Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :
HELLEN ARIESCACAE
NIM : 2020-02-14901-010

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020/2021
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 KONSEP DASAR PENYAKIT


1.1.1 Definisi
Hipertensi terjadi jika tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal
dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan
satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal.
Definisi Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi
bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit mengalir
dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja
jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi juga didefenisikan
sebagai tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90
mmHg (Udjianti, 2013).
1.1.2 Etiologi
Dari seluruh kasus hipertensi 90% adalah hipertensi primer. Beberapa
faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer seperti
berikut ini. (Udjianti, 2013).
a. Genetik individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia
Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause tinggi untuk mengalami
hipertensi.
c. Diet
Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi.
d. Berat badan (obesitas).
e. Berat badan > 25% diatas ideal dikaitkan dengan berkembang nya hipertensi.
f. Gaya hidup
Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui, berikut ni beberapa
kondisi yang menjadi penyebab hipertensi sekunder (Udjianti, 2013).
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal
Obat kontrasepsi yang berisi esterogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme renin-aldosteron-mediated volume expansion. Dengan
penghentian obat kontrasepsi, tekanan darah normal kembali secara beberapa
bulan.
b. Penyakit parenkim dan vaskuler ginjal
Ini merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan atu atau lebih arteri renal pada
klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklorosis atau fibrous displasia
(pertumbuhan abnormal jaringan fibrus). Penyakit parenkim ginjal terkait
dengan infeksi, inflamasi dan perubahan struktur serta fungsi ginjal.
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-medited hypertention di sebabkan kelebihan
primer aldosteron, koristol dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer,
kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia.
d. Coaretation aorta (penyempitan pembuluh darah aorta)
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau abdominal. Penyempitan penghambat
aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan darah
diatas area kontriksi.
e. Kehamilan
naiknya tekanan darah saat hamil ternyata dipengaruhi oleh hormon
estrogen pada tubuh. Saat hamil kadar hormon estrogen di dalam tubuh
memang akan menurun dengan signifikan. Hal ini ternyata biasa menyebabkan
sel-sel endotel rusak dan akhirnya menyebabkan munculnya plak pada
pembuluh darah. Adanya plak ini akan menghambat sirkulasi darah dan pada
akhirnya memicu tekanan darah tinggi.
f. Merokok
Merokok dapat menyebakan kenaikan tekanan darah karena membuat
tekanan darah langsung meningkat setelah isapan pertama, meningkatkan kadar
tekanan darah sistolik 4 milimeter air raksa (mmHg). Kandungan nikotin pada
rokok memicu syaraf untuk melepaskan zat kimia yang dapat menyempitkan
pembuluh darah sekaligus meningkatkan tekanan darah.
1.1.3 Klasifikasi
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan
sfigmomanometer air raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari pengukuran
tersebut adalah tekanan sistol maupun diastol yang dapat digunakan untuk
menentukan hipertensi atau tidak. Terdapat beberapa klasifikasi hipertensi pada hasil
pengukuran tersebut.

Klasifikasi menurut: JNC VIII


Kategori Sistol Diastol
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-tinggi 130-139 85- 89
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub-grup perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

1.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Nanda Nic-Noc (2016). Tanda dan Gejala Hipertensi adalah :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis (mimisan)
h. Kesadaran menurun

1.1.5 Pathway

1.1.6 Patofisiologi
Dalam keadaan normal jantung memiliki kemampuan untuk memompa lebih dari
daya pompanya dalam keadaan istirahat, kalau jantung menderita beban volume atau tekanan
berlebihan secara terus-menerus, maka ventrikel dapat melebar untuk meningkatkan daya
kontraksi sesuai dengan hukum starling yaitu hipertrophi untuk meningkatkan jumlah otot
dan kekuatan memompa sebagai kompensator alamiah, jika mekanisme pengkompensasian
tidak dapat menopang perfusi perifer yang memadai, maka aliran harus dibagi sesuai
kebutuhan. Darah akan dipindahkan dari daerah-daerah yang tidak vital seperti kulit dan
ginjal sehingga perfusi darah ke otak dan jantung dapat dipertahankan. Akibatnya tanda
permulaan dari syok atau perfusi jaringan yang tidak adekuat adalah berkurangnya
pengeluaran air seni, kulit dingin. Perubahan bermakna pada aliran darah yang menuju organ
vital terjadi, tekanan arteri sistemik ditimbulkan oleh cardiac output dan tahanan perifer total,
cardiac output ditentukan oleh isi sekuncup (stroke volume) dan denyut jantung, sedang tahan
perifer dipelihara oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Setiap perubahan pada
tahanan perifer, denyut jantung dan stroke volume akan merubah tekanan arteri sistemik.

Terdapat empat sistem kontrol yang mempertahankan tekanan darah yaitu sistem
baroreseptor arteri, regulasi volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskuler, stimulasi baroreseptor di sinus karotikus dan arkus aorta akan merangsang sistem
saraf simpatik sehingga menimbulkan peningkatan epinefrin dan norepinefrin. Keadaan ini
menimbulkan peningkatan cardiac output dan resistensi vaskuler sistemik, perubahan volume
cairan akan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Jika di dalam tubuh terdapat air dan
garam yang berlebihan, maka akan meningkatkan aliran balik vena, cardiac output dan
tekanan. Autoregulasi pembuluh darah adalah proses yang mempertahankan perfusi ke suatu
jaringan tetap konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan menurunkan resistensi
vaskuler sehingga mengakibatkan penurunan atau peningkatan aliran, meskipun jelas bahwa
aterosklerosis dan hipertensi ada hubungannya, hal ini tidak tentu mana penyebab dan mana
akibat, dalam beberapa kasus aterosklerosis, meningkatnya tekanan arteri dan resistensi
perifer terhadap aliran darah, memberikan dampak terhadap aliran darah yang meningkat.

Renin merupakan enzim yang disekresikan oleh sel jukstaglumerulus ginjal dan
terikat dengan aldeosteron dalam lingkungan umpan balik negatif produk akhir kerja renin
pada subtratnya adalah pembentukan angiotensin peptida II, mempengaruhi aldosteron untuk
terjadi pengikatan natrium dan air ke interstitial sehingga volume pembuluh darah meningkat,
ketidakcocokan sekresi renin meningkatkan perlawanan periphenal, mitral eskemi arteri
ginjal akan membebaskan renin yang menyebabkan kontraksi arteri dan meningkatkan
tekanan darah, dalam rokok terdapat nikotin yang dapat mengendap di dalam pembuluh darah
yang mengakibatkan arteriosklerosis sehingga kerja dalam pembuluh darah tidak dapat
sempurna yang berakibat timbulnya peningkatan tekanan darah, stres, dapat meningkatkan
produksi hormon kortisol, hormon ini merupakan jenis hormon kortikosteroid yang
meningkatkan tekanan darah. Naiknya tekanan darah menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh nadi,yang menyebabkan penurunan kapasitas seseorang untuk mempertahankan
aktifitas sampai ke tingkat yang di inginkan.
Nyeri (Sakit kepala) keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri yang
menetap atau intermiten yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Yang di
tandai dengan peningkatan pembuluh darah ke otak, intoleransi aktifitas terjadi karena
penurunan aktifitas seseorang untuk mempertahankan aktifitas sampai ketingkat yang
di inginkan.di karenakan suplai O2 menurun sehingga terjadi kelemahan fisik, kurang
informasi yang tidak adekuat yang menyebabkan individu atau kelompok mengalami
defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berkenaan dengan
kondisi atau rencana pengobatan sehingga terjadi kurang pengetahuan, penurunan
curah jantung adalah keadaan di mana seseeorang individu mengalami penurunan
jumlah darah yang di pompakan dikarenakan beban kerja jantung meningkat dan
suplai O2 ke otak menurun.

1.1.7 Komplikasi
Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah :
a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler - kapiler ginjal glomelurus. Rusaknya membran glomelurus,
protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema
c. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri - arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah yang
diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan,hingga
kebutaan.
e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan
penyempitan arteri atau yang sering disebut dengan ateroklorosis dan
arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada hipertensi (Mansjoer, 2000):
1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN atau Creatinin: memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalis: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
2 CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3 EKG: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4 IUP: Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan
ginjal.
5 Foto dada: Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Triyatno (2014) penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu
secara nonfarmakologis dan farmakologi.
a. Terapi non farmakologi merupakan terapi tanpa menggunakan obat,terapi non
farmakologi diantaranya memodifikasi gaya hidup dimana termasuk pengelolaan
stress dan kecemasan merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Penanganan
non farmakologis yaitu menciptakan keadaan rileks, mengurangi stress dan
menurunkan kecemasan. Terapi non farmakologi diberikan untuk semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor resiko
serta penyakit lainnya.
b. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat obatan yang dalam
kerjanya dalam mempengaruhi tekanan darah pada pasien hipertensi seperti :
angiotensin receptor blocker (ARBs), beta blocker, calcium chanel dan lainnya.
Penanganan hipertensi dan lamanya pengobatan dianggap kompleks karena tekanan
darah cenderung tidak stabil.

1.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
b. Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan,
suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
c. Keluhan utama
d. Keluhan utama: merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit biasanya pada pasien dengan hipertensi
didapatkan keluhan berupa sakit kepala dan pusing.
e. Riwayat penyakit sekarang: biasanya pada pasien dengan hipertensi didapatkan
keluhan pusing, tengkuk bagian belakang terasa berat, mata berkunang-kunang,
dan adanya riwayat merokok dan alkohol.
f. Riwayat penyakit dahulu: perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti hipertensi, jantung, dan penyakit ginjal, hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
g. Riwayat penyakit keluarga: perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-hipertensi.
h. Pemeriksaan Fisik B1-B6
a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan kesadaran (koma). Pada klien
dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya
tida ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan, dipnea yang
berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200
mmHg, kulit pucat, sianosis, diforesis (kongesti, hipoksemia), kenaikan
tekanan darah, hipertensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen
obat), takikardi, bunyi jantung terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4
(pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri, murmur stenosis valvurar,
desiran vascular terdengar diatas diatas karotis, femoralis atau epigastrium
(stenosis arteri), dan DVJ (distensi vena jugularis).
c) B3 (Brain)
Keluhan pening atau pusing, GCS 4-5-6, kelemahan pada satu sisi tubuh,
gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur), epitaksis, status mental
mengalami perubahan, respons motorik terjadi penurunan kekuatan genggaman
tangan atau refleks tendon dalam, sklerosis atau penyempitan arteri ringan sampai
berat.
d) B4 (Bladder)
Adanya infeksi pada gangguan ginjal, adanya riwayat gangguan (susah BAK,
sering berkemih pada malam hari).
e) B5 (Bowel)
Biasanya terjadinya penurunan nafsu makan, sulit menelan, mual, dan muntah,
pada fase akut pola degekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neorologis usus.
f) B6 (Bone)
Kelemahan, letih, dan keterbatasan melakukan aktivitas.

2. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
3. Personal Hygiene
Pada pasien dengan kelemahan ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin dan
penurunan kesadaran semua kebutuhan perawatan diri dibantu oleh petugas atau
keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2009), diagnosa keperawatan dari penyakit Hipertensi yaitu:
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi dan peningkatan
afterload.
2) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan vaskuler serebral.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, menurunnya oksigenisasi
jaringan karena perfusi jaringan yang tidak adekuat.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik dan pola hidup yang menonton.
5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurang pengetahuan
atau daya ingat dan keterbatasan informasi.
3. Intervensi Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi dan peningkatan
afterload.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil:
a. Intervensi keperawatan Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
atau beban kerja jantung.
b. Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.
c. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal
pasien.
Intervensi:

a) Pantau tekanan darah.


Rasional: perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan atau bidang masalah vascular.
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional: denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/terpalpasi, denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan
efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional: S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya
hipertrofi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium), perkembangan S3
menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakles,
mengi dapat mengidentifikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik.
d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisihan kapiler.
Rasional: adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah jantung.
e) Catat edema umum/ tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vascular.
f) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan.
Batasi jumlah penunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan
relaksasi.
g) Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti, istirahat di tempat tidur/kursi;
jadwal periode istirahat tanpa gangguan, bantu pasien melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional: menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan
darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
h) Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti; pijatan punggung dan
leher, meninggikan kepala tempat tidur.
Rasional: mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang
simpatis.
i) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
Rasional: dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres, membuat
efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
j) Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
Rasional: respons terhadap terapi obat “stepped” (yang terdiri atas diuretik,
inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada individu dan efek sinergis
obat, karena efek samping tersebut, maka penting untuk menggunakan obat
dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah.
k) Kolaborasi.
Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh: Diuretic tiazid misalnya
klorotiazid.
Rasional: tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain
untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relatif normal,
diuretic ini memperkuat agen-agen antihipertensif ,lain dengan membatasi
retensi cairan.
2) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan vaskuler
serebral.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau terkontral.
Kriteria hasil:
a. Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan berkurang atau terkontrol
b. Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
c. Mengikuti regimen farmakologi.
Intervensi:

a) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.


Rasional: meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
b) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis :
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu
kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu
senggang.
Rasional: tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya.
c) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala, mis: mengejan saat bab, batuk panjang, membungkuk.
Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.
d) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit
kepala, pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural.
e) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi
perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakuakan untuk
menghentikan perdarahan.
Rasional: meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung dapat
mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut, menimbulkan
stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgatik,diazepam.
Rasional: menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan sistem
saraf simpatis, dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang
diperberat oleh stres.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, menurunnya
oksigenisasi jaringan karena perfusi jaringan yang tidak adekuat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi intoleransi aktivitas.

Kriteria hasil:
a. Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
c. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:

a) Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari
20x/m di atas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang nyata selama/sesudah
aktivitas(tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolic
meningkat 20 mmHg), dispnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan
yang berlebihan, diaphoresis, pusing atau pingsan.
Rasional: menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons
fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
b) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis. menggunakan
kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan
aktivitas dengan perlahan.
Rasional: teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung
tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan aktivitas.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik dan pola hidup yang
menonton.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
tidak terjadi perubahan nutrisi.
Kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
b. Menunjukkan perubahan pola makan (mis : pilihan makanan, kuantitas, dan
sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan
pemeliharaan kesehatan optimal.
c. Melakukan/mempertahankan program olah raga yang tepat secara individual.
Intervensi:

a) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan


kegemukan.
Rasional: kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi
karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung
berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
b) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.
Rasional: kesalahan kebiasaan makanan menunjang terjadinya aterosklerosis
dan kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk hiprtensi dan
komplikasinya, misalnya stroke, penyakit ginjal, gagal jantung, kelebihan
masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskular dan dapat
merusak ginjal, yang lebih memperburuk hipertensi.

c) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.


Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu
harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program
sama sekali tidak berhasil.
d) Kaji ulang pemasukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentivikasi kekuatan/kelemahan dalam program diet terakhir.
pembantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk
penyesuaian/penyuluhan.
e) Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien, mis:
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.
Rasional: penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500 kalori/hari
secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg/minggu. Penurunan berat
badan yang lambat mengindikasikan kehilangan lemak melalui kerja otot dan
umumnya dengan cara mengubah kebiasaan makan.
f) Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan,
dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
g) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, eskrim, daging) dan
kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional: menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting
dalam mencegah perkembangan aterogenesis.

h) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.


Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan
diet individual.
5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurang
pengetahuan atau daya ingat dan keterbatasan informasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pasien sudah menyatakan pemahaman tentang proses penyakit.
Kriteria hasil:
a. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
b. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu
diperhatikan.
c. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi:

a) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang terdekat.


Rasional: kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera
yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis.
b) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi dan
efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak.
Rasional: memberikan dasar untuk pemahaman tentang penin gkatan TD dan
mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan, pemahaman bahwa TD
tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat.
c) Hindari mengatakan TD ‘normal’ dan gunakan istilah “terkontrol dengan baik”
saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan.
Rasional: karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan,
maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu pasien untuk
memahami kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi.
d) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular yang
dapat diubah, mis: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup
mononton, merokok dasn minum alkohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur),
pola hidup penuh stres.
Rasional: faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.
e) Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi cara dimana perubahan
gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi faktor-faktor diatas.
Rasional: faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit atau
memperburuk gejala, dengan mengubah pola perilaku yang “biasa/memberikan
rasa aman” dapat sangat menyusahkan, dukungan, petunjuk dan empati dapat
meningkatkan keberhasilan pasien dalam menyelesaikan tugas ini.
4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan, dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
(Hidayat, 2004).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak, di dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memilki pengetahuan dan
kemempuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemempuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2004).
1.3

Anda mungkin juga menyukai