Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KONSELING

KONSELING FARMASIS KEPADA PASIEN GERIATRI


PENDERITA ASMA

Kelompok 7 :
Filzah Falvika Putri (I1C015052)
Aulia Bagaskara A (I1C015054)
Cindi Saputri (I1C015058)

Jurusan Farmasi
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
2018
KONSELING FARMASIS KEPADA PASIEN GERIATRI PENDERITA
ASMA

I. Judul
Konseling Farmasis Kepada Pasien Geriatri

II. Tujuan
1. Mampu berkomunikasi efektif dan etis untuk memantapkan hubungan
professional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dan farmasis
dengan pasien dan atau keluarganya.
2. Mampu melakukan konseling kepada pasien geriatri.

III. Identifikasi dan Perumusan Masalah


Identifikasi Masalah
Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya
kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan
terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan
dan pada akhirnya akan berakibat fatal. Terapi obat yang aman dan efektif
akan terjadi apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang obat-obat
dan penggunaannya (Cipolle, Strand & Morley, 2004). Pada pemberian
informasi obat ini terjadi suatu komunikasi antara apoteker dengan pasien
dan merupakan salah satu bentuk implementasi dari Pharmaceutical Care
yang dinamakan dengan konseling (Rantucci, 2007).
Komunikasi merupakan suatu hubungan atau kegiatan - kegiatan
yang berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebagai
saling tukar-menukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak
antara manusia baik individu maupun kelompok (Widjaja, 1986).
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan
meningkatkan kontak dengan orang lain (Potter & Perry, 2005).
Komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-

Halaman | 1
menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim
yang terapeutik.
Dalam proses konseling, empat langkah yang tidak boleh
ditinggalkan dan diabaikan (harus dilakukan) oleh seorang konselor adalah
menjalin hubungan dengan konseling, penilaian terhadap masalah yang
terjadi pada konseling (assesmen), pengembangan instrument/ penggunaan
teknik-teknik konseling dan mengakhiri konseling (terminasi). Dikatakan
bahwa, "Membina hubungan dalam proses konseling sangatlah penting
sebagai langkah awal". Dikatakan juga bahwa, "Diantara tujuan assesmen
adalah memungkinkan konselor membuat diagnosis yang akurat".
Dikatakan juga bahwa, "Sebagai bagian dari assesmen perlu untuk
ditetapkan apa yang akan menjadi sasaran konseling dan sesuai dengan
sasaran tersebut, bagaimana strategi dan terminasinya". Namun dalam
kenyataannya, proses konseling tidak semulus yang diharapkan sesuai
dengan keinginan konselor dan konseli. Dalam contoh kasus proses
konseling yang kurang berhasil, perlu diadakan rencana tindak lanjut
untuk mencapai harapan tersebut (Lesmana dan Murad, 2006).
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai
“usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70
tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Lansia
juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami
berbagai macam penyakit. Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau
macamnya tergantung dari penyakit yang diderita. Semakin banyak
penyakit pada lansia semakin banyak jenis obat yang diperlukan.
Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah antara lain
kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam

Halaman | 2
menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan
resiko efek samping obat atau interaksi obat.
Pada umumnya warga lanjut usia dapat digolongkan menjadi
kondisi menua optimal (optimal aging) dan menua abnormal atau
patologis (pathological aging). Para pakar otak (neuroscientist) cenderung
untuk lebih memperhatikan dan mengkaji mereka yang dalam keadaan
menua patologis yaitu dalam keadaan abnormal, tidak sehat, dan
berpenyakit. Padahal jumlahnya hanya 6-15 persen, sisanya yang
berjumlah 85-94 persen dari populasi lanjut usia yang dalam keadaan sehat
tidak cocok apabila dibandingkan dengan kondisi mereka yang
berkelainan, berpenyakit, dan mengalami kemunduran sumber daya otak
atau brain power (Sidiarto, 2003).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak
bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien. Tujuannya antara lain untuk menyediakan informasi
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah
sakit, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi, meningkatkan profesionalisme apoteker, serta menunjang terapi
obat yang rasional.
Sedangkan konseling merupakan suatu proses yang sistematik
untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan
dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien
rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang
benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama
obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama
penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.

