Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

OLEH :

NI MADE SEPTYARI

219012702

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2021
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Gangguan Rasa Nyaman dan Nyeri
Kenyamanan merupakan suatu keadaan seseorang merasa sejahtera
atau nyaman baik secara mental, fisik maupun sosial. Dimana kenyamanan
fisik merupakan rasa sejahtera atau nyaman secara fisik. Kenyamanan
lingkungan merupakan rasa sejahtera atau rasa nyaman yang
dirasakan didalam atau dengan lingkungannya. Kenyamanan sosial
merupakan keadaan rasa sejahtera atau rasa nyaman
dengan situasi sosialnya (Keliat dkk, 2015).
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan seseorang merasa kurang
nyaman dan sempurna dalam kondisi fisik, psikospiritual, lingkungan,
budaya dan sosialnya. Gangguan rasa nyaman mempunyai batasan
karakteristik yaitu: ansietas, berkeluh kesah, gangguan pola tidur, gatal,
gejala distress, gelisah, iritabilitas, ketidakmampuan untuk rileks, kurang
puas dengan keadaan, menangis, merasa dingin, merasa kurang senang
dengan situasi, merasa hangat, merasa lapar, merasa tidak nyaman,
merintih, dan takut (Keliat dkk, 2015).
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan
adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan yang terkadang dialami individu. Nyeri dalam kamus
medis yaitu perasaan distres, kesakitan, ketidaknyamanan yang
ditimbulkan dari stimulasi ujung saraf tertentu. Tujuan nyeri terutama
untuk perlindungan, nyeri berperan sebagai suatu sinyal peringatan dari
tubuh terhadap jaringan yang sedang mengalami kerusakan dan meminta
individu untuk meredakan atau menghilangkan nyeri dari sumber (Rosdahl
& Kowalski, 2017).
Jadi dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu rasa yang tidak
nyaman bagi individu bersifat subjektif dan berhubungan dengan panca
indra baik ringan maupun berat.
2. Etiologi
Agen cidera sebagai berikut:
a) Biologis: penyebab nyeri karena kerusakan fungsi organ atau jaringan
tubuh.
b) Zat kimia: penyebab nyeri karena bahan kimia.
c) Fisik: penyebab fisik karena trauma fisik.
d) Psikologi: penyebab nyeri yang bersifat psikologi seperti kelainan
organic, nekrosis traumatic, eulzofronia (Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia, 2016).

3. Patofisiologi & Pathway


Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor serta adanya
rangsangan. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor
nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga
nosiseptor. Secara anatomis reseptor nyeri ada yang bermialin dan tidak
bermialin dari saraf eferen. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis
serta menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai
didalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Sekali stimulus
nyeri mencapai korteks serebral, maka otak akan mengintepretasikan
kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan
pengetahuan nyeri dalam upaya mempersepsikan nyeri. Kerusakan seluler
yang disebabkan oleh stimulus interna, mekanik, kimiawi, atau stimulus
listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan
diidentifikasi. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua
komponen, yaitu :
a. Serabut A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan
transmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam,
yang akan cepat hilang jika penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan
transmisi 0,5-2 m/det) terdapat pada daerah yang lebih dalam. Nyeri
biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi (Tamsuri, 2012)
PATHWAY

Agen cedera kimiawi Agen cedera fisik (abses,


Agen cedera fisiologis (inflamasi,
(terbakar, bahan kimia iritan) amputasi, terbakar, terpotong)
iskemia, neoplasma)

Kerusakan jaringan/sel

Pelepasan mediator nyeri (histamin, bradykinin,


serotonin, ion kalsium, prostaglandin, dll)

Merangsang nosiseptor (reseptor nyeri)

Dihantarkan serabut tipe A


dan serabut tipe C

Medulla spinalis

System aktivasi retikular Area griseas


periakueduktus

Talamus
Hipotalamus dan sistem
limbik Talamus

Otak (korteks sensori


somatik)

Persepsi nyeri

Nyeri kurang dari 3 bulan, mengeluh Nyeri telah ada lebih dari 3 bulan,
nyeri, gelisah, meringis, bersikap gelisah, berfokus pada diri sendiri,
protektif, nadi meningkat anoreksia, meringis

Nyeri Akut Nyeri Kronis


4. Klasifikasi
1) Klasifikasi nyeri berdasarkan waktunya di bagi menjadi dua, yaitu:
a. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,
dengan onsel mendadak atau lambat dan berinteraksi ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia, 2016).
b. Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,
dengan onsel mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2016).
2) Klasifikasi nyeri berdasarkan berat ringannya, yaitu:
a. Nyeri ringan, merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas
ringan. Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat
berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri sedang, merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang
sedang. Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan
mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri berat, merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat.
Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang.
3) Klasifikasi nyeri berdasarkan etiologinya
Nyeri somatik dapat di deskripsikan sebagian nyeri tajam, panas,
menyengat, yang dapat ditunjukkan lokasinya serta diasosiasikan
dengan nyeri tekan lokal di sekitarnya.
a. Nyeri visera dideskripsikan sebagai nyeri tumpul, kram atau kolik
yang terlokalisir yang dapat disertai dengan nyeri tekan lokal,
nyeri alih, mual, berkeringat dan perubahan kardiovaskular.
b. Nyeri kutaneus dapat dikarakteristikkan sebagai onset yang tiba-
tiba dengan kualitas yang tajam atau menyengat atau onset yang
berlangsung perlahan dengan kualitas seperti sensasi terbakar,
bergantung dari tipe serat saraf yang terlibat. Reseptor nyeri
kutaneus berakhir di bawah kulit. (Black & Hawks, 2014).

5. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Reaksi klien terhadap nyeri sangat personal dan memberikan
berbagai variasi terhadap pengalaman nyeri antar individu.
1) Persepsi nyeri
Persepsi nyeri atau interpretasi nyeri merupakan komponen penting
dalam pengalaman nyeri. Oleh karena kita menerima dan
menginterpretasikan nyeri juga dirasakan berbeda pada tiap
individu. Persepsi nyeri tidak hanya bergantung dari derajat kerusakan
fisik. Baik stimulus fisik maupun faktor psikososial dapat
memengaruhi pengalaman kita akan nyeri. Walaupun beberapa ahli
setuju mengenai efek spesifik dari faktor-faktor ini dalam
memengaruhi persepsi nyeri yaitu kecemasan, pengalaman, perhatian,
harapan, dan arti di balik situasi pada saat terjadinya cedera (Black &
Hawks, 2014).
2) Faktor sosiobudaya
Ras, budaya, dan etnik merupakan faktor yang memengaruhi seluruh
respons sensori, termasuk respons terhadap nyeri. Peneliti menemukan
bahwa penilaian perawat mengenai nyeri yang dialami klien
dipengaruhi oleh kepercayaan dan budaya mereka sendiri (Black &
Hawks, 2014).
3) Usia
Terdapat beberapa variasi dalam batas nyeri yang dikaitkan dengan
kronologis usia. Individu dewasa mungkin tidak melaporkan
adanya nyeri karena takut bahwa hal tersebut mengindikasikan
diagnosis yang buruk. Nyeri juga dapat berarti kelemahan, kegagalan,
atau kehilangan kontrol bagi orang dewasa (Black & Hawks, 2014).
4) Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat menjadi faktor dalam respon nyeri, anak laki-laki
jarang melaporkan nyeri dibandingkan anak perempuan. Di
beberapa budaya di Amerika Serikat, laki-laki jarang mengekspresikan
nyeri dibandingkan anak perempuan. Hal ini tidak berarti jika anak
laki-laki jarang merasakan nyeri, namun mereka jarang
memperlihatkan hal itu. (Black & Hawks, 2014).
5) Pengalaman Sebelumnya Mengenai Nyeri
Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri memengaruhi persepsi
akan nyeri yang di alami saat ini oleh klien. Individu yang mengalami
pengalaman buruk sebelumnya mungkin menerima episode
selanjutnya dengan lebih intens meskipun dengan kondisi medis yang
sama. Sebaliknya, klien mungkin melihat pengalaman mendatang
secara positif karena tidak seburuk sebelumnya (Black & Hawks,
2014).
6) Arti Nyeri
Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan
klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai
makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa nyeri
dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat
baik. Sebaliknya klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat
merasa lebih menderita (Kozier, 2011).
7) Ansietas
Ansietas sering kali menyertai nyeri. Ancaman dari sesuatu yang
tidak diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa
yang menyertai nyeri sering kali memperburuk persepsi nyeri.
Seseorang yang mengalami nyeri percaya bahwa mereka dapat
mengontrol nyeri akan mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka (Kozier, 2011).
8) Efek plasebo
Plasebo biasa diberikan saat pemberi layanan kesehatan meragukan
apakah klien benar-benar merasakan nyeri. Plasebo adalah pil yang
berbentuk seperti obat biasa namun tidak memiliki sifat atau
kandungan obat. Ketika klien diberikan plasebo, mereka diberitahu
bahwa pil tersebut mengandung obat untuk mengatasi nyeri. Saat ini
dilaporkan bahwa 30 % hingga 70% individu yang diberikan plasebo
menyatakan nyeri mereka berkurang atau reda pada waktu singkat
(Black & Hawks, 2014).

6. Pengukuran Skala Nyeri


Intensitas nyeri adalah laporan mandiri tentang nyeri. Perawat bisa
mendapatkan laporan mandiri ini dengan meminta klien untuk
mengukur nyeri pada skala yang harus mereka bayangkan atau
menunjukkan skala yang ada pada klien. Individu yang mengalami
nyeri mungkin mendapatkan kesulitan untuk berkonsentrasi pada tugas
mental dan merasa kesulitan untuk berespons terhadap skala yang harus
mereka bayangkan. Di beberapa rumah sakit sangat menguntungkan
jika disediakan salinan skala intensitas nyeri di tempat yang dapat
dilihat dengan jelas oleh tiap klien, biasanya ditempelkan di dinding
sebelah tempat tidur (Black & Hawks, 2014). Intensitas nyeri
merupakan suatu gambaran untuk mendeskripsikan seberapa parah
nyeri yang dirasakan oleh klien, pengukuran nyeri sangat subyektif dan
bersifat individual sehingga intensitas nyeri yang dirasakan akan
berbeda dengan individu lainnya (Wiarto, 2017). Pengukuran skala nyeri
meliputi Numeric Rating Scale (NRS) dan Wong Baker FACES Pain
Rating Scale, masing-masing dari kelebihan serta kekurangan skala
pengukuran nyeri tersebut meliputi:
1) Numeric Rating Scale (NRS)
Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10
untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS
diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin,
etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi penyebab
nyeri akut ketimbang VAS dan VRS. Namun, kekurangannya adalah
keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak
memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti
dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik. Skala numerik dari 0 hingga 10, di
bawah, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan
sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat.

Gambar 1
Numeric Rating Scale (NRS)
Sumber : (Yudiyanta, Khoirunnisa, & Novitasari, 2015)

2) Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini memakai dua ujung yang sama seperti VAS atau skala
reda nyeri. Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau
angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan
dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri
dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang,
cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Kekurangan skala
ini membatasi pilihan kata klien sehingga skala ini tidak dapat
membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar 2
Verbal Rating Scale (VRS)
Sumber : (Yudiyanta, Khoirunnisa, & Novitasari, 2015)
3) Visual Analog Scale (VAS)
Visual Analog Scale (VAS) adalah skala linear yang
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin
dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis
sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter
( Gambar 2.3). Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka
atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri,
sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang
mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS
juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya atau reda rasa nyeri.
Digunakan pada klien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama
VAS adalah penggunaan sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk
periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS
memerlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan
konsentrasi.

Gambar 3
Visual Analog Scale (VAS)
Sumber : (Yudiyanta, Khoirunnisa, & Novitasari, 2015)

4) Wong Baker FACES Pain Rating Scale


Skala nyeri ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya
dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa
kita menanyakan keluhannya. Skala Nyeri ini adalah skala kesakitan
yang dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Skala ini
menunjukkan serangkaian wajah mulai dari wajah gembira pada 0,
“Tidak ada sakit hati” sampai wajah menangis di skala 10 yang
menggambarkan “Sakit terburuk”. Pasien harus memilih wajah yang
paling menggambarkan bagaimana perasaan mereka. Penilaian skala
nyeri ini dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas. Tidak semua klien
dapat memahami atau menghubungkan skala intensitas nyeri dalam
bentuk angka. Klien ini mencakup anak-anak yang tidak mampu
mengkomunikasikan ketidaknyamanan secara verbal, klien lansia
dengan gangguan kognisi atau komunikasi, dan orang yang tidak bisa
berbahasa inggris, sehingga untuk klien jenis ini menggunakan skala
peringkat Wong Baker FACES Pain Rating Scale. Skala wajah
mencantumkan skala angka dalam setiap ekspresi nyeri sehingga
intensitas nyeri dapat di dokumentasikan oleh perawat.

Gambar 4
Wong Baker FACES Pain Rating Scale
Sumber : (Kozier, 2011)

7. Manifestasi Klinis
1) Tanda dan gejala nyeri akut yaitu (SDKI, 2016) :
a. Mengeluh nyeri
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Gelisah
f. Sulit tidur
g. Tekanan darah meningkat
h. Pola nafas berubah.
2) Tanda dan gejala nyeri kronis yaitu (SDKI, 2016) :
a. Mengeluh nyeri
b. Merasa depresi (tertekan)
c. Tampak meringis
d. Gelisah
e. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
f. Merasa takut mengalami cidera ulang
g. Bersikap protektif
h. Waspada
i. Pola tidur berubah
j. Anoreksia.

8. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran pasien (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis,
yang bergantung pada keadaan pasien), kesakitan atau keadaan
penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
tibia-fibula biasanya akut), tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk. Nyeri dapat
mempengaruhi tanda-tanda vital. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan frekuensi
denyut nadi. Faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah salah
satunya adalah nyeri yang mengakibatkan stimulasi simpatik, yang
meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskular
perifer (Lopes et al., 2014).
2) Tanda-tanda vital pasien, meliputi nadi, pernafasan, tekanan darah
serta suhu tubuh.
3) Keadaan fisik meliputi pemeriksaan kepala, leher, wajah, mata, telinga,
hidung, mulut dan faring, status mental.

9. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan (Wardani, 2014) pemeriksaan penunjang yang
dilakukan bertujuan untuk mengetahui penyebab dari nyeri. Pemeriksaan
yang dilakukan seperti :
1) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan
diabdomen
2) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
3) Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan lainya
4) CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah diotak
5) EKG untuk mengetahui irama jantung
6) MRI (Magnetic Resonance Imaging), untuk mengetahui gambar
struktur tubuh guna mendignosis luka atau penyakit tertentu

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nyeri bersifat sangat individual, dan intervensi
yang berhasil untuk satu orang klien mungkin tidak berhasil untuk klien
lain.ada dua jenis penatalaksaan nyeri yaitu meliputi tindakan farmakologi
dan tindakan non farmakologi.
1) Terapi farmakologi
Analgesik adalah obat yang meredakan nyeri. Analgesik biasanya
efektif jika diberikan secara teratur atau saat awitan nyeri sangat dini.
Analgesik pada umumnya meredakan nyeri dengan mengubah kadar
natrium dan kalium tubuh, sehingga memperlambat atau memutus
transmisi nyeri. Tiga kelas analgesik umumnya digunakan untuk
meredakan nyeri. Ketiga kelas analgesik adalah:
a. Obat anti-inflamasi non steroid (nonsteroidal anti-inflammatory
drugs, NSAID) non opioid: contoh NSAID antara lain aspirin,
ibuprofen, (Morfin), dan naproksen (naprosyn, Aleve). Obat-
obatan ini biasanya diberikan kepada klien yang memiliki nyeri
ringan sampai sedang. Analgesik nonopioid lain yang umunya
digunakan untuk nyeri ringan adalah asetaminofen (tylenol).
b. Analgesik opioid/narkotik: contoh yang paling sering digunakan
adalah morfin untuk mengatasi nyeri pada klien nyeri yang
mengalami nyeri sedang sampai berat.
c. Obat pelengkap (adjuvan): contoh umumnya mencakup
antikonvulsan dan antidepresan. Obat ini dapat membantu
meningkatkan alam perasaan klien, dengan demikian membantu
relaksasi otot. Ketika otot relaks, nyeri membaik dan produksi
endorfin sering meningkat (Rosdahl & Kowalski, 2017).
2) Terapi Non Farmakologi
Klien dapat menggunakan banyak tindakan non farmakologi untuk
menangani nyeri. Diuraikan sebagai intervensi fisik dan kognitif-
perilaku.
a. Intervensi fisik memberikan kenyamanan, meningkatkan mobilitas,
dan membantu respon fisiologis. Contoh tindakannya meliputi:
pijat, kompres hangat dan dingin, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation, akupuntur, akupresur.
b. Intervensi kognitif-perilaku mengubah persepsi nyeri, menurunkan
ketakutan, juga memberikan perubahan fisiologis. Contoh
tindakannya meliputi: relaksasi napas dalam, relaksasi progresif,
musik,napas ritmik, Guided Imagery, distraksi, biofeedback, terapi
sentuhan, meditasi, hipnotis, humor (Black & Hawks, 2014).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Teoritis
I. Pengkajian
1. Biodata
- Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, no register, dan diagnose medis
- Identitas penanggung jawab berupa nama, tanggal lahir, jenis
kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat
- Catatan medis
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama, pasien akan mengeluh nyeri terlihat meringis
tampak gelisah serta nadi meningkat
- Riwayat kesehatan sekarang, mulai kapan dimulai nyeri, skala
nyeri, lokasi, intensitas, kualitas, gejala yang menyertai perjalanan
nyeri dan pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari. Skala nyeri yang
digunakan adalah 0-5 / 0-10. Dimana 0 = tidak nyeri, 1-3 = nyeri
ringan, 4-6 = nyeri sedang, 7-9 = nyeri berat terkontrol serta 10 =
nyeri berat tidak terkontrol
- Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan kemungkinan
memakan makanan/minuman yang terkontaminasi dan pentingnya
mengetahui perkembangan penyakit klien, dan sejauh mana
perhatian klien dan keluarganya terhadap masalah yang sedang
dialami klien.
- Riwayat kesehatan keluarga, apakah ada keluarga yang memiliki
penyakit keturunan dll
3. Pengkajian Fungsional Gordon
- Pola persepsi dan manajemen kesehatan
- Pola nutrisi-metabolik
- Pola eliminasi
- Pola istirahat dan tidur
- Pola kognitif dan persepsi
- Pola aktivitas dan latihan
- Pola persepsi dan konsep diri
- Pola hubungan dan peran
- Pola seksual dan reproduksi
- Pola toleransi stress-koping
- Pola nilai kepercayaan
4. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum dan kesadaran umum
- Tanda-tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu
- Keadaan fisik
- Data penunjang
- Program terapi
5. Pengkajian status nyeri, meliputi: P (respon paliatif meliputi faktor
pencetus nyeri), Q (kualitas nyeri meliputi nyeri luka pre/post operasi),
R (lokasi nyeri), S (skala nyeri, ringan, sedang, berat atau sangat
berat), T (waktu meliputi kapan, berapa lama dan terakhir dirasakan).

II. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis
ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, tidak mampu
menuntaskan aktivitas, waspada.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, nafsu makan berubah (SDKI, 2016)
III. Intervensi Keperawatan
(Sumber : SIKI, 2016)
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx hasil
1 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi :
selama …x… menit 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui keadaan
diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, umum pasien
pasien berkurang frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: intensitas serta skala
- Keluhan nyeri nyeri,
menurun (skala 0-3)
- Meringis berkurang 2. Identifikasi tanda-tanda 2. Berguna dalam
- Gelisah berkurang vital pengawasan dan
- TTV dalam batas keefisienan obat serta
normal: kemajuan
TD : 90/60-120/80 penyembuhan
mmHg
N : 60-100x/menit 3. Identifikasi skala nyeri 3. Mengetahui mimik
S : 36,5 – 37,50C non verbal wajah yang
RR : 16-20x/menit diperlihatkan pasien
saat nyeri muncul
Terapiutik :
4. Berikan teknik 4. Mengurangi nyeri
nonfarmakologis untuk sehingga pasien
mengurangi rasa nyeri merasa nyaman
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)

5. Kontrol lingkungan 5. Meningkatkan


yang memperberat rasa kenyamanan pasien
nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)

Edukasi :
6. Ajarkan teknik 6. Meningkatkan
nonfarmakologis untuk pengetahuan pasien
mengurangi rasa nyeri dalam mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian 7. Meredakan nyeri
analgetik, jika perlu

IV. Implemantasi
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan
dimana perawat memberikan perawatan kepada pasien. Perawat memulai
dan menyelesaikan tindakan atau intervensi yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan.

V. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan
yang dilakukan dengan format SOAP.
S : (Subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan diberikan.
O : (Objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A : (Analis) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
P : (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta :
Salemba Emban Patria
Keliat, dkk. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Kozier, B. 2011. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Novitasari, R. W., Khoirunnisa, N., & Yudiyanta. 2015. Assessment Nyeri.
Kalbemed.com, 42 (3), 214-234.
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. 2017. Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta:
EGC.
Tamsuri, Anas. 2012. Gangguan Mata dan Penglihatan: Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang dan Sendi. Gosyen Publisihing
FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN FORMAT GORDON

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J


DENGAN DIAGNOSA MEDIS OF CRURIS SINISTRA
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
TANGGAL 14 OKTOBER 2021

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 60 tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan :-
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Br. Batan Duren, Ds. Cepaka, Kediri, Tabanan
Tanggal Masuk : 14 Oktober 2021 (01.18 wita)
Tanggal Pengkajian
: 14 Oktober 2021 (01.30 wita)
No. Register : 176309
Diagnosa Medis : OF Cruris Sinistra

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. Y
Umur : 40 tahun
Hub. Dengan Pasien: Anak Pasien
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Br. Batan Duren, Ds. Cepaka, Kediri, Tabanan
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
 Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri pada bagian kaki sebelah kiri (cruris sinistra)
 Saat Pengkajian
Pasien mengeluh nyeri pada bagian kaki sebelah kiri (cruris sinistra), tampak
meringis serta gelisah. Dengan karakteristik nyeri :
P : Nyeri ketika bergerak
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dirasakan pada kaki sebelah kiri
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri yang dirasakan terus-menerus
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pasien datang kerumah sakit pada pukul 01.18 dini hari diantar oleh anaknya
dengan keluhan nyeri pada bagian kaki sebelah kiri (cruris sinistra) setelah
ditabrak pengendara sepeda motor di gang depan rumah saat sedang berjalan
kaki. Dengan TD : 150/90 mmHg, N : 88 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 360C.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
-
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit kronis
2) Pernah dirawat
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap dirumah sakit
3) Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi obat ataupun makanan
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Pasien mengatakan tidak merokok ataupun alkohol, tetapi pasien mengatakan
beberapa kali kerap mengkonsumsi kopi (± 2 kali sehari)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti hipertensi, diabetes mellitus dll.
d. Diagnosa Medis dan therapy
Diagnosa medis : OF Cruris Sinistra
Therapy :
NO NAMA OBAT DOSIS RUTE
1 IVFD NaCl 0,9 % Intra Vena
2 Paracetamol 3 x 1 gr Intra Vena
3 Tetagram 1 ampul/1000 iv Intra Muskular
4 Ceftriaxone 2 gr Intra Vena
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
 Pola Persepsi
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal penting untuk dijaga
 Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan bila salah satu ada anggota keluarga yang sakit maka akan
berobat kepelayanan kesehatan terdekat
b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit makannya 3 x sehari dengan porsi satu piring
biasa dengan menu nasi, sayur, daging ayam/babi, tempe tahu atau telor. Pasien
mengatakan minum ± 9 gelas perhari
 Saat sakit
Porsi makanan pasien masih biasa, dengan menu makanan yang disajikan
dirumah sakit
c. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1 kali dalam sehari dengan
konsistensi feses lembek, tidak ada darah, bau khas feses dengan warna
kuning kecoklatan.
 Saat sakit
Pasien mengatakan saat sakit pola BAB masih sama seperti sebelum sakit
yaitu 1 kali dalam sehari dengan konsistensi feses lembek, tidak ada darah,
bau khas feses dengan warna kuning kecoklatan
2) BAK
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit BAK pasien tidak memiliki gangguan
yang dimana warna kencing kuning jernih, bau kas urine
 Saat sakit
Pasien mengatakan saat dirawat dirumah sakit tidak ada gangguan pada
kencingnya. Warna kencingnya kuning jernih, bau khas urine
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
2) Latihan
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara mandiri
 Saat sakit
Pasien mengatakan saat sedang dirawat dirumah sakit pasien hanya bisa
berbaring, terasa nyeri pada kaki bagian kiri bawah. Dalam melakukan
aktivitas beberapa dibantu keluarga yang mendampingi
e. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien mengatakan mengetahui kondisi penyakitnya karena telah dijelaskan oleh
tenaga medis
f. Pola Persepsi-Konsep diri
Pasien mengatakan menerima rasa sakit dan keadaanya
Identitas diri : pasien mengatakan berjenis kelamin laki-laki
Pesan diri : pasien berperan sebagai seorang suami sekaligus seorang ayah
Citra diri : pasien mengatakan tidak malu dan menerima penyakitnya
Ideal diri : pasien mengatakan ingin cepat sembuh
Harga diri : pasien mengatakan tidak malu dengan kondisi tubuhnya saat ini
g. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan pola tidur dan istirahat sebelum dirawat dirumah sakit tidak
memiliki gangguan tidur dan istirahat. Tidur pasien normal yaitu 6-8 jam tiap
hari. Tidur pada jam 22.00 WITA
 Saat sakit
Saat dirawat inap pasien mengatakan pola tidur dan istirahatnya tidak terlalu
terganggu, namun terkadang terbangun karena lingkungan / suasana yang tidak
terbiasa
h. Pola Peran-Hubungan
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan dapat berkomunikasi dan berhubungan baik dengan keluarga
dan teman-temannya
 Saat sakit
Pasien mengatakan dapat berkomunikasi yang baik dengan keluarga dan
perawat yang merawat
i. Pola Seksual-Reproduksi
Pasien berjenis kelamin laki-laki.
j. Pola Toleransi Stress-Koping
 Sebelum sakit
Saat memiliki masalah/banyak pikiran, pasien akan menceritakannya pada
keluarga
 Saat sakit
Pasien mengatakan apa yang dirasakan kepada keluarga dan juga perawat yang
merawat
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien beragama hindu percaya adanya Tuhan, dirumah pasien biasanya
sembahyang 2x sehari namun saat pasien sakit hanya bisa berdoa dari tempat tidur
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS : Verbal = 5, Psikomotor = 6, Mata = 4
b. Tanda-tanda Vital : Nadi = 90, Suhu = 360C, TD = 150/90 mmHg, RR = 20 x/menit
c. Keadaan fisik
a) Kepala
Inspeksi : warna rambut hitam, persebaran rambut merata, kulit kepala terlihat
bersih
Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan
b) Mata
Inspeksi : kunjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil miosis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c) Hidung
Inspeksi : tampak bersih, tidak ada sekret dan darah, tidak ada sinusitis, simetris
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
d) Telinga
Inspeksi : simetris kanan kiri, tidak ada tanda peradangan
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
e) Mulut
Inspeksi : mukosa lembab, lidah tampak bersih, tidak ada pembesaran tonsil,
tidak ada gangguan mengunyah, tidak ada bibir sumbing
f) Leher
Inspeksi : simetris tidak ada pembengkakan, tidak tampak benjolan, tidak ada
luka
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, nadi karotis teraba, tidak ada benjolan
abnormal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

g) Dada
 Paru
Inspeksi : pergerakan dada tampak simetris, tidak tampak luka/lesi
Palpasi : tidak terdapat benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru sonor
Auskultasi : suara vesikuler
 Jantung
Inspeksi : tidak tampak lesi
Palpasi : tidak teraba thrill di ictus cordis, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara pekak
Auskultas : suara S1 S2 tunggal reguler

h) Payudara dan ketiak


 Payudara
Inspeksi : payudara tampak simetris
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
 Ketiak
Inspeksi : persebaran rambut kurang merata
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan

i) Abdomen
Inspeksi : tidak terlihat sianosis
Auskultasi : bising usus terdengar
Perkusi : suara timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
j) Genetalia
Tidak dilakukan pengkajian karena pasien menolak
k) Integumen
Inspeksi : warna kulit terlihat sawo matang, tidak ada luka, kulit lembab
Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan
l) Ekstremitas
 Atas
Inspeksi : tidak nampak lesi, tampak simetris, terpasang infus ditangan
kanan
Palpasi : tidak ada benjolan, akral teraba hangat, turgor kulit elastis,
CRT< 2 detik
 Bawah
Inspeksi : tampak luka terbuka pada kaki sebelah kiri, tidak terlihat
adanya tanda-tanda infeksi, bengkak (-), adanya krepitasi,
dengan ukuran luka : panjang 4 cm, lebar 1 cm
Palpasi : pada kaki kiri tidak dilakukan palpasi karena terdapat luka
serta fraktur

m) Neurologis
 Status mental dan emosi
Tidak terlihat gangguan pada status mental pasien
 Pengkajian saraf kranial
- Saraf I : fungsi saraf I tidak ada kelainan
- Saraf II : tes ketajaman penglihatan dalam kondisi normal
- Saraf III, IV, dan VI : tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak
mata dan pupil isokor
- Saraf V : tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea tidak ada kelainan
- Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
- Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
- Saraf XI : tidak ada atrofi otot setrnokleidomastoideus dan trapezius
- Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi
 Pemeriksaan refleks
-
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium yang berhubungan
- Hb : 11 g/dL (nilai normal : 12-13 G/dL)
2) Pemeriksaan radiologi
- Tampak gambaran AP cruris
- Jaringan lunak tampak
- Tampak fraktur terbuka pada tulang tibia (cruris sinistra)
3) Hasil konsultasi
Pasien menunggu jadwal operasi pada kaki sebelah kiri dan sudah dilakukan
anastesi di ruangan
4) Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
-

6. ANALISA DATA
A. Tabel Analisa Data

DATA Interpretasi MASALAH


KEPERAWATAN
(Sesuai dengan patofisiologi)

DS : Agen cedera fisik Nyeri Akut


Pasien mengeluh nyeri pada
bagian kaki sebelah kiri. Kerusakan jaringan/sel
Dengan karakteristik nyeri :
Pelepasan mediator nyeri (histamin,
P : Nyeri ketika bergerak bradikinin, serotonin, ion kalsium,
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk prostaglandin)
R : Nyeri dirasakan pada kaki
sebelah kiri merangsang nosiseptor (reseptor nyeri)
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri yang dirasakan terus- Dihantarkan serabut tipe A dan serabut
tipe C
menerus
Talamus
DO :
Pasien tampak meringis dan Otak (korteks sensori somatik)
gelisah. Dengan TD : 150/90
mmHg, N : 88 x/menit, RR : Persepsi nyeri
20 x/menit, T : 360C.
Nyeri kurang dari 3 bulan, mengeluh
nyeri, gelisah, meringis, bersikap
protektif, nadi meningkat

Nyeri Akut
B. Tabel Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

NO TANGGAL / DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL PARAF


JAM
DITEMUKAN TERATASI

1 14 Oktober Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


2021 yang ditandai dengan
DS :
(01.30) Pasien mengeluh nyeri pada bagian kaki sebelah kiri
(cruris sinistra). Dengan karakteristik nyeri :
P : Nyeri ketika bergerak
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri dirasakan pada kaki sebelah kiri
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri yang dirasakan terus-menerus

DO :
Pasien tampak meringis dan gelisah. Dengan TD :
150/90 mmHg, N : 88 x/menit, RR : 20 x/menit, T :
360C.
C. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana Perawatan Ttd


Hari/ No
Tgl Dx Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil

Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


keperawatan selama 1x120 Observasi :
menit diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Mengetahui keadaan umum
nyeri pasien berkurang durasi, frekuensi, kualitas, pasien
dengan kriteria hasil: intensitas serta skala nyeri,
1. Keluhan nyeri menurun
(skala 0-3) 2. Identifikasi tanda-tanda vital 2. Berguna dalam pengawasan
2. Meringis berkurang dan keefisienan obat serta
3. Gelisah berkurang kemajuan penyembuhan
4. TTV dalam batas 3. Identifikasi skala nyeri non 3. Mengetahui mimic wajah
normal: verbal yang diperlihatkan pasien
TD : 90/60-120/80 saat nyeri muncul
mmHg
N : 60-100x/menit Terapiutik :
S : 36,5 – 37,50C 4. Berikan teknik nonfarmakologis 4. Mengurangi nyeri sehingga
RR : 16-20x/menit untuk mengurangi rasa nyeri pasien merasa nyaman
Kamis, (mis. TENS, hypnosis,
14 akupresur, terapi musik,
Oktober biofeedback, terapi pijat,
1
2021 aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
(01.30) hangat/dingin, terapi bermain)

5. Kontrol lingkungan yang 5. Meningkatkan kenyamanan


memperberat rasa nyeri (mis. pasien
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi :
6. Ajarkan teknik 6. Meningkatkan pengetahuan
nonfarmakologis untuk pasien dalam mengurangi
mengurangi rasa nyeri rasa nyeri

Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian 7. Meredakan nyeri
analgetik, jika perlu
D. Implementasi Keperawatan

Hari/ No Ttd
Tindakan Keperawatan Evaluasi proses
Tgl/Jam Dx

Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, DS : pasien mengatakan terasa nyeri pada


durasi, frekuensi, kualitas, intensitas kaki sebelah kiri dengan skala nyeri 4
serta skala nyeri, P : Nyeri ketika bergerak
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
1 R : Nyeri dirasakan pada kaki sebelah
kiri
S : Skala nyeri 4
Kamis, 14 T : Nyeri yang dirasakan terus-menerus
Oktober 2021 DO : pasien tampak meringis dan gelisah
01.40 WITA Mengukur tanda-tanda vital pasien DS : pasien merasa nyeri
DO : pasien tampak meringis
TD : 150/90 mmHg
1
N : 88x/menit
S : 36,00C
RR : 20x/menit
Mengidentifikasi skala nyeri non verbal DS : -
1
DO : pasien tampak meringis serta gelisah
Memberikan sekaligus mengajarkan DS : pasien mengatakan merasa lebih rileks
02.00 WITA 1 teknik nonfarmakologis (teknik imajinasi dari sebelumnya
terbimbing) untuk mengurangi rasa nyeri DO : pasien tampak tenang serta kooperatif
Melakukan tindakan kolaborasi dalam DS : pasien mengatakan merasa sedikit nyeri
pemberian analgetik : paracetamol, saat dimasukkan obat melalui infus
02.20 WITA 1
ceftriaxsone, tetagram DO : pasien tampak meringis, pasien sudah
diberikan obat
Melakukan heacting situasional serta DS : pasien mengatakan merasa nyeri ketika
pemberian obat anastesi diberikan obat anastesi
02.30 WITA 1
DO : pasien tampak kooperatifdalam
mengikuti instruksi
Mengontrol lingkungan pasien yaitu DS : pasien mengatakan suhu ruangan sudah
mengatur suhu ruangan serta mengurangi tidak terlalu dingin
02.50 WITA 1
kebisingan dengan membatasi kunjungan DO : pasien tampak nyaman serta tenang
pasien
Mengkaji nyeri pasien DS : pasien mengatakan bersedia untuk
dilakukan pengkajian nyeri
P : nyeri ketika bergerak
Q : nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk
03:20 WITA 1 R : nyeri terasa pada kaki bagian kiri
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan hilang timbul
DO : meringis pasien berkurang

03.40 WITA 1 Mengukur tanda-tanda vital DS : pasien mengatakan nyeri pada luka di
kaki sebelah kiri
DO : meringis tampak berkurang
TD : 130/80 mmHg
N : 80x/menit
S : 36,70C
RR : 20x/menit
E. Evaluasi Keperawatan

Hari/Tgl
No No Dx Evaluasi TTd
Jam

S : Pasien mengatakan nyeri yang


dirasakan sudah berkurang dari skala 4
menjadi 3.
Pasien mengatakan sudah lebih rileks
P : nyeri ketika bergerak
Q : nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri terasa di area kaki kiri bawah
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan hilang timbul
O : Meringis berkurang
Kamis, 14 Oktober
TD : 130/80 mmHg
1 2021 1
N : 80x/menit
04.00 WITA
S : 36,70C
RR : 20x/menit
A : Tujuan 1,2 dan 3 tercapai sedangkan
tujuan ke 4 belum tercapai. Masalah
teratasi sebagian
P : Pertahankan kondisi pasien dengan
memantau luka pada kaki kiri, tanda-
tanda vital pasien, kolaborasi dengan
dokter serta jadwalkan untuk operasi
fraktur
FORMAT STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN

Nama : Tn. J No. RM : 176309


Umur : 60 tahun Tgl MRS : 14 Oktober 2021
Jenis Kelamin : Laki-laki Dx Medis : OF Cruris Sinistra
Ruang : IGD

A. Kondisi Klien
1. Alasan masuk RS
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kaki sebelah kiri (cruris
sinistra).
2. Data Fokus
DS : pasien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kiri (cruris
sinistra)
DO : pasien tampak meringis dan gelisah
B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah.
C. Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 120 menit
diharapkan nyeri pasien berkurang (0-3).
D. Tindakan Keperawatan: Tindakan apa yang akan dilakukan
Melakukan pemberian obat melalui Injeksi Intravena
STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
A. Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Selamat malam, perkenalkan saya tyari mahasiswa praktek
STIKes Wira Medika Bali. Saya mahasiswa yang bertugas pada
malam hari ini. Sebelumnya kalau boleh tau dengan bapak siapa?”
2. Evaluasi/validasi
“Bagaimana kondisi bapak saat ini, apakah memiliki keluhan?”
3. Kontrak (Tujuan, Prosedur, Waktu dan Tempat)
Tujuan :
“Baik bapak, tujuan saya disini yaitu akan melakukan tindakan
pemberian kolaborasi obat melalui intravena dimana tujuannya
adalah untuk mengurangi nyeri yang bapak rasakan”.
Prosedur :
“Baik pak, untuk prosedurnya bapak hanya mengikuti instruksi
dari saya, nanti saya akan menyuntikan obat pada daerah tangan
yaitu pada pembuluh darah vena bapak, sebelumnya saya akan
membersihkan lokasi yang akan saya suntikan dengan
menggunakan alkohol swab kemudian saya akan memasukan obat
yang sudah disiapkan”.
Waktu :
“Baik pak, disini saya meminta waktu bapak ±5-10 menit nggih
pak, apakah bapak bersedia?”
Tempat :
“Saya akan melakukan tindakannya di dalam ruangan , jadi mohon
kerjasamanya pak”.
B. Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan) : komunikasi saat
melakukan tindakan
“Sebelum saya mulai tindakannya, apakah ada yang ingin bapak
tanyakan? Karena bapak sudah merasa nyaman dengan posisi tidur
terlentang jadi saya akan mulai tindakannya sekarang pak nggih.
Pertama saya lakukan palpasi serta menentukan area suntikan
selanjutnya saya pasang pengalas dan tourniquet kemudian saya akan
membersihkan lokasi suntikan dengan alkohol swab. Baik pak saya
akan mulai menyuntikkan obat pereda nyeri (paracetamol 3 x 1 gr)
pada tangan bapak, bapak rileks saja nggih. Nanti jika ada reaksi
alergi seperti gatal-gatal, kemerahan atau apneu bapak bisa
memberitahu saya nggih. Baik sekarang sudah selesai saya akan
merapikan alat-alatnya. Bagaimana perasaan bapak setelah saya
melakukan pemberian obat melalui intravena?”
C. Terminasi
 Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Subjektif :
“Pasien mengatakan nyeri pada kaki sedikit berkurang”
Objektif :
“Pasien tampak mulai tenang serta gelisah berkurang”
 Tindakan lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan
hasil tindakan yang telah dilakukan)
“Baik terimakasih bapak atas kerjasamanya, nanti jika bapak
memerlukan bantuan bapak/keluarga bisa memanggil saya di raung
perawat”
 Kontrak yang akan datang (topik, waktu, dam tempat)
Topik :
“Baik pak, nanti saya akan kembali lagi untuk mengecek tanda-
tanda vital bapak sekaligus mengecek apakah ada alergi obat
nggih”.
Waktu :
“Nanti kurang lebih 30 menit lagi saya akan kembali”.
Tempat :
“Nanti saya akan melakukan tindakannya diruangan nggih”.

Anda mungkin juga menyukai