a. Diare
Diare bukan sebuah penyakit namun suatu gejala dari masalah
yang mendasari yang ditandai dengan frekuensi BAB yang meningkat
yaitu lebih dari 3x, likuiditas dan jumlah feses yang meningkat dan
konsistensi feses yang menurun. Berdasarkan PDT Ilmu Kesehatan
Anak (2018) diare diklasifikasikan menjadi 3 yaitu diare akut, diare
berkepanjangan dan diare kronis. Seseorang dikatakan mengalami
diare akut apabila tanda gejala diare berlangsung 3-5 hari, kemudian
diare berkepanjangan apabila tanda gejala berlangsung 7-14 hari
sedangkan diare kronis tanda gejala dapat berlangsung selama lebih
dari 14 hari.
Diare Berkepanjangan atau yang disebut Prolonged Diarrhea
terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus berkepanjangan dengan
akibat terjadi malabsorbsi, peningkatan protein asing, hormone enteric
berkurang serta pertumbuhan kuman berlebih penyebab infeksi atau
penanganan diare yang kurang adekuat. Diare tidak bisa dianggap
remeh, apabila telah menjadi diare berkepanjangan dapat
menyebabkan dehidrasi. Penatalaksanaan Prolonged Diarrhea untuk
terapi awal pasien diberikan terapi resusitasi cairan dan elektrolit
dikarenakan pasien diare mengalami dehidrasi, pemberian penanganan
pertama diikuti dengan melakukan identifikasi penyebab diare apakah
dikarenakan infeksi atau penyebab lainnya. Kemudian, pasien
diberikan terapi zink selama 10-14 hari. Dosis zink disesuaikan
dengan usia, berdasarkan Pedoman Praktik Klinik SMF Ilmu
Kesehatan Anak (2019) untuk anak usia dibawah 6 bulan dosis zink 10
mg/hari sedangkan untuk anak diatas 6 bulan dapat diberikan 20
mg/hari. Pasien juga diberikan vitamin A, berdasarkan Pedoman
Praktik Klinik SMF Ilmu Kesehatan Anak (2019) untuk anak usia
dibawah 1 tahun dosis dapat diberikan 50.000 IU, sedangkan untuk
anak diatas 1 tahun dapat diberikan 100.000 UI. Selain itu, diberikan
probiotik 1 kapsul/hari dan perlu diedukasi pengelolaan diit yang
rasional. Terapi antidiare tidak dianjurkan diberikan pada diare
berkepanjangan, terapi antidiare diberikan untuk diare akut yang
digunakan 3-5 hari, setelah 5 hari antidiare distop untuk diberikan
terapi seperti probiotik dan lainnya serta memperbaiki lingkungan
saluran cerna. diare berkepanjangan bisa menyebabkan anemia atau
anemia dapat berdiri sendiri.
b. Anemia
Anemia merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan
penurunan kadar hemoglobin (Hb), jumlah eritrosit, dan volume
eritrosit per 100 mm darah (Packed Red Cell Volume-PCV) (Pedoman
Tatalaksana Penyakit Dalam, 2018). Penderita dikatakan anemia
apabila ada terjadi tiga tanda gejala berikut:
1. Hb < 11g/dL,
2. Eritrosit < 3.106/mm3,
3. PCV < 33%.
Secara praktis anemia adalah penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit, ataupun hitung eritrosit, sedangkan Secara fungsional
anemia diartikan dengan Penurunan jumlah massa eritrosit (red cell
mass) Sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (oxygen
carrying capacity) (Bakta dalam Sudoyo, et al., 2018).
1. Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis (Bakta dalam
Sudoyo, et al., 2018)
a) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam
sumsum tulang
Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
1) Anemia defisiensi besi
2) Anemia defisiensi asam folat
3) Anemia defisiensi vitamin B12
b) Gangguan Penggunaan (Utilisasi) Besi
1) Anemia akibat penyakit kronik
2) Anemia sideroblastik
c) Kerusakan sumsum tulang
1) Anemia aplastik
2) Anemia milobtisik
3) Anemia pada keganasan hematologi
4) Anemia diseritropoietik
5) Anemia pada sindrom mielodisplastik
d) Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal
ginjal kronik.
e) Anemia akibat hemoragi
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia akibat perdarahan kronik
f) Anemia Hemolitik
1) Anemia hemolitik intrakorpuskular
Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia
akibat defisiensi G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
Thalassemia
Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.
g) Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
1) Anemia hemolitik autoimun
2) Anemia hemolitik mikroangiopati
3) Lain-lain
h) Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan
pathogenesis yang kompleks
2. Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi (Bakta dalam
Sudoyo, et al., 2018)
a) Anemia hipokromik mikrositer
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalassemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b) Anemia normokromik normositer
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia pada keganasan hematologik
c) Anemia makrositer
1) Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
3. Klasifikasi Morfologik anemia berdasarkan hapusan darah tepi
a) Hipokrom mikrositik
Anemia ini ditandai dengan nilai MCV < 80 fl atau
MCH < 27 pg. Pendekatan anemia hipokrom mikrositik
dapat dilihat dari kadar besi dalam serum mengalami
penurunan atau dalam rentang nilai normal. Anemia ini dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit
kronik, thalasemia dan anemia sideroblastik penegakan
diagnosis tergantung dari penyebab terjadinya anemia.
b) Normokrom Normositik
Anemia ini ditandai dengan nilai MCV 80-95 fl atau MCH
27-34 pg
c) Makrositik
Anemia ini ditandai dengan nilai MCV > 95 fl
Tatalaksana Terapi Anemia
1. Terapi Kausal
Terhadap penyebab perdarahan misalnya pengobatan cacing
tambang, hemoroid, menorrhagia
2. Pemberian preparat besi oral (iron replacement therapy)
Preparat pilihan pertama adalah ferrous sulphat (sulfas
ferosus) 3x200 mg/hari yang paling murah dan efektif
meningkatkan absorbsi besi serta eritropoiesis. Preparat lain:
ferrous gluconate, ferrous fumarate, ferrous lactate, dan ferrous
succinate yang lebih mahal namun efektivitas dan efek
sampingnya hampir sama dengan ferrous sulphat.
3. Pemberian preparat besi parenteral
Jika terjadi intoleransi terhadap preparat besi oral. Preparat
yang tersedia: iron dextran complex (mengandung zat besi 50
mg/ml), iron sorbitol citric acid complex, serta iron ferric
gluconate yang lebih aman.
4. Diet tinggi protein
Diet tinggi protein yang utama adalah protein hewani
5. Vitamin C
Pemberian Vitamin C 3x100 mg/hari untuk meningkatkan
absorpsi zat besi
6. Transfusi PRC
Jika memerlukan peningkatan Hb yang sangat cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir ataupun preoperasi
c. Sepsis
Sepsis adalah kondisi Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) yang biasanya disebabkan oleh infeksi dan ditandai
dengan minimal 2 tanda gejala berikut (Kang-Birken, 2017):
1. Suhu lebih dari 38⁰C atau dibawah 36⁰C
2. Nadi lebih dari 90x/menit
3. RR lebih dari 20x/menit
4. WBC lebih dari 12.000 atau kurang dari 4.00
Berdasarkan Kang-Birken (2017) patofisiologi sepsis terjadi
karena infeksi bakteri atau jamur akan memicu pelepasan mediator
inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1 dan mediator lain dan menyebabkan
pelepasan adrenokortikotropin hormone, terjadi vasodilatasi dan
stimulasi polimorfonuklear/PMN. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya kerusakan endotel berakibat pada munculnya reaksi-reaksi
yang terjadi secara simultan (syok hipovolemik), sehingga terjadi
hipoperfusi mempengaruhi MODS (Multiple Organ Dysfunction
System) bahkan Letal. Adapun penatalaksanaan dari sepsis yaitu :
1. Penggunaan antimikroba atau antifungal/antiviral yang tepat, yaitu
sesuai dengan mikroba penyebab sepsis.
a) Umumnya, lama pengobatan untuk kasus sepsis adalah 10-14
hari.
b) Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan kultur kuman, maka
dapat diberikan antibiotik empiris dengan memperkirakan jenis
kuman penyebab.
f. Neonatus (NICU)
1. Pengantar Neonatus
Semua penyakit yang dialami pasien neonatus merupakan
kondisi emergensi dan harus segera ditangani. Neonatus
merupakan masa sejak lahir sampai 4 minggu sesudah lahir.
Klasifikasi bayi menurut berat lahir :
a) Bayi Berat Lahir Lelah : >4000g
b) Bayi Berat Lahir Cukup : 2500-4000gr
c) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah : 1000-1500gr
d) Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah : <1000gr
Klasifikasi berdasarkan usia lahir :
a) Neonatus preterm : bayi lahir 20-37 minggu
b) Neonatus aterm : bayi lahir 38-42 minggu
Klasifikasi berdasarkan berat lahir dan usia lahir :
a) SMK: sesuai masa kehamilan
b) KMK : kecil masa kehamilan
c) BMK : besar masa kehamilan
Ketika bayi baru lahir dilakukan penilaian APGAR
SCORE (Appearance, Pulse, Grimance, Activity dan
Respiration). Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi yang baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik
setelah lahir bila bayi tidak menangis.
Penilaian kondisi umum bayi berdasarkan nilai APGAR :
Klinis 0 1 2