Pembimbing :
Disusun oleh :
Mayya Fiqi Kamala
1102015129
REFERAT
Disusun oleh:
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
BAB I
BAB II
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
2.4 PATOFISIOLOGI
2.7 TATALAKSANA
2.8 PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah medis yang sering dijumpai di seluruh dunia, di samping sebagai
masalah Kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan
penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar terhadap
kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta Kesehatan fisik. Walaupun prevalensinya demikian
tinggi, anemia (terutama anemia ringan) seringkali tidak mendapat perhatian dan tidak
diidentifikasi oleh para dokter di prakter klinik.1
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di
lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia
dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Terdapat bermacam-macam cara pendekatan
diagnosis anemia, altara lain adalah pendekatan tradisional, pendekatan morfologi, fungsional
dan probabilistik, serta pendekatan klinis.1
Anemia merupakan kelainan yang sering dijumpai. Untuk penelitian lapangan umumnya
dipakai kriteria anemia menurut WHO, sedangkan untuk keperluan klinis dipakai kriteria Hb <
1 0 g/dl atau hematokrrt < 30Vo. Anemia dapat diklasifikasikan menurut etioparogenesisnya
ataupun berdasarkan morfologi eritrosit. Gabungan kedua klasifi kasi ini sangat bermanfaat
untuk diagnosis. Dalam pemeriksaan anemia diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorik yang terdiri dari: pemeriksaan penyaring, pemeriksaan seri anemia, pemeriksaan
sumsum tulang: pemeriksaan khusus. Pendekatan diagnosis anemia dapat dilakukan secara
klinis, tetapi yang lebih baik ialah dengan gabungan pendekatan klinis dan laboratorik.
Pengobatan anemia seyogyanya dilakukan atas indikasi yang jelas. Terapi dapat diberikan
dalam bentuk terapi darurar. terapi suportif, terapi yang khas untuk masing-masing anemia dan
terapi kausal.1
Selain karena faktor zat besi, terdapat faktor risiko lain yang dapat
menyebabkan terjadinya anemia, diantaranya perdarahan hebat dari mesnstruasi,
infeksi parasit askaris, dan skistosomasis, infeksi akut dan kronik (malaria,
keganasan, tuberculosis, HIV), defisiensi mikronutrien (vitamin A, vitamin B12,
folat, riboflavin).
2
Pendekatan diagnosis terhadap pasien anemia memerlukan pemahan
tentang pathogenesis dan patofisiologi anemia, serta ketepatan dalam memilih,
menganalisis serta merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Sebab, anemia bukanlah suatu
penyakit tersendiri (disease entity), tetapi merupakan gejala berbagai macam
penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu, dalam diagnosis anemia
harus menemukan penyakit dasarnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data WHO sejak tahun 1993 hingga 2005, anemia diderita
oleh 1,62 milyar orang di dunia. Prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia
belum sekolah, dan prevalensi terendah pada laki-laki dewasa. Asia tenggara
merupakan salah satu daerah yang dikategorikan berat dalam prevalensi
anemia, termasuk Indonesia, yang tergambar pada gambar di bawah ini
dengan warna merah tua:2
Gambar 1. Gambaran prevalensi anemia pada anak usia belum sekolah di dunia
2.3 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
II. Anemia normokromik normositer (MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg)
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer (MCV >95 fl)
a) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
2.4 PATOFISIOLOGI ANEMIA
I. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan
zat besi (Fe), yang disebabkan oleh beberapa hal berikut : (Bakta et al.
2015)
a. Kurangnya asupan Fe
Diet tidak adekuat, misalnya karena rendahnya asupan besi
total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang
dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat, rendah
daging, rendah vitamin C)
Gangguan absorpsi zat besi, misalnya pada gastrektomi,
colitis kronik, atau achlorhydria
b. Kehilangan Fe
Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran kemih
Hemoglobinuria
Hemosiderosis pulmonari idiopatik
Telangiektasia hemoragik herediter
Gangguan hemostasis
Infeksi cacing tambang
c. Meningkatnya kebutuhan Fe
Bayi prematur
Anak-anak dalam pertumbuhan
Ibu hamil dan menyusui
Laktasi
Defisiensi zat besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif zat besi
yang telah berlangsung lama. Terdapat tiga stadium defisiensi zat besi,
yaitu
: (Jameson et al. 2018)
1) Negative iron balance
Pada fase ini, terjadi ketidakseimbangan antara pengeluaran dan
kemampuan untuk menyerap besi dari makanan. Hal tersebut dapat
terjadi dalam keadaan perdarahan atau intake zat besi yang tidak
adekuat.
2) Iron deficient erythropoiesis
Cadangan Fe dalam tubuh kosong, tetap belum menyebabkan anemia
secara laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi,
sumsum tulang melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya
sehingga normoblas yang terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan
ditemukan normoblas yang tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei).
Selain itu, kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah peningkatan
kadar free protoporfirin dalam eritrosit, saturasi transferin menurun,
total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter lain yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
3) Anemia defisiensi besi
Bila besi terus berkurang, eritropoiesis akan semakin terganggu,
sehingga kadar hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah
eritrosit. Akibatnya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Pada saat ini,
terjadi pula kekurangan besi di epitel, kuku, dan beberapa enzim
sehingga menimbulkan berbagai gejala.
V. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relative jarang
ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Anemia ini ditandai dengan
karakteristik adanya pansitopenia disertai hipoplasia / aplasia sumsum
tulang tanpa adanya penyakit primer yang mensupresi atau menginfiltrasi
jaringan hematopoietik. Etiologi anemia aplastik adalah sebagai berikut :
(Widjanarko et al, 2015)
1. Toksisitas langsung
Iatrogenik
o Radiasi
o Kemoterapi
Benzena
Metabolit intermediate beberapa jenis obat
Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun
di bawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada derajat
penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, dan adanya
kelainan jantung atau paru sebelumnya.
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejalam yaitu: (Bakta,
2015)
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb < 7gr/dL).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat Lelah, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas, dan dyspepsia. Pada
pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom
anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di
luar anemia dan tidak sensitive karena timbil setelah penurunan
hemoglobin yang bearat (Hb <7g/dL).
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:
i. Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok
ii. Anemia megaloblastic : glossitis, gangguan neurologic pada
defisiensi vitamin B12
iii. Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly, dan hepatomegaly.
iv. Anema aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
sangat bervariasi, tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya
gejala akibat infeksi cacing tambang, diantaranya sakit perut,
pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus
tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada
anemia akibat penyakit kronik.
1. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, indeks eritrosit, dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat
dipastikan adanya anemia serta jenis morfologi anemia tersebut, yang sangat
berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
2. Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung
retikulosit, dan laju endap darah.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi mengenai keadaan
system hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive
pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan
untuk diagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastic, serta pada kelainan
hematologic yang dapat mensupresi system eritroid, seperti sindrom
mielodisplastik (MDS).
4. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi khusus, misalnya pada:
i. Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC (total iron binding capacity),
serum ferritin.
ii. Anemia megaloblastic: folat serum, vitamin B12 serum.
iii. Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin
dan lain-lain.
iv. Anemia aplastic: biopsi sumsum tulang.
2.7 TATALAKSANA
I. Anemia defisiensi besi
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan
preparat besi. Untuk tatalaksana diet pada anemia defisiensi besi
diantaranya makan makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dan makan makanan yang mengadung zat besi tinggi, seperti
daging merah. Selain itu, dapat juga diberikan preparat besi secara oral
maupun parenteral.. Cara pemberian preparat besi:
a) Preparat besi peroral :
Preparat besi inorganik mengandung 30 dan 100 mg besi elemental
Dosis 200-300 mg besi elemental per hari harus diabsorbsi
sebanyak 50 mg/hari.
Tujuan terapi tidak hanya memperbaiki anemia, tetapi juga
menambah cadangan besi minimal 0,5-1 gram, sehingga perlu
diberikan terapi selama 6-12 bulan setelah anemia terkoreksi.
Dosis 3-4 kali 1 tablet (150 dan 200 mg) diminum 1 jam sebelum
makan.
Efek samping: mual, heartburn, konstipasi, metallic taste, buang
air besar hitam.
Macam-macam preparat besi oral yaitu: