Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA

OLEH
NI PUTU EKA BUDIARTINI

(219012696)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2022
PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA

A. Konsep Dasar Teori Post Partum


1. Definisi Post Partum
Masa nifas atau post partum atau disebut juga masa puerperium merupakan waktu yang
diperlukan untuk memulihkan kembali organ reproduksinya seperti saat sebelum hamil atau
disebut involusi terhitung dari selesai persalinan hingga dalam jangka waktu kurang lebih 6
Minggu atau 42 hari (Maritalia, 2017). Masa nifas adalah suatu periode pertama setelah
kelahiran, periode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara 4
minggu hingga 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relative tidak kompleks
dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis. Beberapa
dari perubahan tersebut dapat menyebabkan komplikasi yang serius (Cunnningham Gary,
2012).

2. Klasifikasi Post Partum


Post partum atau masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu:
1. Post partum dini yaitu kepulihan yang mana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Post partum intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu
3. Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Ambarwati, 2010)

3. Etiologi
Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), etiologi post partum dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Post partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir,robekan jalan lahir dan
hematoma.
b. Post partum lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi didaerah insersi
plasenta dari luka bekas secsio sesaria.

Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti atau jelas, terdapat
beberapa teori antara lain ( Rustman Muchtar, 2009) :
1. Penurunan kadar progesterone.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan
ketentraman otot rahim.
2. Penurunan kadar progesterone.
Pada akhirnya kehamilan kadar oxytocin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot rahim
3. Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
4. Pengaruh janin
Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena itu
pada enencephalus kehamilan sering lebih lama dan biasa
5. Teori prostagladin.
Teori prostagladin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan.

4. Patofisiologi
Dalam masa postpartum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan perubahan alat
genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan.
perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena
pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae
Otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum, pembuluh-pembuluh darah yang ada
antara nyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan mengehentikan perdarahan setelah
plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah bentuk serviks agak
menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis degenerasi
dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira kira
setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2
sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu
kehamilan dan setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sediakala.

5. Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum


1. Sistem Reproduksi
a. Involusio Uteri
Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran
bayi. (Andriani, Dian Septiana. 2012). Involusio terjadi karena masing-masing sel
menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang berlebihan dibuang. Involusio disebabkan
oleh proses autolysis, dimana zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian
dibuang sebagai air kencing. Perubahan-perubahan pada uterus selama postpartum dapat
dilihat pada tabel dibawah.
Involusi Tinggi fundus uterus Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 100gr


Plasenta lahir 2 jari di bawah pusat 750gr
1minggu Pertengahan pusat simfisis 500gr
2minggu Tidak teraba di atas 350gr
simfisis
6 minggu Bertambah kecil 50gr
8 minggu Sebesar normal 30gr

b. Involusio Tempat Plasenta


Pada pemulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang
tersumbat oleh trombus. Biasanya luka yang demikian, sembuh dengan menjadi parut. Hal
ini disebabkan karena dilepaskan dari dasar dengan pertumbuhan endometrium baru di
bawah pemukaan luka. Rasa sakit yang disebut after pains ( meriang atau mules-mules )
disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung 3-4 hari pasca persalinan.( Kumalasari,
Intan. 2015).
c. Lochea
Lochea merupakan btt pada masa nifas. Lochia dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Lochea rubra: lochea ini muncul pada hari 1-4 masa postpartum, berwarna merah karena
berisi darah segar jaringan sisa-sisa plasenta.
2. Lochea saguinolenta: cairan berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung hari
ke 4-7.
3. Lochea serosa: berwarna kuning kecklatan, muncul hari ke 7-14.
4. Lochea alba: mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, serabut jaringan yang mati,
berlangsung selama 2-6 minggu.
d. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong berwarna merah
kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir
tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah
7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
e. Vagina dan perineum
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan suatu saluran yang
luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali
kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae ( lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan )
timbul kembali pada minggu ketiga. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih
sering terjadi

sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada
perineum terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala
janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada 11
sirkumferensia suboksipito bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas
episiotomi lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik.
2. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
a. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi
oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.
b. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian
belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap
tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita
yang tidak menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke
arah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan menstruasi.
c. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh
belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang mengikatkan volume darah. Di samping itu, progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan
vulva, serta vagina.
3. Sistem kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali. Tapi biasanya
terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut
dengan hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap

penurunan resistensi di daerah panggul.


4. Sistem Urinaria
Selama proses persalinan, kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan
edema dan menurunnya sensitifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan,
tekanan yang berlebihan dan kekosongan kandung kemih yang tidak tuntas, hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya infeksi. Biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil sampai 2
hari post partum.
5. Sistem Gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena
pada saat melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi
kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurang makan, haemoroid,
dan laserasi jalan lahir.
6. Sistem Muskuloskeletal
a. Ambulasi pada umumnya mulai 1-8 jam setelah ambulasi dini untuk mempercepat involusio
rahim.
b. Otot abdomen terus-menerus terganggu selama kehamilan yang mengakibatkan
berkurangnya tonus otot, yang tampak pada masa post partum dinding perut terasa lembek,
lemah, dan kendor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut distensi recti
abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding abdomen bila ibu telentang. Latihan yang
ringan seperti senam nifas akan membantu penyembuhan alamiah dan kembalinya otot pada
kondisi normal.
7. Sistem kelenjar mamae
a. Laktasi
Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan yang disekresi payudara selama
lima hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari puting susu.
b. Kolostrum
Dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh payudara, kolostrum
mengandung lebih banyak protein, yang sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak
mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum mengandung
globul lemak agak besar di dalam yang disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli
dianggap merupakan sel-sel epitel yang telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain
dianggap sebagai fagosit mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak. Kolostrum
merupakan cairan prasusu yang dihasilkan ibu dalam 24- 36 jam pertama setelah
melahirkan. Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan
bertahap menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan dalam kolostrum. Kandungan
immunoglobulin A mungkin memberikan perlindungan pada neonatus melawan infeksi
enterik. Faktor-faktor kekebalan

hospes lainnya, juga immunoglobulin - immunoglobulin, terdapat di dalam kolostrum


manusia dan air susu. Faktor ini meliputi komponen komplemen, makrofag, limfosit,
laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim.
c. Air susu
Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air dan lemak. Air susu isotonik
dengan plasma, dengan laktosa bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotik.
Protein utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam retikulum endoplasmik kasar sel
sekretorik alveoli.
Asam amino esensial berasal dari darah, dan asam- asam amino non-esensial sebagian
berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu
adalah protein-protein unik yang tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif
disekresi ke dalam air susu. Perubahan besar yang terjadi 30-40 jam post partum antara lain
peninggian mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari glukosa didalam sel-sel
sekretorik alveoli dikatalisis oleh lactose sintetase. Beberapa laktosa meluap masuk ke
sirkulai ibu dan mungkin disekresi oleh ginjal dan ditemukan di dalam urin kecuali kalau
digunakan glukosa oksidase spesifik dalam pengujian glikosuria. Asam-asam lemak
disintetis di dalam alveoli dari glukosa. Butirbutir lemak disekresi dengan proses semacam
apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu manusia tetapi dalam jumlah
yang berbeda. Kadar masing-masing meninggi dengan pemberian makanan tambahan pada
ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K, pemberian vitamin K
pada bayi segera setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan pada
neonatus. Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi, besi di dalam air
susu manusia absorpsinya lebih baik dari pada besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu
tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu. Kelenjar mamae, seperti
kelenjar tiroid, menghimpun iodium, yang muncul di dalam air susu. (Cunningham, F Gary,
Dkk, 2015)
8. Sistem Intergumen
Penurunan melanin setelah persalinan menyebabkan berkurangnya hiperpigmentasi kulit.
a. Hiperpigmentasi pada aerola mammae dan linea nigra mungkin menghilang sempurna
sesudah melahirkan.
6. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum
Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologi ibu post partum dibagi menjadi 3
fase yaitu :
1. Fase Taking In (Fase mengambil) / ketergantungan
Fase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua post partum. Ibu sangat tergantung
pada orang lain, adanya tuntutan akan kebutuhan makan dan tidur, ibu sangat membutuhkan
perlindungan dan kenyamanan.

2. Fase Taking Hold / ketergantungan mandiri


Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari ke sepuluh post partum, secara bertahap tenaga
ibu mulai meningkat dan merasa nyaman, ibu sudah mulai mandiri namun masih
memerlukan bantuan, ibu sudah mulai memperlihatkan perawatan diri dan keinginan untuk
belajar merawat bayinya.
3. Fase Letting Go / kemandirian
Fase ini terjadi pada hari ke sepuluh post partum, ibu sudah mampu merawat diri sendiri, ibu
mulai sibuk dengan tanggung jawabnya

