Anda di halaman 1dari 11

I.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥130 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥80 mmHg dalam 2 kali pengukuran dengan jarak
pemeriksaan minimal 10 menit (AHA, 2017). Selama bertahun-tahun,
hipertensi diklasifikasikan sebagai tekanan darah dengan nilai sistol 140
mmHg atau lebih dan nilai diastol 90 mmHg atau lebih, tetapi pedoman
terbaru mengklasifikasikan hipertensi merupakan kondisi tekanan darah
130/80 mmHg atau lebih (ACC, 2017). Tekanan darah didefinisikan sebagai
gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh darah. Tekanan
darah dinyatakan dalam tekanan sistolik per tekanan diastolik, dengan nilai
normal kurang dari 120/80 mmHg (Sherwood, 2011; Martini et al., 2012).

B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Syamsudin (2013),
Udjianti (2010) :
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut
ini :
a. Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini
tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang
memliki tekanan darah tinggi.
b. Jenis kelamin dan usia
Laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause berisiko
tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka
tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan
serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
c. Diet
Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya
karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang,
khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang
dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi
berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan
menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya
didalam tubuh.
Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada
volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah
membawa lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh
pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah
bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam
dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal memproduksi suatu
hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan lebih
banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang
mengkonsumsi terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini
berfungsi untuk menghadirkan protein yang menyeimbangkan
kadar garam dan kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika
konsumsi garam meningkat produksi hormon ouobain
menganggu kesimbangan kalsium dan garam dalam pembuluh
darah.
Kalsium dikirim kepembuluh darah untuk
menyeimbangkan kembali, kalsium dan garam yang banyak
inilah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan
tekanan darah tinggi. Konsumsi garam berlebih membuat
pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan aliran
darah. Ginjal memproduksi hormone rennin dan angiostenin
agar pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan darah yang
besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa mengalirkan
darah seperti biasanya.
Tekanan darah yang besar dan kuat ini menyebabkan
seseorang menderita hipertensi. Konsumsi garam per hari yang
dianjurkan adalah sebesar 1500 – 2000 mg atau setara dengan
satu sendok teh. Perlu diingat bahwa sebagian orang sensitif
terhadap garam sehingga mengkonsumsi garam sedikit saja
dapat menaikan tekanan darah. Membatasi konsumsi garam
sejak dini akan membebaskan anda dari komplikasi yang bisa
terjadi.
d. Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB
ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan
darah atau hipertensi.
e. Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu
terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan
berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan
tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau
berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah
pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien
diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien
dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar
terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi
adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti
penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi
renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari
penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan
ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal
yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya
penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah
utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah
menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid
juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang
mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga
mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya hipertensi
sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta,
neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan,
peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan stres karena stres
bisa memicu sistem saraf simpatis sehingga meningkatkan aktivitas
jantung dan tekanan pada pembuluh darah.
C. Klaifikasi
1. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang sampai saat ini belum
diketahui penyebabnya secara pasti. Adapun faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi esensial, yakni faktor genetik, psikologis,
lingkungan, serta diet. Pada tahap awal terjadinya hipertensi esensial,
curah jantung meningkat sedangkan tahanan perifer normal. Hal ini
disebabkan adanya peningkatan aktivitas simpatik. Selanjutnya, curah
jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang
disebabkan oleh refleks autoregulasi. Hipertensi esensial berjalan tanpa
gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target
(Kotchen., 2012).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebab dan
patofisiologinya diketahui. Penyebab hipertensi sekunder diakibatkan
oleh beberapa hal berikut, yakni hipertensi renal (kelainan parenkim
ginjal, pembuluh darah ginjal, adanya tumor, retensi natrium, dan
peningkatan pembuluh darah ginjal), hipertensi akibat penyakit endokrin
(akromegali, hipertiroidisme, hipotiroidisme, sindrom metabolik,
pheokromositoma), hipertensi akibat pengaruh obat-obatan, hipertensi
akibat kelainan neurologis (peningkatan tekanan intrakranial, guillain-
barre syndrome, dan stroke), hipertensi disertai obstructive sleep apnea
(OSA), hipertensi akibat kelainan pembuluh aorta (koarktasio aorta),
serta hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan (preeklamsia dan
eklamsia) (Chiong., 2008; Kotchen., 2012).
2. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan Derajat Hipertensi
Menurut American College of Cardiology, klasifikasi hipertensi
dapat dibagi menjadi:
Tabel 4.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (ACC, 2017)
Klasifikasi tekanan Tekanna Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Meningkat 120-129 <80
Hipertensi stage 1 130-139 80-89
Hipertensi stage 2 ≥140 ≥90

3. Klasifikasi Hipertensi Lainnya


a. Krisis Hipertensi (Emergency Hypertension)
Krisis Hipertensi merupakan keadaan peningkatan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Menurut
klasifikasi JNC 7, Krisis Hipertensi tidak ikut disertakan dalam 3 stadium
klasifikasi Hipertensi. Akan tetapi, krisis hipertensi merupakan keadaan
yang khusus dan bersifat gawat darurat sehingga memerlukan tatalaksana
yang lebih agresif. Hal ini disebabkan karena Krisis Hipertensi disertai
dengan kerusakan organ target sehingga harus ditanggulangi segera dalam
waktu 1 jam. Kerusakan organ target meliputi ensefalopati, perdarahan
intrakranial, UAP (Unstable Angina Pectoris), infark miokard akut, gagal
jantung kiri akut dengan atau tanpa edema paru, diseksi atau aneurisma
aorta, gagal ginjal, dan eklamsia (pada ibu hamil) (Firdaus., 2013).
b. Hipertensi Urgensi (Urgency Hypertension)
Hipertensi Urgensi merupakan suatu keadaan yang mirip dengan krisis
hipertensi (tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik
> 120 mmHg), akan tetapi tanpa disertai kerusakan organ target. Hipertensi
Urgensi tidak dimasukkan juga ke dalam klasifikasi JNC 7, akan tetapi juga
merupakan suatu keadaan yang khusus dimana tekanan darah ini harus
diturunkan dalam waktu 24 jam dengan pemberian obat antihipertensi
(Firdaus., 2013).
D. Patomekanime
Banyak faktor yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan sistol dan
atau diastol, namun patofisiologi yang mendasari peningkatan tekanan darah
adalah adanya peningkatan tahanan perifer total tubuh dan peningkatan
cardiac output / curah jantung. Curah jantung dipengaruhi oleh stroke volume
dan heart rate. Peningkatan curah jantung dapat mempengaruhi tahanan
perifer melalui mekanisme autoregulasi. Mekanisme ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya hiperperfusi jaringan dengan cara vasokonstriksi
(Noerhadi, 2008).
Pengaturan curah jantung sangat dipengaruhi oleh RAAS (Renin-
Angiotensin-Aldosteron System) pada ginjal. RAAS dimulai pada saat sel
juksta glomerulus mensekresi renin akibat adanya penurunan laju filtrasi yang
salah satunya disebabkan oleh stenosis arteri renalis. Renin yang keluar akan
mengubah angiotensinogen plasma menjadi angiotensin I, kemudian
angiotensin I diubah oleh ACE (Angiotensin Converting Enzyme) menjadi
angiotensin II. Angiotensin II akan menginduksi sekresi aldosteron yang akan
meretensi natrium. Natrium yang terakumulasi dalam pembuluh darah akan
menarik cairan intertisial melalui mekanisme osmolaritas, sehingga volume
darah meningkat dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Angiotensin II
juga akan berikatan dengan reseptor AT1 yang menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi sehingga tahanan perifer total meningkat. (Sherwood, 2011,
Martini et al, 2012).
E. Diagnosis
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun
luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila
memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah
sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan
diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada
seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi
(JNC 7, 2003).
Tabel 4.2 Klasifikasi Hipertensi (JNC 7, 2003).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi di Indonesia mengacu pada beberapa
guideline, diantaranya guideline Joint National Committee (JNC) 8 tahun
2014 dan Europan Society of Hypertension (ESH) and European Society
of Cardiology (ESC) atau ESC/ESH tahun 2007 (Tedjasukmana, 2012).
Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi
yang terdiri dari (Muhadi, 2016):
1. Rekomendasi 1
Pada populasi umum berusia ≥60 tahun terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150
mmH atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target sistolik
<150 mmHg dan target diastolik <90 mmHg (Strong Recommendation-
Grade A).
Pada populasi umum berusia ≥60 tahun jika terapi farmakologis
hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik lebih rendah (misalnya
<140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa efek samping kesehatan dan
kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan (Expert Opinion-Grade E).
2. Rekomendasi 2
Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik ≥90
mmHg dengan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk usia
30-59 tahun Strong Recommendation-Grade A; untuk usia 18-29 tahun
Expert Opinion-Grade E).
3. Rekomendasi 3
Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg (Expert
Opinion-Grade E).
4. Rekomendasi 4
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik
terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika
tekanan darah sistolik ≥140 mm)H atau tekanan darah diastolik ≥90
mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target
tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion-Grade E).
5. Rekomendasi 5
Pada populasi berusia <18 tahun dengan diabetes terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg
dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan
darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion-Grade E).
6. Rekomendasi 6
Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan
diabetes, terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe
thiazide, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-converting
enzyme inhibitor (ACE-I), atau angiotensin receptor blocker (ARB).
(Moderate Recommendation-Grade B).
7. Rekomendasi 7
Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan
diabetes, terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe
thiazide atau CCB. (Untuk populasi kulit hitam: Moderate
Recommendation-Grade B; untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak
Recommendation-Grade C).
8. Rekomendasi 8
Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik,
terapi antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACE-I
atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk
semua pasien penyakit ginjal kronik dengan hipertensi terlepas dari ras
atau status diabetes (Moderate Recommendation-Grade B).
9. Rekomendasi 9
Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan
mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak
tercapai dalam 1 bulan perawatan, tingkatkan dosis obat awal atau
tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang direkomendasikan
dalam rekomendasi 6 (Tabel 4.2). Dokter harus terus menilai tekanan
darah dan menyesuaikan regimen perawatan sampai target tekanan
darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2
obat tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan
gunakan ACE-I dan ARB bersama-sama pada satu pasien.

Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat di dalam
rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari 3
obat, obat antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis
hipertensi mungkin diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat
tercapai dengan strategi di atas atau untuk penanganan pasien komplikasi
yang membutuhkan konsultasi klinis tambahan. (Expert Opinion-Grade E).

DAFTAR PUSTAKA

American College of Cardiology. 2017. Guidline for The Prevention, Detection,


Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.
Clinical Practice Guidelines. DOI: 10.1016/j.jacc.2017.07.745
American Heart Association. 2017. Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.
Clinical
Practice Guidelines. DOI: 10.1016/j.jacc.2017.07.745
Chiong JR, Aronow WS, Khan IA, Nair CK, Vijayaraghavan K, Dart RA,
Behrenbeck TR, Geraci SA. Secondary hypertension: current diagnosis
and treatment. Int J Cardiol. 2008; 124(1):6-21.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC:


Jakarta.

Firdaus, Setianto, Budhi, Isman. 2013. Buku Saku Jantung Dasar. Bogor:Ghalia
Indonesia

Irianto Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Alfabeth.

JNC 7. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA,
289:2560-2571.

Kotchen TA, Kotchen JM. 2012. Nutrition, Diet, And Hypertension. In: Shils ME,
Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, editors. Modern nutrition
in health and disease. 10th Edition. Philadelpia: Lippincott Williams
and Wilkins; p. 1095-1107.
Martini, F. H, Nath, J. L. Bartholomew, E. F. 2012. Fundamental of Anatomy &
Phisiology. 9th Edition. San Francisco: Pearson.

Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-Based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa. CDK-236, 43(1): 54-59.
Noerhadi, M. 2008. Hipertensi dan Pengaruhnya Terhadap Organ-Organ Tubuh.
Medikora. 4(2) : 1-18

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Syamsudin. 2013. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta:


Penerbit Salemba Medika pp 31.

Tedjasukmana, P. 2012. Tata Laksana Hipertensi. CDK-192, 39(4) : 251-255.

Udjianti, Wajan U., 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Penerbit Salemba


Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai