A. DEFINISI
Secara fungsional, anemia diartikan sebagai penurunan jumlah eritrosit sehingga
eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup
ke jaringan. Anemia dapat didefinisikan pula sebagai berkurangnya hingga di bawah nilai
normal jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan volume hematokrit per 100 ml darah.
Namun, kadar normal hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi sesuai dengan usia, jenis
kelamin, ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut, serta keadaan tertentu seperti
kehamilan. Anemia bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu gambaran perubahan
patofisiologi yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Karena sulitnya menentukan kadar hemoglobin normal akibat variasi usia, jenis kelamin, tempat tinggal, dan lain-lain, maka anemia telah
B. EPIDEMIOLOGI ANEMIA
Berdasarkan data WHO sejak tahun 1993 hingga 2005, anemia diderita oleh 1,62
milyar orang di dunia. Prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia belum sekolah, dan
prevalensi terendah pada laki-laki dewasa. Asia tenggara merupakan salah satu daerah yang
dikategorikan berat dalam prevalensi anemia, termasuk Indonesia, yang tergambar pada
gambar di bawah ini dengan warna merah tua :
Gambar 2.1. Gambaran prevalensi anemia pada anak usia belum sekolah di dunia2
Anemia terjadi pada 58% populasi di Asia, dimana prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia
belum sekolah (47,7%), wanita hamil (41,6%), dan wanita dewasa tidak hamil (33,0%). Di
Indonesia, sekitar 44,5% populasi diperkirakan mengalami anemia dengan kadar Hb <11,0
g/dl, sehingga Indonesia masuk ke dalam kategori berat dalam prevalensi anemia.
II. Gambaran morfologik (melalui indeks eritrosit atau hapusan darah tepi)
A. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV<80fl dan MCH <27pg
B. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
C. Anemia makrositer bila MVC > 95 fl
Defisiensi zat besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif zat besi yang telah
berlangsung lama. Terdapat tiga stadium defisiensi zat besi, yaitu :
1. Didapat
Zat kimia dan Fisika
o Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada dosis tertentu : radiasi,
bensen, arsen, sulfur, nitrogen mustard, antimetabolit, antimitotik :
kolsisin, daunorubisin, adriamisin
o Zat yang kadang-kadang mnyebabkan hipoplasia: kloramfenicol,
kuinakrin, metilfenil, hidantoin, trimetadion, fenilbutazon, senyawa emas
Infeksi virus : hepatitis, Epstein Barr, HIV, Dengue
Infeksi mikobakterium
Idiopatik
2. Familial : Sindroma Fanconi
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simstomatik) apbila kadar hemoglobin
telah turun dibawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada : derajat
penurunan hemoglobin, kecepartan penurunan hemoglobin, usia, adanya kelainan jantung
atau paru sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:
a) Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta
akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.
Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai
kadar tertentu ( HB<7). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah,
telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang – kunang, kaki terasa dingin, sesak
napas dan sispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat
pada konjunctiva, mukosa mulut, telapak tangn dan jaringan dibawah kuku.
Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di
luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang
berat (Hb <7 g/dL).
b) Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia, sebagai contoh :
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
kuku sendok (koilonychia).
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12.
Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali.
Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
c) Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat
bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Contohnya, pada anemia
akibat infeksi cacing tambang dapat ditemukan keluhan sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan.
Dalam hal yang lebih sederhana, anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dapat disederhanakan dalam tabel dibawah ini:
Pembagian anemia berdasarkan gambaran sel darah merah :
Kriteria diagnosa anemia :
I. Anemia defisiensi besi menurut WHO
Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% ( normal 32-35%)
Kadar Fe serum < 50 µg/dL (normal 80 – 180 µg/dL)
Saturasi transferin < 15% (normal 20 – 50%)
Kriteria ini harus dipenuhi, paling sedikit nomor 1,3, dan 4. Tes yang paling efisien
untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu feritin serum. Bila sarana terbatas,
diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan: anemia tanpa perdarahan, tanpa
organomegali, gambaran darah tepi, mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target,
respons terhadap pemberian terapi besi.
V. Anemia aplastik
Diagnosa anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau bisitopenia di
darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya
infiltrasi atay supresi pada sumsum tulang. Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut
international agranulocytosis and aplastic anemia study group (IAASG) adalah satu
dari tiga sebagai berikut :
Hemoglobin kurang dari 10 gd/dL atau hematokrit kurang dari 30%
Trombosit kurang dari 50x109//L
Leukosit kurang dari 3,5 x 109/L atau netrofil kurang dari 1,5 x 10
dengan retikulosit <30x109/l (<1%).
Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) : penurunan
selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hematopoietik atau
selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan depleso seri granulosit atau
infiltrasi neoplastik. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik.
Pansitopeni karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus diesklusi.
Setelah diagnosa ditegakkan, perlu dilakukan penentuan derajat penyakit dari anemia
apalstik yang berguna untuk menentukan strategi terapi. Kriteria yang diapakai pada
umumnya ialah kriteria Camitta et al. Yang tergolong anemia apalstik berat (severe
aplastic anemia) bial memenuhi kriteria paling sedikit dua dari tiga :
Granulosit < 0,5 x 109 /L
Trombosit < 20 x 109 /L
Corrected reticulocte <1%
Selularitas sumsum tulang tulang < 25% atau selularitas < 50% dengan < 30% sel sel
hematopoietik. Tergolong anemia aplastik sangat berat bila netrofil < 0,2 x 109 /L.
G. TATALAKSANA ANEMIA
I. Anemia defisiensi besi
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat
besi. Sekitar 80-85% penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui sehingga
penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara
peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya
dengan pemberian secara parenteral. Pemberian parenteral dilakukan, pada pendeita
yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak terpenuhi secara
peroral karena ada gangguan pencernaan. Cara pemberian preparat besi :
a) Preparat besi peroral :
Dosis besi elemntal yang dianjurkan :
Bayi berat lahir normal dimulai sejak usia 6 bulan, dianjurkan 1
mg/KgBB/hari
Bayi 1,5 – 2,0 Kg, 2mg/KgBB/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
Bayi 1,0 – 1,5 Kg, 3 mg/KgBB/hari diberikan sejak usia 2 minggu
Bayi < 1 Kg, 4 mg/KgBB/hari, ddiberikan sejak usia 2 minggu
Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dipakai 4 -6
mg/KgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada dalam
garam ferous maupun feri. Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%.
Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna
dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Obat diberikan 2 – 3
dosis sehari. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia
pada penderita teratai. Respon terapi pemberian preparat besi dapat dilihat secara
klinis dan dari pemeriksaan laboratorium.
Preparat yang tersedia, yaitu: ferrous sulphat ( sulfat ferosus) : preparat pilihan
pertama ( murah dan efektif). Dosis 3 x 200 mg. Ferrous gluconate, ferrous
fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivas
dan efek samping bhampir sama.
b) Preparat besi parenteral
Pemberian besi secara parenteral melalui dua cara yaitu secara intramuskular
dalam dan intravena pelan. Efek samping yang ditimbulkan dapat berbahaya, yaitu
reaksi anafilakksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan
sinkop. Indikasi pemberian parenteral: intoleransi oral berat, kepatuhan berobat
kurang, kolitis ulseratif, perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi,
hamil trimester akhir). Kemampuan menaikkan kadar Hb tidak lebih baik
dibanding peroral. Preparat yang sering digunakan adalah dekstran besi. Larutan
ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis berdasarkan :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB(Kg) x 3
Preparat yang tersedia : iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex.
V. Anemia hemolitik
Tergantung etiologinya :
a) Anemia hemolitik autoimun :
Glukokortikoid : prednison 40 mg/m2 luuas permukaan tubuh (LPT)/hari.
Splenektomi : pada kausa yang tidak berespon dengan pemberian
glukoortikoid.
Imunosupresif : pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan
splenektomi. Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan, kemudian
tappering off, biasanya dikombinasi dengan Prednison 40 mg/m 2 .
dosis
prednison diturunkan bertahap dalam waktu 3 bulan.
Azatioprin : 80mg/m2/hari
Siklofosfamid : 60 – 75 mg/m2/hari
Obati penyakit dasar : SLE, infeksi, malaria, keganasan.
Stop obat-obatan yang diduga menjadi penyebab
b) Kelainan kongenital, misalnya thalasemia :
Transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr%
Desferal untuk mencegah penumpukan besi. Diberikan bila serum Feritin
mencapai 1000 µg/dL biasanya setelah transfusi ke 12. Dosis inisial 20
mg/KgBB, diberikan 8 – 12 jam infus SC di idnding anterior abddomen,
selama 5 hari/minggu. Diberkan bersamaan dengan vitamin C oral 100 – 200
mg untuk meningkatkan ekskresi Fe. Pada keadaan penumpukan Fe berat
terutama disertai dengan komplikasi jantung dan endokrin, deferoxamine
diberikan 50 mg/KgBB secara infuse kontinue IV.
H. PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia
dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Jika terjadi
kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap
Penyakit yang mempengaruhi absorbsi dan pemakaian besi
Pada anemia aplastik, prognosis tergantung pada tingkatan hipoplasia, makin berat
prognosis semakin jelek, pada umumnya penderita meninggal karena infeksi, perdaraham
atau akibat dari komplikasi transfusi. Prognosa dari anemia aplastik akan menjadi buruk bila
ditemukan 2 dari 3 kriteria berupa jumlah neutrofil <500/µL, jumlah platelet <20000/µL,
andcorrected reticulocyte count <1% ( atau absolute reticulocyte count < 60000/µL).
Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4 bulan, 25% selama 4
– 12 bulan, 35% selama lebih dari 1 tahun, 10-20% mengalami perbaikan spontan
(parsial/komplit).