Anda di halaman 1dari 5

wawasan KFT (lya widhayunita)

Komite farmasi dan terapi (KFT) adalah unit kerja yang memberikan
rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan
obat di rumah sakit. Organisasi KFT tersebut harus dapat membina hubungan
kerja dengan komite lain di dalam RS yang berhubungan/berkaitan dengan
penggunaan Obat. Anggota komite farmasi rumah sakit terdiri dari
diantaranya dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di RS,
Apoteker Instalasi Farmasi dan tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.
Adapun tujuan dari komite farmasi dan terapi diantaranya:
a. Menyelenggarakan pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional agar
mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan
terlindungi.
b. Memberi usulan penggunaan atau membantu di dalam merumuskan
kebijakan atau cara untuk evaluasi, pemilihan dan pemakaian obat-obatan
dan alkes habis pakai di rumah sakit.
c. Memberi masukan atau membantu dalam perumusan program yang dibuat
guna memenuhi kebutuhan staf profesional (dokter, perawat, farmasis, dan
tenaga kesehatan lainnya) akan pengetahuan yang terbaru dan lengkap
berkenaan dengan obat-obatan dan penggunaannya.
Ada beberapa tugas komite farmasi dan terapi diantaranya :
a. Memberikan rekomendasi kebijakan mengenai pemilihan, penggunaan
obat dan alat kesehatan habis pakai yang rasional, beserta evaluasinya.
b. Melakukan seleksi dan evaluasi dengan menyusun Formularium yang
menjadi dasar dalam penggunaan obat-obatan dan alkes habis pakai di
RSUD Dr. Saiful Anwar.
c. Melakukan telaah dan persetujuan terhadap penggunaan obat di luar
Formularium Nasional.
d. Mengusulkan obat untuk dimasukkan ke dalam Formularium Nasional.
e. Menyusun standar terapi bersama dengan Staf Medik/Komite lain di
RSUD Dr. Saiful Anwar.
Pemilihan obat dan alat kesehatan merupakan salah satu pengelolaan
manajerial farmasi. Pengelolaan ini dilakukan oleh komite farmasi dan terapi.
Pengertian dari pemilihan adalah Kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
ini berdasarkan formularium dan standar pengobatan, standar Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP yang telah ditetapkan, pola penyakit,
efektifitas dan keamanan, pengobatan berbasis bukti, mutu, harga dan
ketersediaan di pasaran.
Pemilihan sediaan farmasi , alkes dan BMHP ini akan digunakan
untuk penyusunan formularium rumah sakit. Ada beberapa pertimbangan
dalam penyusunan formularium diantaranya :
a. Tipe rumah sakit
Tipe rumah sakit ini dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Rumah sakit umum / khusus dimana dalam penyusunan
formularium akan berbeda antara rumah sakit umum dan khusus.
Misalnya kebutuhan obat di rumah sakit umum  akan berbeda
dengan kebutuhan obat rumah sakit anak.
2. Rumah sakit tipe a/b/c/d dimana semakin tinggi tipe rumah sakit
maka kebutuhan obat akan semkain kompleks.
3. Rumah sakit pemerintah / swasta
b. Daftar obat esensial nasional
c. E-catalog
d. Kondisi internal rumah sakit
Adapun contoh dari kondisi internal rumah sakit yang mempengaruhi
penyusunan formularium diantaranya yaitu usulan obat atau alat kesehatan
dari SMF, peta kuman rumah sakit, pengembangan pelayanan, kasus penyakit
jarang terjadi.
Kriteria pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan  lebih
mengutamakan daftar obat/alkes yang berada di E-Catalog kecuali ada
pernyataan kekosongan dari penyedia, dapat menggunakan obat lain yang ada
di Formularium RS. Adapun kriteria pemilihan tersebut diantaranya yaitu
mengutamakan penggunaan obat generik; memiliki rasio manfaat-risiko
(benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita; mutu terjamin,
termasuk stabilitas dan bioavailabilitas; praktis dalam penyimpanan dan
pengangkutan; praktis dalam penggunaan dan penyerahan; menguntungkan
dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien; obat lain yang terbukti
paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling
dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Formularium rumah sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh Pimpinan RS. Formularium
Obat rumah sakit mengacu pada fornas, perubahan fornas, ditambah dengan
obat-obat Non Fornas yang diperlukan di RS (sesuai dengan Panduan Praktek
Klinis), Formularium RS harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi
obat, dan penyedia obat di rumah sakit, Evaluasi terhadap formularium rumah
sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan
rumah sakit.
Tujuan dari penambahan atau pengurangan obat atau alat kesehatan
dalam formularium diantaranya:
a. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium RS, maka
RS harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau
pengurangan Obat dalam Formularium RS dengan mempertimbangkan
indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
b. Revisi Formularium dengan mempertimbangkan hasil evaluasi terhadap
Formularium di Tahun sebelumnya.
c. Hal-hal yang menjadi pertimbangan memasukkan/mengeluarkan
obat/alkes dalam formularium diantaranya yaitu usulan SMF, pergerakan
stok selama setahun (fast moving, slow moving, dead moving), ada obat
lain dengan harga yang lebih ekonomis, fornas dan e-catalog, frekuensi
munculnya Efek Samping Obat dan adanya komplain berbasis bukti dari
user (dokter/perawat/farmasi).
Ada beberapa evaluasi dari formularium rumah sakit yaitu :
a. Formularium RS merupakan kesepakatan antara KFT, staf medik, dan
farmasi, sehingga diperlukan komitmen dalam menjalankan formularium
RS.
b. Efektivitas keberadaan Formularium RS dapat dievaluasi dari %
kesesuaian resep dengan Formularium RS.
c. Formularium RS juga merupakan salah satu implementasi dalam
pelaksanaan kebijakan sistem satu pintu pengelolaan perbekalan farmasi
di RS. Dengan adanya formularium RS diharapkan pengendalian
perbekalan farmasi dapat berjalan dengan optimal.
d. Evaluasi terhadap Formularium RS antara lain yaitu evaluasi kesesuaian
resep dengan formularium RS, evaluasi pergerakan stok dan kadaluwarsa.
Di rumah sakit terdapat Automatic Stop Order (ASO). Dimana
automatic stop order adalah penghentian penggunaan obat yang diberikan
kepada pasien secara otomatis oleh farmasi ruangan bila lama terapi yang
ditentukan terlewati. Adapun contoh obat dengan ASO diantaranya :
a. antiinfeksi oral & parenteral (kecuali tuberculosis) selama 7 hari
b. antiinfeksi (topical/ mata/telinga) selama 10 hari
c. antifungi (oral/topical) selama 10 hari
d. narkotik selama 10 hari
e. kortikosteroid (oral/topikal) selama 7 hari
f. kortikosteroid topical selama 10 hari
g. ketorolac selama 5 hari
h. pethidin selama 2 hari
i. obat penyakit kronis selama 30 hari

Anda mungkin juga menyukai