-antipiretik.
4. Menurut sumber obat:
Obat yang kita gunakan dapat bersumber dari:
a. Tumbuhan (flora, nabati), misalnya digitalis, kina, minyak jarak.
b. Hewan (fauna, hayati), misalnya minyak ikan, adeps lanae, cera.
c. Mineral (pertambangan), misalnya iodkali, garam dapur, parafin, vaselin.
d. Sintetis (tiruan/buatan), misalnya kamper sintetis, vitamin C.
e. Mikroba/fungi/jamur, misalnya antibiotik (penicillin).
5. Menurut bentuk sediaan obat (bentuk sediaan farmasi):
a. Bentuk padat: serbuk, tablet, pil, kapsul, suppositoria
b. Bentuk setengah padat: salep/unguentum, krim, pasta, cerata, gel/jelly, occulenta (salep mata).
c. Bentuk cair/larutan: potio, sirup, eliksir, obat tetes, gargarisma, clysma, epithema, injeksi, infus
intravena, douche, lotio, dan mixture.
d. Bentuk gas: inhalasi/spray/aerosol.
6. Menurut proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh:
a. Obat farmakodinamis, yang bekerja terhadap manusia dengan jalan mempercepat atau
memperlambat proses fisiologis atau fungsi biokimia dalam tubuh , misalnya hormon, diuretik,
hipnotik, dan obat otonom.
b. Obat kemoterapetik, dapat membunuh parasit dan kuman dalam tubuh manusia. Hendaknya obat
ini memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecil-kecilnya terhadap organisme manusia dan
berkhasiat untuk melawan sebanyak mungkin parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme
(bakteri dan virus).
c. Obat-obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat kanker) juga dianggap termasuk golongan ini.
d. Obat diagnostic, yaitu obat pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misalnya
dari saluran lambung-usus (barium sulfat), dan saluran empedu (natrium iopanoat dan asam iod
organik lainnya)
7. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000, obat digolongkan
dalam (5) golongan yaitu :
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter disebut obat OTC
(Over The Counter). Obat bebas dapat dijual bebas di warung kelontong, toko obat
berizin, supermarket serta apotek. Dalam pemakaiannya, penderita dapjat membeli
dalam jumlah sangat sedikit saat obat diperlukan, jenis zat aktif pada obat golongan
ini relatif aman sehingga pemakaiannya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama
diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu, sebaiknya golongan
obat ini tetap dibeli bersama kemasannya. Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K Menkes
RI Nomor 2380/A/SKA/I/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.
Obat golongan ini ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Yang termasuk golongan obat ini yaitu obat analgetik atau pain killer (parasetamol),
vitamin/multivitamin dan mineral. Contoh lainnya, yaitu promag, bodrex, biogesic, panadol, puyer
bintang toedjoe, diatabs, entrostop, dan sebagainya.
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih
dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda
peringatan (P No. 1 s/d P No. 6). Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas
terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Dulu obat ini
disebut daftar W = Waarschuwing (Peringatan), tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan
obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar
2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih. Seharusnya obat jenis ini hanya dapat dijual
bebas di toko obat berizin (dipegang seorang asisten apoteker) serta apotek (yang hanya boleh
beroperasi jika ada apoteker, no pharmacist no service), karena diharapkan pasien memperoleh
informasi obat yang memadai saat membeli obat bebas terbatas. Contoh obat golongan ini adalah:
obat batuk, obat pilek, krim antiseptic, neo rheumacyl neuro, visine, rohto, antimo, dan lainnya.
c. Obat Keras
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat
berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter,
berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 02396/A/SKA/III/1986
penandaan obat keras dengan lingkaran bulat berwarna merah dan garis tepi
berwarna hitam serta huruf K yang menyentuh garis tepi. Obat-obatan yang termasuk dalam
golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang
mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain). Obat-obat ini berkhasiat
keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah
penyakit atau menyebabkan kematian.
d. Obat Wajib Apotek (OWA)
OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada pasien. Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada persyaratan yang harus
dilakukan dalam penyerahan OWA.
1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur)
serta penyakit yang diderita.
2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien.
Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh
diberikan 1 tube.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi,
cara pemakaian, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan
yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-obat yang
digolongkan dalam OWA adalah obat yang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita
pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison),
infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal.
Sesuai Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan yaitu:
 Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun
dan orang tua di atas 65 tahun.
 Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
 Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
 Obat dimaksud memiliki khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
pengobatan sendiri.
e. Obat Psikotropika dan Narkotika
Obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh
Pemerintah dan hanya boleh diserahakan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib
melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.
1. Psikotropika
Obat kelompok psikotropika adalah zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau
merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya
halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan (adiksi) serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para
pemakainya.
Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis
bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.
Pemanfaatan kelompok psikotropika diatur dengan UU no. 5 Tahun 1997. Intinya, obat ini
digunakan harus di bawah pengawasan dokter, dengan indikasi medis, bukan untuk tujuan lain.
Karena itu, jelas belinya harus pakai resep. Bahkan dalam meresepkan obat psikotropika, dokter
pun ada etika tersendiri, seperti memberikan dalam dosis terkecil, waktu tersingkat, jumlah
terbatas (menghindari penyalah gunaan) dan ada pencegahan terhadap withdrawal syndrome (efek
buruk ketika pemberian obat dihentikan).
Contohnya adalah amfetamin, ectasy, sabu-sabu. Termasuk juga yang sering disalah
gunakan adalah obat anti depressan (seperti diazepam, clobazam, lithium), obat antiansietas
(seperti benzodiasepin, alprazolam) atau anti-psikotik (seperti chlorpromazine, haloperidol).
Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu
 Psikotropika golongan I, yaitu Psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah Brolamfetamine, LSD (lisergida).
 Psikotropika golongan II, yaitu Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya yaitu amfetamine, metamfetamin (shabu),
dan sekobarbital.
 Psikotropika golongan III, yaitu Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, dan
pentazosine.
 Psikotropika golongan IV, yaitu Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan, mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: klordiasepoksida, diazepam,
nitrazepam, halozepam, dan triazolam.
2. Narkotika
Narkotika disebut sebagai obat bius atau daftar O (Golongan Opiat/Opium), yang
ditandai dengan logo yang berbentuk seperti palang (+). Obat ini berbahaya bila
terjadi penyalahgunaan dan dalam penggunaannya diperlukan pertimbangan
khusus, dan dapat menyebabkan ketergantungan psikis dan fisik oleh karena itu
hanya boleh digunakan dengan dasar resep dokter.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka
yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut
berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi/timbulnya khayalan-
khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya.
Menurut UU No.22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan yaitu:
 Narkotika golongan I, yaitu Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi ketergantungan yang sangat tinggi.
Contohnya adalah Heroin (putaw), kokain, ganja.
 Narkotika golongan II, yaitu Narkotika yang digunakan untuk pengobatan pilihan terakhir dan
atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ketergantungan yang sangat
tinggi. Contohnya yaitu fentanil, petidin, morfin.
 Narkotika golongan III, yaitu Narkotika yang digunakan dalam pengobatan dan terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: kodein, difenoksilat.
Selain penggolongan obat tersebut, obat dapat juga dibagi menjadi obat bermerek atau obat generik
dan obat nama dagang (branded drug) .

1. Obat Generik (Unbranded drug)


Obat generik adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health
Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari
monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (misal :
Amoxicillin, Metformin).
2. Obat Nama Dagang (Branded drug)
Obat Nama Dagang adalah nama sediaan obat yang diberikan oleh pabriknya dan terdaftar di
departemen kesehatan suatu negara, disebut juga sebagai merek terdaftar. Dari satu nama generik dapat
diproduksi berbagai macam sediaan obat dengan nama dagang yang berlainan ,misal : Pehamoxil (berisi
: Amoxicillin), Diafac (berisi : metformin) dll.
Obat pada waktu ditemukan diberi nama kimia yang menggambarkan struktur molekulnya.
Karena itu, nama kimia obat biasanya amat kompleks sehingga tak mudah diingat orang awam. Untuk
kepentingan penelitian acapkali nama kimia ini disingkat dengan kode tertentu, misalnya PH 131.
Setelah obat itu dinyatakan aman dan bermanfaat melalui uji klinis, barulah obat tersebut di daftarkan
pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Obat tersebut mendapat nama generik dan nama dagang. Nama dagang ini sering juga disebut
nama paten. Perusahaan obat yang menemukan obat tersebut dapat memasarkannya dengan nama
dagang. Nama dagang biasanya diusahakan yang mudah diingat oleh pengguna obat. Jadi, pada dasarnya
obat generik dan obat paten berbeda dalam penamaan, sedangkan pada prinsipnya komposisi obat
generik dan obat paten adalah sama.
Disebut obat paten karena pabrik penemu tersebut berhak atas paten penemuan obat tersebut
dalam jangka waktu tertentu. Selama paten tersebut masih berlaku, tidak boleh diproduksi oleh pabrik
lain, baik dengan nama dagang dari pabrik peniru ataupun dijual dengan nama generiknya. Produksi obat
generiknya baru dapat dilakukan setelah obat nama dagang tersebut berakhir masa patennya. Jika pabrik
lain ingin menjual dengan nama generik atau dengan nama dagang dapat dilakukan dengan mengajukan
ijin lisensi dari pemegang paten. Obat nama dagang yang telah habis masa patennya dapat diproduksi
dan dijual oleh pabrik lain dengan nama dagang berbeda yang biasa disebut sebagai me-too product (di
beberapa negara barat disebut branded generic) atau tetap dijual dengan nama generik.

Penggolongan obat di atas adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga dikenal obat yang
berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat tradisional. Obat tradisional adalah bah an atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau
jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan
berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu
membuat jamu dalam bentuk ekstrak. Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum
diiringi dengan perkembangan penelitian sampai dengan uji klinik.
Pengelompokan obat bahan alam Indonesia ini dibagi menjadi jamu sebagai kelompok yang
paling sederhana, obat herbal terstandar sebagai yang lebih tinggi, dan fitofarmaka sebagai yang paling
tinggi tingkatannya. Pokok – pokok pengelompokan tersebut sesuai SK Kepala Badan POM No.
HK.00.05.2411 tanggal 17 Mei 2004.
1. Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam
bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini
dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai
tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan
lebih.
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan
bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan
mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan
kesehatan tertentu. Perlu diperhatikan, JAMU itu bisa diartikan denga kata lain OBAT ASLI
INDONESIA, jadi jika meyebutkan jangan “JAMU INDONESIA” tapi cukup dengan “JAMU”. Jamu
adalah obat-obatan yang ramuannya masih khas dan sederhana, dapat dijumpai di masyarakat sudah
digunakan secara turun temurun dan terbukti secara di masyarakat nyata memiliki efek.
2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan alam (dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral).
Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan berharga
mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun
ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang
dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti
standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat
tradisional yang higienis, dan telah dilakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Intinya OHT sudah
terstandardisasi komposisinya, dan sudah diujikan dan terbukti berkhasiat lewat penelitian pada hewan.
3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang
dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Dengan uji klinik akan
lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana
pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal
karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.
Dengan dilakukannya uji klinik, maka akan meyakinkan para praktisi medis ilmiah untuk
menggunakan obat herbal ke dalam sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah. Pada intinya,
fitofarmaka itu obat dari bahan alam yang secara penelitian dan khasiat sudah bisa disetarakan dengan
obat-obatan sintesis/modern. Penelitiannya sudah melalui uji klinis (pada manusia).

C. Jenis-Jenis Narkoba Dan Obat-Obatan Psikotropika


1. Candu
Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak
masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini dibiarkan mengering pada
permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan
yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar
mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat
tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap,
antara lain ular, tengkorak, burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan
cara dihisap.

2. Morfin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari
opium (C17H19NO3) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk
cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

3. Heroin (putaw)
Heroin adalah obat bius yang sangat mudah membuat seseorang kecanduan karna efeknya sangat
kuat. Obat ini bisa di temukan dalam bentuk pil, bubuk, dan juga dalam cairan. Seseorang yang sudah
ketergantungan heroin bisa di sebut juga "chasing the dragon." Heroin memberikan efek yang sangat
cepat terhadap si pengguna, dan itu bisa secara fisik maupun mental. Dan jika orang itu berhenti
mengkonsumsi obat bius itu, dia akan mengalami rasa sakit yang berkesinambungan. Heroin
mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering
disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini .
4. Codein
Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin,
dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau
cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.

5. Demerol
Nama lainnya adalah Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan
suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

6. Methadone
Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid.
Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat
tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine.
Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa
tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian
telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan
opioid.

7. Kokain (shabu-shabu)
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang sangat
berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang
berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh
penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Saat ini Kokain masih digunakan sebagai
anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek
vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan
morfin dan heroin karena mempunyai efek adiktif dan efek merugikan kesehatan mental penggunanya.

8. Cannabis
Cannabis atau Ganja dikenal juga dengan sebutan: marijuana, grass, pot, weed, tea, Mary Jane.
Semua bagian dari tanaman ganja mengandung kanabioid psikoaktif. Tanaman kanabis biasanya
dipotong, dikeringkan, dipotong kecil - kecil dan digulung menjadi rokok disebut joints. Bentuk yang
paling poten berasal dari tanaman yang berbunga atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna
coklat-hitam yang berasal dari daun yang disebut hashish atau hash.

Anda mungkin juga menyukai