Halaman | 3
Komunikasi pada geriatri (lansia) berbeda dengan komunikasi
dengan individu lain karena lansia itu pada dasarnya adalah unik. Lansia
itu unik pada nilai, kepercayaan, persepsi, budaya dan pemahaman serta
lingkungan sosial yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat menghasilkan
komunikasi yang tidak efektif antara perawat dengan lansia. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia antara lain :
1. Perubahan fisik lansia, seperti penurunan pendengaran
2. Normal agging process
3. Perubahan social
4. Pengalaman hidup dan latar belakang budaya
(Sidiarto, 2003).

Perumusan Masalah
Ibu Sita (70 th), datang ke apotek bersama temannya untuk
menebus resep yang diberikan oleh dokter. Kata dokter beliau terkena
asma. Ibu sita adalah seorang pengusaha terkenal di kota Purwokerto dan
termasuk orang terpandang.

Halaman | 4
Rumusan masalah
1. Bagaimana menggali dan mendengarkan informasi yang diberikan
pasien geriatri?
2. Bagaimana memberi edukasi yang tepat untuk pasien geriatri?
3. Bagaimana merekomendasikan pengobatan untuk pasien yang
menderita asma beserta cara penggunannya?

IV. Pemecahan Masalah Sementara


Berdasarkan informasi yang diberikan pasien, maka pemecahan masalah
yang kami pilih sebagai berikut :
1. Menggali dan mendengarkan informasi yang diberikan pasien geriatri
Menggali dan mendengarkan informasi yang diberikan pasien
geriatri, seperti menanyakan apakah pasien sudah tahu mengenai
penyakit / situasinya serta seberapa banyak yang sudah di ketahui dan
dari mana pasien mengetahuinya, tingkat pengetahuan pasien dan
situasi emosional pasien
2. Memberi edukasi yang tepat untuk pasien geriatri
Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan
pendengaran yang berkurang, tataplah pasien sehingga pasien dapat
membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan
kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal.
Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi
tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika
suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara
dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik.
Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan,
hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakah dia mengerti. Orang
dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa
menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah
memahami beberapa informasi. Pendekatan yang lebih baik untuk
mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien untuk
mengulang instruksi (Gallo and Gonzales, 2001).

Halaman | 5
3. Mengatasi kendala komunikasi pada pasien geriatri.
Cara mengatasi kendala komunikasi pada pasien geriatri yaitu
salah satunya dengan berbicara yang pelan dan nada suara yang normal
serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami ketika sedang
memberikan informasi, agar pasien dapat lebih mudah memahami.
4. Merekomendasikan pengobatan untuk pasien yang menderita asma
dengan menggunakan inhaler beserta cara penggunannya.
a. Dexametason 0,75 mg

Dosis yang digunakan pada kasus sebesar 0,75 mg. Pada


pasien geriatri dosis diturunkan menjadi 0,5 mg , karena pada
usia lanjut fungsi organ seperti hepar dan ginjal kemungkinan
besar sudah mengalami penurunan fungsi, berbeda dengan
orang dewasa pada umumnya (Medscape, 2017).

Indikasi Sebagai Antiinflamasi, mengurangi penyempitan

jalan napas

Aturan Pakai 3xsehari 1 tablet

Kontraindikasi Tidak diperbolehkan pada pasien penderita

herpes simplex pada mata, wanita hamil, peptic

ulcer

Interaksi Deksametason akan berinterferensi dengan

kalsium. Batasi minum kopi.

Efek Samping Lebih sering terjadi penambahan nafsu makan

dan berat badan

Hal-hal yang Perlu Jika sudah sembuh, pemakaian tidak dilanjutkan

di Perhatikan (bukan untuk jangka panjang)

Halaman | 6
b. Ventolin inhaler
Dosis yang tepat untuk pasien geriatri adalah 90 mcg/hari
(Medscape, 2017). Indikasi : Meredakan asma ringan, sedang,
atau berat. Penatalaksanaan dan pencegahan serangan asma
(MIMS, 2017). Kontraindikasi: Penderita yang hipersensitif
terhadap albuterol, hipersensitivitas parah terhadap protein
susu. Sehingga penggunaan ventolin inhaler sudah cocok
digunakan untuk pasien geriatri.
Indikasi Meredakan bronkospasme berat yang

berhubungan dengan asma atau bronkitis dan

untuk pengobatan status asmatikus

Aturan Pakai Ventolin digunakan 2xsehari 2 semprot,

digunakan saat sesak

Kontraindikasi Hipersensitif terhadap salbutamol maupun salah

satu bahan yang terkandung di dalamnya.

Interaksi Batasi penggunaan Caffein (dapat menyebabkan

stimulasi CNS)

Secara umum  Salbutamol dan obat

penghambat beta nonselektif, seperti propanolol,

sebaiknya tidak diberikan bersama-sama

Efek Samping Gangguan sistem saraf (gelisah, gemetar, pusing,

sakit kepala, kejang, insomnia); nyeri dada;

mual, muntah; diare; anorexia; mulut kering;

iritasi tenggorokan; batuk; gatal; dan ruam pada

kulit (skin rush)

Halaman | 7
Hal-hal yang Perlu Secara umum  1.Kelainan pada sistem

di Perhatikan cardiovascular , khususnya coronary

insufficiency, cardiac arrhythmias, dan

hipertensi; dapat menyebabkan perubahan pada

pulse rate, tekanan darah, electrocardiogram; 2.

Kelainan convulsive; 3. Diabetes mellitus; 4.

Hyperthyroidism; 5. Hypokalemia.

Cara Penggunaan Inhaler:

1. Buka penutup inhaler dan goncang inhaler 3-5 kali


2. Tarik nafas melalui hidung dan hembus melalui mulut secara
perlahan-lahan
3. Dalam posisi menegak masukkan inhaler ke dalam mulut dan rapatkan
bibir
4. Tekan canister ke bawah dan sedut nafas sedalam yang mungkin
secara serentak

Halaman | 8
5. Tahan nafas selama 4-10 saat
6. Keluarkan inhaler dari mulut dan hembus nafassecara perlahan

(Barbara et al., 2008).

V. Pembahasan
1. Ulasan pada saat role play
Role play dimulai dengan kunjungan pasien ke apotek yang
ditemani oleh ajudan pasien, kemudian apoteker mempersilahkan duduk di
kursi ruang konseling. Setelah itu, apoteker memperkenalkan diri
kemudian melakukan skrining resep. Selanjutnya apoteker menanyakan
kesediaan pasien untuk dilakukan konseling, dan keluhan pasien terkait
asma. Apoteker juga menanyakan apakah pasien memiliki alergi atau
tidak.
Pemecahan masalah saat dilakukan role play adalah apoteker
berdiskusi dengan dokter untuk menentukan terapi yang paling tepat untuk
pasien. Pada resep yang didapatkan pasien, terdapat Drug Therapy
Problem, yaitu over dose (dexametasone). Maka, apoteker perlu
mengkonsultasikan resep tersebut kepada dokter yang menangani pasien.
Setelah apoteker berdiskusi dengan dokter melalui telepon, terdapat
perubahan pada resep pasien. Pasien mendapatkan ventolin inhaler dengan
dosis yang telah ditetapkan oleh dokter dan dexamethasone dengan dosis
yang diturunkan menjadi 0,5 mg, karena deksametason dapat
menyebabkan osteoporosis pada pasien geriatri.
Konseling dilanjutkan dengan menanyakan three prime questions,
yaitu pengetahuan pasien tentang obat yang diberikan oleh dokter yang
meliputi kegunaan obat, cara pemakaian dan penyimpanan serta hasil dari
pengobatan yang diberikan. Kemudian, apoteker menjelaskan mengenai
kegunaan dan manfaat ventolin inhaler dan deksamethasone serta
menjelaskan cara penggunaan ventolin inhaler. Apoteker juga menjelaskan
efek samping dari masing-masing obat. Kemudian Apoteker
mempersilakan pasien untuk bertanya-tanya, kemudian pasien bertanya-
tanya tentang ketika pasien mengalami sesak diluar jam penggunaan obat,

Halaman | 9
keamanan obatnya. Lalu Apoteker menjelaskannya dan memberikan
solusi. Kemudian Apoteker menanyakan kembali pemahaman pasien
tentang penggunaan obat, jika pasien masih belum memahami maka
apoteker dapat memberikan catatan tentang hal-hal yang harus dilakukan
oleh pasien. Pada bagian akhir role play, apoteker menutup pembicaraan
konseling dengan mengingatkan obat harus rutin diminum, selalu menjaga
kesehatan, hindari hewan peliharaan yang berbulu karena pasien memiliki
hewan peliharaan yaitu kucing, menggunakan masker ketika keluar dari
rumah, untuk menurunkan suhu AC dan mengingatkan pasien untuk
membayar obat di kasir.
2. Feedback
Feedback yang diberikan dosen dan praktikan lain serta hal-hal
yang masih bisa dikembangkan untuk memperbaiki konseling yang telah
dilakukan saat role play yaitu :
1. Apoteker masih sedikit gugup dalam pelayanan konseling kepada
pasien, sehingga perlu banyak berlatih
2. Dalam penyampaian informasi suara apoteker masih kurang stabil
yaitu kadang pelan dan kadang keras, sehingga perlu menstabilkan
suara dalam proses konseling
3. Apoteker lupa dalam penyampaian mengenai dosis inhaler yang
digunakan dua kali semprot, sehingga diperlukan ketelitian agar tidak
terjadi kesalahan dalam menjelaskan informasi pada pasien
4. Penjelasan terkait dengan penyakit asma yang diderita pasien dan lama
waktu penggunaan obat belum dijelaskan apoteker dalam proses
konseling

Halaman | 10
VI. Kesimpulan
Pada saat proses konseling kepada pasien geriatri, apoteker harus
memperhatikan intonasi dan volume. Adanya penegasan intonasi dan
volume yang keras informasi yang disampaikan dapat diterima baik oleh
pasien geriatri.

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Widjaja. 1986. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bina


Aksara
Barbara G., Joseph T. Dipiro, Terry L., Cecily V. 2008. Pharmacoterapy Book Ed
9. New York : Mc Graw Hill Education.

Cipolle, RJ., Strand, LM., Morley, PC., 2004, Pharmaceutical Care Practice: The
Clinican’s Guide (2th Ed), The McGraw Hill.,New York.

Gallo, J.J. and Gonzales, J., 2001. Depression and Other Mood Disorder. In:
Adelman, A.M., Daly, M.P., and Weiss, B.D., eds. 20 Common Problems in
Geriatrics. New York: McGraw-Hill, 205-235.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Standar Pelayanan
Farmasi Di Rumah Sakit, Kemenkes RI: Jakarta
Lesmana, Jeanette Murad. 2006. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
MIMS. 2017. Ventolin Inhaler.
http://www.mims.com/indonesia/drug/info/ventolin%20inhaler. Diakses
tanggal 29 April 2017.
Medscape. 2017. Ventolin. http://reference.medscape.com/drug/proventil-hfa-
ventolin-hfa-albuterol-343426#5. Diakses tanggal 3 Mei 2018.
Medscape. 2017. Dexamethasone. http://reference.medscape.com/drug/decadron-
dexamethasone-intensol-dexamethasone-342741#5. Diakses tanggal 3 Mei
2018.

Halaman | 11
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.
Rantucci, MJ., 2007, Komunikasi Apoteker-Pasien (Ed 2), Penerjemah: A.N. Sani.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Sidiarto, L.D., Kusumoputro, S., 2003. Memori setelah usia 50. Penerbit
Universitas Indonesia, p 41-45.

Halaman | 12

Anda mungkin juga menyukai