Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA IBU HAMIL DENGAN PREEKLAMSIA

OLEH :
NI MADE SEPTYARI
219012702

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
A. Konsep Dasar Teori
1. Definisi
Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, atau dapat timbul lebih
awal bila terdapat perubahan pada hidatidiformis yang luas pada vili dan
korialis (Mitayani, 2013).
Preeklamsia merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada
wanita hamil, bersalin dan nifas yang mengalami hipertensi, edema dan
protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau
hipertensi sebelumnya, gejala muncul setelah kehamilan berusia 28
minggu atau lebih (Sukarni & Wahyu, 2013).
Preeklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada
ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai
dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg disertai dengan
edema dan proteinuria (Faiqoh, 2014).
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam
urine serta edema. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan
adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension
with proteinuria) (POGI, 2016).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa preeklamsia
adalah kondisi peningkatan tekanan darah disertai dengan adanya protein
dalam urine. Kondisi ini dapat terjadi setelah usia kehamilan lebih dari
20 minggu.

2. Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO), angka kematian ibu
adalah salah satu indikator yang dapat menggambarkan kesejahteraan
masyarakat disuatu Negara. Menurut data WHO, angka kematian ibu di
dunia pada tahun 2017 adalah 462 per 100.000 kelahiran hidup atau
diperkirakan jumlah kematian ibu adalah 295.000 kematian. Afrika Sub-
Sahara dan Asia Selatan menyumbang sekitar 86% (254.000) dari
perkiraan kematian ibu global pada tahun 2017. Sub-Sahara Afrika
sendiri menyumbang sekitar dua pertiga (196.000) dari kematian ibu,
sementara Asia Selatan menyumbang hampir seperlima (58.000). (WHO,
2017).
Menurut Laporan rutin profil kesehatan Kab/Kota tahun 2016
rincian dari penyebab terjadinya angka kematian ibu adalah perdarahan
(32%), hipertensi yang menyebabkan kejang (26%) dan infeksi. (Profil
kesehatan, 2016). Angka kejadian preeklamsi di seluruh dunia berkisar
0,51%- 38,4%. Di Negara maju, angka kejadian preeklamsia berkisar
6%-7%. Sedangkan angka kejadian di Indonesia adalah sekitar 3,8-8,5%.
Di Indonesia, preeklamsia penyebab kematian ibu yang tinggi sebesar
24%. (Depkes RI, 2015).

3. Etiologi
Penyebab preeklamsia sampai sekarang belum diketahui secara
pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh (vasopasme arteriola).
Faktor - faktor lain yang dapat diperkirakan akan mempengaruhi
timbulnya preeklamsia yaitu sebagai berikut (Sutrimah, 2015).
a. Usia Ibu
Usia individu terhitung mulai saat individu dilahirkan sampai saat
berulang tahun, semakin cukup usia, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam proses berfikir. Insiden
tertinggi pada kasus preeklampsia pada usia remaja atau awal usia 20
tahun, namun prevalensinya meningkat pada wanita dengan usia
diatas 35 tahun. Klien pada usia >35 tahun rentan mengalami
masalah kesehatan salah satunya adalah preeklamsia. Karena adanya
perubahan jaringan rahim dan saluran lahir yang tidak fleksibel
seperti halnya pembuluh darah, disebabkan oleh peningkatan
tekanan darah. Seiring bertambahnya umur semakin mudah
terjadinya vasokonstriksi pada pembuluh darah ibu, proteinuria dan
edema. Sebenarnya pada umur 35 tahun belum dianggap rentan,
tetapi kapasitas reproduksi semakin menurun sehingga dianggap
sebagai fase untuk berhenti hamil.
b. Usia Kehamilan
Preeklampsia biasanya akan muncul setelah usia kehamilan minggu
ke 20, gejalanya yaitu kenaikan tekanan darah. Jika terjadi di bawah
usia kehamilan 20 minggu, masih dikategorikan dalam hipertensi
kronik. Sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada minggu > 37
minggu dan semakin tua usia kehamilan maka semakin berisiko
terjadinya preeklampsia.
c. Primigravida
Primigravida atau seorang wanita yang telah melahirkan janin untuk
pertama kalinya. Ibu yang pertama kali hamil sering mengalami
stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada
primigravida menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-
releasing hormone (CRH) oleh hipothalamus, yang kemudian
menyebabkan peningkatan kortisol (Nur & Arifuddin, 2017).
Berdasarkan teori immunologik, preeklamsia pada primigravida
terjadi karena di primigravida pembentukan blocking antibody
terjadi mengenai antigen yang belum sempurna, primigravida juga
mengalami pembentukan Human Leucoyte Antigen (HLA-G)
memainkan peran dalam memodulasi respons imun sehingga hasil
konsepsi ditolak pada klien atau intoleransi ibu terhadap plasenta
yang dapat menyebabkan preeklamsia.
d. Riwayat Hipertensi / preeklamsia
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya adalah faktor
utama. Kehamilan pada wanita yang memiliki riwayat preeklampsia
sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk (Lalenoh,
2018).
e. Genetik
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga dapat meningkatkan risiko
hampir tiga kali lipat adanya riwayat preeklampsia. Pada ibu dapat
meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali lipat (Lalenoh, 2018).
f. Penyakit Terdahulu (Diabetes Militus)
Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan
akan terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk
kasus hipertensi, prevalensi preeklampsia pada ibu dengan hipertensi
kronik lebih tinggi dari pada ibu yang tidak menderita hipertensi
kronik. Preeklamsia lebih menjurus terjadi pada klien yang memiliki
riwayat Diabetes mellitus dikarenakan saat klien mengandung
kebutuhan janin yaitu plasenta lebih berperan aktif dalam memenuhi
semua kebutuhannya.
g. Obesitas
Terjadinya peningkatan risiko munculnya preeklampsia pada setiap
peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort mengemukakan
bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 akan memiliki risiko
mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat. Penyakit ini
menyertai kehamilan seperti diabetes mellitus, Obesitas dapat
mengakibatkan kolesterol meningkat, bahkan mengakibatkan
jantung lebih cepat dan bekerja berat. Klien dengan obesitas dalam
tubuhnya semakin banyak jumlah darah yang terkandung yang
berarti semakin parah jantung dalam memompa darah sehingga
dapat menyebabkan preeklamsia.
h. Bad Obstetrik History
Ibu hamil yang pernah mempunyai riwayat preeklampsia, kehamilan
molahidatidosa, dan kehamilan ganda kemungkinan akan mengalami
preeklampsia pada kehamilan selanjutnya, terutama jika diluar
kehamilan menderita tekanan darah tinggi menahun.

4. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan preeklamsia
dalam kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik
duduk maupun telentang. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya
dengan selang waktu 6 jam. Edema umum, kaki, jari tangan, serta
wajah, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu. Protein
Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2.
2) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 mmHg
atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria (jumlah
urine kuran dari 500 cc per 2 jam) serta adanya edema pada paru
serta sianosis. Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa
nyeri pada epigastrium.

5. Manifestasi Klinis
Menurut (Mitayani, 2013), preeklamsia memiliki dua gejala yang
sangat penting yaitu hipertensi dan proteinuria yang biasanya tidak
disadari oleh wanita hamil. Penyebab dari kedua masalah diatas yaitu
sebagai berikut:
a. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal yang
penting pada preeklamsia. Tekanan diastolik adalah tanda prognostik
yang lebih andal dibandingkan dengan tekanan sistolik. Pada tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang terjadi terus-menerus
menunjukkan keadaan abnormal.
b. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan
preeklamsia serta bahkan kenaikan berat badan (BB) yang
berlebihan adalah tanda pertama preeklamsia pada sebagian wanita.
Peningkatan berat badan normal ialah 0,5 kg per minggu. Apabila 1
kg dalam seminggu, maka kemungkinan terjadinya preeklamsia
harus dicurigai. Peningkatan berat badan terutama disebabkan karena
retensi cairan serta selalu dapat ditemukan sebelum timbulnya gejala
edema yang tampak jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau
jaringan tangan yang membesar.
c. Proteinuria
Pada preeklamsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu,
positif dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuria
dapat ditemukan serta dapat mencapai 10 g/dL. Proteinuria hampir
selalu timbul kemudian dibandingkan hipertensi serta kenaikan berat
badan (BB) yang berlebihan.
Adapaun gejala-gejala subyektif yang dirasakan pada preeklamsia
yaitu sebagai berikut.
a) Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, namun akan sering terjadi pada
kasus-kasus berat. Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal
dan oksipital, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.
b) Nyeri epigastrium
Adalah keluhan yang sering ditemukan pada preeklamsia berat.
Keluhan ini disebabkan oleh tekanan pada kapsula hepar akibat
edema atau perdarahan.
c) Gangguan penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasme
arterial, iskemia, serta edema retina serta pada kasus-kasus yang
langka disebabkan oleh ablasio retina. Pada preeklamsia ringan tidak
ditemukan tanda-tanda subjektif.

6. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan
iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus , merangsang pelepasan
bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin
uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati
mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan
menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan
akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi
angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan
terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol
menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya
dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat
agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya
hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron.
Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan
gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ. Gangguan multiorgan
terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru,
hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan
terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan 11
terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang. Pada
darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan
terjadinya pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP
akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal,
perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema
paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran
gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan
menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan
payah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi
peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan
dapat menyebabkan terjadinya edema. Selain itu, vasospasme arteriol
pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas
terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi
dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri.
Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan
banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan
proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya
menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya diplopia. Pada plasenta penurunan perfusi akan
menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinyaIntra Uterin
Growth Retardation . Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan
sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis
mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus
gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan
penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas
yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah. Pada
ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan
asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang
diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah. Keadaan
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi.
(Sukarni, 2013)
Pathway :
Usia kehamilan, usia ibu, primigravida, genetik, riwayat hipertensi/preeklamsia
riwayat diabetes militus, obesitas, molahidatidosa

Merangsang sistem saaf simpatis


sistem saraf simpatis
Merangsang pembuluh darah

Kelenjar adrenal mengeluarkan epineprin

Vasokontriksi

Tekanan darah meningkat ≥140/90 mmHg

Pre-eklamsia

Kerusakan pembuluh darah

Spasme pembuluh darah

Penurunan diameter pembuluh darah

Gangguan sirkulasi darah &


gangguan multi organ
Ginjal Otak Plasenta Hepar Pembuluh Darah Paru

Penurunan aliran Retensi pembuluh Terganggunya suplai Gangguan Penumpukan


Terjadi
darah ke ginjal darah darah utero plasenta Kontraktilitas darah
endoteliosis
miokard
Merangsang Peningkatan Peningkatan LAEDP
Penurunan aliran darah Sel darah
korteks adrenal tekanan Payah jantung
ke arteri spiralis merah pecah
untuk hasilkan intrakranial Kongesti vena
aldosterone Hipoksia/anoksia Transpor O2 ke pulmonal
Kejang Mengeluh sel menurun Suplai darah
Retensi Na dan nyeri perifer menurun Proses perpindahan
Gangguan
Air dalam MK : pertumbuhan Gangguan cairan karena
tubulus renalis Risiko MK : Nyeri plasenta metabolism Akral dingin perbedaan tekanan
Cedera Akut aerob
Peningkatan volume Intra Uterine Growth MK : Risiko Timbul edema
intravascular Retardation (IUGR) Metabolisme Perfusi Perifer
anaerob Tidak Efektif Gangguan fungsi
Peningkatan tekanan MK : Risiko alveoli
hidrostatik intravascular Hasilkan 2
Cedera Janin
ATP dan asam
laktat Ronchi,
Perembesan cairan plasma takipnea,PaCO2
darah keluar dan masuk meningat
Kelelahan
keruang intersisiel
MK : Gangguan
MK :
Menyebabkan Penurunan Pertukaran Gas
Intoleransi
edema produksi urine Aktivitas

MK : MK : Gangguan
Hipervolemia Eliminasi Urine
7. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu
dan janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu
maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :
1) Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah,
meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang
ditandai dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang
berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan
meningkat jika mempunyai riwayat preeklamsia.
d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi
beberapa organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat
berupa perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan
untuk pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan
darah yang menyebar karena protein tersebut terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum
kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan
plasenta, yang akan membahayakan keselamatan wanita hamil
dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah otak akibat tingginya tekanan di dalam
pembuluh tersebut. Ketika seseorang mengalami perdarahan di
otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena adanya
penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak
mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah,
kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan
kematian.
2) Bagi Janin
a. Prematuritas
b. Kematian Jani
c. Terhambatnya pertumbuhan janin
d. Asfiksia Neonatorum

8. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
preeklampsia adalah sebagai berikut (Abiee, 2012) :
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %)
b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).
c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine
c. Pemeriksaan Fungsi hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul
d) Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat
(N= 15-45 u/ml)
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat
(N= <31 u/l)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
d. Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
2) Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah

9. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsi adalah
sebagai berikut :
1) Tirah Baring miring ke satu posisi
2) Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ
3) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan
garam
4) Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam
pemberian cairan infus Ringer Laktat 60-125 ml/jam
5) Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik
6) Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi)
Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi
partus pada usia kehamilan diatas 37 minggu.

10. Pencegahan
Timbulnya preeklamsia tidak bisa dicegah sepenuhnya, tetapi
bisa diberikan pengetahuan dan pengawasan yang baik untuk ibu yang
sedang hamil, diantaranya :
1) Pemeriksaan Kehamilan
Kunjungan kehamilan / ANC (Antenatal Care) merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan awal dari
preeklamsia (Nur & Arifuddin, 2017). Rajinlah memeriksakan
kehamilan di pelayanan kesehatan, Jika timbul perubahan perasaan
ibu dan gerak janin dalam rahim. Pemeriksaan kehamilan yang
bermutu dan teratur serta teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
terjadinya preeklamsia, agar penyakit tidak menjadi lebih berat maka
diberikan pengobatan yang cukup dan pemberian terapi yang tepat
untuk ibu dan janinnya harus dilakukan dalam waktu penanganan
semestinya. Tujuan utama dari penanganan ini adalah mencegah
terjadinya preeklamsia berat, yang akan mengarah pada eklampsia
maupun komplikasi (Anasitu, 2015).
2) Diet Makan
Makanlah makanan yang memiliki protein tinggi, karbohidrat tinggi,
vitamin cukup, lemak rendah, rendah garam dan yang lebih penting
yaitu dianjurkan untuk hindari penambahan berat badan (Marmi,
2011).
3) Istirahat yang cukup
Dalam bertambahnya usia istirahat yang cukup disesuaikan
kemampuan dan kebutuhan, dianjurkan agar klien lebih sering duduk
atau baring mengarah belakang janin agar aliran darah menuju ke
plasenta tidak terganggu (Marmi, 2011).
Strategi ini biasanya melibatkan manipulasi diet dan upaya
farmakologis untuk mengubah mekanisme patofisiologi yang diduga
berperan dalam perkembangan preeklamsia. Terapi farmakologis
mencakup penggunaan antioksidan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk
mengidentifikasi, mengenal masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan
pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Deden Dermawan,
2012). Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu dengan preeklampsia
ialah sebagai berikut (Mitayani, 2012) :
a) Anamnesa : Identitas klien, meliputi: Inisial nama, TTL / Usia,
Pendidikan terakhir, suku, pekerjaan, agama, dan alamat tempat
tinggal
b) Alasan dirawat dirumah sakit
a. Keluhan utama : klien dengan preeklampsia sering mengeluh
demam dan sakit kepala
c) Riwayat kesehatan
Preeklampsia sering terjadi pada primigravida, yaitu usia < 20 tahun
atau > 35 tahun.
a. Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
oedema pada ekstremitas, pusing, nyeri epigastrium, mual
muntah, penglihatan kabur
b. Riwayat kesehatan dahulu: klien memiliki riwayat penyakit
ginjal, anemia, vaskular esensial, hipertensi kronik dan diabetes
melitus
c. Riwayat kesehatan keluarga: kemungkinan mempunyai riwayat
preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga
d. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklampsia
sebelumnya.
e. Riwayat penggunaan kontrasepsi : perlu ditanyakan pada klien,
apakah pernah atau tidak mengikuti kontrasepsi jika klien
pernah mengikuti kontrasepsi maka yang ditanyakan adalah
jenis kontrasepsi, efek samping, alasan pemberhentian
kontrasepsi (bila tidak memakai kembali) serta lamanya
penggunaan kontrasepsi.
d) Pola fungsional kesehatan
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
2) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan
pokok maupun selingan. Pada klien dengan preeklampsia sering
terjadi peningkatan berat badan atau penurunan berat badan, dan
terkadang nyeri pada epigastrium.
3) Pola eliminasi : pada klien dengan preeklampsia sering
ditemukan gejala proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes
celup, oliguria
4) Pola aktivitas sehari-hari : pada klien preeklampsia biasanya
terjadi gejala kelemahan, penambahan berat badan atau
penurunan berat badan, dan ditandai dengan pembengkakan
pada bagian ekstremitas dan wajah.
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola perseptual
7) Pola persepsi diri
8) Pola seksual dan reproduksi : seperti HPHT, jumlah anak dll
9) Pola peran hubungan : hubungan antara pasien dengan suami
atau anggota keluarga lain juga akan mempengaruhi kesehatan
pasien
10) Pola manajemen koping stres : cara pasien mengatasi stres yang
dialami karena sakit atau pasca hamil
11) Sistem nilai dan kepercayaan : emosi yang tidak stabil
menyebabkan kecemasan, oleh karena perlu kesiapan moril
untuk menghadapi resikonya
e) Neurosensori
Pada klien dengan preeklampsia sering mengalami hipertensi,
terkadang terjadi kejang atau koma.
f) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: baik, cukup, lemah.
a. Kesadaran: compos mentis (eye: 4, verbal: 5, motorik: 6)
b. Kepala sampai leher: pada klien dengan preeklampsia
terkadang terjadi oedem pada bagian wajah, pada leher
terkadang terdapat pembesaran vena jugularis
c. Pemeriksaan dada: dikaji apakah terdapat lesi, jejas, masa
abnormal, dan nyeri tekan pada payudara
d. Pemeriksaan sistem pernafasan
Pada klien dengan preeklampsia biasanya pernafasan
kurang dari 16 x/menit, klien mengalami sesak setelah
melakukan aktivitas, dan terdapat suara nafas tambahan.
e. Pemeriksaan sistem cardiovaskular
- Inspeksi: terdapat sianosis, kulit pucat
- Palpasi: biasanya terjadi peningkatan tekanan darah,
nadi meningkat atau menurun
- Auskultasi: untuk mendengarkan irama jantung
- Perkusi: untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
resonasi jantung.
f. Pemeriksaan ekstremitas: pada klien dengan preeklampsia
sering terdapat oedem pada ekstremitas akibat gangguan
filtrasi glumeroulus yang meretensi garam dan natrium
g. Pemeriksaan sistem persyarafan: pada klien dengan
preeklampsia kadang terjadi hiperfleksi, dan klonus pada
kaki
h. Pemeriksaan abdomen: pada klien intranatal abdomen
membesar sesuai usia kehamilan, apakah adanya sikatrik
bekas operasi atau tidak. Pada pemeriksaan dengan cara
palpasi maka akan ditemukan hasil:
- Leopold I: teraba fundus uteri 3 jari dibawah procecus
xyphoideus, teraba massa lebar, lunak noduler
- Leopold II: teraba tahanan terbesar di sebelah kiri,
bagian-bagian kecil janin disebelah kanan. Pada
pemeriksaan ini berfungsi untuk mendengarkan detak
jantung janin, nilai normal detak jantung janin ialah
142 kali dan terdengar regular
- Leopold III: teraba masa keras
- Leopold IV: pada bagian terbawah janintelah masuk
pintu atas panggul.
i. Pemeriksaan genetalia: pada pasien dengan preeklampsia
perlu diketahui apakah ada pengeluaran cairan pervaginam
berupa lendir bercampur darah.
g) Pemeriksaan penunjang
Data penunjang dilakukan atas indikasi tertentu yang digunakan
untuk memperoleh keterangan yang lebih jelas. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan data penunjuang seperti pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan ultrasonography (USG).
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3).
b. Pemeriksaan fungsi hati
- Bilirubin meningkat
- LDH (laktat dehydrogenase) meningkat
- Serum glutamate oirufat transaminase (SGOT) meningkat
- Total protein serum menurun
c. Tes kimia darah: asam urat meningkat
d. Radiologi
- Ultrasonografi (ditemukannya retardasi pertumbuhan janin
intrauterus, pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin
lambat, serta volume cairan ketuban sedikit)
- Kardiotografi : diketahui denyut jantung bayi lemah

2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d ortopnea,
edema, berat badan meningkat dalam waktu singkat, oliguria, hb/ht
turun
2) Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih
d.d urin menetes, sering buang air kecil, distensi kandung kemih,
berkemih tidak tuntas
3) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, gelisah, bersikap protektif
4) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
d.d dispnea, PCO2 meningkat, takikardi
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakeimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d mengeluh lelah, merasa lemah, frekuensi
jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat
6) Risiko perfusi perifer tidak efektif b.d faktor risiko hipertensi
7) Risiko cedera b.d faktor risiko kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh
8) Risiko cedera janin b.d faktor risiko disfungsi uterus

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan SIKI : Manajemen 1. Mengetahui manifestasi
keperawatan selama…. x 24 Hipervolemia kelebihan cairan pada
jam diharapkan Observasi : pasien
keseimbangan cairan 1. Periksa tanda dan gejala 2. Mengetahui penyebab
meningkat, dengan kriteria hipervolemia (mis. sehingga dapat
hasil : ortopnea, dispnea, memberikan tindakan
1. Tidak terjadi edema edema) yang sesuai
2. Tekanan darah dalam 2. Identifikasi penyebab 3. Mengetahui tanda-
rentang normal (120/80 hipervolemia tanda vital pasien
mmHg) 3. Monitor status 4. Membatasi pemasukan
3. Denyut nadi normal (60- hemodinamik (mis. cairan yang berlebih
100x/menit) frekuensi jantung, 5. Mengurangi kelebihan
4. Membran mukosa tekanan darah) cairan
lembab 4. Monitor intake dan 6. Memberikan posisi
5. Turgor kulit elastis output cairan nyaman pada pasien
Terapiutik : 7. Memantau jumlah
5. Batasi asupan cairan cairan yang masuk
dan garam 8. Mengatasi kelebihan
6. Tinggikan kepala cairan
tempat tidur 30-400
Edukasi :
7. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian
diuretik
2 Gangguan Setelah dilakukan SIKI : Manajemen 1. Mengetahui frekuensi,
Eliminasi asuhan keperawatan Eliminasi Urine konsistensi, baud an
Urine selama…. x 24 jam Observasi : warna urine
diharapkan 1. Monitor eliminasi urine 2. Menentukan internsi
kontinensia urine (frekuensi, konsistensi, yang akan diberikan
membaik, dengan bau, warna) 3. Membantu dalam
kriteria hasil : 2. Identifikasi tanda dan penghitungan balance
1. Kemampuan berkemih gejala retensi atau cairan
meningkat inkontinensia urine 4. Mengetahui apakah ada
2. Distensi kandung kemih Terapiutik : terjadi infeksi ataupun
menurun 3. Catat waktu-waktu dan keadaan tubuh
3. Frekuensi berkemih haluaran berkemih 5. Mencegah terjadinya
dalam rentang normal 4. Ambil sampel urine infeksi yang akan
(4-8 kali) tengah (midstream) atau terjadi
4. Tidak terjadi kesulitan kultur 6. Memenuhi kebutuhan
untuk memulai berkemih Edukasi : cairan dalam tubuh
(hesitancy) 5. Ajarkan tanda dan 7. Mencegah terjadinya
gejala infeksi saluran kesulitan dalam
berkemih berkemih dan
6. Anjurkan minum yang terjadinya infeksi yang
cukup, jika tidak ada berkelanjutan
kontraindikasi
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian
obat supositoria uretra,
jka perlu
3 Nyeri Akut Setelah dilakukan SIKI : Manejemen Nyeri 1. Mengetahui tingkat
asuhan keperawatan Observasi : nyeri yang dialami
selama…. x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, pasien apakah ringan,
diharapkan tingkat karakteristik, durasi, sedang atau berat
nyeri menurun, frekuensi, kualitas dan 2. Menentukan derajat
dengan kriteria intensitas nyeri nyeri pasien
hasil : 2. Identifikasi skala nyeri 3. Menentukan tindakan
1. Melaporkan nyeri 3. Identifikasi factor yang yang tepat untuk
berkurang dalam memperberat nyeri mengurangi nyeri
rentang skala ringan 1-3 Terapiutik : 4. Memfokuskan
(0-10) 4. Berikan teknik non perhatian pasien,
2. Tekanan darah pasien farmakologis utuk membantu menurunkan
normal (120/80 mmHg) mengurangi rasa nyeri tegangan otot dan
3. Frekuensi nadi normal (mis. akupresure, terapi meningkatkan
(60-100x/menit) musik, terapi pijat, prosespenyembuhan
4. Pasien tidak tampak aromaterapi, kompres 5. Memberikan
meringis dan gelisah hangat/dingin, teknik kenyamanan pada
tarik nafas dalam) pasien
5. Kontrol lingkungan 6. Memberikan edukasi
yang memperberat rasa kepada pasien untuk
nyeri (pencahayaan, memanfaat teknik
suhu ruangan, nonfarmakologis untuk
kebisingan) mengurangi nyeri
Edukasi : 7. Membantu mengurangi
6. Ajarkan teknik nyeri yang dialami
nonfaramakologis pasien
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan
dokter terkait
pemberian analgetik,
jika perlu
4 Gangguan Setelah dilakukan asuhan SIKI : Pemantauan 1. Memantau frekuensi,
Pertukaran keperawatan selama…. x 24 Respirasi irama, kedalaman dan
Gas jam diharapkan gangguan Observasi : upaya napas
pertukaran gas pasien 1. Monitor frekuensi, 2. Mengetahui jika terjadi
meningkat, dengan kriteria irama, kedalaman dan suara napas tambahan
hasil : upaya napas 3. Meminimalisir
1. Dispnea berkurang 2. Monitor pola napas tersumbatnya jalan
2. Tidak terdapat bunyi (seperti bradipnea, napas
napas tambahan takipnea, hiperventilasi, 4. Memantau kadar
3. Takikardia membaik kussmaul, cheyne- oksigen dalam tubuh
(60-100x/menit) stokes, biot, ataksik) 5. Mencatat hasil
3. Monitor adanya pemantauan sebagai
sumbatan jalan napas bahan evaluasi
4. Monitor saturasi 6. Memberikan
oksigen kesempatan keluarga
Terapeutik : untuk bertanya
5. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
6. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
5 Intoleransi Setelah dilakukan asuhan SIKI : Manajemen Energi 1. Memonitor gangguan
Aktivitas keperawatan selama…. X Observasi : fungsi tubuh yang
24 jam diharapkan toleransi 1. Identifikasi gangguan mengakibatkan
aktivitas membaik dengan fungsi tubuh yang kelelahan
kriteria hasil : mengakibatkan 2. Memfasilitasi pasien
1. Frekuensi nadi dalam kelelahan istirahat cukup
rentang normal (60- 2. Monitor pola dan jam 3. Membantu memberikan
100x/menit) tidur rasa aman dan nyaman
2. Keluhan lelah menurun Terapiutik : pada pasien
3. Tidak ada dispnea saat 3. Sediakan lingkungan 4. Membantu
beraktifitas yang nyaman dan mempercepat
4. Tidak ada dispnea rendah stimulasi (mis. pemulihan
setelah beraktifitas suara, cahaya, 5. Mengurangi risiko
kunjungan) cedera pada pasien
Edukasi : 6. Mengatasi serta
4. Anjurkan tirah baring mempercepat
5. Anjurkan melakukan penyembuhan pasien
aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi :
6. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
6 Risiko Setelah dilakukan asuhan SIKI : Perawatan 1. Memonitor nadi
Perfusi keperawatan selama…. X Sirkulasi perifer, edema, warna,
Perifer Tidak 24 jam diharapkan perfusi Observasi : suhu pasien
Efektif perifer meningkat dengan 1. Periksa sirkulasi perifer 2. Membantu mengetahui
kriteria hasil : (nadi perifer, edema, rencana tindakan yang
1. Frekuensi nadi dalam warna, suhu) akan diberikan pada
rentang normal (60- 2. Identifikasi faktor pasien
100x/menit) risiko gangguan 3. Memantau terjadinya
2. Akral hangat sirkulasi (mis. diabetes, edema pada pasien
3. Turgor kulit elastis hipertensi, perokok 4. Mengurangi kejadian
4. Warna kulit tidak pucat atau kadar kolesterol komplikasi atau
tinggi) kejadian risiko syok
3. Monitor kepanasan, 5. Membantu membentuk
kemerahan, nyeri, atau kebiasaan aktivitas
bengkak pada yang sehat
ekstermitas 6. Membantu mengontrol
Terapiutik : dan meminimalisir
4. Hindari pengukuran kenaikan tekanan darah
tekanan darah pada secara drastis
ektermitas dengan 7. Menghidari terjadinya
keterbatasan perfusi infeksi pada pasien
Edukasi : 8. Mengatasi perbaikan
5. Anjurkan berolahraga kondisi pasien
rutin
6. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah
7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit
8. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (rendah lemak
jenuh, minyak ikan
omega 3)
7 Risiko Setelah dilakukan asuhan SIKI : Pencegahan Cedera 1. Memonitor lingkungan
Cedera keperawatan selama…. X Observasi : yang mungkin menjadi
24 jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi area risiko cedera
cedera pasien menurun, lingkungan yang 2. Mengurangi risiko
dengan kriteria hasil : berpotensi jatuh
1. Tidak terjadi cedera menyebabkan cedera 3. Meminimalisir kejadian
pada pasien Terapeutik cedera
2. Tekanan darah 2. Gunakan pengaman 4. Memberikan pasien
membaik (120/80 tempat tidur kesempatan untuk
mmHg) 3. Pastikan roda tempat bertanya serta
3. Frekuensi nadi tidur dalam kondisi memahami kondisinya
membaik terkunci saat ini
(60-100x/menit) Edukasi
4. Frekuensi napas 4. Jelaskan alasan
membaik (16-20 intervensi pencegahan
x/menit) jatuh pada keluarga
5.
8 Risiko Setelah dilakukan asuhan SIKI : Pemantauan 1. Memantau status
Cedera Pada keperawatan selama…. x 24 Denyut Jantung Janin kehamilan pasien
Janin jam diharapkan tingkat Observasi : 2. Mengetahui riwayat
cedera janin menurun, 1. Identifikasi status pemeriksaan atau obat
dengan kriteria hasil : obstetrik yang dikonsumsi
Setelah dilakukan asuhan 2. Identifikasi riwayat pasien
keperawatan selama…. x 24 obstretik 3. Memastikan janin
jam diharapkan tingkat 3. Periksa denyut jantung dalam kondisi yang
cedera pasien menurun, janin selama 1 menit aman
dengan kriteria hasil : Terapeutik : 4. Membantu memberikan
1. Tidak terjadi cedera 4. Atur posisi pasien kenyamanan pada
pada janin Edukasi : pasien serta
2. DJJ dalam batas normal 5. Jelaskan tujuan dan mengurangi stres pada
(120-160 x/menit) prosedur pemantauan janin
3. Tidak terjadi luka pada 5. Memberikan pasien
janin kesempatan untuk
bertanya serta
memahami kondisi
janin dan dirinya saat
ini

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana untuk mencapai
tujuan yang spesifik yang ditujukan untuk membantu klien dalam hal
mencegah penyakit, peningkatkan derajat kesehatan dan pemulihan
kesehatan.

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan yang dilakukan dengan Format SOAP. Evaluasi
dapat di bedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dievaluasi selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan
tentang perencanaan lanjutan terhadap masalah yang di alami oleh
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Abiee. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Retrieved from https://


galeriabiee.com. Diakses pada 14 Februari 2022 pukul 10.20 WITA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2015). Profil kesehatan indonesia


2014. Jakarta: Depkes RI

Faiqoh, & dkk. (2014). Hubungan karakteristik ibu dan kebutuhan perawatan ibu
hamil dengan kejadian preeklampsia. Jurnal Berkala Epidemiologi,
Vol. 2, No. 2 Mei 2014 , 216–226

Manuaba, IAC., I Bagus, dan IB Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit


Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi Kedua. Jakarta:
EGC

Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : SalembaMedika

Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI) & Himpunan Kedokteran Feto


Maternal (HKFM). (2016). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK) : Ketuban Pecah Dini. Indonesia: POGI & HKFM.
1-17/http:/www.alumniobgynunpad.com

Pratiwi, W. (2017). Asuhan Keperawatan Preeklamsia Pada Maternitas.


https://www.academia.edu/36262522/Pre-Eklamsia. Diakses pada 14
Februari 2022 pukul 10.20 WITA

Sukarni, I dan Wahyu, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas.


Yogyakarta: Nuha Medika

Sutrimah, Mifbakhuddin and Wahyuni, D. (2015). ‘Faktor-faktor yang


berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu hamil di rumah
sakit Roemani Muhammadiyah Semarang’. Jurnal Kebidanan
Universitas Muhammadiyah Semarang, 4(1)

Sukarni, Icemi K., & Margareth. (2013). Kehamilan, Persalinan, dan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Defenisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai