SECTIO CAESARIA
OLEH
NI PUTU EKA BUDIARTINI
(219012696)
3. Etiologi
Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), etiologi post partum dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Post partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir,robekan jalan lahir dan
hematoma.
b. Post partum lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi didaerah insersi
plasenta dari luka bekas secsio sesaria.
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti atau jelas, terdapat
beberapa teori antara lain ( Rustman Muchtar, 2009) :
1. Penurunan kadar progesterone.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan
ketentraman otot rahim.
2. Penurunan kadar progesterone.
Pada akhirnya kehamilan kadar oxytocin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot rahim
3. Keregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
4. Pengaruh janin
Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena itu
pada enencephalus kehamilan sering lebih lama dan biasa
5. Teori prostagladin.
Teori prostagladin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan.
4. Patofisiologi
Dalam masa postpartum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan perubahan alat
genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan.
perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena
pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamae
Otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum, pembuluh-pembuluh darah yang ada
antara nyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan mengehentikan perdarahan setelah
plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah bentuk serviks agak
menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis degenerasi
dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira kira
setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2
sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu
kehamilan dan setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sediakala.
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada
perineum terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi
luas apabila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala
janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada 11
sirkumferensia suboksipito bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas
episiotomi lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik.
2. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
a. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi
oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.
b. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian
belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap
tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita
yang tidak menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke
arah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan menstruasi.
c. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh
belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang mengikatkan volume darah. Di samping itu, progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan
vulva, serta vagina.
3. Sistem kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali. Tapi biasanya
terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut
dengan hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap
( retensio urine) pada ibu postpartum yaitu berkurangnya tekanan intraabdominal, otot-
otot perut masih lemah, edema pada uretra, dinding kandung kemih belum sensitif.
b. Buang air besar
Buang air besar pada ibu postpartum biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena enema
persalinan, diit cairan, obat-obatan analgetik dan dan perineum yang sangat sakit. Bila
lebih dari 3 hari belum bisa buang air besar bisa diberikan obat laksantia. Ambulasi
secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi buang air besar, asupan cairan
yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.
4. Personal hygiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh,
pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga. Langkah-langkah
yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri ibu postpartum yaitu anjurkan
kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum, mangajarkan ibu bagaimana membersihkan
daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan
daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah
sekitar anus. Nasehati ibu untuk membersihkan daerah vulva setiap kali selesai buang air
kecil atau besar. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua
kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan
dibawah matahari dan setrika. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan air dan sabun
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka
episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari dan menyentuh daerah
tersebut.
5. Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
yaitu anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan,
serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur. Kurang istirahat akan
mempengaruhi ibu dalam beberapa hal yaitu mengurangi jumlah ASI yang diproduksi,
memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi
dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
6. Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifas harus memenuhi syarat yaitu
secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk
memulai malakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Banyak budaya yang
mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya
setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan
yang bersangkutan.
7. Latihan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi uterus. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-
alat kandungan. Sebagai akibat kehamilan, dinding perut menjadi lembek disertai adanya
striae gravidarum yang membuat keindahan tubuh akan sangat terganggu. Cara untuk
mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing seperti semula adalah dengan
melakukan latihan dan senam nifas.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi pendarahan
post partum.
1. Menghentikan pendarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
1. Atonia uteri.
2. Retensi plasenta
3. Sisa plasenta dan selaput ketuban.
a. Pelekatan yang abnrmal (plasenta akreta dan perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episitomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Repture urteri.
5. Penyakit darah
a. Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia
2. GEJALA KLINIS
1. Gejala Klinis
Data subjektif :
1. Pasien mengeluh nyeri pada perut akibat luka operasi
2. Pasien mengeluh sulit untuk tidur
3. Pasien mengeluh sulit untuk bergerak/beraktivitas
4. Pasien mengeluh badannya panas
Data objektif:
1. Pasien tampak meringis
2. Takikardi
3. Konjungtiva anemis
4. Suhu meningkat
5. Tampak luka abdomen akibat luka operasi
6. Lingkaran hitam di mata
7. ADL di bantu
8. Terdapat tanda-tanda infeksi
9. Pasien tampak gelisah
(Prawirohardjo, 2008)
b. Indikasi relatif
1. Riwayat seksio cesarea sebelumnya
2. Presentasi bokong
3. Distosia
4. Fetal distress
5. Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6. Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
4. PENYEBAB
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa
terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan
yang disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
5. PATOFISIOLOGI
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan
plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis, pannggul sempit, partus tidak
maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksia service dan mall presentasi janin,
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
operasii, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko
infeksi.
6. KLASIFIKASI
perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek
akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan
adalah menyelesaikannya secepat mungkin.
f. PATHWAY
Terlampir
g. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO), dan pencocokan silang, tes Coombs.
2. Nb Urinalisis : menentukan kadar albumin / glukosa.
3. Pelvimetri : menentukan CPD.
4. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
5. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan
presentasi janin.
6. Amniosintesis : mengkaji maturitas paru janin.
7. Tes stress kontraksi atau tes non-stres : mengkaji respons janin terhadap gerakan /
stress dari pola kontraksi uterus / pola abnormal.
8. Penentuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/ aktivitas uterus (Mochtar
R, 2008).
h. TERAPI/PENATALAKSANAAN
Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
1. Ruang Pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau
dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik.
2. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang
tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan
kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan intravena
yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan Ringer
Laktat atau larutan Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah
diiberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
3. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam
setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah
didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan
darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
4. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin
75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg intramuskuler.
5. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah
operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang
lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
6. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan
dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama
operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah ke hipovoemik.
7. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang
payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara.
8. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan
tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis.
Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis tunggal
dapat diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi
9. Mobilisasi
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam. Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi setengah duduk. Selanjutnya dengan
berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai
hari kelima pasca operasi sectio caesarea.
10. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.
i. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerperal (nifas)
Infeksi ini berupa ringan dan berat, kenaikan suhu beberapa hari termasuk dalam
kategori ringan, sedangkan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung termasuk sedang. Kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dengan
peritonitis , sepsis dan ileus paralitik termasuk dalam kategori berat. Infeksi disebabkan
oleh adanya kuman atau bakteri sumber penyebab infeksi pada daerah luka. Infeksi
menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat penyembuhan
luka (Marmi, 2016).
2. Perdarahan
Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka,
atonia uteri, perdarahan pada plasental bed. Perdarahan primer sebagai akibat
kegagalan mencapai homeostatis karena insisrahim atau akibat atonia uteri yang
dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan.Sepsis setelah terjadi
pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini lebih besar bila sectio caesaria
dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim.Luka
kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisis terlalu
tinggi. Cidera pada
sekeliling struktur usus besar, kandung kemih yang lebar dan ureter. Hematuri
singkat dapat terjadi akibat terlalu antusias dalam menggunakan regaktor di daerah
dinding kandung kemih (Jitowiyono & Kristyanasari, 2012).
3. Komplikasi yang timbul pada eklampsia
Komplikasi tergantung derajat pre eklampsia atau eklampsia antara lain Antonia
uteri, Sindom HELLP (Hemolysis, Elevated Livr Enzimes, Low Platelet Count),
ablasi retina, KID (Koagulasi Intravaskuler Diseminata), Gagal gijal, Perdarahan otak,
edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasenta, misalnya
pertumbuhan janin terlambat dan prematuritas (Saputri, 2013).
4. Hipotermi
Perawatan pasien pasca bedah dapat menjadi kompleks akibat perubahan fisiologis
yang mungkin terjadi, diantaranya komplikasi perdarahan, irama jantung tidak teratur,
gangguan pernafasan, sirkulasi, pengontrolan suhu (hipotermi), serta fungsi-fungsi
vital lainnya seperti fungsi neurologis, integritas kulit dan kondisi luka,fungsi
genito-urinaria, gastrointestinal, keseimbangan cairan dan elektrolit serta rasa
nyaman (Potter, 2006). Beberapa kejadian menggingil (hipotermia) yang tidak
diinginkan mungkin dialami pasien akibat suhu yang rendah di ruang operasi, infus
dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas yang dingin, kavitas atau luka terbuka
pada
tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia yang lanjut, atau agent obat- obatan yang
digunakan seperti vasodilator/fenotiasin. (Minarsih 2013).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register ,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penanggulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
11) Nilai – Spritual
Penilian mengenai nilai dan spritual pasien
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kuning
4) Telinga
Bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
7) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot yang
ditandai dengan ADL bergantung terhadap orang lain ataupun alat, gerak otot
kurang terkoordinasi
5. Risiko terhadap ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan tidak
berpengalaman dan / atau payudara membengkak.
6. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan adanya hemoragi.
7. Resiko terhadap perubahan menjadi orangtua berhubungan dengan tidak
berpengalaman, perasaan inkompeten, ketidakberdayaan, anak yang tidak diingini,
kekecewaan dengan anak, kurangnya model peran.
III.Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC Label : pain
dengan agen cedera keperawatan selama … x 6 management
bilogi : pelepasan jam diharapkan nyeri klien 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui seberapa
mediator nyeri (histamin, berkurang / terkontrol dengan secara komprehensif
berat nyeri yang dialami
prostaglandin) akibat kriteria hasil : tentang nyeri meliputi
trauma jaringan dalam NOC Label : pain level lokasi, karakteristik, pasien.
pembedahan (section Klien melaporkan nyeri durasi, frekuensi,
caesarea) berkurang / terkontrol kualitas, intensitas nyeri
Skala 1-4, N : dan faktor presipitasi. 2. Untuk mengetahui
60-100x/mnt. 2. Observasi respon
kondisi pasien ketika
Wajah tidak tampak nonverbal dari
meringis ketidaknyamanan mengalami nyeri
Klien tampak rileks, dapat (misalnya wajah
berisitirahat, dan meringis) terutama
beraktivitas sesuai ketidakmampuan untuk
kemampuan berkomunikasi secara
efektif.
3. Kaji efek pengalaman 3. Mampu memberikan
nyeri terhadap kualitas
intervensi yang tepat
hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan
hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan 4. Untuk mengurangi nyeri
teknik nonanalgetik
yang dirasakan.
(relaksasi progresif,
latihan napas dalam,
imajinasi, sentuhan
terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor 5. Untuk memberikan rasa
lingkungan yang yang nyaman pada pasien.
dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi untuk 6. Analgetik berfungsi
penggunaan kontrol untuk mengurangi rasa
analgetik, jika perlu.
nyeri.
IV. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
V. Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea).
1) Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
2) Skala 1-4, N : 60-100x/mnt.
3) Wajah tidak tampak meringis
4) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
b. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operas.i
1) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,5 0 C, frekuensi nadi = 60 -
100x/ menit)
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
4) Hb dalam batas normal (13,5-17,5 g/dL)
5) HCT dalam batas normal (41-53 %)
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.
1) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
2) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot yang ditandai
dengan ADL bergantung terhadap orang lain ataupun alat, gerak otot kurang
terkoordinasi
1) ADL mandiri
2) Gerakan sendi terkoordinasi
e. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan produksi ASI yang tidak adekuat
1) Payudara ibu tidak bengkak
2) Ibu mengerti tentang perawatan payudara
3) Ibu mengerti tentang teknik menyusui yang benar
f. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan adanya hemoragi.
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa
baik, tidak ada rasa haus yang berlebih.
g. Resiko terhadap perubahan menjadi orangtua berhubungan dengan tidak
berpengalaman, perasaan inkompeten, ketidakberdayaan, anak yang tidak diingini,
kekecewaan dengan anak, kurangnya model peran.
1) Konsisten dalam memberikan pengawasan yang tepat pada bayi
2) Memberikan stimulus sensori/motoric dengan tepat s
3) Secara konsisten melakukan pemeriksaan anak yang direkomendasikan tenaga
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
SECTIO CAESAR
Menyusui tidak
efektif