Anda di halaman 1dari 11

2.3.

Hipertensi
2.3.1. Definisi
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam
arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma,
gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan
didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik),
angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya
120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh. Dikatakan tekanan darah tinggi jika
pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik
mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi
kenaikan tekanan sistolik dan diastolic.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

2.3.2. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M., 2012):
1) Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak diketahui
penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
esensial diantaranya :
a) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi mendapatkan
penyakit hipertensi.
b) Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko tinggi
mengalami penyakit hipertensi
c) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang
tinggi secara langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
d) Berat badan obesitas Berat
badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi.
e) Gaya hidup
merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung
dalam keduanya.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu:
a) Coarctationaorta
yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada
aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat
menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area
kontriksi.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal.
Penyakit ini merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan
c) Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
d) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen).
Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal setelah
beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.
e) Gangguan endokrin.
Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi
sekunder. Adrenalmediate hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron,
kortisol, dan katekolamin.
f) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
g) Stres
cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara waktu.
h) Kehamilan
i) Luka bakar
j) Peningkatan tekanan vaskuler
k) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung
serta menyebabkan vasokortison yang kemudian menyebabkan kenaikan tekanan
darah.

2.3.3. Klasifikasi
Komite eksekutif dan National High Blood Pressure Education Program merupakan
sebuah organisasi yang terdiri dari 46 profesional, sukarelawan, dan agen federal. Mereka
mencanangkan klasifikasi JNC (Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and the Treatment of High Blood Pressure) yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika
Serikat (Sani, 2008).

Tabel 20. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 90
Hipertensi Derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Derajat II > 160 > 100
2.3.4. Manifestasi klinis
Sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah
mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa: (Blumenthal RS, Blaha MJ & The Eight Joint
National Committee, 2014)
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.3.5 Tatalaksana
Penatalaksanaan hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup namun terapi
antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan
hipertensi derajat 2. Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi gaya
hidup. (The Eight Joint National Committee, 2014)
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
 Target tekanan darah <150/90, untuk individu dengan diabetes, gagal ginjal, dan
individu dengan usia > 60 tahun <140/90
 Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi
penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan
hingga mencaoai target terapi masing-masing kondisi. Pengobatan hipertensi terdiri dari
terapi nonfakmakologis dan farmakologis. Terpai nonfarmakologis harus dilaksanakan
oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit penyerta lainnya.
Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target indeks massa tubuh
dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-22,9 kg/m 2), kontrol diet berdasarkan
DASH mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak
jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana konsumsi NaCl yang disarankan
adalah < 6 g/hari. Beberapa hal lain yang disarankan adalah target aktivitas fisik minimal
30 menit/hari dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan konsumsi
alkohol. Terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga mencapai
tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada
ada atau tidaknya usia, ras, serta ada atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi
antihipertensi sudah dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan dosis
setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Perlu dilakukan pemantauan tekanan
darah, LFG dan elektrolit. (Blumenthal RS, Blaha MJ & The Eight Joint National
Committee, 2014)
Jenis obat antihipertensi: (The Eight Joint National Committee, 2014)
 Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing),
sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan dan berefek pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini adalah:
Bendroflumethiazide, chlorthizlidone, hydrochlorothiazide, dan indapamide.
 ACE-Inhibitor
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat
meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang sering timbul adalah batuk kering,
pusing sakit kepala dan lemas. Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah Catopril,
enalapril, dan lisinopril.
 Calsium channel blocker
Golongan obat ini berkerja menurunkan menurunkan daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang tergolong jenis
obat ini adalah amlodipine, diltiazem dan nitrendipine.
 ARB
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk golongan ini adalah eprosartan, candesartan, dan losartan.
 Beta blocker
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernafasan seperti asma bronchial. Contoh obat yang tergolong ke dalam
beta blocker adalah atenolol, bisoprolol, dan beta metoprolol.

Gambar 4. Tata Laksana Menurut JNC VII

2.3.6. Pencegahan

Gaya hidup yang sehat merupakan jalan yang terbaik untuk menjaga tekanan darah, yang dapat
dilakukan yaitu: (Blumenthal RS, Blaha MJ)

 Menjaga berat badan


 Mengukur tekanan darah secara rutin
 Diet sehat: rendah garam, sayur, buah-buahan, tinggi protein dan gandum
 Olahraga
 Berhenti merokok dan minum-minuman beralkohol
 Manajemen stres

2.3.7. Faktor Resiko


Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas
dan nutrisi. (Pai RK, Thompson EG & The Eight Joint National Committee, 2014)

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol


 Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika 50an dan
60an.

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.


Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan
alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
 Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat
18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.
 Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang


mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat
yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang
tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut
60%.
 Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan


ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


 Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok


dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.
 Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam
yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan
prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram
perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan
terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan
tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8
gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan
natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan
meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume
darah.
 Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
 Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai,
jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya
sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ)
dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin,
fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan
protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit
mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1%
ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak
kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan
minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.
 Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu
banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum
atau minum sedikit.
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei
menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun
diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
 Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 %
memiliki berat badan lebih.
 Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot
jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
 Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres
sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.

Anda mungkin juga menyukai