Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KENYAMANAN DAN NYERI

Oleh :
Cahyaning Fitria Puspita Sari

Program Profesi Ners


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

I. PENGERTIAN
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial
(Huda, 2015). Sedangkan menurut Potter & Perry (2009), nyeri merupakan
suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh
stimulus tertentu.
Nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, serta
awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atas dapat diramalkan dam durasinya
kurang dari enam bulan (Wilkinson &Ahern, 2009).

II. ANATOMI FISIOLOGI


Reseptor nyeri diseburkan juga Nosireseptor, secara anatomis reseptor
nyeri ada yang bermeilen dan ada juga yang tidak bermeilen dari syaraf
perifer. Berdasarkan letaknya, Nosireseptor dapat dikelompokkan dalam
bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatic dalam (deep somatic) dan
pada daerah visceral, karena letaknya yang berbeda-beda, maka nyeri
memiliki sedasi yang berbeda pula (Mubarak, 2007).
1. Nosireseptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri biasanya
mudah dialokasi dan didefinisikan reseptor jaringan kulit (kutaneus)
terbagi dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan
transmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbul nyeri tajam yang
cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi
0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalamm biasanya
bersifat tupul dan sulit dihilangkan.
2. Struktur reseptor nyeri somatim dalam yang terdapat pada tulang,
pembuluh darah, syaraf, otot dan jaringan penyangga lainnya, karena
struktur reseptornya komplek, nyeri bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
3. Reseptor nyeri visceral, meliputi organ-organ visceral seperti jantung,
hati, usus, ginjal dan sebagainya, nyeri yang timbul pada reseptor ini
biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan jaringan melainkan sensitif
pada penekanan.

III. JENIS NYERI


1. Nyeri perifer
a. Nyeri superficial, yakni rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan
pada kulit dan mukosa
b. Nyeri viseral, rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor
nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks
c. Nyeri alih, nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri
2. Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak,
dan thalamus
3. Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri ini
timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali, nyeri ini muncul
karena factor psikologis, bukan fisiologis.

IV. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Konduksi impuls nosireseptor pada prinsipnya ada dua tahap yaitu :
1. Melalui sistem noriseptif
Pada sel syaraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah
zat-zat kimia yaitu histsamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin dan
enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak
ujung syaraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hipotalamus mealui syaraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan
dipersiapkan sehingga individu melangalamui nyeri (Mubarak, 2007).
2. Melalui tingkat pusat
Impuls-impuls nyeri disalurkan ke sumsum belakang oleh 2 jenis
serabut bermielin rapat yaitu reseptor A delta dan serabut C dari syaraf
Aferen menuju ke spinal dan sel raat dan sel horn menuju SG melepas P
(penyalur utama impuls nyeri) menuju impuls-impuls ke batang otak dan
sebagian ke thalamus mengaktifkan respon automatic dan limbic (pada
kulit otak) menuju Afektif dimotivasi (Mubarak, 2007).
Pathways
Agen cedera

Fisik Biologis kimia psikologis


(trauma)

Pelepasan medikator Gangguan sirkulasi


nyeri (histamine dan kelainan darah
bradikinin,
prostaglandin,
peradangan Menurunkan
serotonin, ion kaliun
nafsu makan

Merangsang nyeri Kerusakan Ketidakseimbangan


pada bagian nutrisi kurang dari
tubuh kebutuhan tubuh
Dihantarkan
oleh reseptor A
delta dan
serabut C Kerusakan Gangguan Deficit
menuju medulla integritas kulit mobilitas fisik perawatan diri
spnalis
Gangguan citra
Nyeri akut tubuh

Gangguan Ketidak Gangguan pola


persepsi nyamanan tidur
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di
abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ alam yang abnormal
c. Pemeriksaan Laboratorium (albumin, darah lengkap, leukosit)
d. CT-Scan (cedera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan nyeri harus dimulai dengan yang paling ringan sampai yang
paling kuat, tahapannya:
a. Tahap I : analgesis non-opiat : AINS
b. Tahap II : analgesic AINS + Ajunan (antidepresan)
c. Tahap III : analgesic opiate lemah + AINS + Ajunan
d. Tahap IV : analgesic opiate kuat + AINS + Ajunan
2. Penatalaksanaan Perawat
Penatalaksaan yang dilakukan oleh perawat dapat berupa :
a. Diberikan pengobatan non farmakologi seperti relaksasi, nafas
dalam, distraksi, hipnosis.
b. Memberikan posisi yang aman dan nyaman kepada pasien
c. Kolaborasi pemberian diit yang tepat bagi pasien

VII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Pengukuran Intensitas nyeri
a. Menurut Hayward
Hayward (1975), mengembangkan sebuah alat ukur
nyeri (painometer) dengan skala longitudinal, yang pada salah
satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan
ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk
mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang
terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah
grafik yang dibuat menurut waktu.
Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi
banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah
distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas
nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan
beberapa kategori.
0 = Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan
4-6 = Nyeri sedang
7-9 = Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas
yang biasa dilakukan
10 = Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
b. Deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri


nyeri ringan sedang berat yang tidak
tertahankan
c. Skala FACES
Menurut Wong-Baker FACES Rating Scale, skala ini
ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas
nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang
tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
2. Pengkajian
a. Kaji karakteristik nyeri (PQRST)
1) P (provoked) : Hal yang mencetuskan / memperberat nyeri
2) Q (quality) : Kualitas nyeri, misalnya: seperti ditusuk benda
tajam/tumpul, terbakar.
3) R (region/radiation) : Bagian tubuh yang mengalami nyeri /
penjalaran nyeri.
4) S (severity) : Intensitas atau beratnya nyeri
5) T (time) : Waktu
b. Kaji riwayat nyeri
1) Lokasi, untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta
klien menunjukkan area nyerinya
2) Intensitas nyeri
3) Kualitas nyeri, terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-
pukul atau ditusuk-tusuk.
4) Pola, pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan
kekambuhan atau interval nyeri
5) Faktor presipitasi, factor pencetus timbulnya nyeri.
6) Gejala yang menyertai, meliputi mual, muntah, pusing dan
diare
7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari.
8) Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping
yang berbeda dalam menghadapi nyeri
9) Respon afektif, respon klien bergantung pada situasi,
derajat, dan durasi nyeri, intepretasi tentang nyeri, dan
faktor
c. Kaji tanda-tanda vital  tekanan darah, nadi, respiratory rate,
suhu tubuh.
d. Kaji respon perilaku dan fisiologis
1) Respon non verbal: ekspresi wajah, misal menutup mata
rapat-rapat atau membuka mata lebar-lebar, menggigit bibir
bawah, dan seringai wajah.
2) Respon perilaku: menendang-nendang, membalik-balikkan
tubuh di atas kasur, dll.
3) Respon fisiologis: nyeri akut misalnya peningkatan tekanan
darah, nadi, dan pernafasan, diaphoresis, dilatasi pupil
akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (trauma, biologis, kimia, psikologis)
2. Kerusakan integritas kulit b.d kerusakan pada bagian tubuh
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan pada bagian tubuh
4. Gangguan citra tubuh b.d kerusakan pada bagian tubuh
5. Defisit perawatan diri b.d kerusakan pada bagian tubuh

C. INTERVENSI
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (trauma, biologis, kimia, psikologis)
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan nyeri
akut teratasi
Kriteria hasil (NOC) :
a) Skala nyeri berkurang
b) Pasian tampak rileks
c) Tanda-tanda vital normal
Intervensi (NIC) :
a) Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
b) Monitor tanda-tanda vital
c) Anjurkan pasien relaksasi nafas dalam
d) Lakukan masase dan kompres hangat pada daerah sekitar nyeri
e) Beri posisi yang nyaman
f) Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas hiburan
g) Kolaborasi : pemberian analgetik
2. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan pada bagian tubuh
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
a) Terbebas dari lesi jaringan
b) Tidak terdapat ruam dan eritema
c) Tidak terdapat lesi jaringan
Intervensi (NIC) :
a) Bersihkan luka pada daerah disekitar kulit
b) Pantau dan monitor proses kesembuhan luka
c) Lakukan pengawasan kulit untuk mempertahankan integritas
membrane mukosa dan kulit
d) Lakukan perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi
e) Kaji karakteristik luka meliputi : lokasi, luas, kedalaman, warna,
eksudat dan bau luka.
f) Kaji terjadinya tanda-tanda infeksi lokal seperti : edema, nyeri
palpasi dan pruritus.
g) Ajarkan keluarga prosedur perawatan luka secara mandiri
h) Koloborasikan dengan profesi lain seperti dokter dan ahli gizi
dalam pemenuhan nutrisi secara enteral dan parental
i) Evalusi tindakan pengobatan dan pembalutan.
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan pada bagian tubuh
Tujuan dan kriteria hasil ( NOC ) :
a) Dapat mempertahankan mobilitas fungsional yang optima
b) Melakukan aktivitas sehari- hari secara mandiri
c) Dapat menyangga berat badan
d) Bisa berjalan dengan menggunakan langkah – langkah yang benar
e) Menggunakan alat bantu secara benar dengan pengawasan
Intervensi ( NIC ) :
a) Kaji kebutuhan bantuan pelayanan kesehatan akan peralatan
pengobatan yang tahan lama
b) Bantu berjalan untuk mempertahankan fungsi tubuh
c) Bantu pasien dengan penggunaan pergerakkan rom aktif atau
pasif untuk mempertahankan atau memperbaikai fleksibilitas
sendi
d) Ubah posisi pasien untuk memberikan kenyamanan dan
menurunkan resiko kerusakan kulit
e) Ajarkan pasien tentang penggunaan alat bantu mobilitas misal;
kruk, walker dan kursi roda
f) Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan misal; dari
tempat tidur ke kursi roda
g) Ajarkan tehnik ambulasi dan perpindahan yang aman
h) Instruksikan pasien untuk memperhatikan postur tubuh yang
benar
i) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi untuk
meningkatkan mobilitas
j) Berikan analgesik sebelum memulai aktivitas
k) Berikan penguatan positif selama aktivitas
4. Gangguan citra tubuh b/d kerusakan pada bagian tubuh
Tujuan dan Kriteria hasil ( NOC ) :
a) Pasien dapat mengidentifikasi kekuatan pasien
b) Pasien mengetahui perubahan aktual pada penampilan tubu
c) Pasien akan menggambarkan perubahan aktual pada fungsi tubuh
d) Pasien dapat memelihara hubungan sosial yang dekat dan
hubungan personal
Intervensi (NIC) :
a) Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal pasien
tentang tubuh pasien
b) Tentukan bagaimana respon anak terhadap reaksi orang tua,
sesuai dengan kebutuhan
c) Beri dorongan atau pasien atau keluarga untuk mengungkapkan
perasaan
d) Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme
koping dan kekuatan personal
e) Kolaborasi dengan merujuk kepada layanan sosial untuk
merencanakan perawatan pasien atau keluarga
f) Instruksikan anak tentang fungsi dari bagian tubuh sesuai dengan
kebutuhan
g) Ajarkan orang tua tentang pentingnya respon mereka terhadap
perubahan tubuh anak dan penyesuaian dikemudian hari, sesuai
kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2015. Nursing Intervensions Classification (NIC). Solo : Mosby on
Affiliate of Elsevier.

Asmadi. 2008. Tekhnik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.

Carpenito, L. J. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC

Huda, Amin. 2015. NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Medicaction.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori &
Aplikasi dalam Praktek. Jakarta : EGC

Nanda International. 2013. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. EGC :


Jakarta

Potter, Patricia A., Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku
3. Jakarta : Salemba Medika.

Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan.Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta

Wilkinson JM. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi Sembilan. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai