Anda di halaman 1dari 16

1.

KONSEP HIPERTENSI

A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah
dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi
bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi areori membuat darah sulit mengalir dan
meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung
dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah
(Wajan, 2010).
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg
dan tekanan diastolic lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan daarah. Pengobatan
awal pada hipertensi sangatlah penting karena dapat mencegah timbulnya komplikasi pada
beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak. Penyelidikan epidemiologis
membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan morbiditas dan
mortalitas penyakit kardiovaskuler (Muttaqin, 2014).

B. Etiologi
Etiologi yang pasti dari hipertensi ensensial belum diketahui belum diketahui.
Namun, sejumlah interaksi beberapa energy homeostatik saling terkait. Defek awal
diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal.
Faktor hereditas berperan penting bila mana ketidak mampuan genetik dalam
mengelola kadar natrium normal. kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan
volume cairan dan curah jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan
aliran darah melalui kontriksi atau peningkatan tahan perifer.
Tekanan darah tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang
kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik
peningkatan tahanan perifer ( Wajan, 2010). Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya
diketahui. Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi
sekunder.
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal(estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui
mekanisme rennin-aldosteron-mediatted volune expansion.dengan penghentian oral
kontrasepsi, tekanan darah normal kembali setelah beberapa bulan.
b. Penyakit Parenkin dan Vaskular Ginjal
Merupakan penyebab utamam hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara langsung
membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada klienn dengan hipertensi
disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal jaringan
fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan
struktur, serta fungsi ginjal.
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi
sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan kelebihan primer aldoseteron
menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Aldonesteronisme primer biasanya timbul
dari benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada medulla adrenal yang
paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamiin yang berlebihan. Pada Sindrom
Cushing, kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom
Cushing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau adenoma
adrenokortikal
d. Merupakan penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada
aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan menghambat aliran darah melalui
lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
e. Neurogonik : tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik.
f. Kehamilan
g. Luka bakar
h. Peningkatan Volume Intravaskular.
i. Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardinal, peninngkatan denyut jantung, dan
menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah
( Wajan, 2010).
C. Klasifikasi Hipertensi
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini
belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa factor yang berpengaruh
dalam terjadi hipertensi ensensial, seperti : factor genetic, stress, dan psikologis,
serta factor ;lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangya
asupan kalium atau kalsium). Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan
satu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi
kmplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
2. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, pennyebab dan patofisiologi dapat diketahu dengan
jelas sehinnga lebih mudah ubtuk dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab
hipertensi sekunder berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, resistensi
insulin, hipertiroidisme pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan
kortikosteroid. (Andra, 2013).

b. Klasifikasi berdasarkan Derajat Hipertensi


1) Menurut European Society Of Cardiology :
Klasifikasi berdasarkan drajat dari hipertensi :

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik

Optimal <120 dan <80

Normal 120-130 dan/atau 80-85

D. Normal Tinggi 130-140 dan/atau 85-90

Hipertensi derajat I 140-160 dan/atau 90-100

Hipertensi Derajat II 160-180 dan/atau 100-110

Hipertensi Derajat III ≥180 dan/atau ≥110

Hipertensi Sistoli ≥190 dan <90

Terisolasi
Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbukan gejala meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan di percaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak ). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepalaa, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemeraan, dan kelelahan yang bias saja
terjadi, baik pada penderita hipertensi mau pun pada sesseorag dengan tekanan darah yang
normal.
Jika hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati maka dapat menimbulkan gejala
sebagai berikut :
a. Sakit kepala
b. Kelelahan
c. Mual
d. Muntah
e. Sesaknafas
f. Gelisah
g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantun, dan ginjal. Terkadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak (Ratna, 2010).

E. Patofisiologi
Pengetahuan patofisiologi hipertensi essensial sampai sekarang terus berkembang,
karena belum terdapat jawab yang memuaskan yang menerangkan terjadinya peningkatan
tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhui oleg curah jantung dan tahanan perifer.
Beberapa factor yang mempngaruhi peninngkatan TD pada hipertensi essensial yaitu factor
genetic, aktivitas tonus simpatis, factor hemodinamik, metabolism Na dalam ginjal,
gangguan mekanisme pompa sadium Na(Sodium Pump) dan factor rennin, angiotensisi,
aldosteron. Patofisiologi disini lebih mengacu pada penyebabnya.

a. Factor genetic, dibuktikan dengan banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot
apabila salah satunya menderita hipertensi.
b. Peningkatan aktivitas tonus simpatis, pada tahap awal hipertensi curah jantung
meningkat, tahanan perifer normal, pada tahap selanjutnya curah jantung normal,
tahanan perifer meningkat dan terjadilah refleks Auto-regulasi yaitu mekanisme tubuh
untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal.
c. Pengeseran cairan kapiler antara (vasopressin) termasuk system control yang bereaksi
cepat, sedangkan system control yang bereaksi cepat, sedangkan system control yang
mempertahankan TD jangka panjang diatur oleh cairan tubuh yang melibatkan ginjal.
d. Pengaruh asupan garam terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan
TD, keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga
kembali ke keadaan hemodinamika yang normal.

e. System rennin, angiotensin dan aldosteron. Renin distimulasi oleh saraf simpatis yang
berperan pada proses konversi angiotensisn I menjadi tensin II yang berefek
vasokontriksi. Dengan angiotensin II sekressi aldosetron akan meningkat dan
menyebabkan retensi Na dan air (Kartika, 2013)

G. Komplikasi
Menurut Ratna (2010). Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan di
tanggulangi, maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam
tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi
dapat terjadi pada organ organ sebagai berikut:
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jnatung dan penyakit
koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan menigkat, otot jantung
akan megendor dan berkurang elastistasnya, yang di sebut dekompensasi akibatnya
jantung tidak mamu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun
jaringna tubuh ain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema kondisi ini
disebut gagal jantung .
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila tidak diobati
risiko stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal tekanan darah tinggi bukan
kerusakan system penyaringan di dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak
mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran
darah dan terjadi penumpukan d dalam tubuh.
d. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengkibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap ( Complete Blood Cells Count)
Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan
indicatorfactor resikko seperti hiperkoagualailitas, anemia.
b. Kimia Darah
a) BUN, kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faalrena.
b) Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes milits adalah prespiratator hipertensi)
akibat dari penngkatan kadar katekolamin.
c) Kadar kolesterol atau trigliserida: peningkatan kadar mengudikasikan
presiposisi pembentukan plaque atheromatus.
d) Kadar serum aldosetron : menilai adanya aldesteronisme primer.
e) Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
f) Asam urat ; hiperuricemia merupakan implikasi factor riiko hipertensi
c. Elektrolit
a) Seru potassium atau kalium(hipokalemia mengindikasikan adanya aldoseronisme
atau efek samping terapi diuretic).
b) Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
d. Urine
a) Analisa urine adanya darah,protein, glukosa dalam urine mengindiasikan
disfungsi renal atau diabetes.
b) UrineVMA (catecholamine metabolinte) peningkatan kadar mengidikasikan
adanya pheochromacytoma.
c) Steroid urine : peningkatan kadar mengidikasikan hiperadenalisme,
pheochromacytoma, disfubfsi pituitary, sindrom cushing’s, kadar rennin juga
meningkat.
e. Radiologi
a) Intra Venous Pylografi (IVP) : mengindefikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharen chymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
b) Rontgen toraks: meniilai adanya klasifikai obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
f. EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia

I. Pentalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah


terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah tinggi di bawaah 140/90 mmHg. Efektiffitas setiap program ditentukan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatann dan kualitas hidup sehubungan dengan
terapi.
1. Modifikasi gaya hidup
Beberapa penelitian menunjukan pendekatan nonfarmakologi yang dapat mengurangi
hipertensi adalah sebagai berikut.
a) Teknik-teknik mengurangi stress.
b) Penurunan berat badan
c) Pembatasan alcohol, natrium, dan tembakaau.
d) Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi).
e) Relaksasi merupakaan intervensi wajib yang harus dilakukkan pada setiap terapi
anthipertensi Klien dengan hiertensi ringan yang berada dalam risiko tinggi
(pria,perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95
mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 140 mmHg, perlu dimulai terapi obat-
obatan (muttaqin,2014).
2. Terapi farmakologis
Obat-obataan anthipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan
obat lain, obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu :
a) Diuretik
b) Menekan simpatetik (simpatolik)
c) Vasodilator arteriol yang bekerja lansung
d) Antagonis angiotensin (ACE inhibiator)
e) Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis).
f) Diuretik
Hidroklorotiazid adalah diuretic yang paling sering diresepkan
untuk mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan
sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau klien yang baru.
Banyak obat anthiperensi dapat menyebabkan rentensi cairan :
karena itu, sering kali diuretic diberi bersama antihipertensi
3. Simpatolik
Penghambat (adrenergic bekerja di sentral simpatolik),
penghambat adrenergicalfa, dan penghambat neuron adrenergic
diklasifikasikan sebagai penekan simpatik, atau simpatolik penghambat
adrenergic beta, dibahas sebelumnya, juga dianggap sebaai simpatolik
dan menghambat reseptor beta.Penghambat
4. Adrenergik-alfa
Golongan obat ini memblok reseptor adrenergic alfa 1, menyebabkan
vasodilatasi daan penurunan tekanan darah. Penghambat beta juga menurunkan
lipoprotein berdensitas sangat rendah ( very low- density lipoprotein- VLDL) dan
lipoprotein berdensitas rendah (low- density lipoproteins –LDL) yang bertanggung
jawab dalamm penimbunan lemak di arteri (arteriosklerosis)
5. Penghambat Neuron Adrenergik (Simpatolik yang bekerja perifer)
Penghambat neuron adrenergic merupakan obat anthipertensi
yang kuat meghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis, sehingga
pelepasan norepinefrin menjadi berkurang dan ini menyebabkan baik
curah jantung maupun tahanan vascular prifer menurun. Reserpin dan
guanetidin ( dua obat yang paling kuat) dipakai untuk mengenddalikan
hipertensi berat .
Hipotensi ortostatik merupakan efek samping yang sering terjadi
klien harus dinasihatkan untuk bangkit perlahan-l ahan dari posisi
berbaring atau dari posisi duduk. Obat-obatan dalam kelompok ini dapat
menyebabkan retensi natrium dan air.
6. Vasodilator Arteriol Yang Bekerja Langsung
Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang
bekerja dengan merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah ,
terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi .Dengan terjainya
vasodilatasi, tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan,
sehingga terjadi edema perifer. Diuretic dapat diberikan bersama-sama
dengan vasodilator yang bekerja langsung untuk mengurangi edema.
Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan menurunnya
tekanan darah.
7. Antagons Angiotensis (ACE Inhibitor)
Obat dalam golongan ini menghabat enzim pengubah angiotensis
II (Vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan aldosteron. Aldosteron
meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Jika aldosteron
dihambat, natrium dieksresikan bersama-sama dengan air. Kaptopril,
enalapril, dan lisinopril adalah ketiga antagonis angiotensin. Obat-obatan
ini dipakai pada klien dengan kadar renin serum yang
tinggi(muttaqin,2014)

2. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terhadap masalah kebutuhan nutrisi dapat meliputi
pengkajian khusus masalah nutrisi dan pengkajian fisik secara umum yang
berhubungan dengan kebutuhan nutrisi.
1) Identitas
Berisikan data umum dari pasien. Yang terdiri nama pasien, jenis kelamin, umur,
status perkawinan, pekerjaan, alamat, pendidikan terakhir, tanggal masuk, nomer
register, diagnosa medis, dan lain-lain.
2) Riwayat Kesehatan
Riwayat makanan meliputi informasi atau keterangan tentang pola makanan, tipe
makanan yang dihindari ataupun diabaikan, makanan yang lebih disukai, yang dapat
digunakan untuk membantu merencanakan jenis makanan untuk sekarang dan
rencana makanan untuk masa selanjutnya.
a) Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dilakukan pengkajian.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bercerita tentang riwayat penyakit, perjalanan dari rumah ke rumah sakit.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Data yang diperoleh dari pasien, apakah pasien mempunyai penyakit di masa
lalu maupun sekarang.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Data yang diperoleh dari pasien maupun keluarga pasien, apakah keluarga ada
yang memiliki riwayat penyakit menurun maupun menular.
3) Pola Aktifitas Sehari–hari

a) Pola Makan dan Minum


1) Jumlah dan jenis makanan
Seberapa besar pasien mengkonsumsi makanan dan apa saja makanan yang
di konsumsi.
2) Waktu pemberian makanan
Rentang waktu yang diperlukan pasien untuk dapat mengkonsumsi makanan
yang di berikan
3) Jumlah dan jenis cairan
Berapakah jumlah dan apasajakah cairan yang bisa dikonsumsi oleh pasien
yang setiap harinya di rumah maupun dirumah sakit.
4) Waktu pemberian cairan
Waktu yang di butuhkan pasien untuk mendapatkan asupan cairan

5) Masalah makan dan minum


Masalah–masalah yang dialami pasien saat akan ataupun setelah
mengkonsumsi makanan maupun minuman.

b) Pola Eliminasi
1) Buang Air Kecil
Berapa kali dalam sehari, adakah kelainan, berapa banyak, dibantu atau secara
mandiri.
2) Buang Air Besar
Kerutinan dalam eliminasi alvi setiap harinya, bagaimanakah bentuk dari
BAB pasien (encer, keras, atau lunak).
3) Kesulitan BAK/BAB
Kesulitan–kesulitan yang biasanya terjadi pada pasien yang kebutuhan
nutrisinya kurang, diet nutrisi yang tidak adekuat.
4) Upaya mengatasi BAK/BAB
Usaha pasien untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pola eliminasi.
c) Kebersihan Diri/Personal Hygiene
1) Pemeliharaan badan
Kebiasaan pasien dalam pemeliharaan badan setiap harinya mulai dari mandi,
keramas, membersihkan kuku dan lain–lain.
2) Pemeliharaan gigi dan mulut
Rutinitas membersihkan gigi, berapa kali pasien menggosok gigi dalam        
sehari
3) Pola kegiatan lain
Kegiatan yang biasa dilakukan oleh pasien dalam pemeliharaan badan.
4) Pola Istirahat /Tidur

a) Waktu tidur
Waktu tidur yang dialami pasien pada saat sebelum sakit dan dilakukan di
rumah, waktu tidur yang diperlukan oleh pasien untuk dapat tidur selama
di rumah sakit.
b) Waktu bangun
Waktu yang diperlukan untuk mencapai dari suatu proses NERM ke posisi
yang rileks, waktu bangun dapat dikaji pada saat pasien sebelum sakit dan
pada saat pasien sudah di rumah sakit.
c) Masalah tidur
Apa saja masalah–masalah tidur yang dialami oleh pasien pada saat
sebelum sakit dan pada saat sudah masuk di rumah sakit.
d) Hal–hal yang mempermudah tidur
Hal–hal yang dapat membuat pasien mudah untuk dapat tidur secara
nyenyak.
e) Hal–hal yang mempermudah pasien terbangun
Hal–hal yang menyangkut masalah tidur yang menyebabkan pasien secara
mudah terbangun.

b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Baik, sedang, dan ringan.
2) Kesadaran
Composmentis, somnolen, koma, delirum.
3) Tanda–tanda Vital
Ukuran dari beberapa kriteria mulai dari tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu.
4) Pemeriksaan Kepala
Pada kepala yang dapat kita lihat adalah bentuk kepala, kesimetrisan, penyebaran
rambut, adakah lesi, warna, keadaan rambut.
5) Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : adakah sianosis, bentuk dan struktur wajah.

6) Pemeriksaan Mata
Pada pemeriksaan mata yang dapat dikaji adalah kelengkapan dan
kesimetrisan.

7) Pemeriksaan Hidung
Bagaimana kebersihan hidung, apakah ada pernafasan cuping hidung, keadaan
membrane mukosa dari hidung.

8) Pemeriksaan Telinga
Inspeksi: Keadaan telinga, adakah serumen, adakah lesi infeksi yang akut atau
kronis.

9) Pemeriksaan Leher
Inspeksi: adakah kelainan pada kulit leher
Palpasi: palapasi trachea, posisi trachea (miring, lurus, atau bengkok), adakah
pembesaran kelenjar tiroid, adakah pembendungan vena jugularis.

10) Pemeriksaan Integumen


Bagaimanakah keadaan turgor kulit, adakah lesi, kelainan pada kulit, tekstur,
warna kulit.
11) Pemeriksaan Thorax
Inspeksi dada, bagaimana bentuk dada, bunyi normal.

12) Pemeriksaan Jantung


Inspeksi dan Palpasi: mendeteksi letak jantung, apakah ada pembesaran
jantung.
Perkusi: mendiagnosa batas-batas diafragma dan abdomen.

Auskultasi: bunyi jantung I dan II.

13) Pemeriksaan Abdomen


Inspeksi : bagaimana bentuk abdomen (simetris, adakah luka, apakah ada
pembesaran abdomen).
Auskultasi : mendengarkan suara peristaltic usus 5-35 dalam 1 menit. Perkusi :
apakah ada kelainan pada suara abdomen, hati (pekak), lambung (timpani).
Palpasi : adanya nyeri tekanan atau nyeri lepas saat dilakukan palpasi.

14) Pemeriksaan Genetalia


Inspeksi : keadaan rambut pubis, kebersihan vagina atau penis, warna dari kulit
disekitar genetalia
Palpasi : adakah benjolan, adakah nyeri saat di palpasi
15) Pemeriksaan Anus
Lubang anus, peripelium, dan kelainan pada anus
16) Pemeriksaan Tubuh Secara Umum
Kebersihan, normal, postur
17) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin serum, Hemoglobin, glukosa,
elektrolit, dan lain–lain. (Hidayat, 2009).

c. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Berdasarkan pengkajian diatas kemungkinan diagnosa keperawatan yang
muncul adalah (SDKI, 2016):
1) Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis

d. Rencana Keperawatan (berdasarkan SIKI, 2018)

1) DX 1 : Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (Prosedur Operasi) (D.0077)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat nyeri pasien menurun
Kriteria Hasil : Tingkat nyeri (L.08066)
1) Keluhan nyeri menurun (5)
2) Meringis menurun (5)
3) Gelisah menurun (5)
Intervensi : Manajemen nyeri (I.08238)
1) Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (ajarkan tekhnik
relaksasi nafas dalam)
5) Atur posisi klien senyaman mungkin
6) Kolaborasi dalam pemberian analgetik

e. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dilakukan
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (PPNI, 2018).

f. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna untuk mengetahui apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan pasian. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan
tercapai. (Dinarti, 2017)
1. nyeri akut b.d agen pecedra fisiologis
Dengan kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri (5) menurun
2) Meringis (5) menurun
3) Gelisah (5) menurun
2. Hipertermia b.d suhu tubuh
Dengan kriteria hasil :

1) Suhu tubuh (5) membaik


2) Tekanan darah (5) membaik
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
Dengan kriteria hasil :
1) Lemah (5) membaik
2) Tekanan darah (5) membaik
4. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
Dengan kriteria hasil :
1) Keluhan sulit tidur (5) meningkat
2) Keluhan istirahat tidak cukup (5) meningkat

Anda mungkin juga menyukai