7. Kebutuhan Dasar Ibu Post Partum


1. Nutrisi dan cairan
Pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian serius, karena dengan
nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan
air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan
banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi
sebagai berikut yaitu mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. Minum sedikitnya
3 liter air setiap hari, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan, minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat
memberikan vitamin A kepada bayi melalui ASI. (Nadjamuddin, Eka Suryani. 2016)
2. Ambulasi
Jika tidak ada kelainan lakukan mobilisasi sedini mungkin, yaitu 2 jam setelah
persalinan normal. Pada ibu dengan partum normal ambulasi dini dilakukan paling tidak 6-
12 jam postpartum. Tahapan ambulasi yaitu miring kiri atau kanan terlebih dahulu kemudian
duduk dan apabila ibu sudah cukup kuat berdiri maka ibu dianjurkan untuk berjalan
(mungkin ke toilet untuk berkemih). Manfaat ambulasi dini adalah sebagai berikut:
a. Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
b. Menurunkan insiden tromboembolisme.
c. Memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina (lochea).
d. Mempercepat mengembalikan tonus otot dan vena.
3. Eliminasi
a. Buang air kecil
Ibu diminta untuk buang air kecil ( miksi ) 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam
postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc,maka
dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu
menunggu 8 jam untuk kateterisasi. Berikut ini sebab- sebab terjadinya kesulitan
berkemih

( retensio urine) pada ibu postpartum yaitu berkurangnya tekanan intraabdominal, otot-
otot perut masih lemah, edema pada uretra, dinding kandung kemih belum sensitif.
b. Buang air besar
Buang air besar pada ibu postpartum biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena enema
persalinan, diit cairan, obat-obatan analgetik dan dan perineum yang sangat sakit. Bila
lebih dari 3 hari belum bisa buang air besar bisa diberikan obat laksantia. Ambulasi
secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi buang air besar, asupan cairan
yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.
4. Personal hygiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh,
pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga. Langkah-langkah
yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri ibu postpartum yaitu anjurkan
kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum, mangajarkan ibu bagaimana membersihkan
daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan
daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah
sekitar anus. Nasehati ibu untuk membersihkan daerah vulva setiap kali selesai buang air
kecil atau besar. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua
kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan
dibawah matahari dan setrika. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan air dan sabun
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka
episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari dan menyentuh daerah
tersebut.
5. Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
yaitu anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan,
serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur. Kurang istirahat akan
mempengaruhi ibu dalam beberapa hal yaitu mengurangi jumlah ASI yang diproduksi,
memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi
dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
6. Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifas harus memenuhi syarat yaitu
secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk

memulai malakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Banyak budaya yang
mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya
setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan
yang bersangkutan.
7. Latihan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi uterus. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-
alat kandungan. Sebagai akibat kehamilan, dinding perut menjadi lembek disertai adanya
striae gravidarum yang membuat keindahan tubuh akan sangat terganggu. Cara untuk
mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing seperti semula adalah dengan
melakukan latihan dan senam nifas.

8. Komplikasi Ibu Post Partum


a. Klien post partum komplikasi pendarahan
Pendarahan post partum adalah pendarahan dalam kala IV lebih dari 500-600cc dalam
24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof. Dr. Rustman Mochtar, MPH, 1998).
Pendarahan post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Early postpartum: terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2. Late postpartum: terjadi lebih dari 24 jam pertama setalah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi pendarahan
post partum.

1. Menghentikan pendarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

Penyebab umum pendarahan post partum adalah:

1. Atonia uteri.
2. Retensi plasenta
3. Sisa plasenta dan selaput ketuban.
a. Pelekatan yang abnrmal (plasenta akreta dan perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episitomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Repture urteri.
5. Penyakit darah
a. Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia

b. Klien post partum komplikasi infeksi


Infeksi pasca partum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan
(Kumalasari, Intan. 2015).
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat
persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat
rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang
tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah:
1. Streptococcus haemoliticus anaerobic.
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat.
2. Staphylococcus aureus.
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi
sebab infeksi umum.
3. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada
parineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi
traktus urinarius.
4. Clostridium welchii.
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini
lebih sering terjadi ada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar
rumah sakit.
c. Klien post partum komplikasi penyakit blues.
Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues
dimengerti sebagai suatu sindrome gangguan afek ringan yang seringg tampak dalam
minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk
pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau 2 minggu
pasca persalinan.
Baby blues adalah keadaan yang mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman
(kesedihan atau kemurungan) atau gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan
dengan hubungannya dengan si bayi, ataupun dengan dirinya sendiri. Etiologi atau penyebab
pasti terjadinya post partum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun banyak faktor
yang diduga berperan terhadap terjadinya post partum blues, antara lain:

1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron,


prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh
pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktivitas
enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
noradrenalin dan seretonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan
yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungan (suami, keluarga dan teman)
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.

2.9 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang mungkin terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak
(500 ml), nadi lemah, haus, pucat, lochea warna merah, gelisah, letih, tekanan darah rendah
ekstremitas dingin, dapat pula terjadi syok hemorogik. Gejala klinik berdasarkan penyebab
ada lima yaitu :
a) Antonia Uteri Uterus berkontraksi lembek , terjadi perdarahan segera setelah lahir
b) Robekan jalan lahir Terjadi perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi
lahir, konterksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul pucat,
lemah, menggigil.
c) Retensio plasenta Plasenta belum lahir selama 30 menit, perdarahan segera, kontraksi
uterus baik.
d) Tertinggalnya sisa plasenta selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang
tertinggal, perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi
baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e) Inversio uterus Uterus tidak teraba, lumen vagina berisi massa, perdarahan segera, nyeri
berat.
2.10 Penatalaksanaan.
1. Penatalaksanaan medis
a. Observasi ketat 2 jam postpartum (adanya komplikasi pendarahan)
b. 6-8 jam pascapersalinan: istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
c. Hari ke 1-2: memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan
perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian
informasi tentang senam nifas.
d. Hari ke-2: mulai latihan duduk
e. Hari ke-3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan.

B. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA


1. DEFINISI
a. Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2012). Sectio Caesarea adalah
suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatann pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Siti, dkk 2013).
b. Sectio Caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen
dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dai 1000 garm atau umur
kemamilan > 28 minggu (Manuaba, 2012).
c. Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong.
Seksio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam
Maryunani, 2014).
d. Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada
dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak
termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus rupture uteri atau
kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991 dalam Maryunani, 2014).
e. Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan
dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan
bayi (Juditha dan Cynthia, 2009 dalam Maryuani, 2014).
f. Seksio Cesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. (Prawirohardjo, 2010).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio cesarea


adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.

2. GEJALA KLINIS
1. Gejala Klinis
Data subjektif :
1. Pasien mengeluh nyeri pada perut akibat luka operasi
2. Pasien mengeluh sulit untuk tidur
3. Pasien mengeluh sulit untuk bergerak/beraktivitas
4. Pasien mengeluh badannya panas

Data objektif:
1. Pasien tampak meringis
2. Takikardi
3. Konjungtiva anemis
4. Suhu meningkat
5. Tampak luka abdomen akibat luka operasi
6. Lingkaran hitam di mata
7. ADL di bantu
8. Terdapat tanda-tanda infeksi
9. Pasien tampak gelisah
(Prawirohardjo, 2008)

3. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Indikasi seksio Cesarea menurut Nugroho (2012) yaitu :
a. Indikasi mutlak
Indikasi ibu
1. Panggul sempit absolut
2. Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi
3. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.
4. Stenosis serviks/vagina.
5. Plasenta previa.
6. Disproporsi sefalopelvik.
7. Ruptura uteri membakat.
Indikasi janin
1. Kelainan letak.
2. Gawat janin
3. Prolapsus plasenta
4. Perkembangan bayi yang terlambat
5. Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.

b. Indikasi relatif
1. Riwayat seksio cesarea sebelumnya
2. Presentasi bokong
3. Distosia
4. Fetal distress
5. Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6. Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

7. Gemeli, menurut Eastman, seksio cesarea dianjurkan :


a. Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
b. Bila terjadi interlock
c. Distosia oleh karena tumor
d. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
c. Indikasi Sosial
1. Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
2. Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan
dasar panggul
3. Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan
Kontraindikasi
Menurut Nugroho (2012) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:
1. Janin mati
2. Syok
3. Anemia berat
4. Kelainan kongenital berat
5. Infeksi piogenik pada dinding abdomen
6. Minimnya fasilitas operasi seksio cesarea.

4. PENYEBAB
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa
terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan
yang disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).

5. PATOFISIOLOGI

Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan

normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus diilakukan tindakan

Sectiocaesarea, bahkan sekarang Sectiocaesarea menjadi salah satu pilihan

persalinan (Sugeng, 2010). Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan

yyang menyebabkan bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya

plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis, pannggul sempit, partus tidak

maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksia service dan mall presentasi janin,

kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu

Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan

menyebabkan pasien mengalami mobilisasii sehingga akan menimbulkan

masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan

fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri

pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan

perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain

itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding

abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan

saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin

dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post

operasii, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko

infeksi.

6. KLASIFIKASI

Klasifikasi Sectio Caesarea (Itowiyono & Kristiyanasari 2012) meliputi :


a. Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian
pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi
melintang segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam
pelaksanaan obstetric.
b. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang,
insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi.
c. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul.
Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong
dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga
lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk
mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen
atas adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.
d. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea
Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada
prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum
peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh
dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
e. Histerektomi Caesareae
Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan denngan pengeluaran
uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi total).
Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mmudah dan dapatt dikerjakan
lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat

perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek
akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan
adalah menyelesaikannya secepat mungkin.

f. PATHWAY
Terlampir

g. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO), dan pencocokan silang, tes Coombs.
2. Nb Urinalisis : menentukan kadar albumin / glukosa.
3. Pelvimetri : menentukan CPD.
4. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
5. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan
presentasi janin.
6. Amniosintesis : mengkaji maturitas paru janin.
7. Tes stress kontraksi atau tes non-stres : mengkaji respons janin terhadap gerakan /
stress dari pola kontraksi uterus / pola abnormal.
8. Penentuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/ aktivitas uterus (Mochtar
R, 2008).

h. TERAPI/PENATALAKSANAAN
Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
1. Ruang Pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau
dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik.
2. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang
tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan
kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena
yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer
Laktat atau larutan Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah
diiberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
3. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam
setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah
didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan
darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.

4. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin
75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg intramuskuler.
5. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah
operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang
lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
6. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan
dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama
operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah ke hipovoemik.
7. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang
payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara.
8. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan
tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis.
Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis tunggal
dapat diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi
9. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam. Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan
berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai
hari kelima pasca operasi sectio caesarea.
10. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.

i. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerperal (nifas)
Infeksi ini berupa ringan dan berat, kenaikan suhu beberapa hari termasuk dalam
kategori ringan, sedangkan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung termasuk sedang. Kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dengan
peritonitis , sepsis dan ileus paralitik termasuk dalam kategori berat. Infeksi disebabkan
oleh adanya kuman atau bakteri sumber penyebab infeksi pada daerah luka. Infeksi
menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat penyembuhan
luka (Marmi, 2016).
2. Perdarahan
Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka,
atonia uteri, perdarahan pada plasental bed. Perdarahan primer sebagai akibat
kegagalan mencapai homeostatis karena insisrahim atau akibat atonia uteri yang
dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan.Sepsis setelah terjadi
pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini lebih besar bila sectio caesaria
dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim.Luka
kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisis terlalu
tinggi. Cidera pada
sekeliling struktur usus besar, kandung kemih yang lebar dan ureter. Hematuri
singkat dapat terjadi akibat terlalu antusias dalam menggunakan regaktor di daerah
dinding kandung kemih (Jitowiyono & Kristyanasari, 2012).
3. Komplikasi yang timbul pada eklampsia
Komplikasi tergantung derajat pre eklampsia atau eklampsia antara lain Antonia
uteri, Sindom HELLP (Hemolysis, Elevated Livr Enzimes, Low Platelet Count),
ablasi retina, KID (Koagulasi Intravaskuler Diseminata), Gagal gijal, Perdarahan otak,
edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasenta, misalnya
pertumbuhan janin terlambat dan prematuritas (Saputri, 2013).
4. Hipotermi
Perawatan pasien pasca bedah dapat menjadi kompleks akibat perubahan fisiologis
yang mungkin terjadi, diantaranya komplikasi perdarahan, irama jantung tidak teratur,
gangguan pernafasan, sirkulasi, pengontrolan suhu (hipotermi), serta fungsi-fungsi
vital lainnya seperti fungsi neurologis, integritas kulit dan kondisi luka,fungsi
genito-urinaria, gastrointestinal, keseimbangan cairan dan elektrolit serta rasa
nyaman (Potter, 2006). Beberapa kejadian menggingil (hipotermia) yang tidak
diinginkan mungkin dialami pasien akibat suhu yang rendah di ruang operasi, infus

dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas yang dingin, kavitas atau luka terbuka
pada
tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut, atau agent obat- obatan yang
digunakan seperti vasodilator/fenotiasin. (Minarsih 2013).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register  ,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penanggulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
11) Nilai – Spritual
Penilian mengenai nilai dan spritual pasien
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kuning
4) Telinga
Bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
7) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot yang
ditandai dengan ADL bergantung terhadap orang lain ataupun alat, gerak otot
kurang terkoordinasi
5. Risiko terhadap ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan tidak
berpengalaman dan / atau payudara membengkak.
6. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan adanya hemoragi.
7. Resiko terhadap perubahan menjadi orangtua berhubungan dengan tidak
berpengalaman, perasaan inkompeten, ketidakberdayaan, anak yang tidak diingini,
kekecewaan dengan anak, kurangnya model peran.
III.Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC Label : pain
dengan agen cedera keperawatan selama … x 6 management
bilogi : pelepasan jam diharapkan nyeri klien 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui seberapa
mediator nyeri (histamin, berkurang / terkontrol dengan secara komprehensif
berat nyeri yang dialami
prostaglandin) akibat kriteria hasil : tentang nyeri meliputi
trauma jaringan dalam NOC Label : pain level lokasi, karakteristik, pasien.
pembedahan (section  Klien melaporkan nyeri durasi, frekuensi,
caesarea) berkurang / terkontrol kualitas, intensitas nyeri
Skala 1-4, N : dan faktor presipitasi. 2. Untuk mengetahui
60-100x/mnt. 2. Observasi respon
kondisi pasien ketika
 Wajah tidak tampak nonverbal dari
meringis ketidaknyamanan mengalami nyeri
 Klien tampak rileks, dapat (misalnya wajah
berisitirahat, dan meringis) terutama
beraktivitas sesuai ketidakmampuan untuk
kemampuan berkomunikasi secara
efektif.
3. Kaji efek pengalaman 3. Mampu memberikan
nyeri terhadap kualitas
intervensi yang tepat
hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan 4. Untuk mengurangi nyeri
teknik nonanalgetik
yang dirasakan.
(relaksasi progresif,
latihan napas dalam,
imajinasi, sentuhan
terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor 5. Untuk memberikan rasa
lingkungan yang yang nyaman pada pasien.
dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi untuk 6. Analgetik berfungsi
penggunaan kontrol untuk mengurangi rasa
analgetik, jika perlu.
nyeri.

2 Risiko infeksi Setelah diberikan asuhan NIC Label : Infection


berhubungan dengan keperawatan selama … x 6 Control 1. Untuk mencegah
trauma jaringan / luka jam diharapkan klien tidak 1. Tinjau ulang kondisi dasar terjadinya infeksi
bekas operasi (SC) mengalami infeksi dengan / faktor risiko yang ada
kriteria hasil : sebelumnya. Catat waktu
NOC Label : Risk Control pecah ketuban. 2. Diagnosa dini dari
 Tidak terjadi tanda - tanda 2. Kaji adanya tanda infeksi infeksi lokal dapat
infeksi (kalor, rubor, (kalor, rubor, dolor, tumor, dicegah
dolor, tumor, fungsio fungsio laesa) 3. Mencegah kontaminasi
laesea). 3. Lakukan perawatan luka
 Suhu dan nadi dalam batas dengan teknik aseptik 4. Mempertahankan agar
normal ( suhu = 36,5 - 4. Inspeksi balutan tetap steril
37,50 C, frekuensi nadi = abdominal terhadap
60 - 100x/ menit) eksudat / rembesan.
 WBC dalam batas normal Lepaskan balutan sesuai
(4,10-10,9 10^3 / uL) indikasi 5. Mencegah penyebaran
 Hb dalam batas normal 5. Anjurkan klien dan kuman dari keluarga
(13,5-17,5 g/dL) keluarga untuk mencuci pasien
 HCT dalam batas normal tangan sebelum / sesudah
(41-53 %) menyentuh luka 6. Mengetahui adanya
6. Pantau peningkatan suhu, tanda-tanda infeksi
nadi, dan pemeriksaan
laboratorium jumlah WBC
/ sel darah putih 7. Untuk memantau
7. Kolaborasi untuk system kekebalan tubuh
pemeriksaan Hb dan Ht.
Catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur
pembedahan. 8. Memenuhi kebutuhan
8. Anjurkan intake nutrisi butrisi dan memeprcepat
yang cukup penyembuhan
9. Kolaborasi penggunaan 9. Mencegah infeksi
antibiotik sesuai indikasi
3 Ansietas berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC Label : Anxiety
dengan kurangnya keperawatan selama … x 6 management
informasi tentang jam diharapkan ansietas klien 1. Kaji respon psikologis 1. Untuk mengetahui
prosedur pembedahan, berkurang dengan kriteria terhadap kejadian dan kondisi psikologis dan
penyembuhan, dan hasil : ketersediaan sistem sumber pendukung
perawatan post operasi NOC Label : Anxiety status pendukung
 Klien terlihat lebih tenang 2. Tetap bersama klien, 2. Untuk menenangkan
dan tidak gelisah bersikap tenang dan pasien
 Klien mengungkapkan menunjukkan rasa empati 3. Agar mampu
bahwa ansietasnya 3. Observasi respon menentukan intervensi
berkurang nonverbal klien (misalnya: yang tepat untuk
gelisah) berkaitan dengan diberikan untuk
ansietas yang dirasakan mengurangi cemas
4. Dukung dan arahkan 4. Agar pasien mampu
kembali mekanisme mengatasi ansietas yang
koping dialami
5. Berikan informasi yang 5. Untuk menambah
benar mengenai prosedur pengetahuan pasien dan
pembedahan, membuat pasien lebih
penyembuhan, dan tenang
perawatan post operasi. 6. Untuk meningkatkan
6. Diskusikan pengalaman / rasa percaya diri dan
harapan kelahiran anak mengurangi rasa cemas.
pada masa lalu. 7. Untuk mengetahui
7. Evaluasi perubahan keberhasilan pemberian
ansietas yang dialami klien intervensi.
secara verbal

4 Hambatan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan NIC Label :


berhubungan dengan keperawatan selama ...x 24 Exercise Joint Therapy
penurunan kendali otot jam diharapkan klien dapat 1. Monitor TTV 1. Mengetahui
yang ditandai dengan toleran terhadap aktivitas perkembangan kondisi
ADL bergantung dengan kriteria hasil : pasien
terhadap orang lain NOC Label:Mobility 2. Tentukan keterbatasan 2. Mengetahui kemampuan
ataupun alat, gerak otot 1)ADL mandiri pergerakan sendi pergerakan pasien
kurang terkoordinasi 2)Gerakan sendi terkoordinasi 3. Lindungi pasien dari 3. Mencegah cidera
trauma saat latihan
4. Bantu pasien untuk ROM 4. Meningkatkan fungsi
aktif/pasif otot
5. Beri reinforcement untuk 5. Meningkatkan
latihan gerak sendi kepercayaan diri pasien
6. Kolaborasi dengan dokter 6. Untuk meningkatkan
pemberian vitamin fungsi dan kemampuan
tambahan untuk suplai otot agar bekerja lebih
energi maksimal

5 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC (Konseling Laktasi)


menyusui berhubungan keperawatan selama ……x24 1. Observasi keadaan 1. Keadaan payudara yang
dengan produksi ASI jam diharapkan ibu dapat payudara ibu bengkak dapat
yang tidak adekuat menyusui secara efektif menghambat proses
dengan kriteria hasil: menyusui pada bayi
NOC (Keberhasilan 2. Beri penjelasan pada ibu 2. Pemberian ASI secara
Menyusui: Bayi) pentingnya pemberian teratur dapat
1. Payudara ibu tidak ASI pada bayi mengurangi terjadinya
bengkak pemengkakan pada
2. Ibu mengerti tentang payudara ibu.
perawatan payudara 3. Ajarkan ibu cara 3. Teknik menyusui yang
3. Ibu mengerti tentang menyusui yang benar benar dapat
teknik menyusui meningkatkan asupan
yang benar ASI pada bayi

6. Risiko kekurangan Setelah diberikan asuhan NIC (Manajemen Syok:


volume cairan keperawatan selama …x 24 Volume)
berhubungan adanya jam diharapkan kekurangan 1. Observasi tanda-tanda 1. Peningkatan suhu pada
hemoragi. volume cairan tidak terjadi vital pasien dapat
dengan kriteria hasil: menunjukkan adanya
NOC (Keseimbangan peningkatan kebutuhann
Cairan) cairan
1. Tanda-tanda vital dalam 2. Observasi turgor kulit dan 2. Menjadi indikator
batas normal kelembaban mukosa bibir langsung untuk
2. Tidak ada tanda-tanda menunjukkan
dehidrasi, elastisitas ketidakadekuatan cairan
turgor kulit baik, dalam tubuh
membrane mukosa baik, 3. Anjurkan ibu untuk 3. Pemenuhan cairan sesuai
tidak ada rasa haus yang minum kurang lebih 2500 kebutuhan dapat
berlebih. cc perhari mengurangi terjadinya
dehidrasi
4. Kolaborasi dalam 4. Pemberian cairan
pemberian cairan melalui melalui IV dapat
IV mencegah terjadinya
kekurangan cairan pada
pasien
7. Resiko terhadap Setelah diberikan asuhan NIC (Peningkatan
perubahan menjadi keperawatan selama ……x24 Pengasuhan)
orangtua berhubungan jam diharapkan pencapaian 1. Monitor status kesehatan 1. Memantau kesehatan
dengan tidak menjadi orang tua tercapai, anak, pemeriksaan anak, anak, rutin melakukan
berpengalaman, perasaan dengan kriteria hasil: dan status imunisasi pemeriksaan pada anak,
inkompeten, NOC (Kinerja Pengasuhan: dan pemenuhan
ketidakberdayaan, anak Bayi) imunisasi yang
yang tidak diingini, 1. Konsisten dalam diberikan pada anak
kekecewaan dengan memberikan pengawasan 2. Ajarkan orang tua 2. Mengenali perilaku
anak, kurangnya model yang tepat pada bayi menanggapi isyarat bayi yaitu menangis
peran. 2. Secara konsisten perilaku yang ditunjukan dengan kuat, gerakan-
memberikan stimulus oleh bayi mereka gerakan aktif, memiliki
sensori/motoric dengan reflek isap yang kuat
tepat sehingga menjadi saat
3. Secara konsisten yang kuat untuk
melakukan pemeriksaan memberikan asi
anak yang 3. Informasikan orang tua 3. Memberikan informasi
direkomendasikan tenaga dimana bisa mendapatkan mengenai keluarga
kesehatan. layanan keluarga berencana sejak dini
berencana kepada ibu.
4. Kolaborasi dengan dokter 4. Pemberian terapi dapat
mengenai terapi yang membantu ibu dalam
diberikan proses pemulihan

IV. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
V. Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea).
1) Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
2) Skala 1-4, N : 60-100x/mnt.
3) Wajah tidak tampak meringis
4) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
b. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operas.i
1) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,5 0 C, frekuensi nadi = 60 -
100x/ menit)
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
4) Hb dalam batas normal (13,5-17,5 g/dL)
5) HCT dalam batas normal (41-53 %)
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.
1) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
2) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot yang ditandai
dengan ADL bergantung terhadap orang lain ataupun alat, gerak otot kurang
terkoordinasi
1) ADL mandiri
2) Gerakan sendi terkoordinasi
e. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan produksi ASI yang tidak adekuat
1) Payudara ibu tidak bengkak
2) Ibu mengerti tentang perawatan payudara
3) Ibu mengerti tentang teknik menyusui yang benar
f. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan adanya hemoragi.
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa
baik, tidak ada rasa haus yang berlebih.
g. Resiko terhadap perubahan menjadi orangtua berhubungan dengan tidak
berpengalaman, perasaan inkompeten, ketidakberdayaan, anak yang tidak diingini,
kekecewaan dengan anak, kurangnya model peran.
1) Konsisten dalam memberikan pengawasan yang tepat pada bayi
2) Memberikan stimulus sensori/motoric dengan tepat s
3) Secara konsisten melakukan pemeriksaan anak yang direkomendasikan tenaga
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Dian Septiana. 2012. LP Post Partum. http://www.scribd.com/doc/98167262/LP-


Post-Partum. Diakses pada tanggal 10 Januari 2022
Bobak, L.J,2011. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Hafifah, (2011). Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Persalinan Normal.
Kumalasari, Intan. 2015. Perawatan Antenatal, Intranatal, Pstnatal Bayi Baru Lahir dan
Kontrasepsi. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.
Manuaba. 2012. Sectio Caesaria. https://www.google. com/url?sa
=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj
Ty9D7raz1AhVl7XMBHdPsBsgQFnoECAIQAQ&url=http%3A%2F
%2Feprints.umm.ac.id%2F54265%2F3%2FBAB
%25202.pdf&usg=AOvVaw1pN4y9VWC2ZNL8JXmRdw-S Diakses pada
tanggal 10 Januari 2022
Mucthar. 2011. Sectio Caesaria. http://repository.ump. ac.id/1468/3/ WIDIT%20
LUPITA%2 0SARI%20BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 10 Januari
2022
Nadjamuddin, Eka Suryani. 2016. Lp Post Partum Normal.
http://www.scribd.com/doc/307203826/Lp-Post-Partum-Normal. Diakses pada
tanggal 10 Januari 2022
Rohani, Saswita, Reni.Marisah. (2014). Asuhan Kebidanan Pada <asa Persalinan. Jakarta:
Salembah Medika.
Sofian. 2012. Sectio Caesaria. http://eprints.umpo.ac.id/5038/3/BAB%202.pdf Diakses
pada tanggal 10 Januari 2022
Wiknjosastro G. 2012. Pelatihan Klinik Asuhan Keperawatan Persalinan Normal. Jakarta :
ISBN.
LAMPIRAN PATHWAY

SECTIO CAESAR

Adaptasi fisiologi Adaptasi psikologi

Luka post operasi Post Anastesi Laktasi Taking in


Reflek Peristaltik Letting go
Taking hold
(ketergantungan) ( kemandirian )
Merangsang area Jaringan terbuka (ketergantungan
Menekan Lambung Penurunan saraf Hormon mandiri)
Prolaktin
sensorik ekstremitas bawah ekstrogen Resiko
meningkat
Terputusnya Perubahan
Gangguan Rasa kontinuitas jaringan Merangsang reflek Khawatir dan Peran
mual muntah Kelumpuhan Pembentukan
Nyaman bingung Menjadi
ASI
Orang Tua
Invansi Mual muntah Gangguan
Nyeri Bakteri Pembentukan
Mobilitas Fisik
Akut Ansietas ASI
Output cairan
Resiko berlebih
Penyempitan
Infeksi
pada duktus
Risiko invertus
kekurangan
volume ASI tidak
cairan keluar

Menyusui tidak
efektif

Anda mungkin juga menyukai