Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN

DI APOTEK FARMARINDO

Di susun Oleh :
Annisa Muslimah AD I1C016022
Elok Maulidya I1C016023
Dwi Wahyuni I1C015050
Amatullah Syarifah I1C015051

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN


DI APOTEK FARMARINDO

Oleh :
Annisa Muslimah AD I1C016022
Elok Maulidya I1C016023
Dwi Wahyuni I1C015050
Amatullah Syarifah I1C015051

Purwokerto, Februari 2019


Disetujui oleh

Pembimbing Pembimbing Jurusan Farmasi


Apotek Farmarindo Universitas Jenderal Soedirman

Sugeng Priyatno S.Farm, Apt. Masita Wulandari S, M.Sc.,Apt


SIPA. 19750303/SIPA_33.02/2014/2047 NIP. 19801102 200604 2 002

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia
dan ridho-Nya, sehingga laporan Praktek Belajar Lapangan Periode I Angkatan 13
Tahun 2019 ini dapat diselesaikan. Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu
persyaratan praktek belajar lapangan yang ada pada program S1 Farmasi Fakultas
Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Dr. Tuti Sri Suhesti, M.Sc., Apt., selaku Ketua Jurusan Farmasi Universitas
Jenderal Soedirman.
2. Masita Wulandari S, M.Sc.,Apt atas bimbingan, arahandan waktu yang telah
diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi selaku dosen pembimbing dalam
praktek belajar lapangan ini.
3. Sugeng Priyatno S.Farm., Apt selaku Apoteker Pengelola Apotek Farmarindo
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk menimba ilmu di
Apotek Farmarindo terkait pelayanan kefarmasian di Apotek..
4. Segenap karyawan Apotek Farmarindo yang telahmemberikanbantuanselama
praktek belajar lapangan ini.
5. Semua pihak yang tidak dapat kami tuliskan satu persatu, yang telah membantu
dan mendukung pelaksanaan kegiatan Praktek Belajar Lapangan Jurusan
Farmasi di Apotek Farmarindo.

Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun pustaka yang


ditinjau, penulis menyadari bahwa laporan praktek belajar ini masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar
laporan ini bisa menjadi lebih baik. Penulis berharap laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua terutama untuk pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Purwokerto, Februari 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………… iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan……………………………………………………………… 2
C. Manfaat…………………………………………………………….. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bidang Manajemen Apotek…………………………………… 3
B. Bidang Administrasi Apotek……………………………………… 6
C. Bidang Pelayanan Farmasi di Apotek…………………………… 8
III. PEMBAHASAN
A. Bidang Manajemen Apotek Farmarindo …………………………… 14
B. Bidang Administrasi Apotek Farmarindo…………………………. 29
C. Bidang Pelayanan Farmasi di Apotek…………………………….. 34
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………. 68
B. Saran………………………………………………………………… 69
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 70
LAMPIRAN………………………………………………………………… 72

4
DAFTAR GAMBAR

5
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Administrasi Apotek Farmarindo…………………..…….


Lampiran 2. Penyimpanan Obat di Apotek Farmarindo…………..…
Lampiran 3. Fasilitas Penunjang Apotek Farmarindo……………….…
Lampiran 4. SOP Apotek Farmarindo.....................……………………
Lampiran 5. Resep..............................................................................….
Lampiran 6. Tugas Khusus………………………………......................

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktik Belajar Lapangan (PBL)


Pembangunan dalam bidang kesehatan bertujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat untuk mewujudkan derajat
keseahtan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana
tercantup dalam pembukaan UUD NKRI tahun 1945. Tenaga kefarmasian
merupakan salah satu tenaga pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat mempunyai peranan pentinga karena terkait langsung dengan
pemberian pelayanan khususnya pelayanan kefarmasian (Kemenkes RI,
2009).
Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung yang
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian saat ini, orientasinya telah bergeser
dari obat ke pasien mengacu ke Pharmaceutical Care. Konsekuensi dari
perubahan orientasi tersebut yaitu apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut berupa pelaksanaan
pemberian informasi obat, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui
tujuan akhir sesuai dengan harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Kemenkes RI, 2006).
Salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker yaitu di
apotek. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil
keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri
sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM
secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi

7
pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan
(Kemenkes RI, 2006).
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, apotek merupakan sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker.
Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medit habis pakai serta pelayanan
farmasi klinis. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian dan pencatatan, serta pelaporan. Bidang
pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi pengkajian resep, dispending
obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di
rumah pasien (home pharmacy care), pemantauan terapi obat dan monitoring
efek samping obat (Kemenkes RI, 2016).
Lulusan sarjana farmasi dapat bekerja di apotek sebagai tenaga teknis
kefarmasian sebelum mendapatkan gelar profesi apoteker. Mahasiswa farmasi
dituntut untuk mampu menghadapi kenyataan yang ada di lapangan terkait
pelayanan kefarmasian ke masyarakat dengan berbekal teori yang didapat di
bangku kuliah. Praktek Belajar Lapangan merupakan salah satu proses
pembelajaran pada unit kerja secara nyata yang diselenggarakan oleh Jurusan
Farmasi FIKes Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) agar mahasiswa
memperoleh gambaran dan pengalaman kerja secara langsung dan
menyeluruh. Melalui PBL ini, diharapkan dapat memberikan gambaran dan
bekal keterampilan kepada mahasiswa farmasi agar dapat mengenal lebih
awal permasalahan-permasalahan yang ada dalam praktik farmasi klinik dan
komunitas. Sebagai calon tenaga teknis kefarmasian, mahsiswa Jurusan
Farmasi UNSOED diharapkan mengetahui berbagai kegiatan terpadu meliputi
bidang manajemen, administrasi, dan pelayanan. PBL ini dilakukan di Apotek
Farmarindo. Selain itu, PBL juga merupakan sarana untuk membandingkan
antara teori dengan prakteknya di lapangan.

8
1.2 Tujuan Praktik Belajar Lapangan (PBL)
1. Meningkatkan pengetahuan dan skills mahasiswa sebagai calon tenaga
teknis kefarmasian khususnya di bidang farmasi klinik dan komunitas.
2. Meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa dalam
masalah-masalah yang terjadi dalam praktik farmasi klinik dan
komunitas.
3. Meningkatkan interaksi mahasiswa dengan praktisi farmasi klinik dan
komunitas.
4. Meningkatkan pengetahuan mengenai cara berinteraksi dan
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berkaitan dengan
obat dan informasi obat.
5. Mempelajari dan mengamati secara langsung kegiatan rutin dalam
pengelolaan manajemen apotek terutama dalam memberikan
pelayanan kesehatan terhadap pasien khususnya di Apotek
Farmarindo.

1.3 Manfaat Praktik Belajar Lapangan (PBL)


Manfaat yang didapat dari pelaksanaan praktek belajar lapangan ini
yaitu mahasiswa dapat memahami pekerjaan kefarmasian khususnya dalam
bidang manajemen, administrasi, dan pelayanan kepada pasien.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bidang Manajemen Apotek


Pelayanan kefarmasian di apotek seperti yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian,
dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Kemenkes RI,
2016). Manajemen apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang
dilakukan oleh seorang apoteker pengelola apotek dalam rangka memenuhi
tugas dan fungsi apotek yang meliputi (Kemenkes RI, 2016) :
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit,
pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat
nama obat, nomor batch, dan tanggal kadaluwarsa.

10
b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
5. Pemusnahan dan Penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Pemusnahan obat
selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan
oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara dan
dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
e. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.

11
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan, dan pengeluaran. Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan, serta pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan
cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat
nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran,
dan sisa persediaan.
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk
penjualan), dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen
apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan
eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi
pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

2.2 Bidang Administasi Apotek


Administrasi di apotek dibagi menjadi dua bagian, yaitu administrasi
umum dan administrasi pelayanan. Administrasi umum meliputi pencatatan,
pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumen sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, sedangkan administrasi pelayanan adalah
pengarsipan resep, perngarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat (Hartono, 2003). Administrasi apotek dapat
dilakukan antara lain :

12
1. Kelengkapan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi,
dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku kepada apoteker perngelola apotek (APA) untuk menyiapkan
dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Setiap
resep yang diterima harus melalui pengkajian baik secara administratif,
farmasetis, maupun farmakologis sebelum kemudian dikerjakan
(Syamsuni, 2007). Pengkajian administratif merupakan pengkajian
terhadap kelengkapan bagian-bagian resep. Resep yang lengkap memuat
hal-hal sebagai berikut: (1). Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan (2). Inscriptio atau tanggal penulisan resep
(3). Praescriptio atau tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (4).
Signatura atau aturan pemakaian obat (5). Subscriptio atau tanda
tangan/paraf dokter penulis resep (6). Nama dan alamat pasien (Anief,
2010). Pengkajian farmasetik meliputi kajian terhadap bentuk dan
kekuatan sediaan obat (disesuaikan dengan kondisi pasien), stabilitas obat,
serta memperhatikan inkompatibilitas obat-obat yang dicampurkan.
Adapun pengkajian klinis dilakukan dalam penentuan adanya alergi, efek
samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain)
(Kemenkes RI No1027/Menkes/SK/2004 tentang pelayanan kesehatan).
2. Penyimpanan Resep
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam
jangka waktu 5 tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan
kepada dokter penulis atau yang merawat penderita, penderita yang
bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku (Anief, 2010). Resep yang
telah dibuat, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan /
pembuatan resep. Resep yang mengandung narkotik harus dipisahkan dari
resep lainnya, ditandai dengan garis merah dibawah nama obatnya. Resep
yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan dengan cara
dibakar atau dengan cara lain yang memadai. Pemusnahan resep dilakukan

13
oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) bersama dengan sekurang-
kurangnya seorang petugas apotek. Pemusnahan haru dibuat berita acara
pemusnahan sesuai dengan yang telah ditentukan, yaitu rangkap 4 dan
ditandatangani oleh APA bersama dengan sekurang-kurangnya seorang
petugas apotek. Berita acara pemusnahan berisi: a. Tanggal pemusnahan
resep b. Cara pemusnahan resep c. Jumlah bobot resep yang dimusnahkan
dalam satuan kg d. Tanggal resep yang terlama dan terbaru yang
dimusnahkan (Syamsuni, 2007).
3. Pembuatan Copy Resep dan Etiket
Copy resep atau salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh apotek,
yang dapat diserahkan kepada pasien. Salinan resep dapat diberikan jika
pada resep asli tertulis “iter” yang artinya dokter mengizinkan resep untuk
diulang. Copy resep dapat diberikan juga apabila pasien tidak mengambil
obat penuh sesuai dengan yang dituliskan didalam resep atau atas
permintaan pasien. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang
termuat dalam resep asli harus memuat pula :
a. Nama dan alamat apotek
b. Nama dan nomor S.I.P.A (Surat Izin Praktik Apoteker) Apoteker
Pengelola Apotek
c. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek.
d. Tanda “det”=”detur” untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda
“nedet”=”ne detur” untuk obat yang belum diserahkan.
e. Nomor resep dan tanggal Pembuatan (Syamsuni, 2007).
Salinan resep atau resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter
penulis resep, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau
petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Syamsuni, 2007). Penyerahan obat dengan resep, penyerahan obat
bebas dan obat bebas terbatas tanpa resep harus disertai dengan etiket.
Etiket berwarna putih untuk obat yang ditelan dan etiket berwarna biru
untuk obat luar. Etiket merupakan aturan pakai penggunaan obat sesuai
dengan resep yang ditulis dokter untuk diinformasikan kepada pasien
(Anief, 2010).

14
Menurut Syamsuni (2007), pada etiket harus tercantum : a. Nama dan
alamat apotek b. Nama dan nomor SIK APA c. Nomor dan tanggal
pembuatan d. Nama pasien e. Aturan pemakaian

2.3 Bidang Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Pelayanan farmasi klinik meliputi (Kemenkes RI, 2016) :
1. Pengkajian dan pelayananResep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi kegiatan administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi: Nama
pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan; Nama dokter, nomor Surat
Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan tanggal penulisan
Resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: Bentuk dan kekuatan
sediaan; stabilitas; dan kompatibilitas (ketercampuran Obat) dan kegiatan
Pertimbangan klinis meliputi: Ketepatan indikasi dan dosis Obat; aturan,
cara dan lama penggunaan Obat; duplikasi dan/atau polifarmasi; reaksi
Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis
lain); kontra indikasi; dan interaksi
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep
dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk
peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian obat.

15
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat. Penyiapan obat menurut Kemenkes RI (2016) sebagai
berikut :
a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep yaitu dengan
menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep; mengambil
Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan
nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisikObat.
b. Melakukan peracikan Obat biladiperlukan
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: warna putih untuk
Obat dalam/oral; warna biru untuk Obat luar dan suntik;
menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
d. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari
penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut (Kemenkes RI,
2016) :
a. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan
etiket denganResep).
b. Memanggil nama dan nomor tunggupasien
c. Memeriksa ulang identitas dan alamatpasien
d. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasiObat
e. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait
dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang
harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat
danlain-lain
f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya tidak stabil

16
g. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau
keluarganya
h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabiladiperlukan)
i. Menyimpan Resep padatempatnya
j. Apoteker membuat catatan pengobatanpasien
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia
dari Obat dan lain-lain (Kemenkes RI,2016).
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi: menjawab
pertanyaan baik lisan maupun tulisan; membuat dan menyebarkan
buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);
memberikan informasi dan edukasi kepada pasien; memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang
praktik profesi; melakukan penelitian penggunaan Obat; membuat atau
menyampaikan makalah dalam forum ilmiah; melakukan program jaminan
mutu. Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat (Kemenkes RI,
2016).

17
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan
Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali
konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan (Kemenkes RI,
2016).
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling yaitu
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui), Pasien dengan terapi jangka
panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi), Pasien yang
menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid
dengan tappering down/off), Pasien yang menggunakan Obat dengan
indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin), Pasien dengan
polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang
sama, dan Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah (Kemenkes RI, 2016)

5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
Apoteker, meliputi : Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang
berhubungan dengan pengobatan, Identifikasi kepatuhan pasien,
Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin, Konsultasi
masalah Obat atau kesehatan secara umum, Monitoring pelaksanaan,
efektifitas dan keamanan penggunaan Obat berdasarkan catatan
pengobatan pasien (Kemenkes RI,2016).

18
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien
PTO yaitu : Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, Menerima
Obat lebih dari 5 (lima) jenis, Adanya multidiagnosis, Pasien dengan
gangguan fungsi ginjal atau hati, Menerima Obat dengan indeks terapi
sempit, Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan (Kemenkes RI, 2016).
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis (Kemenkes RI, 2016).

Masalah Terkait Obat (Drug-Related Problem/DRPs)


Dalam pelayanan kefarmasian di apotek terkadang terjadi kondisi/
permasalahan tertentu yang berhubungan dengan obat disebut dengan
Drug Related Problem (DRP). DRP merupakan kejadian atau keadaan
membutuhkan terapi obat yang sebenarnya atau berpotensi mengganggu
pencapaian outcome optimum dalam perawatan medis (Nickerson et al.,
2005). Kategori DRP menurut Cipolle et al. (2004) antara lain:
a. Terapi obat tidak diperlukan
Terapi obat tidak diperlukan karena pasien tidak memiliki indikasi
klinis pada waktu itu.
b. Kebutuhan terapi tambahan
Terapi obat tambahan diperlukan untuk terapi atau mencegah
munculnya kondisi medis atau penyakit.
c. Dosis terlalu rendah
Dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon atau outcome yang
diinginkan
d. Dosis terlalu tinggi

19
Dosis obat terlalu tinggi, menyebabkan munculnya efek toksik
e. Adverse drug reaction (reaksi yang tidak diinginkan).
Obat menyebabkan munculnya reaksi yang tidak diinginkan.
f. Kepatuhan (ketidakpatuhan)
Pasien tidak dapat atau tidak mau menggunakan terapi obat yang
diberikan.

Penggunaan Obat Rasional (POR)


Tujuan Penggunaan Obat Rasional yaitu Untuk menjamin pasien
mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode
waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau. Secara praktis,
penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: Tepat
Diagnosis , Tepat Indikasi Penyakit, Tepat Pemilihan Obat, Tepat Dosis,
Tepat Cara Pemberian Obat , Tepat Interval, Tepat lama pemberian,
Waspada terhadap efek samping, Tepat penilaian kondisi pasien,Obat yang
diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap
saat dengan harga yang terjangkau, Tepat informasi, Tepat tindak lanjut
(follow-up), Tepat penyerahan obat (dispensing), Pasien patuh terhadap
perintah pengobatan yang dibutuhkan (Kemenkes RI, 2011)

20
BAB III
PEMBAHASAN DAN HASIL

3.1 Bidang Manajemen Apotek


1. Perencanaan Barang/Obat
Terdapat tiga metode perencanaan obat yaitu pola penyakit, pola
konsumsi, serta budaya dan kemampuan masyarakat. Perencanaan
merupakan tahap yang paling penting karena merupakan akar berjalannya
sebuah apotek. Sehingga perencanaan yang baik akan menjadikan apotek
berjalan dengan baik pula. Perencanaan obat di Apotek Farmarindo
menggunakan metode komsumsi dan kombinasi dari metode-metode
perencanaan obat diatas. Dari data kartu stok obat diperoleh obat-obat
yang bersifat fast moving yaitu obat yang paling banyak dikonsumsi oleh
pasien dan slow moving yaitu obat yang jarang dikonsumsi oleh pasien.
Sehingga dengan adanya data tersebut, memudahkan Apotek Farmarindo
dalam tahap perencanaan barang/obat. Hal yang dilakukan untuk
perencanaan antara lain:
a. Melihat buku defekta
Buku defekta merupakan buku yang berisi daftar barang yang
jumlahnya sudah sedikit ataupun barang yang sudah habis.
Pencatatan ini dapat dilakukan dengan melihat stok barang yang ada
di apotek, baik melalui pengecekan secara langsung maupun dengan
melihat kartu stok obat. Pengecekan stok obat dilakukan secara rutin
oleh apoteker atau asisten apoteker. Dengan adanya pencatatan ini
mempermudah untuk melihat barang-barang atau obat mana saja
yang harus dipesan agar tidak terjadi kekosongan di Apotek
Farmarindo.
b. Pemesanan ke PBF
Pemesanan dari Apotek Farmarindo ke PBF dilakukan dengan
melampirkan surat pesanan. Surat pesanan dibuat dengan
menyesuaikan jenis obat yang akan dipesan dengan ketersediaan dari

21
PBF tersebut. Surat Pesanan (SP) yang terdapat di Apotek
Farmarindo:
1) Surat pesanan biasa
Surat pesanan ini dibuat untuk memesan obat bebas/OTC,
obat wajib apotek dan obat keras. Apoteker akan membuat SP
(surat pesanan) dimana format surat pesanan biasa di Apotek
Farmarindo telah sesuai ketentuan. SP dibuat dengan dua rangkap
yaitu putih dan merah muda, SP putih diberikan kepada PBF
dengan diberi cap apotek dan SP pink untuk apotek. Hal-hal yang
harus dimuat dalam surat pesanan ini adalah identitas apotek,
nomor SP yang diurutkan perbulan, nama PBF yang dituju, nomor
urut, nama obat/barang, jumlah pesanan, satuan obat/barang,
tanggal dibuatnnya SP, tanda tangan Apoteker, nomor SIPA, dan
stempel Apotek
2) Surat pesanan obat yang mengandung precursor
Surat pesanan ini dibuat untuk memesan obat-obat yang
mengandung prekursor, contohnya Hufagrip BP dan OBH Combi.
Apotek Farmarindo melakukan pemesanan bahan yang
mengandung prekursor kepada PBF dengan SP format khusus
yang memuat no SP perbulan, identitas apoteker, identitas PBF
yang dituju, nomor urut, nama obat mengandung prekursor yang
dipesan, zat aktif precursor, bentuk dan kekuatan sediaan, satuan
annisaobat, jumlah obat, identitas apotek, tanggal dibuatnya SP,
tanda tangan apoteker dan stempel apotek. SP dibuat dengan dua
rangkap yaitu putih dan merah muda, SP putih diberikan kepada
PBF dengan diberi cap apotek dan SP pink untuk apotek.
3) Surat pesanan psikotropika
Surat pesanan ini dibuat untuk memesan obat-obat
psikotropika. Hal-hal yang harus dimuat dalam surat pesanan
psikotropika adalah nama PBF yang dituju, no SP, tanggal SP,
nomor urut, jumlah pesanan, satuan, nama psikotropika, nama dan

22
alamat apotek pemesan, nomor SIPA, stempel Apotek, tanda
tangan dan nama terang apoteker penanggung jawab.
Surat pesanan psikotropika terdiri dari dua rangkap:
a. Rangkap pertama berwarna putih untuk Pedagang Besar
Farmasi (PBF).
b. Rangkap kedua berwarna merah muda untuk arsip
apotek.
Namun di Apotek Farmarindo tidak menyediakan obat
psikotropika dengan alasan minimnya permintaan obat
psikotropik dari resep setiap harinya.
4) Surat pesanan narkotika
Surat pesanan ini digunakan untuk memesan narkotik dengan
format SP sama seperti surat pesanan untuk obat psikotropika. SP
narkotik ini yaitu penulisan nama obat yang dipesan tiap 1 lembar
SP dan hanya boleh mencantumkan satu jenis obat. Pemesanan
obat narkotik hanya bisa dilakukan dengan SP khusus yang hanya
dapat dibeli melalui PBF Kimia Farma. Karena Kimia Farma
merupakan satu-satunya PBF yang ditunjuk untuk
mendistribusikan narkotika di Indonesia. Pemesanan dilakukan
dengan:
a. Menggunakan surat pesanan narkotika rangkap empat
ditandatangani oleh Apoteker pengelola apotek.
b. Dilengkapi dengan nomor SIPA serta stempel apotek.
Pemesanan narkotika dalam satu lembar surat pesanan adalah
satu item (satu jenis obat) dan dibuat rangkap empat dengan
warna yang berbeda-beda, yaitu:
a. Warna putih (asli) dikirim ke PBF.
b. Warna merah (copy) sebagai arsip Apotek
c. Warna kuning (copy) diserahkan ke Dinas Kesehatan
d. Warna biru (copy) untuk BPOM
Namun pada saat ini Apotek Farmarindo juga tidak
menyediakan obat narkotika dengan alasan minimnya permintaan

23
obat narkotika dari resep setiap harinya. Selain itu dikarenakan
sifat fisika kimia obat narkotika tidak stabil sehingga sulit dalam
penyimpanan.
2. Pengadaan
Pengadaan pembelian barang barang/obat di Apotek Farmarindo
dilakukan dengan 3 sistem yaitu:
a. Piutang Dagang
Pembelian yang dilakukan kepada PBF (Pedagang Besar Farmasi)
dengan jatuh tempo/waktu tenggang, dengan lamanya pembayaran
berbeda-beda pada masing-masing PBF. Kebanyakan PBF
memberikan tenggang waktu 21 hari ataupun 30 hari setelah
pengiriman barang yang dipesan.
b. Tunai
Pembelian dilakukan secara kontan atau tunai ketika barang
datang ke Apotek Farmarindo.
c. Titipan
Apotek Farmarindo menerima beberapa barang dengan sistem
titipan, dimana barang akan dibayarkan kepada PBF adalah barang
yang terjual saja setelah dititipkan beberapa lama. Beberapa produk
yang menggunakan sistem ini antara lain: minyak zaitun kapsul,
madu, dan produk herbal lainnya.
3. Penerimaan Barang/Obat
Dalam penerimaan obat, ada yang disebut dengan load-time atau
waktu tunggu karena tidak semua PBF berasal dari dalam kota.
Keuntungannya untuk distributor dalam kota yaitu dapat melakukan one
day service sehingga memudahkan Apotek Farmarindo untuk memesan
obat ketika stok sudah menipis. Contoh distributor (PBF) dalam kota yaitu
Bina San Prima, Tempo, Enseval, Rajawali Nurindo, dll. Sedangkan untuk
distributor luar kota seperti Parit Padang (Yogyakarta), Bouti (Solo),
Dhainako (Semarang), Bintang Mahir Santosa (Yogyakarta), Pradipta
(Solo), dll. pemesanan obatnya harus mempertimbangkan safety stock
karena waktu tunggu untuk setiap PBF berbeda-beda. Perhitungan safety

24
stock yaitu dengan menghitung rata-rata kebutuhan perhari (3 bulan
terakhir) dikalikan dengan waktu tunggu akan mendapatkan safety stock
untuk setiap jenis obat. Apotek Farmarindo biasanya memberikan batas
waktu 2 hari untuk barang datang setelah pemesanan, apabila barang tidak
datang maka akan dikonfirmasikan kepada sales.
Penerimaan barang/obat yang ada di Apotek Farmarindo dilakukan
yaitu saat menerima barang harus dicek apakah jenis dan jumlah barang
sesuai antara yang tertulis dalam faktur dengan yang tertulis dalam SP.
Setelah barang yang dicek telah sesuai maka akan dientri ke system di
komputer dan dicatat di buku pembelian.
4. Penentuan dan Pelabelan Harga Jual Obat
Penentuan harga jual obat-obatan maupun produk susu di Apotek
Farmarindo menggunakan perhitungan sebagai berikut:
a. Obat OTC = harga obat + PPN 10% + margin
keuntungan 15%
b. Obat Non OTC = harga obat + PPN 10% + margin
keuntungan 10%
Setelah penentuan harga jual, dilakukan pelabelan pada masing-
masing produk obat menggunakan label.
5. Penyimpanan Faktur
Faktur di Apotek Farmarindo ada dua jenis, yaitu:
a. Faktur Barang Datang
Faktur barang datang dilihat, di cek, dientri, dan dicatat di buku
faktur, buku faktur dibedakan tiap PBF.
b. Titip Faktur
Titip faktur dimaksudkan sebagai tagihan atau barang yang dibeli
dengam metode piutang dagang dimana memiliki tempo
pembayaran. Apabila sudah jatuh tempo maka sales akan datang
dan melihat faktur tagihan. Apabila apotek telat membayar maka
PBF akan mengunci system mereka untuk apotek tersebut dan
akan dibuka ketika apotek telah membayar. Faktur yang
mendekati tempo akan diletakkan diatas dan dibayar ketika sales
datang.

25
6. Penataan dan Penyimpanan Obat
a. Alfabetis
Penataan obat di Apotek Farmarindo disetiap pengelompokkanya
diurutkan secara alfabetis. Penataan ini cukup memudahkan dalam
pencarian obat sehingga mampu mempersingkat waktu pada saat
pencarian obat yang dibutuhkan pasien sesegera mungkin.
b. Golongan obat
Obat-obat golongan bebas dan bebas terbatas diletakan di etalase
depan sehingga memudahkan pasien untuk membeli obat yang
diinginkan. Obat prekursor diletakkan di etalase terpisah dengan obat
bebas/bebas terbatas. Sedangkan untuk obat keras diletakkan di
etalase belakang yang tidak dapat dilihat oleh pasien, beberapa obat
prekursor juga diletakkan dietalase belakang. Untuk obat narkotika
dan psikotropika disimpan di lemari terpisah dengan kunci ganda
yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Namun di Apotek Farmarindo tidak menyediakan obat
golongan narkotika maupun psikotropika.
c. Efek farmakologis
Penataan obat bebas di Apotek Farmarindo juga dikelompokkan
berdasarkan efek farmakologisnya, seperti golongan obat untuk
mengobati batuk, flu, dan demam, maag dan saluran pencernaan,
serta multivitamin diletakkan dalam kelompoknya masing-masing.
Cara penataan ini bertujuan untuk meminimalisir adanya kesalahan
terapi.
d. Bentuk sediaan
Penataan obat digolongkan juga berdasarkan bentuk sediaannya.
Seperti sirup, tetes mata, salep, baik salep kulit maupun salep mata,
diletakkan pada tempat yang terpisah kemudian disusun lagi secara
alfabetis.
e. FIFO dan FEFO
Pada sistem FIFO (First In First Out) yaitu obat yang masuk
pertama harus dikeluarkan terlebih dahulu dari obat yang datang

26
kemudian. Penggunaan sistem ini diasumsikan barang yang datang
lebih awal, maka ED-nya akan lebih cepat. Namun asumsi ini
terkadang tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, sehingga
sistem FIFO perlu dikombinasikan dengan FEFO (First Expired
First Out) sehingga pengeluaran obat dapat terkontrol dengan baik.
Hal ini sangat penting karena: Obat yang terlalu lama biasanya
kekuatannya sudah berkurang dan dapat berefek pada penurunan
efektivitas dalam pengobatan.
Selain penggolongan yang telah dipaparkan di atas, penataan dan
penyimpanan obat di Apotek Farmarindo juga disusun berdasarkan
kestabilan obat. Contohnya untuk obat-obat yang stabil pada suhu rendah
diletakkan di lemari pendingin, diantaranya yang dimiliki Apotek
Farmarindo yaitu Dulcolax suppo, Lacto-B, dan Ovula. Penyimpanan
khusus sediaan suppositoria, ovula, dan sebagainya bertujuan untuk
menjaga mutu obat agar obat tersebut tetap stabil dan memberikan efek
farmakologis yang diharapkan ketika sampai di tangan pasien. Apotek
Farmarindo juga memisahkan obat generik dengan non generik yang
masing-masing disusun berdasarkan alfabetis untuk memudahkan
pengambilan obat.
7. Manajemen Retur Barang/Obat
Retur barang dilakukan oleh Apotek Farmarindo kepada PBF jika
pada saat penerimaan barang terjadi ketidaksesuaian faktur dengan surat
pesanan (SP) atau adanya kerusakan barang maupun terdapat obat yang
sudah kadaluarsa. Retur barang dilakukan sesuai kesepakatan PBF pada
saat awal perjanjian, karena setiap PBF memiliki peraturan yang berbeda-
beda. PBF akan mengganti barang yang tidak sesuai dengan disertai faktur
pengganti yang akan disimpan bersama faktur awal di arsip faktur.
8. Pemusnahan Obat dan Resep
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar
yang ditetapkan harus dimusnahkan, misalnya karena sudah kadaluarsa.
Untuk obat yang sudah mendekati kadaluarsa jika memang masih bisa
dilakukan retur maka akan diretur namun jika tidak, maka harus dilakukan

27
pemusnahan obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku. Prosedur pemusnahan obat dibuat mencakup pencegahan
pencemaran di lingkungan dan mencegah jatuhnya obat tersebut di
kalangan orang yang tidak berwenang. Penyimpanan terhadap obat
kadaluwarsa dipisahkan dengan obat yang lainnya serta dibuat daftar yang
mencakup jumlah dan identitas produk. Jika sudah terkumpul dilakukan
pemusnahan sesuai dengan bentuk sediaan. Apotek Farmarindo belum
pernah melakukan pemusnahan baik obat maupun resep.
9. Pencatatan dan Pelaporan
Terdapat beberapa pencatatan di Apotek Farmarindo, yaitu:
a. Buku Pembelian
Barang-barang yang baru datang yang sudah dicek dan
disesuaikan dengan apotek dan surat pesanan, kemudian harus
dicatat pada buku pembelian. Buku pembelian ini memuat hal-
hal sebagai berikut :
1. Tanggal faktur
2. Nama PBF
3. Nomor Faktur
4. Nama Barang/obat
5. Nomor batch
6. Tanggal Expired
7. Jumlah Barang
8. Harga Satuan
9. Jatuh Tempo
10. Nominal Faktur
11. Paraf
b. Buku Defecta
Buku defekta adalah buku yang digunakan untuk
mengetahui stok barang yang akan habis untuk dipesan ke PBF
yang bersangkutan. Buku defecta bermanfaat untuk
mempermudah pengecekan barang yang akan habis, dan

28
dikelompokan berdasarkan PBF. Format buku defecta berisi ama
obat dan jumlah obat sisa di apotek.
c. Buku Swamedikasi
Buku swamedikasi adalah buku yang digunakan untuk
mencatat hasil dari swamedikasi pasien. Format buku
swamedikasi berisi:
1. Tanggal swamedikasi
2. Nama pasien
3. Umur pasien
4. Jenis kelamin
5. Alamat Pasien
6. Keluhan pasien
7. Pengobatan yang dilakukan
8. Keterangan
d. Buku Penjualan
Barang-barang yang laku terjual pada hari tersebut
kemudian dicatat pada buku penjualan. Buku ini berfungsi untuk
mengetahui pendapatan apotek tiap hari sehingga dapat
mempermudah pembuatan grafik pendapatan apotek. Format
buku ini memuat nama obat, jumlah obat, dan total harga. Buku
penjualan di apotek Farmarindo terdiri dari 2 buku, yaitu buku
penjualan hari senin-sabtu dan buku penjualan hari minggu.
e. Buku Catatan resep
Buku ini berisi pencatatan pelayanan resep yang ada di
Apotek Farmarindo. Karena apotek Farmarindo berkerja sama
dengan dua dokter praktek maka buku resep dibedakan tiap
dokter. Format penulisan:
1. Nomor
2. Tanggal resep
3. Nomor pasien
4. Nama pasien
5. Alamat pasien

29
6. Nama obat
7. Aturan pakai
8. Jumlah oat
9. Paraf penerima obat.
f. Buku Cek Kesehatan
Di Apotek Farmarindo juga menyediakan jasa cek
kesehatan yang meliputi cek gula darah, tekanan darah, kolesterol,
dan asam urat. Sehingga untuk memudahkan dalam mengontrol
rekam medis pasien, perlu dicatat dan dibuku kan. Di dalam buku
ini berisi:
1. Tanggal pengecekan
2. Cek yang dilakukan
3. Harga pengecekan
Pasien juga diberikan kartu cek kesehatan yang berisi
1. Nama pasien
2. Umur pasien
3. Alamat pasien
4. Jenis Kelamin pasien
5. Nomor urut
6. Cek yang dilakukan
7. Nilai normal
8. Hasil Pemeriksaan
g. Kartu Stok
Apotek Farmarindo menggunakan kartu stok untuk
melakukan pengendalian obat-obatan di apotek. Kartu stok berisi
nama obat, bentuk sediaan/satuan, tanggal pengecekan, stok awal,
jumlah barang keluar, jumlah barang datang, stok akhir, tanggal
kadaluwarsa, nomor batch. Kartu stok sangat berguna untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.

30
3.2 Bidang Administrasi Apotek
Bidang adminstrasi apotek pada Apotek Farmarindo meliputi
pengecekkan / screening resep (yaitu diawali dengan pengecekkan secara
administratif, farmasetik, dan klinis), penyimpanan resep, dan pemusnahan
resep. Dalam administrasi resep Apotek Farmarindo menetapkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang dapat dijalankan oleh seluruh pegawai
Apotek Farmarindo. SOP pengelolaan administrasi resep di Apotek
Farmarindo berisi :
1. Senyum, salam dan sapa kepada pasien yang datang ke Apotek,
saat menerima resep pasien.
2. Apoteker melakukan skrining resep meliputi aspek administratif,
farmasetis, dan klinis
3. Melakukan wawancara mengenai riwayat pasien, apakah memiliki
riwayat alergi obat tertentu, atau memiliki riwayat penyakit lainnya
4. Menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan masalah tentang
resep yang perlu dikonsultasikan dengan dokter
5. Menghitung harga dan meminta persetujuan pasien terhadap
nominal harga
6. Pasien dipersilakan menunggu diruang tunggu
7. Lakukan peracikan obat yang dibutuhkan sesuai dengan resep
8. Beri etiket yang mencantumkan nomor resep, tanggal resep, nama
pasien, cara pemakaian atau petunjuk lainnya yang dibutuhkan,
kemudian di cocokkan dengan resep
9. Teliti kembali resep sebelum obat diserahkan kepada pasien
termasuk salinan resep dan kuitansi
10. Serahkan obat kepada pasien disertai dengan informasi tentang
obat, meliputi dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu
penggunaan obat, cara penggunaan dan efek samping obat yang
mungkin timbul setelah pemakaian obat
11. Catat nama pasien, alamat dan nomor telpon pasien, nama dokter,
serta terapi yang diberikan dalam lembar “Kartu Catatan Apoteker”

31
Pelayanan resep di Apotek Farmarindo didahului dengan proses
skrining resep oleh Apoteker dengan form Data Tilik Skrining Resep yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan Setempat kepada Apoteker Penanggung
Jawab Apotek, yang meliputi administrasi, farmasetika, dan farmakologi.
Skrining administratif yaitu memeriksa kelengkapan resep. Resep yang
lengkap memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter;
b. Tanggal penulisan resep (inscriptio);
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio);
d. Nama setiap obat dan komposisinya (ordonatio);
e. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura);
f. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (subscription);
g. Nama dan umur pasien;
h. Tanda seru dan/atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis
maksimal
Skrining farmasetik yaitu memeriksa nama obat, jumlah obat,
dosis, signa, inkompatibilitas, bentuk sediaan, dan stabilitas. Skrining
farmakologis yaitu memeriksa efek samping, interaksi obat, dan riwayat
alergi. Jika terdapat ketidaksesuaian, maka apoteker berhak menghubungi
dokter yang bersangkutan. Dalam prakteknya Apotek Farmarindo bekerja
sama dengan Dokter Umum wilayah setempat ( Dr. Galuh) dan BPJS
sehingga memudahkan Apotek Farmarindo dalam melayani pasien dengan
resep. Dan pembukuan atau pencatatan resep untuk pasien Dr. Galuh dan
BPJS akan berbeda dengan resep dokter umum. Secara keseluruhan, resep
yang masuk ke Apotek Farmarindo sudah sesuai dengan PERMENKES RI
No. 73 tahun 2016.
Kajian kesesuaian farmasetik yang dilakukan diapotek yaitu
meliputi pengecekkan bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas dan
kompatibilitas atau ketercampuran obat. Sehingga pasien akan diberikan
informasi mengenai cara penyimpanan dan lama waktu simpan sediaan

32
yang diberikan. Kajian kesesuaian farmasetik ini sudah sesuai dengan
PERMENKES RI No. 73 tahun 2016.
Pengkajian pertimbangan klinis Apotek Farmarindo meliputi
ketepatan indikasi dan dosis obat; aturan, cara dan lama penggunaan obat;
duplikasi atau polifarmasi ( pasien yang mendapatkan banyak obat ),
reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi dan efek samping), kontra
indikasi dan interaksi. Pengkajian pertimbangan klinis di Apotek
Farmarindo sudah sesuai dengan PERMENKES RI No. 73 tahun 2016.
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error) (Kemenkes RI, 2016)
1. Pembuatan Copy Resep dan Etiket Resep
Copy resep dapat digunakan sebagai ganti resep misalnya bila
sebagian obat diambil atau untuk mengulang, maka resep asli diganti
dengan copy resep untuk mengambil yang tersebut. Yang berhak meminta
copy resep adalah dokter penulis resep, pasien, petugas kesehatan atau
petugas lain berwenang menurut peraturan perundangundangan. Copy
resep yang dibuat oleh Apotek Farmarindo memuat semua keterangan
yang ada pada resep asli, selain itu juga meliputi beberapa komponen
yaitu:
a. Nama dan alamat apotek.
b. Nama apoteker dan nomor izin apoteker pengelola apotek.
c. Tulisan copy resep.
d. Nama dokter.
e. Nama pasien.
f. Tanggal penulisan resep.
g. Nomor resep.
h. Tanggal penulisan copy resep.
i. Ex. Copy apotek (jika ada).

33
j. Tulisan pcc (pro copie conform).
k. Tanda tangan dan cap apotek yang merupakan tanda bahwa apoteker
tersebut telah mengkonfirmasi kesesuaian copy resep tersebut dengan
resep asli atau resep sebelumnya.
l. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan tanda nedet
(nedetur) untuk obat yang belum diserahkan
Namun, Apotek Farmarindo dalam kurun waktu terakhir tidak
menjalankan Copy Resep karena sedikitnya permintaan Copy Resep.
Apabila terdapat pasien, atau kasus yang mengharuskan adanya Copy
Resep, maka Apotek Farmarindo memilih untuk tidak melayani resep
tersebut. Misalnya dalam hal ketersediaan salah satu obat yang kosong,
maka Apotek Farmarindo tidak akan melayani resep tersebut, dan
menyarankan pasien untuk ke Apotek lainnya. Apabila pasien tersebut
merupakan pasien Dr. Galuh maka apoteker akan menghubungi Dokter
penulis resep dan meminta kesediaannya untuk mengganti obat dengan
obat lain yang memiliki kandungan dan efek yang sama.
Etiket Apotek Farmarindo memiliki dua jenis etiket yaitu etiket
yang berwarna putih dan biru. Etiket warna putih untuk obat-obatan yang
diberikan secara oral dengan melalui saluran pencernaan. Etiket warna
biru untuk obat-obatan yang diberikan secara parenteral tanpa melalui
saluran cerna atau untuk obat luar. Etiket berwarna putih terdapat dua jenis
yaitu etiket untuk tablet, kapsul, pulveres dan etiket untuk sirup. Pada
etiket obat di Apotek Farmarindo tercantum keterangan sebagai berikut :
a. Nama dan alamat apotek.
b. Nama dan nomor SIK Apoteker Pengelola Apotek.
c. Nomor dan tanggal pembuatan.
d. Nama pasien.
e. Aturan pemakaian.
f. Tanda lain yang diperlukan seperti kocok dahulu, tidak boleh diulang
tanpa resep baru dari dokter Etiket tersebut diatas sudah memenuhi
persyaratan pencantuman etiket (Syamsuni, 2007).

34
Resep yang sudah masuk dan sudah diserahkan obatnya kepada
pasien, kemudian dilakukan pencatatan pada buku “PENJUALAN
RESEP” yang mencakup : tanggal masuk resep, no resep, nama pasien,
alamat pasien, nama dokter, nama obat, jumlah dan harga obat. Seluruh
lembar resep diurutkan sesuai tanggal masuk resep dan dibendel per bulan,
serta disimpan dengan rapi dalam tempat penyimpanan. Pencatatan resep
dibedakan dalam buku yang berbeda, untuk resep dari Dokter Galuh akan
dicatat dalam 1 buku khusus yang hanya memuat pencatatan resep Dr.
Galuh saja.
Penyimpanan Resep Resep yang sudah diterima dan diskrinning,
diberi no dibagian kopnya. Penomoran ini untuk mengetahui urutan resep
yang masuk pada hari tersebut. Resep dicatat dibuku resep dan
pengumpulan resep dilakukan setiap hari dengan urutan dari tanggal yang
terkecil, kemudian disatukan perbulannya dan disatukan lagi dengan resep-
resep sebelumnya dalam satu tahun. Resep yang mengandung narkotika
dan psikotropika seharusnya disimpan secara terpisah sebagaimana
peraturan yang ada, tetapi Apotek Farmarindo tidak melayani resep
narkotik dan psikotropika. Penyimpanan resep di Apotek Farmarindo
tersimpan rapi didalam satu gudang dan disimpan selama 5 tahun. Namun
di Apotek Farmarindo belum ada pemusnahan resep dikarenakan Apotek
masih memiliki ruang yang cukup untuk menyimpan resep-resep tersebut.
Apotek Farmarindo belum memusnahkan resep dari apotek
pertama kali berdiri, namun sudah memiliki aturan dalam memusnahkan
resep yaitu, menyiapkan administrasi (berupa laporan dan berita acara
pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan), kemudian menetapkan
jadwal, metode dan tempat pemusnahan, menyiapkan tempat pemusnahan,
membuat laporan pemusnahan resep dan membuat berita acara
pemusnahan yang ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam
pelaksanaan pemusnahan resep. Apabila telah selesai Apoteker
Penanggungjawab Apotek akan melaporkan pemusnahan resep tersebut ke
Dinkes dengan melampirkan berita acara pemusnahan resep.

35
3.3 Bidang Pelayanan Kefarmasian di Apotek
1. Pelayanan Obat OTC (Over TheCounter)
Pelayanan OTC di Apotek Farmarindo dilakukan sesuai dengan
SOP, diawali dengan memberikan senyum, salam, dan sapa pada saat pasien
datang. Untuk pasien yang datang mencari obat tertentu harus ditanyakan
sakit apa dan untuk siapa obat tersebut digunakan terutama obat prekusor,
karena pemberian obat prekusor perlu hati-hati karena dapat disalahgunakan
sehingga apoteker harus melihat siapa yang membeli terlebih dahulu. Untuk
pasien yang datang dengan menceritakan keluhan sakit yang dialami dan
minta dipilihkan obatnya maka sebelumnya apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian (TTK) harus melakukan penggalian informasi lebih dalam pada
pasien seperti ada alergi obat atau tidak, riwayat penyakit, umur, dll. Di
Apotek Farmarindo dalam pemberian obat OTC tidak hanya dilakukan oleh
apoteker namun dapat dilakukan oleh TTK.

Kemudian Apoteker atau TTK di Apotek Farmarindo akan


memberikan beberapa pilihan obat untuk pasien yang didasarkan pada tepat
pasien,tepat indikasi, tepat dosis, tepat penggunaan, dan tepat secara
ekonomi kemudian pasien akan memilih obat sesuai dengan keinginan
pasien dan kondisi ekonomi pasien. Selanjutnya apoteker dan TTK akan
menjelaskan informasi obat. Informasi utama yang wajib diberikan adalah
indikasi, dosis, frekuensi dan waktu pemakaian dari obat. Secara opsional
apabila pasien tidak terburu-buru maka dijelaskan juga efek samping yang
mungkin timbul. Kemudian pasien membayar sesuai total harga obat.
2. Konseling
Sesuai dengan Permenkes RI No. 73 tahun 2016, Apoteker wajib
memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang
diserahkan kepada pasien, penggunaan obat yang tepat, aman dan rasional
atas permintaan pasien. Pemberian informasi atau konseling kepada pasien
di Apotek Farmarindo telah lama dilakukan dan dilakukan secara terbuka
untuk siapa saja dan secara langsung, namun konseling paling sering
dilakukan pada pasien yang memiliki kondisi khusus seperti geriatri
terutama yang memiliki riwayat sakit DM, hipertensi, dan asam urat,

36
pediatri, dan ibu hamil. Selain itu konseling juga dilakukan pada pasien
yang telah melakukan cek kesehatan, karena di Apotek Farmarindo terdapat
cek kesehatan, seperti tekanan darah, gula darah, kolesterol dan asam urat,
Sehingga setelah melakukan cek kesehatan tersebut pasien juga pasti akan
bertanya terkait hasil cek kesehatan dan jika hasilnya tidak normal maka
apoteker akan bertanya terkait keluhan lain yang dialami pasien yang
nantinya digunakan sebagai acuan dalam konseling.

Sebenarnya pemberian isi konseling didasarkan pada kondisi pasien


dan keluhan pasien. Konseling yang biasa diberikan di Apotek Farmarindo
dapat berupa penjelasan umum penyakit atau penyebab sakit yang dialami
pasien, efek sakit tersebut pada kesehatan, makanan dan minuman penyebab
sakit sehingga harus dihindari, memotivasi pasien untuk berolah raga atau
melakukan pola hidup sehat. Selain itu apoteker juga mencatat hasil
pemeriksaan cek kesehatan jika pasien melakukan cek kesehatan, nama
pasien, alamat pasien, yang nantinya berguna sebagai catatan perkembangan
kondisi pasien dan diserahkan kepada pasien.
3. Pelayanan Resep
Pelayanan resep di Apotek Farmarindo dilakukan sesuai dengan SOP
pelayanan resep. Setelah senyum, salam, dan sapa kepada pasien yang
datang dengan membawa resep kemudian dilakukan skrining administrasi
resep meliputi nama, umur, alamat pasien; nama, SIP, alamat dokter;
tanggal penulisan resep; dan paraf dokter. Kemudian dilakukan skrining
farmasetik meliputi bentuk sediaan, ketersediaan obat di apotek, dan
inkompabilitas antar obat. Jika ada obat yang tidak tersedia maka apoteker
akan menawarkan kepada pasien obat yang lain dengan kandungan atau
indikasi yang sama namun sebelumnya meminta persetujuan pasien.
Apabila pasien setuju maka obat akan diganti. Kemudian dilakukan skrining
klinis meliputi dosis obat, lama penggunaan obat, aturan pakai obat,
kontraindikasi obat, dan interaksi obat. Kemudian menyiapkan obat sesuai
dengan resep yang tercantum dan meminta pasien duduk sembari
menunggu. Penyiapan obat di Apotek Farmarindo dapat dilakukan oleh
Apoteker atau TTK. Pada plastik/kardus obat dituliskan etiket berisi tanggal

37
resep, nama dan umur pasien, cara pemakaian dan petunjuk lain terkait. Cek
kembali sebelum diserahkan kepada pasien. Setelah pengecekan ulang, obat
diberikan beserta informasi tentang obat meliputi dosis, frekuensi
pemakaian, waktu penggunaan, dan cara penggunaan. Untuk resep umum
maka pembayaran secara langsung, sedangkan untuk resep dari dokter yang
bekerjasama maka jumlah harga obat dicatat dan tagihan disetorkan kepada
dokter setiap 1 bulan sekali.

4. Pelayanan Swamedikasi
Pelayanan Swamedikasi di Apotek Farmarindo diawali dengan
memberikan senyum, salam, dan sapa pada saat pasien datang. Kemudian
menggali informasi dari pasien terkait untuk siapa obat tersebut, gejala apa
yang dirasakan dan sudah berapa lama, riwayat alergi dan riwayat penyakit,
serta sedang mengonsumsi obat apa sekarang. Apabila memungkinkan
untuk dilakukan swamedikasi maka dilanjutkan pemilihan obat dan apabila
tidak memungkinkan untuk swamedikasi, maka menyarankan pasien untuk
pergi ke dokter atau rumah sakit.

Kemudian Apoteker atau TTK di Apotek Farmarindo akan


memberikan obat untuk pasien yang didasarkan pada tepat pasien, tepat
indikasi, tepat dosis, tepat penggunaan, dan tepat secara ekonomi kemudian
menanyakan persetujuan pasien. Bila pasien setuju, maka selanjutnya
apoteker atau TTK akan menjelaskan informasi obat. Informasi utama yang
wajib diberikan adalah indikasi, dosis, frekuensi dan waktu pemakaian dari
obat. Secara opsional apabila pasien tidak terburu-buru maka dijelaskan juga
efek samping yang mungkin timbul. Kemudian pasien membayar sesuai
total harga obat.

38
Kasus Swamedikasi
Swamedikasi 1 (Elok Maulidya / I1C016023)
Kasus : Seorang ayah datang ke apotek membelikan obat untuk anaknya An.N
(2 th) dengan keluhan pasien rewel dan susah BAB selama 3 hari.
Pembahasan :
a. Assesment

Subjektif Objektif Paparan Problem Assesment Rekomendasi


- Pasien mengeluh susah Konstipasi Apoteker
Susah BAB
BAB, sudah tidak memberikan pasien
selama 3 hari
BAB selama 3 hari. obat dulcolactol 2x
Rewel
Pasien sering rewel sehari 5 ml
karena tergolong
pediatri.

b. Plan
1. Tujuan terapi
Membantu melancarkan BAB pasien
2. Terapi farmakologi
Konstipasi merupakan kondisi dimana seseorang mengalamai
kesulitan buang air besar. Konstipasi dapat ditandai dengan frekuensi BAB
kurang dari 3 kali seminggu dan konsistensi feses menjadi keras dan sulit
dikeluarkan (Mayo Clinic, 2019). Apoteker memberikan obat dulcolactol
yang berisi lactulose (MIMS Indonesia, 2019).

Laktulosa merupakan obat golongan laksatif yaitu pencahar untuk


melancarkan BAB. Laktulosa adalah gula sintetis yang digunakan dalam
pengobatan konstipasi. Laktulosa terdiri dari monosakarida fruktosa dan
galaktosa. Di usus besar, laktulosa dipecah terutama menjadi asam laktat,
dan juga sejumlah kecil asam format dan asetat, oleh aksi melalui jalur
beta-galaktosidase dari bakteri kolon, yang menghasilkan peningkatan
tekanan osmotik dan sedikit pengasaman dari isi kolon. Hal ini
menyebabkan peningkatan kadar air feses dan melunakkan feses
(Drugbank, 2019).

39
3. Monitoring efek samping dan KIE
Monitoring
Obat KIE
Keberhasilan Efek samping

Dulcolactol Melancarkan Kembung, diare, mual 1. Memberikan informasi aturan


BAB pasien muntah, dan mulut pakai yaitu 2 x sehari 5 ml
kering (MIMS Indonesia, 2. Memberikan saran kepada
2019) pasien untuk memperbanyak
konsumsi cairan dan makanan
berserat (MIMS, 2015).

c. Analisis 4T + 1W

Tepat Indikasi Tepat Obat Tepat Dosis Tepat Pasien Waspada ESO
Pilihan terapi First line therapy Dosis yang Laktulosa Kembung,
laksatif adalah menggunakan diberikan aman diare, mual
digunakan PEG 3350, namun untuk pasien diberikan muntah, dan
untuk pasien karena usia 1-5 tahun kepada anak mulut kering
yang ketidaktersediaan obat adalah 2x usia 2 tahun (MIMS
mengalami di apotek maka dipilih sehari 5 ml karena dapat Indonesia,
konstipasi. second line yaitu (NHS, 2014) ditoleransi 2019)
Laksatif dapat laktulosa yang efektif, dan mudah
berupa PEG mudah diberikan, dan diberikan
3350 atau dapat ditoleransi (NHS, 2014)
laktulosa (NHS, 2014)
(NHS, 2014).

40
Swamedikasi 2 (Elok Maulidya / I1C016023)
Kasus : Seorang pasien bernama Tn. S (33 th) datang ke apotek untuk membeli
obat dengan keluhan diare selama 1 hari dengan konsistensi feses yang cair.
Pembahasan :
a. Assesment

Subjektif Objektif Paparan Problem Assesment Rekomendasi


- Pasien mengeluh Diare akut Apoteker memberikan
Diare selama 1
sudah mengalami diare pasien obat Lodia
hari
selama 1 hari dengan dengan dosis awal 2
Konsistensi
konsistensi feses yang tablet dan dilanjut 1
feses cair
cair. tablet setiap sehabis
BAB
(Dosis maks. 8 tablet
per hari)

b. Plan
1. Tujuan terapi
Menghentikan diare pada pasien
Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit
2. Terapi farmakologi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.
(Medscape, 2019). Apoteker memberikan obat Lodia yang berisi
loperamide HCl (MIMS Indonesia, 2019).

Loperamid termasuk golongan obat antimotilitas. Loperamide terikat


pada reseptor opiat dinding usus sehingga menghambat pelepasan
asetilkolin dan prostaglandin yang mengakibatkan berkurangnya peristaltic
propulsif dan meningkatkan waktu transit usus. Loperamide meningkatkan
tonus sfingter anus sehingga dapat mengurangi inkontinensia dan
“urgency” (MIMS Indonesia, 2019).

41
3. Monitoring efek samping dan KIE
Monitoring
Obat KIE
Keberhasilan Efek samping

Lodia Mengurangi Nyeri abdomen, pusing, 1. Memberikan informasi aturan


frekuensi BAB lelah, ruam kulit (MIMS, pakai yaitu dosis awal 2 tablet
2015) dan selanjutnya 1 tablet setelah
BAB. Dosis maks 8 tablet per
hari
2. Memberikan saran kepada
pasien untuk memperbanyak
konsumsi air putih dan
makanan yang lunak
3. Menyarankan pasien minum
oralit (4 sendok gula dan 1
sendok garam dalam 4 gelas
air) (MIMS, 2015).

c. Analisis 4T + 1W
Tepat Indikasi Tepat Obat Tepat Dosis Tepat Pasien Waspada ESO
Pilihan terapi Loperamid dipilih Dosis yang Pasien tidak Nyeri
antimotilitas dibandingkan diberikan untuk memiliki abdomen,
digunakan dengan difenoksilat pasien dewasa kontraindikasi pusing, lelah,
untuk pasien karena memiliki adalah 4 mg terhadap obat ruam kulit
yang efek opiate yang sebagai dosis awal tersebut (Ibu (MIMS,
mengalami lebih kecil (Riddle dan 2 mg setiap hamil, bayi, dan 2015)
diare akut et al, 2016). habis BAB. Dosis colitis akut)
(Riddle et al, maks 16 mg/hari (MIMS, 2015).
2016). (Riddle et al,
2016).

42
Kasus swamedikasi 3 (Amatullah Syarifah / I1C015051)
1. Kasus
Seorang pasien bernama Ny. S berumur 60 tahun mengalami gejala
pegal-pegal di daerah sendi kaki. Pasien melakukan pemeriksaan asam
urat. Hasil yang diperoleh sebesar 7,2 mg/dL. Pasien sebelumnya hanya
mengkonsumsi natrium diklofenak untuk mengatasi nyeri. Pasien meminta
obat untuk mengatasi pegal yang dialami.
2. Analisis kasus
Hiperurisemia merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
serum asam urat (lebih dari 7,0 mg/dL untuk pria dan 6,0 mg/dL untuk
perempuan) dalam tubuh. Gout merupakan sebuah keadaan dimana kadar
asam urat terlalu tinggi dalam cairan tubuh sehingga membentuk kristal
monosodium urat pada cairan sinovial dan menyebabkan terjadinya nyeri
dan inflamasi (Ernst et al. 2008).

Gambar 1. Algoritma terapi Gout (Khanna et al. 2012)

43
Gambar 2. Algoritma terapi Gout (Khanna et al. 2012)

Gambar 3. Algoritma terapi Gout (Khanna et al. 2012)


Penatalaksanaan terapi untuk gout berdasarkan algoritma yaitu
monoterapi NSAID, kolkisin, atau kortikosteroid. Penggunaan kolkisin
dapat menyebabkan diare akut sehingga kurang efektif dan digunakan
sebagai alternatif pilihan terakhir. NSAID lebih dipilih karena efek
samping lebih dapat ditoleransi dibandingkan penggunaan kolkisin.
NSAID yang sering digunakan untuk mengobati asam urat atau gout
seperti diklofenak, indometasin, naproksen, piroksikam, sulindak, dan

44
ketoprofen. Sodium diklofenak paling sering digunakan, namun harus
tetap diperhatikan terkait efek samping untuk pasien yang memiliki
riwayat PUD atau risiko PUD (Khanna et al. 2012).
Penatalaksaan terapi juga diberikan untuk menurunkan kadar asam
urat dalam tubuh. Terapi yang dapat diberikan yaitu golongan obat
urikostatik, urikosurik, atau urikolitik. Urikostatik (xantin oksidase
inhibitor) misalnya allopurinol, urikosurik seperti benzbromaron,
sulfinperazon, probenesid, sedangkan urikolitik seperti urat oksidase.
Menurut Khanna et al. (2012), obat golongan xantin oksidase inhibitor
merupakan first line therapy untuk mengatasi gout. Obat golongan xantin
oksidase inhibitor yang menjadi pilihan yaitu allopurinol. Allopurinol
menurunkan asam urat dalam serum dengan cara menghambat XO dari
metabolit aktifnya berupa oxypurinol dan menurunkan konsentrasi PRPP.
Pasien dalam kasus diberikan obat Kaditic berisi Na diklofenak untuk
mengatasi nyeri akibat penumpukan asam urat dan Alofar berisi
allopurinol untuk menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.
Pasien juga diberikan obat neurodex berupa vitamin B kompleks untuk
mengatasi pegal-pegal dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien.
3. Plan
a. Tujuan terapi
- Mencegah komplikasi yang berkaitan dengan deposit kristal
asam urat kronis di jaringan
- Mencegah serangan kembali arthritis gout
- Menghentikan serangan akut
b. Terapi non farmakologi
- Menghindari makanan dan minuman pencetus gout
- Meningkatkan asupan cairan
- Terapi es pada tempat yang sakit
c. Terapi yang diberikan saat swamedikasi
1) Alofar 100 mg
Komposisi : alopurinol 100 mg

45
Indikasi : untuk mengobati serangan gout kronis, mengobati
sindrom lisis tumor dalam kemoterapi, mengobati
batu ginjal dengan komponen asam urat dan kalsium
oksalat.
Dosis : dosis lazim dewasa untuk gout, dosis awal : 100 1x
sehari secara oral
ESO : ruam kulit, reaksi hipersensivitas yang ditandai
demam, eosifilia, hepatitis, dan memburuknya fungsi
ginjal.
2) Kaditic
Komposisi : natrium diklofenak
Indikasi : digunakan untuk mengobati radang sendi akibat
sam urat (gout), sakit punggung, sakit kepala,
perawatan sakit gigi, osteoarthrosis atau pengapuran
tulang sendi, dan lain-lain
Dosis : dewasa 50 mg 2- 3 x sehari setelah makan
ESO : mual, muntah, sakit perut, diare, sembelit, sakit
kepala, mengantuk, dan pegal
3) Neurodex
Komposisi : vitamin B kompleks
Indikasi : untuk mengatasi pegal pegal
Dosis : 1 x sehari 1 tablet
ESO : alergi, gatal kulit, bentol, rasa lelah, mual, dan
muntah
d. Monitoring dan KIE
- Memberikan informasi terkait aturan pemakaian kepada pasien.
Allofar diminum 1 x sehari 1 tablet setelah makan. Kaditic
diminum 2 x sehari 1 tablet setelah makan. Neurodex diminum
2 x sehari 1 tablet setelah makan.
- Memberikan informasi kepada pasien untuk menghindari
makanan dan minuman pencetus gout.

46
- Menyarankan untuk melakukan kompres air hangat pada
bagian yang nyeri saat terjadi serangan gout.

Kasus swamedikasi 4 (Amatullah Syarifah / I1C015051)


1. Kasus
Seorang pasien bernama Tn. S berumur 27 tahun datang ke apotek
dengan keluhan vertigo dengan gejala pusing berputar dan mengalami
mual. Pasien memiliki tekanan darah normal dan meminta obat untuk
mengatasi keluhannya.
2. Analisis kasus
Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, melainkan kumpulan dari
gejala atau sindrom yang terjadi karena gangguan keseimbangan pada
sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Vertigo dapat
terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh yang terdiri dari
reseptor pada visual (retina), vestibulum (kanalis semisirkularis) dan
proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam). Vertigo atau rasa
pusing berputar disebabkan oleh alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan pada ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsikan oleh susunan saraf pusat (Riyanto, 2004).

47
Gambar 1. Algoritma terapi vertigo (Abes, 2014)

Penatalaksaan vertigo menurut Abes (2014) menjelaskan bahwa


pasien menderita vertigo tipe Meniere’s disease. Vertigo tipe ini biasanya
berlangsung beberapa menit atau jam. Berbeda dengan vertigo tipe BPPV
(Benign Paroxysmal Positional Vertigo) yang biasanya berlangsung hanya
beberapa detik dan berulang tetapi gejala yang timbul cukup berat.
Berdasarkan algoritma, terapi untuk pasien vertigo yaitu dengan
menggunakan pengobatan simptomatik karena biasanya pasien akan
merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut. Beberapa
golongan obat yang sering digunakan seperti antihistamin (betahistin),
diuretik (furosemide), fenotiazine (Promethazine, Chlorpromazine), dan
antagonis kalsium (cinnarizine). Berdasarkan algoritma terapi menurut
Abes (2014), direkomendasikan pengobatan simptomatik menggunakan
obat golongan antihistamin berupa betahistin untuk mengatasi gejala
vertigo.

48
Betahistin merupakan obat antihistamin. Pasien diberikan obat
betahistin masilate. Betahistin mesilate merupakan formulasi analog
betahistin yang berbeda dengan betahistin dihidroklorida, tetapi memiliki
efikasi yang tidak berbeda signifikan (James dan Burton, 2011).
Pemberian betahistin disesuaikan dengan kebutuhan pasien sebagai terapi
simtomatik vertigo tipe Meniere’s Disease. Pasien juga mengeluhkan mual
yang mengganggu. Pasien diberikan obat antiemetik untuk mengatasi rasa
mualnya. Pasien diberikan obat vosea berisi ranitidin. Ranitidin
merupakan obat antiemetik.
3. Plan
a. Tujuan terapi
- Mengatasi gejala vertigo dan mual
b. Terapi non farmakologi
- minum dalam jumlah yang cukup cairan setiap hari
- menghindari makanan yang mengandung MSG
- hindari merokok
- mengkonsumsi makanan bergizi
- istirahat yang cukup
c. Terapi yang diberikan saat swamedikasi
1) Betahistine
Komposisi : betahistine masilate
Indikasi : untuk mengatasi pusing dan gangguan
keseimbangan akibat kondisi gangguan
sirkulasi, vestibular neuritis.
Dosis : dosis dewasa : 2x sehari 1-2 tablet.
Selanjutnya dilakukan penyesuaian dosis
berdasarkan respon penggunaan obat,
umumnya 24-28 mg setiap hari (tebagi
menjadi tiga dosis).
ESO : Gangguan saluran cerna, sakit kepala, ruam
kulit, dan pruritus

49
2) Vosea
Komposisi : ranitidin
Indikasi : tukak lambung dan tukak duodenum,
refluks esofagitis, dispepsia episodik kronis,
tukak akibat AINS, tukak duodenum karena
H.pylori
Dosis : 150 mg 2 x sehari sebelum makan
ESO : diare dan gangguan saluran cerna lainnya,
pengaruh terhadap pemeriksaan fungsi hati,
sakit kepala, pusing, ruam dan rasa letih
d. Monitoring dan KIE
- Memberikan informasi aturan pemakaian obat kepada pasien.
Obat betahistine diminum 2 x 1 tablet segera setelah makan.
Vosea diminum 3 x 1 tablet sebelum makan.
- Memberikan informasi kepada pasien untuk menghindari
makanan dan minuman yang dapat mencetus vertigo.
- Menyarankan pasien untuk istirahat yang cukup.

50
Kasus Resep
Resep 1 (Elok Maulidya / I1C016023)
Kasus : Seorang pasien bernama Tn. Iman Suwignyo (40 th) datang ke apotek
membawa resep dari dokter.
dr. GALUH YULIETA NITIHAPSARI
SIP : 3302/53181/01/449.1/1283/VII/2015

Jl. Kertadirjan No. 440, Sokaraja Kulon


Praktek : Senin-Jumat (Pagi 08.00-12.00, Sore : 16.00-20.00)
Sabtu (Pagi 08.00-14.00), Hari Minggu/Besar Tutup

Sokaraja, 22 Jan 2019

R/ Flumin Tab No. X


S 3 dd tab 1

R/ Na Diklofenak Tab No. X


S 1 dd tab 1

R/ Dexamethason Tab No. X


S 2 dd tab 1

Pro : Iman Suwignyo


Umur : 56 th
Alamat : Karangduren 03/03 Sokaraja

Obat tersebut tidak boleh diganti tanpa sepengetahuan Dokter

Skrining Resep
1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep)
PADA RESEP
No. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1 Nama dokter √
2 SIP dokter √
4 Nomor telepon √
5 Tempat dan tanggal penulisan resep √
6 Hari dan jam praktek √
Invocatio
7 Tanda resep diawal penulisan resep (R/) √
Prescriptio/Ordonatio
8 Nama Obat √
9 Jumlah obat √
Signatura
10 Nama pasien √
11 Umur pasien √

51
12 Alamat pasien √
13 Aturan pakai obat √
Subscriptio
14 Tanda tangan/paraf dokter √
Kesimpulan:
Resep kurang lengkap.

2. Skrining Farmasetik
No Kriteria Permasalahan Pengatasan
1 Bentuk Sediaan Flumin mengalami Obat diganti dengan obat yang
kekosongan stok memiliki indikasi dan
kandungan zat aktif yang sama
yaitu Molexflu
2 Stabilitas obat - Sesuai
3 Inkompatibiltas - Sesuai
4 Cara pemberian - Sesuai
5 Jumlah dan aturan Aturan pakai tidak sesuai. Na Diklofenak
pakai Pada resep, Na Diklofenak Diminum 3x sehari 1 tablet
diberikan 1x sehari 1 tablet sesudah makan
(PIONAS, 2015)

3. Pertimbangan Klinis

No. Nama Obat Indikasi dan dosis Indikasi dan Kontraindikasi Efek Keterangan
literatur dosis resep samping

1. Molexflu Obat untuk gejala Obat Flu Hipersensitif Rasa Sesuai


flu berisi analgesik/ Dosis 3x terhadap kantuk,
antipiretik, sehari 1 komponen obat, mulut
dekongestan, dan tablet gangguan kering, dan
antihistamin setelah fungsi hati, gangguan
(demam, hidung makan tekanan darah pencernaan
tersumbat, bersin- tinggi, dan (Mediskus,
bersin, dan hidung lansia 2019)
gatal). Dosis 3x (Mediskus,
sehari 1 tablet 2019).
setelah makan
(Mediskus, 2019).
2. Na Obat analgesik Obat sakit Hipersensitivita Gangguan Dosis
Diklofenak golongan NSAID. tenggorokan s pada gastrointesti disesuaikan
25 mg Dosis 75 mg/ hari, . Dosis 1x diklofenak, nal seperti menjadi 3x
sediaan 25 mg sehari 1 ulkus, pendarahan sehari 1
maka diminum 3x tablet gangguan lambung, tablet
sehari 1 tablet setelah fungsi hepar, ulserasi, dan setelah
setelah makan makan ginjal, dan perforasi makan
(PIONAS, 2015). jantung usus dan
(PIONAS, lambung
2015). (PIONAS,
2015).

52
3. Grathazon Obat untuk Obat radang Hipersensitif, Retensi air Sesuai
(Deksameta antiinflamasi tenggorokan tukak peptic, dan garam,
son 0,5 mg) golongan . Dosis 2x dan edema,
kortikosteroid. sehari 1 osteoporosis hipertensi,
Dosis 0,75-9 tablet (MIMS dan lemah
mg/hari dalam setelah Indonesia, otot (MIMS
dosis terbagi 2-4 makan. 2019). Indonesia,
kali (MIMS 2019).
Indonesia, 2019)

Assesment
Subjective Objective Problem Medik Assesment Rekomendasi

DRP dan Uraian DRP


Flu dan sakit DRP : Underdose
Na Diklofenak
- - tenggorokan Pasien menerima resep Na
Diklofenak 1 x sehari 1
Diminum 3x sehari
tablet setelah makan.
Berdasarkan PIONAS 1 tablet setelah
(2015) dosis yang
makan
dianjurkan untuk
penggunaan Na Diklofenak
pada pasien dewasa adalah
75 mg/hari dalam dosis
terbagi. Karena pasien
diberikan sediaan Na
Diklofenak 25 mg maka
diminum 3x sehari 1 tablet
untuk dapat menghasilkan
outcome yang diinginkan.

Plan
1. Tujuan Terapi
- Menghilangkan gejala flu seperti demam, hidung tersumbat, hidung
gatal dan bersin-bersin
- Menghilangkan rasa sakit pada tenggorokan ketika menelan
- Mengobati peradangan pada tenggorokan
2. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang disarankan antara lain adalah istirahat
yang cukup, menjaga tubuh tetap dalam kondisi hangat, dan minum
banyak air putih (NHS, 2017).
3. Terapi Farmakologi
Molexflu
Obat untuk gejala flu berisi Parasetamol sebagai analgesik/ antipiretik,
Phenylpropanolamin HCl sebagai dekongestan, dan CTM sebagai
antihistamin (Mediskus, 2019).

53
Mekanisme kerja parasetamol yang utama adalah menghambat sintesis
prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat 2 enzim
cyclooksygenase yaitu cyclooksygenase-1 (COX-1) dan
cyclooksygenase-2 (COX-2). Selain itu, obat ini juga bekerja di sistem
syaraf pusat dengan mempengaruhi hipotalamus untuk menurunkan
sensitifitas reseptor nyeri dan termostat yang mengatur suhu tubuh.
Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis
reseptor H1. Mekanisme kerja phenylpropanolamine HCl adalah
dengan menyusutkan pembuluh darah (vena dan arteri) dalam tubuh
(Mediskus, 2019).
Natrium Diklofenak
Na Diklofenak adalah obat analgesic golongan NSAID dengan
mekanisme kerja yaitu menghambat kerja enzim siklooksigenase
(COX). Enzim ini berfungsi untuk membantu pembentukan
prostaglandin saat terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan
peradangan. Dengan menghalangi kerja enzim COX, prostaglandin
lebih sedikit diproduksi, yang berarti rasa sakit dan peradangan akan
mereda (MIMS Indonesia, 2019).

Grathazon

Grathazon berisi Deksametason 0,5 mg yang berupa obat antiinflamasi


golongan kortikosteroid dengan mekanisme kerja adalah glukokortikoid
sintetik yang mengurangi peradangan dengan menghambat migrasi
leukosit dan pembalikan peningkatan permeabilitas kapiler. Obat ini
menekan respon imun normal (MIMS Indonesia, 2019).
Monitoring dan KIE
Monitoring
Obat KIE
Keberhasilan Efek samping
Molexflu Hilangnya gejala flu Rasa kantuk, 1. Diminum 3x sehari 1 tablet
seperti hidung mulut kering, setelah makan
tersumbat, pusing, dan gangguan
bersin-bersin pencernaan 2. Dapat menyebabkan
(Mediskus, kantuk
2019)

54
Na Diklofenak Tenggorokan sudah Gangguan 1. Diminum 3x sehari 1 tablet
tidak sakit untuk gastrointestinal
setelah makan
menelan seperti
pendarahan
lambung,
ulserasi, dan
perforasi usus
dan lambung
(PIONAS, 2015).
Grathazon Hilangnya Retensi air dan 1. Diminum 2x sehari 1 tablet
peradangan pada garam, edema,
setelah makan
tenggorokan hipertensi, dan
lemah otot
(MIMS
Indonesia, 2019).

55
Resep 2 (Elok Maulidya / I1C016023)
Kasus : Seorang pasien bernama Tn. Sumanto (55 th) datang ke apotek membawa
resep dari dokter.

KLINIK PRATAMA RAWAT JALAN


BHAYANGKARA POLRES BANYUMAS
Jl. Gatot Subroto No 72 Purwokerto

dr. Filly Tgl 25/01//19

R/ Erlamycetin ear drop I


S 3 dd gtt 1

Nama : Tn Sumanto
Umur : 55 th
Alamat : Sokaraja wetan

Skrining Resep
1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep)

PADA RESEP
No. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1 Nama dokter √
2 SIP dokter √
4 Nomor telepon √
5 Tempat dan tanggal penulisan resep √
6 Hari dan jam praktek √
Invocatio
7 Tanda resep diawal penulisan resep (R/) √
Prescriptio/Ordonatio
8 Nama Obat √
9 Jumlah obat √
Signatura
10 Nama pasien √
11 Umur pasien √
12 Alamat pasien √
13 Aturan pakai obat √
Subscriptio
14 Tanda tangan/paraf dokter √
Kesimpulan:
Resep kurang lengkap.

56
2. Skrining Farmasetik
No Kriteria Permasalahan Pengatasan
1 Bentuk Sediaan - Sesuai
2 Stabilitas obat - Sesuai
3 Inkompatibiltas - Sesuai
4 Cara pemberian - Sesuai
5 Jumlah dan aturan Aturan pakai tidak sesuai. Erlamycetin Ear Drop
pakai Pada resep, Erlamycetin Ear Dipakai 2x sehari 2 tetes
Drop dipakai 3x sehari 1 tetes (Mediskus, 2019)

3. Pertimbangan Klinis
No. Nama Obat Indikasi dan Indikasi dan Kontra Efek samping Keterangan
dosis literatur dosis resep indikasi

1. Erlamycetin Obat antibiotik Obat infeksi Paisen Gangguan Dosis


Ear Drop untuk infeksi telinga. Dosis hipersensitf, saluran disesuaikan
telinga. Dosis 3x sehari 1 ibu hamil pencernaan menjadi 2x
2x sehari 2 tetes dan dan sakit sehari 2
tetes. menyusui kepala tetes
(Mediskus, (Mediskus, (Mediskus,
2019). 2019) 2019).

Assesment

Subjective Objective Problem Medik Assesment Rekomendasi

DRP dan Uraian DRP


Infeksi Telinga DRP : Underdose
Erlamycetin Ear
- - Pasien menerima resep
Erlamycetin Ear Drop 3 x Drop
sehari 1 tetes. Berdasarkan
Mediskus (2019) dosis Dipakai 2x sehari 2
yang dianjurkan untuk
tetes pada telinga yang
penggunaan Erlamycetin
Ear Drop pada pasien sakit
dewasa adalah 2x sehari 2
tetes.

Plan
1. Tujuan Terapi
- Menghilangkan bakteri penyebab infeksi telinga
2. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang disarankan antara lain adalah menjaga
kondisi telinga tetap bersih dan keringkan setelah terkena air karena
kondisi lembab dapat memicu pertumbuhan bakteri (NHS, 2018).

57
3. Terapi Farmakologi
Erlamycetin Ear Drop

Erlamycetin Ear Drop berisi Kloramfenikol 1% yang berupa obat


antibiotik spektrum luas untuk menghambat bakteri gram positif dan
negative dengan mekanisme kerja menghambat sintesis protein bakteri
dengan mengikat subunit 50S dari ribosom bakteri, sehingga mencegah
pembentukan ikatan peptida oleh peptidil transferase. (MIMS
Indonesia, 2019).
Monitoring dan KIE
Monitoring
Obat KIE
Keberhasilan Efek samping
Erlamycetin Ear Hilangnya rasa sakit Gangguan saluran 1. Dipakai 2x sehari 2 tetes
Drop pada telinga pencernaan dan pada telinga yang sakit
sakit kepala
(Mediskus, 2019). 2. Pastikan pipet masuk ke
dalam telinga

58
Kasus resep 3 (Amatullah Syarifah / I1C015051)
Kasus : seorang pasien bernama Ny. L (34 th) datang ke apotek membawa resep
dari dokter.

Skrining resep
1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep)

PADA RESEP
No. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1 Nama dokter √
2 SIP dokter √
4 Nomor telepon √
5 Tempat dan tanggal penulisan resep √
6 Hari dan jam praktek √
Invocatio
7 Tanda resep diawal penulisan resep (R/) √
Prescriptio/Ordonatio
8 Nama Obat √
9 Jumlah obat √
Signatura
10 Nama pasien √
11 Umur pasien √
12 Alamat pasien √
13 Aturan pakai obat √
Subscriptio
14 Tanda tangan/paraf dokter √
Kesimpulan:
Resep kurang lengkap.

59
2. Skrining Farmasetik
No Kriteria Permasalahan Pengatasan
1 Bentuk Sediaan - Sesuai
2 Stabilitas obat - Sesuai
3 Inkompatibiltas - Sesuai
4 Cara pemberian - Sesuai
5 Jumlah dan aturan - Sesuai
pakai
3. Pertimbangan Klinis
Indikasi dan Indikasi dan
No Nama obat Kontraindikasi Efek samping ket
dosis literatur dosis resep
Hipersensitivita Mual, muntah,
Infeksi saluran Digunakan s terhadap nyeri perut,
pernapasan, dosis untuk ciprofloxacin, dispepsia, sakit
Ciprofloxa Dosis
1. 500 mg 2x sehari mengobati flu, ibu hamil dan kepala, pusing,
cin sesuai
(Medscape, diminum 2x menyusui ruam kulit
2019). sehari 500 mg (Medscape, (Medscape,
2019). 2019).
Meredakan gejala Alergi
flu seperti komponen obat,
demam, sakit masalah jantung Mengantuk,
kepala, hidung dan DM, gangguan
gatal, bersin, Meredakan flu gangguan fungsi pencernaan, mulut
Dosis
2. Brocon batuk, pegal- dan batuk, 3 x hati berat, kering, jantung
sesuai
pegal, dan hidung sehari tekanan darah berdebar, retensi
tersumbat, tinggi, lansia, urin (mediskus,
diminum 3 x konsumsi MAO 2019).
sehari (Mediskus, (Mediskus,
2019). 2019).
menambah nafsu
makan, mencegah Mual, reaksi
Meningkatkan
Caviplex kekurangan zat alergi, diare,
daya tahan
(mengandu gizi, melengkapi urtikaria, pruritis, Dosis
3. tubuh, diminum -
ng vitamin kebutuhan nutrisi eritema sesuai
1 x sehari 1
B) ketika kebutuhan (Medscape,
tablet
tubuh meningkat, 2019).
1 x sehari 1 tablet

Assesment
Problem
Subjective Objective Assesment Rekomendasi
medik
DRP : interaksi obat
Ciprofloksasin
Memberikan jeda
berinteraksi dengan
penggunaan obat
piridoksin (vitamin B6).
ciprofloksasin dan
Batuk, pilek, Batuk, flu, Piridoksin merupakan
- caviplex. Caviplex
demam demam bagian dari Caviplex.
dapat diminum saat
Ciprofloksasin akan
malam hari sebelum
menurunkan efek dari
tidur.
piridoksin (Medscape,
2019).

60
Plan
1. Tujuan terapi :
- Menghilangkan batuk dan flu
- Meredakan demam pasien
2. Terapi non farmakologi :
- Istirahat yang cukup
- Memperbanyak minum air putih
3. Terapi farmakologi
Ciprofloxasin merupakan antibiotik golongan fluoroquinolon
spektrum luas. Mekanisme kerja dari antibiotik ciprofloxacin yaitu
menghambat sintesis asam nukleat dimana antibiotik ini masuk ke dalam sel
dengan cara difusi pasif melalui kanal protein terisi air (porins) pada
membran luar bakteri secara intraseluler, dan menghambat replikasi DNA
bakteri dengan cara mengganggu DNA girase (topoisomerase II) selama
pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Mycek, 2001).
Caviplex merupakan salah satu sediaan vitamin B kompleks. Vitamin
B kompleks adalah satu kelompok vitamin B yang berperan dalam
memperbaiki stamina tubuh. Vitamin B kompleks memiliki manfaat yang
sangat banyak untuk tubuh yang berkaitan dengan energi. Vitamin B
kompleks merupakan vitamin berisi tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,
vitamin B12. Vitamin B kompleks berfungsi sebagai koenzim dalam jalur
metabolik (Friel et al. 2001).

61
Monitoring dan KIE
monitoring
Obat KIE
Keberhasilan Efek samping
Mual, muntah, nyeri perut,
Ciprofloxacin
ciprofloxacin Hilangnya flu dispepsia, sakit kepala, pusing, ruam
diminum 2x sehari;
kulit (Medscape, 2019).
brocon diminum 3x
Hilangnya flu, Mengantuk, gangguan pencernaan,
sehari; dan caviplex
Brocon batuk, dan mulut kering, jantung berdebar,
diminum 1x sehari.
demam retensi urin (mediskus, 2019).
Obat ciprofloxacin
Daya tahan tubuh Mual, reaksi alergi, diare, urtikaria,
caviplex harus dihabiskan.
meningkat pruritis, eritema (Medscape, 2019).

62
Kasus resep 4 (Amatullah Syarifah / I1C015051)
Kasus : seorang pasien bernama Tn. S (73 tahun) datang ke apotek membawa
resep dari dokter.

Skrining resep
1. Skrining Administrasi (Kelengkapan Resep)

PADA RESEP
No. URAIAN
ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1 Nama dokter √
2 SIP dokter √
4 Nomor telepon √
5 Tempat dan tanggal penulisan resep √
6 Hari dan jam praktek √
Invocatio
7 Tanda resep diawal penulisan resep (R/) √
Prescriptio/Ordonatio
8 Nama Obat √
9 Jumlah obat √
Signatura
10 Nama pasien √
11 Umur pasien √
12 Alamat pasien √
13 Aturan pakai obat √
Subscriptio
14 Tanda tangan/paraf dokter √
Kesimpulan:
Resep kurang lengkap.

63
2. Skrining Farmasetik
No Kriteria Permasalahan Pengatasan
1 Bentuk Sediaan - Sesuai
2 Stabilitas obat - Sesuai
3 Inkompatibiltas - Sesuai
4 Cara pemberian - Sesuai
5 Jumlah dan aturan Aturan pakai vitamin B kompleks Dosis yang seharusnya
pakai sebagai 2x sehari 1 tablet. diberikan sebaesar 1 x
sehari 1 tablet (Medscape,
2019).

3. Pertimbangan Klinis
Indikasi dan dosis Indikasi dan
No Nama obat Kontraindikasi Efek samping ket
literatur dosis resep
Pusing, sakit
Kehamilan
kepala,
Nyeri rimgan Untuk trisemester
dispepsia, diare,
sampai sedang, mengurangi akhir, ulkus
mual, nyeri
sakit kepala, gejala pegal dan peptikum,
abdomen,
RA, menurunkan menurunkan hipersensitivitas
1 Ibuprofen konstipasi, sesuai
demam, dosis 400 demam, 400 mg , polip pada
hematemesis,
mg yang digunakan diminum 2 x hidung, asma,
pendarahan
2x sehari sehari setelah rinitis, urtikaria
lambung
(Medscape, 2019).. makan. (Medscape,
(Medscape,
2019).
2019).
Pasien yang
Sebagai agen
Untuk mengatasi hipersensitif
mukotilik pada Nyeri ulu hati,
batuk berdahak, terhadap
batuk berdahak, 30 dispepsia, mual,
2 Ambroxol 30 mg diminum ambroxol, tukak sesuai
mg diminum 2x muntah, alergi
2 x sehari lambung atau
sehari setelah (IAI, 2016).
setelah makan. gangguan GI
makan (IAI, 2016).
(IAI, 2016).
Tukak lambung,
osteoporosis,
Alergi seperti Untuk mengatasi Ulkus peptikus,
herpes simpleks
hipersensitif obat, radang, 0,5 mg osteoporosis,
Dexametas okuler, infeksi
3 inflamasi, 0,5 mg diminum 2 x fraktur vertebra sesuai
on fungsi sistemik,
dosis : 2x sehari sehari setelah (Medscape,
hipersensitif
(Medscape, 2019). makan. 2019).
(Medscape,
2019).
menambah nafsu
makan, mencegah
Untuk Mual, reaksi
kekurangan zat gizi,
meningkatkan alergi, diare,
melengkapi Dosis
Vitamin B daya tahan urtikaria,
4 kebutuhan nutrisi - tidak
kompleks tubuh, diminum pruritis, eritema
ketika kebutuhan sesuai
2x sehari setelah (Medscape,
tubuh meningkat, 1
makan. 2019).
x sehari 1 tablet
(Medscape, 2019).

64
Assesment
Problem
Subjective Objective Assesment Rekomendasi
medik
DRP : potensial ADR
Penggunaan ibuprofen dengan Penggunaan
deksametason secara bersamaan ibuprofen dan
dapat berpotensi meningkatkan deksametason perlu
toksisitas melalui efek sinergisme dilakukan
Batuk, Batuk, farmakodinamik dan monitoring terkait
demam, - demam, meningkatkan risiko ulserasi GI dosis penggunaan.
radang radang (Medscape, 2019).
DRP : overdose Dosis penggunaan
Penggunaan vitamin B kompleks vitamin B kompleks
pada resep diminum 2 x sehari 1 diubah menjadi 1x
tablet. sehari 1 tablet
(Medscape, 2019).

Plan
1. Tujuan terapi:
- Mengatasi batuk berdahak dan demam
- Mengatasi radang pada tenggorokan
2. Terapi non farmakologi
- Istirahat yang cukup
- Minum air putih yang cukup
3. Terapi farmakologi
Ibuprofen merupakan golongan obat antiinflamasi non steroid
(NSAID) non selektif yang mampu menghambar COX-1 dan COX-2 yang
mempunyai efek analgesik (meringankan sakit) dan antipiretik (menurunkan
demam). Aktivitas analgesik bekerja dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin, yaitu zat yang bekerja pada ujung-ujung saraf jaringan tubuh
yang sakit (Fajriani, 2008).
Ambroxol merupakan agen mukolitik atau pengencer dahak untuk
mengobati batuk berdahak. Ambroxol juga digunakan sebagai pengobatan
infeksi saluran pernapasan akut atau kronis yang berhubungan dengan
peningkatan produksi lendir, seperti bronkitis kronis, bronkitis asmatikus,
bronkiektasis, dan asma bronkial. Ambroxol digunakan untuk profilaksis
gangguan pernapasan, dysplasia (Beeh et al 2008).
Deksametason merupakan obat steroid jenis glukokortikoid sintesis
yang digunakan sebagai agen anti alergi imunosupresan, anti inflamasi dan

65
anti shock yang sangat kuat. Deksametason bekerja dengan cara
mempengaruhi dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara
difusi pasif di jaringan target, dan bereaksi dengan reseptor protein yang
spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor
steroid (Suherman, 2007).
Vitamin B kompleks adalah satu kelompok vitamin B yang berperan
dalam memperbaiki stamina tubuh. Vitamin B kompleks memiliki manfaat
yang sangat banyak untuk tubuh yang berkaitan dengan energi. Vitamin B
kompleks merupakan vitamin berisi tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,
vitamin B12. Vitamin B kompleks berfungsi sebagai koenzim dalam jalur
metabolik (Friel et al. 2001).
Monitoring dan KIE
monitoring
Obat KIE
Keberhasilan Efek samping
Pusing, sakit kepala, dispepsia,
diare, mual, nyeri abdomen, Ibuprofen diminum 2x
Hilang pegal dan sehari ; ambroxol
Ibuprofen konstipasi, hematemesis,
demam diminum 2x sehari ;
pendarahan lambung (Medscape,
2019). dexametason diminum
2x sehari; vitamin B
Hilangnya batuk Nyeri ulu hati, dispepsia, mual,
Ambroxol kompleks diminum 1x
berdahak muntah, alergi (IAI, 2016).
sehari
Ulkus peptikus, osteoporosis, Dilakukan monitoring
Dexametason Hilang radang fraktur vertebra (Medscape, terkait efek samping
2019). obat, apabila terjadi
Mual, reaksi alergi, diare, ESO dapat mendatangi
Vitamin B Daya tahan tubuh
urtikaria, pruritis, eritema apoteker
kompleks meningkat
(Medscape, 2019).

66
67
68
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

69
DAFTAR PUSTAKA

Cipolle, et all., 2004, Pharmaceutical Care Practice the Clinician’s Guide 2nd
edition, Mc. Graw-Hill, New York-Toronto.
Drugbank, 2019, Lactulose, https://www.drugbank.ca/drugs/DB00581, diakses
tanggal 4 Februari 2019
Kemenkes RI, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Menkes/SK/IX/2004;
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Kemenkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009; Pekerjaan Kefarmasian, Presiden Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI, 2011, Modul pengobatan obat rasional, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta.
Mayo Clinic, 2019, Constipation, https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/constipation/symptoms-causes/syc-20354253, diakses tanggal 4
Februari 2019
Mediskus, 2019, Erlamycetin, https://mediskus.com/erlamycetin, diakses tanggal 4
Februari 2019
Mediskus, 2019, Molexflu, https://mediskus.com/molexflu, diakses tanggal 4
Februari 2019
Medscape, 2019, Diarrhea, https://emedicine.medscape.com/article/928598-
overview, diakses tanggal 4 Februari 2019
MIMS Indonesia, 2015, Petunjuk Konsultasi Edisi 15 2015/2016, Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)
MIMS Indonesia, 2019, Chloramphenicol, http://www.mims.com/indonesia/
drug/info/chloramphenicol/?type=brief&mtype=generic diakses tanggal 4
Februari 2019
MIMS Indonesia, 2019, Dexamethasone, http://www.mims.com/indonesia/drug/info/
dexamethasone?mtype=generic, diakses tanggal 4 Februari 2019

70
MIMS Indonesia, 2019, Dulcolactol, http://www.mims.com/indonesia/drug/info
/dulcolactol/dulcolactol?lang=id, diakses tanggal 4 Februari 2019
MIMS Indonesia, 2019, Lodia, http://www.mims.com/indonesia/drug/info
/lodia/?type=brief, diakses tanggal 4 Februari 2019
MIMS Indonesia, 2019, Lodia, https://www.mims.com/indonesia/drug/info/
loperamide?mtype=generic, diakses tanggal 4 Februari 2019
NHS, 2014, Constipation in Children and Young People : Diagnosis and
Management of Idiopathic Childhood Constipation in Primary And
Secondary Care, London: National Collaborating Centre for Women’s and
Children’s Health
NHS, 2017, Common Cold, https://www.nhs.uk/conditions/common-cold/, diakses
tanggal 4 Februari 2019
NHS, 2018, Ear Infections, https://www.nhs.uk/conditions/ear-infections/, diakses
tanggal 4 Februari 2019
PIONAS, 2015, Natrium Diklofenak, http://pionas.pom.go.id/monografi/natrium-
diklofenak, diakses tanggal 4 Februari 2019
Riddle, M. S., DuPont, H. L., & Connor, B. A. (2016). ACG Clinical Guideline:
Diagnosis, Treatment and Prevention of Acute Diarrheal Infections in
Adults. The American Journal of Gastroenterology, 111(5), 602–622.

71

Anda mungkin juga menyukai