Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia merupakan penyakit yang banyak ditemukan di Indonesia, begitu
juga di NTB , insiden anemia yang paling sering ditemukan adalah anemia
dengan gambaran darah tepi hipokrom mikrositer. Ada beberapa jenis anemia
yang gambarannya hipokrom mikrositer antara lain:

anemia defisiensi besi,

anemia sideroblastik , anemia akibat penyakit kronik dan beta thalasemia.


Disini akan dibahas mengenai anemia akibat penyakit kronik, karena
insiden anemia ini juga lumayan banyak dan dalam beberapa penlitian dikatakan
bahwa merupakan

anemia

disebabkan juga karena

kedua terbanyak setelah anemia defisiensi besi.

banyak penyakit kronik yang dapat menyebabkan

anemia, tapi tidak semua anemia pada penyakit kronik dapat dikatakan anemia
akibat penyakit kronik. Artrithis Reumatoid, Limfoma Hodgkin, Kanker, HIVAIDS, Pneumonia, dan Sifilis merupakan penyakit yang sering disertai anemia
dan sering dikatakan sebagai anemia akibat penyakit kronik.
Anemia penyakit kronik merupakan anemia yang ditemukan pada penyakit
kronik yang ditandai dengan terganggunya metabolisme besi, meskipun cadangan
besi pada sum-sum tulang masih cukup tapi terjadi hipoferemia sehingga
menyebabkan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin berkurang.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia
1.1 Definisi Anemia
Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang terdapat pada
penyakit kronik tertentu, biasanya anemia akan tetrjadi setelah penderita
mengalami penyakit tersebut selama 1 2 bulan dan biasanya disertai
dengan rasa lemah dan penurunan berat badan dan umumnya ditandai
dengan kadar Fe serum menurun, kadar Hb 7-11 g/dl, TIBC rendah,
produksi sel darah merah berkurang dan cadangan Fe di jaringan tinggi.1,2
1.2 Etiologi
Penyebab dari anemia akibat penyakit kronik ini belum bisa
dipastikan, karena ini tergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Tabel 1. Penyebab Anemia Karena Penyakit Kronik 1
Inflamasi Kronik

Neoplasma Ganas

Infeksi Kronik

1.

a. Karsinoma
(Ginjal,Hati,Kolon, Pankreas,

Infeksi Jamur Kronik

Tuberkulosis Paru

Lupus

Eritematosus

Sistemik

Uterus, Dll)
2.

Artritis Rematoid

b. Limfoma Maligna
(Hodgkin Dan Non-Hodgkin)

3.

Sarkoidosis

Bronkhiektasis

4.

Penyakit Kolagen Lain

Infeksi

Saluran

Kemih

Kronik

Osteomielitis Kronik

Penyakit

Radang

Kronik

Kolitis Kronik

1.3 Epidemiologi
Anemia akibat penyakit kronik merupakan anemia terbanyak kedua
didunia setelah anemia defisiensi besi. Tapi dalam Rumah Sakit

Panggul

kemungkinan anemia ini merupakan anemia tersering yang dijumpai


karena banyak pasien dengan penyakit kronik (HIV, Tuberkulosis,
Rheumatoid Atritis dll) banyak mengalami anemia. Negara berkembang
termasuk Indonesia masih dihadapkan pada masalah anemia. Dari
beberapa penelitian tercatat bahwa kejadian

anemia pada penderita

Tuberkulosis sebesar 16% sampai 76%. 1,4,5


Faktor- faktor yang mempengaruhi anemia penyakit kronis antara
lain:
1) Usia
Dalam beberapa penelitian 40% anak-anak banyak yang menderita
anemia diakibatkan karena penyakit infeksi.

Lansia banyak

menderita anemia disebabkan karena banyaknya lansia yang


mengalami penyakit kronik dan defisiensi besi, sekitar 8-44%.4
2) Jenis kelamin
Dalam beberapa penelitian jenis kelamin ikut berperan dalam
penyebab anemia. prevalensi pada laki-laki lansia lebih tinggi dari
pada wanita lansia, laki-laki lansia adalah 27-40% sedangkan
wanita lansia 16-21%.4
3) Sosial-Ekonomi yang rendah
Banyak pasien yang mengalami anemia akibat penyakit kronik tapi
tidak terdeteksi disebabkan dengan alasan tidak memiliki biaya
untuk memeriksa dan berobat.4,5
1.4 Patogenesis
Ada beberapa teori untuk anemia akibat penyakit kronis, antara lain:
a) Penghancuran Eritrosit
20- 30 % pasien mengalami pemendekan masa hidup eritrosit, ini
dibuktikan dalam beberapa penelitian. Ini terjadi di ekstrakorpuskular,
karena jika eritrosit dari pasien anemia ini di transfusikan pada resepient
normal, maka

eritrosit nya dapat hidup normal.

peningkatan daya

fagositosis makrofag disebabkan karena aktivasi makrofag oleh sitokin,


akibatnya kurang toleran terhadap perubahan eritrosit.2
b) Pemendekan Masa Hidup Eritrosit
Diduga merupakan sindrom stres hematologik, yang disebabkan
kareana

sitokin

yang

diproduksi

secara

berlebihan,

sehingga

menyebabkan sekuestrasi makrofag. Kerusakan jaringan akibat infeksi,


inflamasi, atau kanker merupakan penyebab dari produksi sitokin
berlebihan. Sindrom stres hematologik terdiri dari:
Terjadi peningkatan destruksi eritrosit di limpa,
Produksi eritropoietin di ginjal menurun,
Respon eritropoiesis di sumsum tulang menurun,
Peningkatan ambilan besi oleh makrofag yang tersekuestrasi.
Produksi sitokin yang berlebihan selain menyebabkan sekuestrasi
makrofag, juga akan menyebabkan peningkatan aktivitas fagositosis
makrofag dan menjadi kurang toleran terhadap kerusakan minor eritrosit.
Penurunan transformasi T4 menjadi T3 yang mengakibatkan hipotiroid
fungsional disebabkan karena malnutrisi. akibat dari hipotiroid fungsional
terjadi penurunan kebutuhan hemoglobin yang mengangkut besi sehingga
produksi eritropoietin berkurang.1,2
c) Produksi Eritrosit
1. Gangguan metabolisme besi.
Pada anemia jenis ini cadangan besi normal tetapi kadar besi
rendah. Jadi, anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam
sintesis Hemoglobin. Pada umumnya terdapat gangguan absorpsi Fe
walaupun ringan. Ambilan Fe oleh sel sel usus dan pengikatan apoferitin
intrasel masih normal sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa defek
yang terjadi pada anemia ini yaitu gangguan pembebasan Fe dari makrofag
dan sel- sel hepar pada pasien.2
Tabel 2. Perbedaan Parameter Fe pada Orang Normal, Anemia
Defisiensi Besi dan Anemia Akibat Penyakit Kronis.
Normal

Fe plasma (mg/L)
Persen saturasi
TIBC
Feritin serum
Reseptor

70-90
30
250-400
20-200
8-28

Anemia

Anemia

defisiensi

penyakit

besi

kronik

30
7
>450
10
>28

30
15
<200
150
8-28
4

transferin
serum
Kandungan Fe

++

+++

dimakrofag
2.

Gangguan fungsi sumsum tulang.


Yaitu respon eritropoietin terhadap anemia yang inadekuat. Hal ini
terkait dengan sitokin- sitokin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera yaitu
IL-1, TNF-, dan IFN-gamma. Kadar IFN- gamma berhubungan langsung
dengan beratnya anemia. TNF yang dihasilkan oleh makrofag aktif
akan menekan eritropoiesis pada pembentukan BFU-E dan CFU-E. IL-1
akan menekan CFU-E pada kultur sumsum tulang manusia.2

1.5 Manifestasi Klinik


Gejala pada anemia penyakit kronik lebih dominan disebabkan
oleh penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Gejala anemia secara
umum muncul setiap kasus anemia dengan hb < 7 g/dl. Sindrom anemia
terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga, mendenging (tinitus),
mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia.
Meskipun tidak spesifik pada umunya gejala anemia dapat didiagnosa
dengan pemeriksaan laboratorium.
1.6 Diagnosis
Gambaran klinis anemia biasanya tertutup oleh gejala dasar
penyakitnya, karena kadar Hb 7-11 gr/dl dan biasanya asimptomtik. Pada
pemeriksaan fisik biasanya dijumpai konjungtiva yang pucat.
Diagnosis anemia akibat penyakit kronik ditegakkan bila:
1)
TIBC menurun, besi serum menurun dan cadangan besi sumsum tulang masih positif.
2)
Ditemukan anemia ringan sampai sedang pada penyakit dasar
yang bisa menyebabkan anemia penyakit kronik (tabel 1).
3)
Anemia hipokromik mikrositer ringan atau

normositik

normositer.
4)
Dengan menyingkirkan adanya penyakit hati kronik, hipotiroid
dan gagal ginjal kronik.1

Diagnosis banding dari penyakit anemia akibat penyakit kronik, yaitu:


Anemi

Anemi

Anemia

sidero

pen

defi

blasti

yak

sien

it

si

kro

besi

Thalasemi
a

nis
MCV

Menur
un/

Menur
un

nor

Menurun/

Menurun

norma
l

mal
MCH

Menur
un/

Menur
un

nor

Menurun/

Menurun

norma
l

mal
Fe serum

menur
un

Saturasi

Menur

Menur

Normal

Normal

Meningka

Meningka

un
Menur

transfe

un/

un

rin

nor

<15

>20%

>20%

mal
(10-

20
%)
Fe

sumsum

(+)
(+)

(-)

dan

(+) kuat

cicin

tulang

sidero
blast

Protoporfi
rin

mening

Menin

kat

gka

eritros

normal

Normal

Meningka

Meningka

it
Feritin

Norma

serum

Menur

un

(20-

<20

>50ug

>50ug/

200

ug/

/dl

dl

ug/

dl

dl)
Elektrofoe

normal

sis HB

Norma

Normal

HbA2
menin
gkat

TIBC

Menur
un

Menin

Normal/

Normal/

gka

menin

menin

gkat

gkat

1.7 Tatalaksana
Pengobatan penyakit dasar merupakan terapi utama untuk anemia
akibat penyakit kronik. Beberapa jenis terapi yang dianjurkan dalam
anemia ini antara lain:

Transfusi.
Transfusi diberikan pada kasus gangguan hemodinamik. batasan
Hemoglobin untuk indikasi transfusi belum ada batasan yang pasti. pasien
yang infark miokard transfusi darah dapat menurunkan angka kematian
secara bermakna pada pasien infark miokard dan anemia akibat kanker,
dan dianjurkan kadar Hemoglobinnya 10-11 g/dl.1,2,6
Preparat Besi.
Pada anemia penyakit kronik pemberian preparat besi masih dalam
perdebatan. Ada yang mengatakan bahwa pemberian preparat besi
diperbolehkan untuk mencegah pembentukan TNF- dan juga pada
penyakit gagal ginjal dan inflamsi usus, terbukti dapat meningkatkan kadar
hemoglobin. Meskipun begitu sampai sekarang pemberian preparat besi
masih belum direkomendasikan untuk diberikan pada anemia pada
penyakit kronis.1,2,6
Eritropoietin.
Pemberian eritropoietin bermanfaat dan disepakati untuk diberikan
pada pasien anemia karena gagal ginjal, mieloma multipel, artritis
reumathoid, kanker dan HIV. Terdapat 3 jenis eritropoietin, yakni
eritropoietin alfa, beta dan darbopoietin. Masing-masing berbeda afinitas
terhadap reseptor, struktur kimiawi dan waktu paruhnya sehingga
memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus. 1,2,6
Ada beberapa keuntungan dari pemberian eritropoeitin, yaitu:

Dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya,


Mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan

produksi TNF- dan IFN-.


Menambah proliferasi sel-sel

kanker

ginjal

serta

meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan leher.2


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam terapi anemia
akibat penyakit kronik, antara lain:
1) Apabila penyakit dasanya sudah teratasi dengan baik, maka anemia
akan sembuh denga sendirinya.
2) Pemberian besi, asam folat dan vitamin b12 tidak memberi respon
pada anemia ini. Tapi apabila anemia akibat penyakit kronik

disertai dengan defisiensi besi maka pemberian preparat besi dapat


meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan hb akan terhenti jika
sudah mencapai 9-10 g/dl.
3) Karena anemia akibat penyakit kronik ini biasanya ringan maka
transfusi jarang diperlukan
4) Pemberian eritropoeitin sudah

terbukti

untuk

menikkan

hemoglobin.1

B. Tuberkulosis
2.1

Definisi TB
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex. Limfadenitis merupakan peradangan pada


kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan
peradangan pada kelenjar limfe atau getah b.ening yang disebabkan oleh basil
tuberculosis.6
Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut
dengan

scroful. Limfadenitis pada

kelenjar limfe

di

leher

inilah

yang

biasanya paling sering terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang
berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah
tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga
sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan
nama Kings evil, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat
menyembuhkannya. Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan
langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur

dasar

atau

terpajan

melalui

kontak dengan tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma).7


2.2 Epidemiologi
Limfadenitis tuberkulosis perifer merangkum ~ 10% dari kasus-kasus
tuberkulosis

di

Amerika

Serikat.

Karakteristik

epidemiologi

termasuk

perbandingan 1.4:1 untuk perempuan kepada laki-laki , memuncak pada rentang


usia 30-40 tahun, dan dominan untuk pendatang asing, terutama Asia
Timur.Tinjauan literatur menunjukkan limfadenopati servikal menjadi predileksi
paling sering untuk limfadenitis TB diikuti oleh limfadenopati aksilaris dan

limfadenopati sangat jarang di lokasi inguinal. Insiden kelompok leher terlibat


dalam 74% - 90% kasus, kelompok aksilaris dalam 14%-20% kasus dan
kelompok inguinal dalam 4-8% kasus. Satu studi di India yang dilakukan di
Orissa menunjukkan bahwa keterlibatan nodus limfa inguinal adalah lebih umum
daripada limfadenopati. Aksilaris. Keterlibatan kelompok nodus limfa inguinal ini
juga sering di kelompok etnis Igbos di Nigeria.8
2.3 Anatomi Paru
Pemahaman mengenai anatomi paru dan struktur di sekitarnya akan
membantu dalam memahami gambaran TB paru baik pada foto toraks maupun
tomografi komputer. Oleh karena itu, anatomi paru dan struktur di sekitarnya akan
dibahas secara singkat di makalah ini. Paru-paru merupakan organ berbentuk
konus yang terletak di dalam rongga toraks dan masing-masing dilapisi oleh
pleura viseral. Kedua paru masing-masing dipisahkan oleh mediastinum yang
berisi jantung dan pembuluh-pembuluh besar. Pada bagian medial paru-paru
terdapat hilus yang dibentuk oleh struktur-struktur yang masuk atau keluar dari
paru-paru yaitu arteri pulmonalis, vena pulmonalis, bronkus, saraf, pembuluh
limfe, dan kelenjar.

GAMBAR. I ANATOMI PARU

10

Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fissura mayor (oblik) dan minor
(horizontal), selanjutnya masing-masing lobus terbagi dalam beberapa segmen.
Fissura minor memisahkan lobus superior dengan lobus medius, sedangkan
fissura mayor memisahkan lobus inferior dari lobus medius dan superior. Pada
paru kiri fissura mayor memisahkan lobus superior dari inferior. Bagian
anteroinferior lobus superior paru kiri memiliki proyeksi yang berbentuk seperti
lidah, yang disebut lingula.Sesuai dengan segmen bronkus, lobus paru dibagi lagi
menjadi beberapa segmen, yaitu sepuluh segmen pada paru kanan dan delapan
segmen pada paru kiri. Berbeda dengan lobus, segmen paru tidak dibatasi oleh
pleura. Lobus superior kanan terdiri dari tiga segmen : (1) segmen apikal, (2)
segmen posterior, dan (3) segmen anterior. Lobus medius terdiri dari dua segmen :
(4) segmen lateral dan (5) segmen medial. Lobus inferior kanan terdiri dari lima
segmen : (6) segmen superior, (7) segmen mediobasal, (8) segmen anterobasal, (9)
segmen laterobasal, dan (10) segmen posterobasal. Berbeda dengan paru kanan,
pada paru kiri terdapat lingula yang merupakan bagian dari lobus superior dan
terdapat beberapa segmen yang bersatu, sehingga paru kiri terbagi menjadi
delapan segmen. Lobus superior kiri terdiri dari empat segmen (1,2) segmen
apikoposterior, (3) segmen anterior, (4) lingula segmen superior, dan (5) lingula
segmen inferior. Lobus inferior kiri terdiri dari empat segmen : (6) segmen
superior, (7,8) segmen anteromedial, (9) segmen laterobasal, dan (10) segmen
posterobasal.9
Pembuluh limfe paru berasal dari pleksus superfisialis dan pleksus profunda.
Pleksus superfisialis terletak di bawah pleura viseral kemudian mengalir ke dalam
nodus limfatikus bronkopulmonalis yang terletak di hilus. Limfe kemudian
dialirkan ke nodus limfatikus trakeobronkhialis yang terletak di bifurkatio trakea.
Pleksus superfisialis ini berfungsi mengaliri paru dan pleura viseral. Pleksus
profunda terletak di submukosa bronkus dan di jaringan ikat peribronkhial.
Pembuluh-pembuluh limfe tersebut kemudian mengalir ke nodus limfatikus
pulmonalis yang berjalan di sepanjang bronkus dan a.pulmonalis menuju hilus.
Limfe kemudian dialirkan ke nodus limfatikus bronkopulmonalis, menuju ke
nodus limfatikus trakeobronkhialis. Semua cairan limfe baik dari pleksus
superfisialis maupun profunda kemudian mengalir masuk ke dalam 13 trunkus

11

limfatikus bronkomediastinalis, berjalan turun pada sisi-sisi trakea lalu mengalir


ke dalam v. brakiosefalika atau duktus torasikus.9
2.4 Cara Penyebaran 6

Droplet
Penulran

penyakit ini sebagian besar melaluui inhalasi basil yang

mengandung droplet nuclei, khususnya pada

pasien TB

yang batuk

berdahak atau berdarah yang mengandung BTA (Bakteri Tahan Asam).


Limfogen dan Hematogen
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan , akan
tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat. Penyebaran ini akan
menimbulkan perdangan tempat lain, seperti limfadenitis TB, TB Milier
dll. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberculosis pada bagian

tubuh lainnya seperti ginjal, tulang, otak, genitalia dll.


Bronkogen
Penyebaran baik di paru yang bersangkutan maupun ke paru sebelahnya.

2.5 Patofisiologi
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB
pulmoner dan TB

ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan

menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB


primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type
tuberculosis,

sedangkan

TB

post-primer (sekunder) disebut juga adult-type

tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB


primer dapat juga terjadi pada orang dewasa. Basil tuberkulosis juga dapat
menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner.
Menurut Raviglione (2010), organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh
basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang,
meningens, peritoneum, dan perikardium. TB

primer

terjadi

pada

saat

seseorang pertama kali terpapar terhadap basil tuberkulosis Basil TB ini masuk
ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan
difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama,
basil TB akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat
bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan

12

dapat

menyebar

secara

limfogen,

perkontinuitatum,

bronkogen,

bahkan

hematogen. 10
Demikian itu, patogenesis Lifadenitis tuberkulosis inguinalis terisolasi
dapat dijelaskan oleh reaktivasi lokal infeksi dormant, akibat dari penyebaran
limfogen Mycobacterium dari fokus paru subklinis. Penyebaran basil TB ini
pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional hilus , dimana
penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di
sepanjang

saluran

limfe

(limfangitis)

dan

kelenjar

limfe

regional

(limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 4 minggu


setelah infeksi

akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler

ini akan

membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam


makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus
Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut
dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua
hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah
terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus
Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB
dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa
tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).Jika terjadi reaktivasi
atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler,
hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan
membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai
dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer,
basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe
menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan
paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim
paru. Basil TB juga dapat

menginfeksi

kelenjar limfe

tanpa terlebih

dahulu sebelum menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring
setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB
akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke
kelenjar limfe di leher,axial, dan bagian kelenjar lainnya. Peningkatan ukuran
nodus mungkin disebabkan oleh berikut: 1.Multiplication sel dalam node,
termasuk limfosit, plasma sel, monosit, atau histiosit 2.Infiltrasi sel-sel dari luar
13

nodus, misalnya sel ganas atau neutrofil.3.Drainase sumber infeksi oleh kelenjar
getah bening.10
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) : 6
1. Gejala respiratorik
- batuk 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan
Limfadenitis TB ekstremitas bawah sering di kelenjar getah bening
inguinalis lateralis dan femoralis.Ukuran nodus membesar dan harus berhati-hati
karena yang tercatat meningkat tajam dalam ukuran dapat menunjukkan potensi
untuk keganasan. Bentuk nodus limfa biasanya satu,namun beberapa kelenjar bisa
berkonfluensi. Konsistensi mungkin termasuk kusut, fluksus, tegas, kenyal, atau
keras. Dalam tahap awal, nodus dalam tuberkulosis adalah dengan berbatas tegas,
mobil, tidak lembut, dan tegas. Jika infeksi tetap tidak diobati, nodus melunakkan,

14

menjadi fluksus, dan melekat pada kulit yang mungkin menjadi eritematus. Pada
nodus-nodus multiple,perlunakan tidak serentak. Jika terjadi abses, abses lanjut
menjadi fistel multipel berubah menjadi ulkus- ulkus khas : bentuk tidak teratur,
sekitar livide,dinding bergaung, jaringan granulasi tertutup pus seropurulen, krusta
kuning- sikatriks memanjang, tidak teratur. Fiksasi kelenjar getah bening pada
kulit dan jaringan lunak dapat berarti keganasan. Kulit atasnya mungkin
eritematus dalam etiologi infeksi. Sinus drainase dapat berkembang pada pasien
dengan adenopati tuberkulosis. Gejala seperti penyakit saluran pernafasan atas,
sakit tenggorokan, otalgia, coryza, konjungtivitis, dan impetigo sering ditemukan
ditambah dengan demam, iritabilitas dan anoreksia. Limfadenitis bisa terjadi tanpa
radang akut.11-12
Stadium limfadenopati tuberculosis perifer menurut Jones dan Canpbell :

Stadium I

: Pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile, dan

diskret
Stadium II

: Pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke

jaringan sekitar oleh karena adanya periademis.


Stadium III : Perlunakan di bagian tengah kelenjar akibat pembentukan

abses.
Stadium IV
Stadium V

: Pembentukan collar-stud a baces


: Pembentukan traktus sinus

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis definitif adalah dengan kultur atau amplifikasi nucleic
amplifikasi Mycobacterium tuberculosis; demonstrasi basil tahan asam

dan

peradangan granulomatosa dapat membantu. Biopsi eksisional memiliki kepekaan


tertinggi pada 80%, tetapi aspirasi jarum kurang invasif dan mungkin berguna,
terutama pada hos dengan immunitas rendag dan pengaturan sumber daya
terbatas. 8
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukakan termasuk:
1. Pemeriksaan Laboratorium13
Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai
leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis.

15

Newanda (2009) melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis

didapatkan 33% anak dengan laju endap darah yang normal.


Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent
Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan
ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada
populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi

sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.


Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) masih terus
dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman
tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA,
amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai
DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan
mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil
permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil
permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan
bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan
diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4
minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC
(Becton Dickinson Diagnostic Instrument System). Dengan system ini
identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering
timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat
dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus

dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.


2. Bakteriologis 13
Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis.
Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi
diagnosis klinis dan radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak
pada bagaimana mendapatkan spesimen dengan jumlah basil yang
adekuat.

Pemeriksaan

mikroskopis

dengan

pulasan

Ziehl-Nielsen

membutuhkan 104 basil per mililiter spesimen, sedangkan kultur


membutuhkan 103 basil per mililiter spesimen. Kesulitan lain dalam
menerapakan pemeriksaan bakteriologis adalah lamanya waktu yang
diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi

16

baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya. Saat ini mulai dipergunakan


sistem BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Intrument System).
Dengan sistem ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari. Kendala
yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya
harga alat dan juga karena sistem ini memakai zat radioaktif. Untuk itu
dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.
3. Histopatologi Jaringan6
Pemeriksaan Histopatologi dilakukan untuk membantu menegakan
diagnosa

TB.

Pemeriksaan

yang

dilakukan

ialah

pemeriksaan

histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsy. Biopsi


Jarum halus kelenjar getah bening.

2.8 Terapi
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.
Pada umunya lama pengobatan TB adalah 6-8 bulan. Pada pengobatan TB
ekstra paru diobati dengan regimen pengobatan yang sama dan lama
pengobatan berbeda, seperti pada limfadenitis TB lama pengobatan minimal
selama 9 bulan. Pemberian obat pada fase awal (fase intensif) diberikan setiap
hari dan fase lanjutaan dapat di berikan 3 atau 4 kali dalam 1 minggu.
Kategori pengobatan TB:10

Kategori I :
Kasus baru, BTA(+)/(-), TB Ekstra Paru (Berat),
Obat yang diberikan :2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE atau 2RHZE /
4R3H3.

Kategori II :
Kasus TB relaps, Kegagalan Pengobatan, kambuh
Obat yang dibrikan

: 2 RHZES/1RHZE / 5 RHE -2 RHZES lalu sesuai

hasil uji resistensi atau 2RHZES/1RHZE / 5R3H3E3

Kategori III:
TB paru dengan BTA sputum (-), TB paru ekstra paru (menegah - berat).
Obat yang diberikan : RHZ / 4 RH atau 6 RHE atau 2RHZ /4 R3H3
Kategori IV :
Kasus kronis (BTA positif setelah pengobatan ulang yang supervise:
Obat yang diberikan : Pertimbangkan obat lini ke dua.

17

Terapi antimycobacteria oral (OAT) tetap menjadi dasar dari perawatan,


tetapi respon lebih lambat dibandingkan dengan dalam tuberculosis paru; sakit
terus-menerus dan pembengkakan itu sering, dan reaksi paradox meningkat dapat
terjadi di 20% dari pasien. Peran steroid kontroversial. Pada awal perjalanan
penyakit biopsy eksisional layak diberi pertimbangan bagi kedua-dua diagnosis
optimal dan manajemen untuk tanggapan yang lambat terhadap terapi OAT.8

BAB III
STATUS MEDIS
3.1 Anamnesa Pribadi
Nama

Tn. Sugiarto

Umur

38 Tahun

Jenis Kelamin

Laki-laki

Status Kawin

Sudah Menikah

Agama

Islam

Pekerjaan

Karyawan Swasta

Alamat

Jalan Pendidikan 1 sei.rotan

Suku

Jawa

3.2 Anamnesa Penyakit


Keluhan Utama

: Lemas

Telaah

:
Os datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan lemas sejak 2

bulan SMRS. Os juga mengeluh cepat lelah saat beraktifitas dan terlihat pucat.
Demam dirasakan os sejak 1 minggu ini, demam dirasakan os terus menerus.
Demam tidak disertai dengan menggigil. Os juga mengeluh batuk sejak > 2 bulan

18

yang lalu, batuk dirasakan os tidak berdahak. Os juga mengaku sering berkeringat
pada malam hari dan mengalami penurunan berat badan yang drastis. Os mengaku
mengalami penurunan berat badan 15 kg dalam waktu 2 bulan. Os juga
mengeluh nyeri di bagian ulu hati sejak 2 bulan belakangan ini. Nyeri dirasakan
os seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar ke bagian lainnya. Selain itu os
mengaku bahwa di selangkangan sebelah kiri seperti ada benjolan sebesar biji
tasbih sejak > 1 bulan yang lalu. Benjolan tidak terasa nyeri, berbatas tegas, dapat
digerakan, konsistensinya keras, warna kulit disekitar benjolan sama dengan
warna kulit. BAK dan BAB (+) normal .
Os menyangkal adanya sesak (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-),
batuk berdarah (-).
RPT

: Tidak ada

RPO

: Os pernah berobat ke rs.Adam Malik dan lupa Nama obatnya

RPK

: Tidak ada

3.3 Anamnesa Umum


- Badan Kurang Enak

: Ya

- Tidur

: Terganggu

- Merasa capek / lemas : Ya

- Berat Badan

: menurun

- Merasa Kurang sehat : Ya

- Demam

: Ya

- Menggigil

: Tidak

- Pening

: Ya

- Nafsu Makan

: Menurun

- Malas

: Ya

3.4 Anamnesa Organ


1. Cor
- Dyspnoe d effort

: Tidak

- Cyanosis

: Tidak

- Dyspnoe d repos

: Tidak

- Angina Pectoris: Tidak

- Oedema

: Tidak

- Palpitsi Cordis : Tidak

19

- Nycturi

: Tidak

- Asma Cardial

: Tidak

2. Sirkulasi Perifer
- Claudicatio intermiten : Tidak

- gangguan tropis: Tidak

- Sakit waktu istirahat

: Tidak

- kebas kebas : Tidak

- Rasa mati ujung jari

: Tidak

3. Tractus respiratorius
- Batuk

: Ya

- Stridor

: Tidak

- Berdahak : Tidak

- Sesak Nafas

: Tidak

- Hemaptoe: Tidak

- Suara Parau

: Tidak

- Pernapasan cuping hidung : Tidak


- Sakit dada waktu bernafas : Tidak
4. Tractus Digestivus
A. Lambung
- Sakit di epigastrium

- Sendawa

: Tidak

: iya

- Anoreksia

: Tidak

- Rasa panas di epigastrium

: Tidak

-dysphagia

: Tidak

- Muntah (freq, warna, isi, )

: Tidak

- Foetor ex ore : Tidak

- Mual Mual

: Tidak

-pyrosis

: Tidak

- Hematemesis

: Tidak

-Ructus

: Tidak

Sebelum / sesudah makan

B. Usus
- Sakit di abdomen

: Tidak

- melena

: Tidak

- Borborygmi

: Tidak

- tenesmi

: Tidak

20

- Defekasi

: Ya

- flatulensi

: Tidak

- Obstipasi

: Tidak

- haemorrhoid

: Tidak

- Diare (freq, warna, konsistensi) : Tidak


C. Hati dan Saluran Empedu
- Sakit perut kanan

: Tidak

gatal gatal di kulit

: Tidak

- memancar ke

: Tidak

asites

: Tidak

- kolik

: Tidak

oedema

: Tidak

- icterus

: Tidak

berak dempul

: Tidak

5. Ginjal dan Saluran kencing


- Muka Sembab

: Tidak

- Kolik

: Tidak

-sakit pinggang memancar ke : Tidak

- miksi ( freq, warna, sebelum/


Sesudah miksi mengedan : Normal

oligouria

Anuria

- Polakisuria

: Tidak
: Tidak
: Tidak

- polyuria : Tidak
6. Sendi
- Sakit

: Tidak

- Sakit di gerakkan

: Tidak

- Sendi Kaku

: Tidak

- bengkak

: Tidak

- Merah

: Tidak

- Stand Abnormal

: Tidak

: Tidak

Fraktur Spontan

: Tidak

- Bengkak : Tidak

Deformitas

7. Tulang
- Sakit

: Tidak

21

8. Otot
- Sakit

: Ya

- Kebas kebas

: Tidak

Kejang Kejang

: Tidak

Atrofi

: Tidak

: Tidak

muka pucat

: Tidak

- mata berkunang kunang : Tidak

bengkak

: Tidak

- pembengkakan kelenjar

: Tidak

Penyakit darah

: Tidak

- merah di kulit

: Tidak

perdarahansubkutan : Tidak

9. Darah
- Sakit di mulut dan lidah

10. Endokrin
A. Pankreas
- Polidipsi : Tidak

Pruritus

: Tidak

- Poliuri

Polifagi

: Tidak

: Tidak

- Pyorrhea: Tidak
B. Tiroid
- Nervositas

: Tidak

-Struma

: Tidak

- Exoftalmus

: Tidak

-Miksodem

: Tidak

C. Hipofisis
- Akromegali

: Tidak

- distrofi adipos congenital : Tidak

11. Fungsi genital


- menarche

:-

- Ereksi

: TDT

- siklus haid

:-

- libido sexual

: TDT

- menopause

:-

- coitus

: TDT

22

- G/P/A :

12. Susunan Saraf


- Hipoatesia: Tidak

- sakit kepala

: Tidak

- Parastesia : Tidak

- gerakan tics

: Tidak

- Paralisis : Tidak
13. Panca Indra
- pengelihatan

: Normal

pengecapan

: Normal

- pendengaran

: Normal

perasaan

: Normal

- penciuman

: Normal

14. Psikis
- Mudah tersinggung

: Tidak

- Pelupa

: Tidak

- Takut

: Tidak

- Lekas marah

: Tidak

- Gelisah

: Tidak

15. Keadaan Sosial


- Pekerjaan : Karyawan Swasta
- Hygiene : Baik
3.5 Anamnesa Penyakit Terdahulu : 3.6 Riwayat Pemakaian Obat

: Sebelumnya os berobat k Rs Adam Malik

dan os lupa nama obatnya


3.7 Anamnesa Penyakit Veneris
- Bengkak kelenjar regional : Tidak

- pyuria

: Tidak

- Luka luka di kemaluan

- bisul bisul

: Tidak

3.8 Anamnesa Intoksikasi

: Tidak
:-

23

3.9 Anamnesa Makanan


- Nasi : freq 2x sehari

- sayur sayuran

: Ya

- ikan : Ya

- daging

: Ya

3.10 Anamnesa Family


- Penyakit Penyakit family

- Penyakit seperti orang sakit : - Anak anak 1, Hidup 1 , Mati 0


STATUS PRESENT
3.11 Keadaan Umum

Sensorium
Tekanan Darah
Temperature
Pernafasan
Nadi

: compos mentis
: 120/80 mmHg
: 38,3 C
: 20x/menit, reg/irreg, tipe pernapasan abdominal thoracal
: 80x/menit,equal/inaqul, teg/vol sedang,lemah,keras

3.12 Keadaan Penyakit


-

Anemis

: YA

- eritema

: Tidak

ikterus

: Tidak

- turgor

: baik

sianose

: Tidak

- gerakan aktif

: baik

dispnoe

: Tidak

- sikap tidur paksa

: Tidak

edem

: Tidak

3.13 Keadaan Gizi


BB

: 45 kg

TB

: 165 Cm

RBW:
BB
45
X 100 =
X 100 =69
TB100
165100

24

{Kesan: UNDERWEIGHT}

3.14 Pemeriksaan Fisik


1.

Kepala
- Pertumbuhan Rambut : Normal
- Sakit kalau di pegang : Tidak
- Perubahan local

: Tidak

a. Muka
- sembab

: Tidak

- parase

: Tidak

- pucat

: Ya

- gangguan local

: Tidak

- Kuning

: Tidak

b. Mata
- stand mata

: normal

- ikterus

: Tidak

- gerakan

: normal

- anemia

: Tidak

- exoftalmus : Tidak

- reaksi pupil

: isokor ka: ki

- ptosis

: Tidak

- gangguan local

: Tidak

- Sekret

: Tidak

- bentuk

: normal

- radang

: Tidak

- atrofi

: Tidak

c. Telinga

d. Hidung
- Sekret

: Tidak

- benjolan benjolan : Tidak

25

- Bentuk

: normal

e. Bibir
- Sianosis : Tidak

- kering

: Tidak

- pucat

: Tidak

- radang

: Tidak

: Ya (3)

- jumlah

: 29 gigi

- pyorroe alveolaris

: Tidak

f. Gigi
- Karies

- pertumbuhan : normal
g. Lidah
- kering

: Tidak

- beslag

: Tidak

- pucat

: Tidak

- tremor

: Tidak

: Tidak

- membrane

: Tidak

- angina lacunaris

: Tidak

h. Tonsil
- merah

- bengkak : Tidak
- beslag

: Tidak

2. Leher
Inspeksi :
- struma

: Tidak

- venektasi

: Tidak

- kelenjar bengkak

: Tidak

- torticolis

: Tidak

- pulsasi vena

: Tidak

Palpasi :
- Posisi trakea

: medial

- tekanan vena jugularis:R-2cm H2O

- sakit / nyeri tekan

: Tidak

- kosta servikalis

: Tidak

26

3. Thorak Depan
Inspeksi :
- bentuk

: fusiformis

- venektasi

: Tidak

- simetris / asimetris : simetris

- pembengkakan

: Tidak

- bendungan vena

- pulsasi verbal

: Tidak

- mammae

: normal

: Tidak

- ketinggalan bernafas: Tidak


Palpasi :
- Nyeri tekan

: Tidak

- iktus : Tidak teraba

- fremitus suara : Mengeras

a. Lokalisasi : -

- fremissement : Tidak

b. Kuat angkat : c. Melebar

:-

d. Iktus Negatif: Perkusi :


-

suara perkusi paru

batas paru hati

: sonor

a. Relativ

: ICS V

b. Absolut

: ICS VI

peranjakan : 2 cm

Batas Jantung

Kanan : Linea Parasternal Dextra


Atas : ICS II Sinistra
Kiri : 2cm medial linea midclavicula sinistra

27

Auskultasi

Paru Paru
- Suara Pernafasan

: Bronkhial

- Suara Tambahan

a. Ronchi basah

: - .gel. Kecil, sedang, besar

b. Ronchi kering

: ada . sonores / sibilantes

c. Krepitasi

:-

d. Gesek Pleura

: -

Cor
- Heart Rate

: 80 x/ menit , reg/ireguler

- Suara Katup

: M1 > M2

A2 > A1

P2 > P1

A2 > P2

- Suara Tambahan

: Tidak

Desah jantung fungsional / organis : Tidak


Gesek pericardial / pleurocardial
: Tidak
4. Thorak Belakang
Inspeksi
- Bentuk : Fusiformis
- Simetris / asimetris : Simetris ka=ki
- ketinggalan bernafas : Tidak
Palpasi
- Nyeri Tekan
: Tidak
- penonjolan penonjolan
: Tidak
- Fremitus Suara
: Mengeas
Perkusi
- Suara Perkusi Paru : Redup
- Batas bawah paru
a. Kanan : proc. Spin. Vert. thy : IX
b. Kiri
: proc. Spin. Vert. thy : X
Auskultasi
- Suara Pernafasan

- scapula alta : Tidak


- venektasi
: Tidak
- Benjolan benjolan : Tidak

- gerakan bebas : 2 cm

: vesikuler kanan / kiri


28

- Suara Tambahan

: Tidak ada

5. Abdomen
Inspeksi
- Bengkak
: Tidak
- Venektasi / pembentukan vena
: Tidak
- Gembung
: Tidak
- Sirkulasi collateral
: Tidak
- Pulsasi
: Tidak
Palpasi
- Defens Muskular
: Tidak
- Nyeri Tekan
: Tidak
- Lien
: Tidak teraba
- Ren
: Tidak teraba
- Hepar Tidak teraba , pinggir Tidak teraba , konsistensi permukaan
Tidak, Nyeri tekan (-)
Perkusi
- Pekak Hati
: Ya
- Pekak Beralih
: Tidak
Auskultasi
- Peristaltik Usus
: Normal
6. Genetalis
- Luka
: TDP
- Nanah
: TDP
- Cicatriks : TDP
- Hernia
: TDP
7. Ekstremitas
a. Atas
Kanan
Kiri
- Bengkak
Tidak
Tidak - reflex :
- Merah
Tidak
Tidak
biceps
: (+) / (+)
- Stan Abnormal
Tidak
Tidak
triceps
: (+) / (+)
- Gangguan Fungsi
Tidak
Tidak - Radio periost : (+) / (+)
- Test Rumple leed
Tidak
Tidak
b. Bawah
Kanan
Kiri
- Bengkak
Tidak
Tidak
- Merah
Tidak
Tidak
- Oedem
Tidak
Tidak
- Pucat
Tidak
Tidak
- Gangguan Fungsi
Tidak
Tidak

29

- VarisesTidak
- Refleks
KPR
APR
Struple

Tidak
(+)
(+)
(+)

Darah
Hb

(+)
(+)
(+)

Urin
6,7 gr%

Tinja

Warna

Warna

Leukosit

8300 mm3

Reduksi

Konsistensi

LED

96 mm/jam

Protein

Eritrosit

Bilirubin

Leukosit

Urobilinogen

Amuba/kista

Eritrosit

3,1
X106/UL

Hitung Jenis
Eosinofil

1%

Sedimen

Telur cacing

Basofil

0%

Eritrosit

Askaris

N. STAB

0%

Leukosit

Ankilosis

N. Seg

87%

Silinder

T. Trichiura

Limfosit

6%

Epitel

Kremi

Monosit

5%

MCV

71 f

30

MCH

21 pg

MCHC

30 %

Hematokrit

22 %

Trombosit

210.000 /ul

Bilirubin

0,29 mg/dl

Total
Bilirubin

0,19 mg/dl

Direk
AST (SGOT)

25 U/I

ALT (SGPT)

27 U/I

Ureum
Kreatinin
GDS

19 mg/dl
0,61 mg/dl
100 mg/dl

FOTO THORAKS
Sinus costo frenikus normal. Diafragma normal
Jantung
: Besar dan bentuk dalam batas normal
Paru
: Terlihat fibroinfiltrat luas dikedua paru
Kesan
: TB Paru

31

USG UPPER ABDOMEN


Hepar
: Dalam Batas Normal
Kandung Empedu
: Dalam Batas Normal
Pankreas
: Dalam Batas Normal
Limpa
: Dalam Batas Normal
Kedua Ginjal
: Dalam Batas Normal
Aorta
: Kaliber baik, Tampak Nodul homogen dengan
ukuran 2,7x5,4cm diaorta.
Kesimpulan :
Nodul di para aorta susp.Lymphadenopati.

Patologi Anatomi
Makroskopis
:
Didapatkan nodul Kgb pada region inguinal kiri, 5 cm, kenyal, batas tegas,
kenyal, mobile, RPT TB paru.
Mikroskopis
:
Sediaan terdiri dari sebaran dan kelompokkan sel limfoid dari berbagai
populasi mulai dari blast sampai matur. Diantaranya tampak fokus nekrosis
dengan sel epiteloid mengesankan garnuloma.
Kesimpulan
:
32

Nodul KGB regional Inguinale kiri, FNAB : Limfadenopati kronik, susp. Tb


dapat dipertimbangkan.

3.15 RESUME
Anamnesa
Keluhan Utama

: Badan terasa Lemas

Telaah

:
Os datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan lemas sejak 2

bulan SMRS. Os juga mengeluh cepat lelah saat beraktifitas dan terlihat pucat.
Demam dirasakan os sejak 1 minggu ini, demam dirasakan os terus menerus.
Demam tidak disertai dengan menggigil. Os juga mengeluh batuk sejak > 1 bulan
yang lalu, batuk dirasakan os tidak berdahak. Os juga mengaku sering berkeringat
pada malam hari dan mengalami penurunan berat badan yang drastis. Os mengaku
mengalami penurunan berat badan 15 kg dalam waktu 2 bulan. Selain itu os
juga mengeluh nyeri di bagian ulu hati sejak 2 bulan belakangan ini. Nyeri
dirasakan os seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar ke bagian lainnya. Selain
itu os mengaku bahwa di selangkangan sebelah kiri seperti ada benjolan sebesar
biji tasbih sejak > 1 bulan yang lalu. Benjolan tidak terasa nyeri, berbatas tegas,
dapat digerakan, konsistensinya keras, warna

kulit disekitar benjolan sama

dengan warna kulit disekitarnya. BAK dan BAB (+) normal.


RPT

: Tidak ada

RPO

: Os pernah berobat ke rs.Adam Malik dan lupa nama obatnya

RPK

: Tidak

Status Present
Keadaan Umum

Keadaan Penyakit

Keadaan Gizi

Sens

Anemia : YA

TB : 165 cm

:Composmentis

33

TD

120

80

Ikterus : Tidak

BB : 45 kg

mmHg
RBW

Nadi : 80 x/ menit

Sianosis : Tidak

RR : 20 x/ menit

Dyspone : Tidak

BB
X 100
TB100

Suhu : 38,3 C

Edema : Tidak

Eritema : Tidak

45
X 100
165100

69
Kesan

Underweight
Turgor : Baik
Gerakan Aktif : Ya
Sikap

Paksa

Tidak

Pemeriksaan Fisik
Kepala

: Dalam Batas Normal

Leher

: Dalam Batas Normal

Thorax

: Inspeksi : Bentuk dada Fusiformis


Palpasi: Fremitus suara mengeras
Perkusi : Redup
Auskultasi : ditemukan suara tambahan ronki kering

Abdomen

: Dalam Batas Normal

Ekstremitas

: Dalam Batas Normal

Pemeriksaan Laboratorium

34

Darah
:
HB
: 6,9 g/dL
HT
: 22,6 %
leukosit : 8300 g/dl
Trombosit : 210.000 /L
LED
:96
mm/jam
Glukosa darah sewaktu 94 mg/dl

MCH : 22,4 pg
MCV : 73,7 fl

3.16 Differensial Diagnosa


1. Anemia ec TB Paru + Limfadenitis TB
2. Anemia ec Limfoma
3.Anemia ec Defisiensi Besi
3.17 Diagnosa Sementara : Anemia et causa TB Paru + Limfadenitis TB
3.18 Terapi
1.

Aktifitas

: Bedrest

2.

Diet

:M II

3.

Medikamentosa

: 1. Transfusi PRC
2. IVFD RL 20 gtt/i
3. Ranitidin inj/12 jam
4. OAT 2 RHZE
5. Paracetamol tab 500 mg 3x1
6. Dextrometorfan tab 15 mg 3x1

35

DISKUSI KASUS
Anemia Pada Penyakit Kronis
ANAMNESIS
KELUHAN
Rasa lemah dan lesu
Cepat lelah
Mata berkunang-kunang
Kaki terasa dingin
Sesak nafas
Anoreksia
PEMERIKSAAN FISIK
Konjungtiva anemi

TEORI

PASIEN

YA
YA
YA
YA
YA
YA

YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA

YA

YA

Mukosa mulut pucat

YA

TIDAK

Telapak tangan pucat


PEMERIKSAAN LABORATURIUM
HB < 7 gr/dL
MCV < 80 fl

YA

TIDAK

YA
YA
YA

YA
YA
YA

MCH < 27 pg

Limfadenitis TB
ANAMNESIS
KELUHAN
Batuk > 2 minggu
Batuk berdarah
Sesak Nafas
Nyeri Dada
Demam
Malaise
Keringat Malam
Anoreksia
Penurunan Berat Badan
PEMERIKSAAN FISIK
Badan Tampak kurus
Perkusi yang redup
Suara Nafas Bronkhial

TEORI

PASIEN

YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA

YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA
YA
YA
YA
YA

YA
YA
YA

YA
YA
YA

36

Suara napas tambahan Ronki


Benjolan Di Leher
Benjolan di ketiak
Benjolan di selangkangan
PEMERIKSAAN LABORATURIUM

YA
YA
YA
YA

YA
TIDAK
TIDAK
YA

Leukopenia
LED Meningkat

YA
YA
YA

YA
YA
YA

MCV/MCH Menurun

DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta,

Made.hematologi

klinik

ringkas.Jakarta:Penerbit

Buku

Kedokteran EGC,2007; h.39..

37

2. Supandiman I,Fadjari H, Sukrisman L. Anemia Pada Penyakit


Kronis. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V.Jakarta:

Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam,2009;h.1138.


3. Kumar, Cotran, Robbins.Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Buku
Ajar

Patologi.Edisi

2.

Jakarta:

Penerbit

Buku

Kedokteran

EGC,2007;h.463
4. Panjaitan,Supriyadi.Aspek Anemia Penyakit Kronik Pada Usia
Lanjut. [online] 2003[ citied on 20rd April 2014].Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream123456789/6338/1/D0300606.pdf
5. Purnasari,Galih. Anemia Pada Penderita Tuberkulosis Paru Anak
Dengan Berbagai Status Gizi Dan Asupan Zat Gizi. [online].2011
[ citiedon20rdApril2014].Availablefrom:http://eprints.undip.ac.id/325
92/1/394_Galih_Purnasari_G2C007032.pdf
6. Perhimpunan dokter paru ndonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan TB di Indonesia. www.Pdpi.co.id. Diakses tanggal
23 november 2014 pukul 21.00 WIB.
7. Rahmaniar, D .Limfadenitis TB. Jakarta : PT.Hak Indonesia. 2009
8. Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, Current diagnosis and
management of peripheral tberculous lymphadenitis. Clin Infect Dis.
2011;53(6):555. Moree Keith L. Anatomi Paru. Anatomi Tubuh
Manusia. Jakarta : EGC. 2007
9. Amin, Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam UI. Jakarta :
Interna Publishing; 2011
10. Bezabih M, Mariam DW, Selassie SG. Fine needle aspiration
cytology of suspected tuberculous lymphadenitis. Cytopathology
2002; 13 (5) : 284-90.
11. Dandapat MC, Mishra BM, Dash SP, Kar PK. Peripheral lymph
node tuberculosis: review of 80 cases. Br J Surg 1990; 77 (8):911-2.
12. Newanda, JM. 2009. Spondilitis tuberkulosa. (Online),
(http://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/spondilitistuberkulosa/.
13. Koch, AL. 2003. Bacterial Wall as Target for Attack: Past, Present,
and Future Research. Clinical Microbiology Reviews. Clin Microbiol
Rev. 2003 October; 16(4): 673687

38

Anda mungkin juga menyukai