Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN

MEET THE EXPERT (MTE)

OLEH :

RANDA ABDI MULYO

J230191038

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019
MEET THE EXPERT (MTE) TITRASI OBAT

PEMBERIAN OBAT SECARA TITRASI

PENGERTIAN
 Pemberian suatu obat yang sebelumnya sudah mengalami pencampuran dengan suatu
larutan tertentu sehingga didapatkan konsentrasi obat yang dinginkan
TUJUAN
 Untuk memudahkan pemberian yang di bagikan dalam dosis kecil / microgram
 Untuk menghitung kadar suatu zat/obat dalam suatu larutan

RUMUS PEMBERIAN KONSENTRASI


𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60
 (dengan syringe pump)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑘𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑜𝑏𝑎𝑡 (𝑚𝑔)
x 1000(micro)
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 (𝑣)
 (dengan infus drip mikro)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

DOPAMINE (1 amp = 200 mg)


SYRINGE PUMP INFUS MIKRO

 1 amp dopamin = 200 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%  1 amp dopamin = 200 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 100 cc
 Konsentrasi  Konsentrasi
(200 mg/50 cc) x 1000 = 4000 mcg (200 mg/100 cc) x 1000 = 2000 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
 Rumus pemberian  Rumus pemberian
4000 2000
 Contoh  Contoh
(5 mikro X 60 kg X 60) / 4000 = 4,5 cc/jam (5 mikro X 60 kg X 60) / 2000 = 9 tetes/menit

DOBUTAMIN (1 amp = 250 mg)


SYRINGE PUMP INFUS MIKRO

 1 amp dobutamin = 250 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%  1 amp dopamin = 250 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 100 cc
 Konsentrasi  Konsentrasi
(250 mg/50 cc) x 1000 = 5000 mcg (250 mg/100 cc) x 1000 = 2500 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
 Rumus pemberian  Rumus pemberian
5000 2500
 Contoh  Contoh
(5 mikro x 60 kg x 60) / 5000 = 3,6 cc/jam (5 mikro x 60 kg x 60) / 2500 = 7 tetes/menit

NOREPINEFRIN / VASCON (1 amp = 4 mg)


SYRINGE PUMP INFUS MIKRO

 1 amp dopamin = 4 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%  1 amp dopamin = 4 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 100 cc
 Konsentrasi  Konsentrasi
(4 mg/50 cc) x 1000 = 80 mcg (4 mg/100 cc) x 1000 = 40 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
 Rumus pemberian  Rumus pemberian
80 40
 Contoh  Contoh
(0,05 mikro x 60 kg x 60) / 80 = 2,25 cc/jam (0,05 mikro x 60 kg x 60) / 40 = 5 tetes/menit
NICARDIPINE (1 amp = 10 mg)
SYRINGE PUMP INFUS MIKRO

 1 amp dopamin = 10 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%  1 amp dopamin = 10 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 50 cc
 Konsentrasi  Konsentrasi
(10 mg/50 cc) x 1000 = 200 mcg (10 mg/100 cc) x 1000 = 20 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
 Rumus pemberian  Rumus pemberian
200 100
 Contoh 
Contoh
(0, 5 mikro x 60 kg x 60) / 200 = 9 cc/jam NICARDIPINE (1 amp(0,5
= 10 mg)x 60 kg x 60) / 100 = 18 tetes/menit
mikro

HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


 Pelarut yang paling dianjurkan adalah Dextrose 5%, tetapi bisa menggunakan jenis-jenis
pelarut seperti : NaCl 0,9% atau Aqua injeksi dan tidak boleh dilarutkan dengan cairan RL
(Ringer Laktat)
 Konsentrasi obat disesuaikan dengan kandungan obat.
Dosis obat (mikro) disesuaikan dengan program dan advis dokter.
MEET THE EXPERT (MTE) VENTILATOR

A. Pendahuluan
Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk
membantufungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien
denganhipoksemia, hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator
mekanikmerupakansalah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi
perawatan pasien yangkritis di Intensive Care Unit (ICU), dengan penggunaan
di Amerika Serikatmencapai 1,5 juta per tahun.
Pasien yang dirawat di ICU berisiko tinggi terkena infeksi
nosokomial.Infeksi nosokomial yang cukup sering diderita pasien adalah
pneumonia. Delapanpuluh tujuh persen kejadian pneumonia di ICU terkait
dengan penggunaan danasuhan keperawatan ventilator mekanik yang tidak
tepat sehingga menimbulkankolonisasi kuman di orofaring yang berisiko
terjadinya pneumonia terkaitventilator/Ventilator Associated Pneumonia
(VAP).
Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan bahwasanya di ruang ICU
Cempaka RSUD Dr. Moewardi pasien sebagian besar terpasang ventilator.
Baik pasien yang terpasang ventilator yang sudah lama maupun pasien yang
terpasang ventilator sehabis operasi. Pemasangan ventilator dalam jangka
Panjang dapat enimbulkan berbagai infeksi pada pasien, sehingga pemasangan
ventilator di ruang ICU Cempaka selalu dimonitoring terus. Sehingga orang
yang terpasang ventilator dapat termonitor secara teratur. Pasien yang sudah
lama terpasang ventilator juga beresiko terkena infeksi.
Berdasarkan penelitian Yin-Yin Chen, dkk., pada tahun 2000-2008
diTaiwan, VAP menempati urutan kedua terbanyak kejadian Device
AssocitedInfection (DAI) di ICU. Dari penelitian tersebut diperoleh angka
kejadian VAPsebanyak 3,18 kejadian per 1000 ventilator per hari. Angka ini
berada dibawahInfeksi Saluran Kemih(ISK) akibat penggunaan kateter dengan
angka kejadian 3,76 per 1000 kateter urin per hari ( Kalanuria, A,2014).
B. Tujuan Pemasangan Ventilator Mekanik
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
a. Mengurangi kerja pernapasan
b. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
c. Pemberian MV yang akurat
d. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
e. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat (Sedwick, M B.,2015)
C. Metode Prosedur Pemasangan Ventilator
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan
menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator,
tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mode Control
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan
pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek,
lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol
pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang
telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk
mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas
sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi),
tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi
pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled
Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV
(Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized
Intermitten Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling
dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory
diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien
pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan
segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode
IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory
diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada
pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih
memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien
yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena
nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara
pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan
pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian
mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot
pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
5. Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari
pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan
tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll.
Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah
diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
6. Pelembab Suhu
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua
proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier.
Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier
dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan
suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat
ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada
trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan
nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.
7. Setting Ventilator Mekanik
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa
parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume
cycle ventilator, yaitu :
1. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20
x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang
diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm
sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat
mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
2. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator
ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10
cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan
paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15
cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB.
Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang
kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien
menggunakan time cycled.
3. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan
sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15
menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
4. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu Inspirasi + Waktu
Istirahat
Waktu Ekspirasi
Keterangan :
a. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
b. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi
c. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan
d. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan
nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO25.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari
ventilator volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan
barotrauma.
5. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume
tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.
6. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure
sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O,
sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin
tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang
melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang
diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas
ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure
sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas spontan.
Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan
untuk bernaps spontan.
7. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari
pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya
peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi
fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan kebocoran.
Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
8. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu
fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2
oleh kapiler paru. ( Bouadma, L., 2015 ).

D. REFLEKSI
Dalam pemberian materi dan praktik yang disampaikan oleh mas
Christian., S. Kep.Ns sangat baik, sehingga mahasiswa mampu untuk
mengoprasikan ventilator yang terbaru. Penyampaian materi yang disampaikan
sama dengan jurnal yang saya temukan dan saya lampirkan. Sehingga sama
mendapatkan ilmu yang lebih dari apa yang diajarkan untuk mendapatkan ilmu
tentang bagaimana cara menyeting ventilator.

E. KESIMPULAN & SARAN


1. Kesimpulan
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara
positif pada paru-paru melalui jalan nafas
2. Saran
Sebaiknya kegiatan MTE sehabis diterangkan secara langsung, peserta
diajarkan bermain dengan ventilator secara langsug, sehingga peserta
dapat bermain ventilator secara langsung dan dapat menambah
pengetahuan peserta.

DAFTAR PUSTAKA

Kalanuria, A. A., Zai, W., & Mirski, M. (2014). Ventilator-associated pneumonia


in the ICU. Critical care, 18, 20-29.

Sedwick, M B., Lance-Smith, M., Reeder, S J and Nardi, J. (2015). Using


evidancebased practice to prevent ventilator associated pneumonia. Critical
Care Nurse, 32(4), 41-50.

Su, L., Meng, K., Zhang, X., Wang, H., Yan, P., Jia, Y., Feng, D and Xie, L. (2015).
Diagnosing ventilator-assosiated pneumonia in critically ill patients with
sepsis. American Journal of Critical Care, 21(6), 110-119.

Bouadma, L., Mourvillier, B., Deiler V., Corre B L., Lolom, I Regnier, B., Wolff
M and Lucet, J C. (2015). A multifaceted program to prevent ventilator-
associated pneuonia: impact on compliance with preventive measure. Critical
Care Medicine, 38(3), 789-796.

MEET THE EXPERT (MTE) PENGUKURAN CVP


A. Pendahuluan
Keperawatan kritis merupakan area spesialistik dari keperawatan yang
dikembangkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan klien dengan
masalah kesehatan akut dan mengancam jiwa yang memerlukan perawatan
secara intensif. Salah satunya adalah pasien dengan gagal jantung, overload
cairan, shock, hipertensi pulmonal dan banyak kasus lain adalah pasien dengan
masalah perubahan status hemodinamik.
Hemidinamik status adalah indeks dari tekanan dan kecepatan aliran
darah dalam paru dan sirkulasi sistemik. Salah satu pengukuran hemodinamika
adalah CVP. CVP (Central Veneus Pressure) adalah tekanan didalam atrium
kanan pada vena besar dalam rongga toraks dan letak ujung kateter pada vena
kava superior tepat di distal atrium kanan. Pentingnya pemantauan terus
menerus terhadap status hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda vital lain
akan menjamin early detection bisa dilaksanakan dengan baik sehingga dapat
mecegah pasien jatuh kepada kondisi lebih parah.
Perkembangan teknologi dan intervensi medis untuk pemulihan pasien-
pasien kritis telah berdampak pada meningkatnya pengakuan akan pentingnya
peran keperawatan dalam mengobservasi dan monitoring pasien-pasien kritis.
Bahkan, dokter akan sangat tergantung pada perawat dalam mengawasi
perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan
penanganan awal ketika dokter tersebut tidak ada di tempat. Sehingga disinilah
kita sebagai perawat dituntut secara ekstra untuk memiliki skill maupun
pengetahuan yang tinggi.
Tekanan vena sentral (CVP) adalah tekanan dari darah atrium kanan
jantung dan vena cava dan memberikan informasi mengenai volume darah
dalam hubungannya dengan kapasitas saat ini, tonus vaskular, keefektifan
fungsi jantung kanan, resistensi vaskular paru dan tekanan intra torak. Nilai
normal CVP berkisar 3 – 15 cm air (3-10 mmHg) (Higgnis, 2004 dalam
Dougherty, 2010).
Tekanan vena sentral (CVP) adalah tekanan dalam atrium kanan atau
vena-vena besar dalam rongga toraks. Lokasinya di vena subklavia, vena
jugularis eksternal/internal, vena basilika media (Nurachmah, 2014).
Tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP) adalah tekanan
intra -
vaskular didalam vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambark
an banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan
kemampuan jantung untuk memompa darah kedalam sistem arterial.
Perkiraan yang baik dari tekanan atrium kanan, yang mana merupakan faktor
yang menentukan dari volume akhir diastolik ventrikel kanan. Tekanan ven
a sentral menggambarkan keseimbangan antara volume intravaskular, ven
ous capacitance, dan fungsi ventrikel kanan. Pengukuran CVP sering digu
nakan sebagai panduan untuk menentukan status volume pasien dan kebut
uhan cairan dan untuk memeriksa adanya tamponade.
B. Tujuan Pengukuran CVP
Ada beberapa tujuan pengukuran CVP, yaitu:
1. Mengetahui status intravaskuler dan menunjukkan volume sirkulasi darah
atau status hidrasi tubuh (normovolemik, hipervolemik, atau
hipovolemik/dehidrasi)
2. Mengetahui tonus pembuluh darah: hipotonus atau hipertonus
3. Mengetahui fungsi ventrikel kanan sebagai pompa (indikasi gagal jantung
kanan)
C. Metode Prosedur Pengukuran CVP
Cara pengukuran CVP bisa dilakukan dengan 2 metode, yaitu secara
manual dan membaca melalui monitor yang sudah dihubungkan oleh tranduser.
Cara melakukan pengukuran CVP secara manual, diantaranya :
1. Persiapan alat : Alat yang biasanya digunakan untuk melakukan
pengukuran CVP diantaranya manometer, cairan, water pass, extension
tube, three way, bengkok, plester, dll.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pengukuran CVP kepada pasien.
3. Posisikan pasien dalam kondisi yang nyaman. Pasien bisa diposisikan semi
fowler (450)
4. Dekatkan alat-alat ke tubuh pasien
5. Menentukan letak zero point pada pasien. Zero point merupakan suatu titik
yang nantinya dijadikan acuan dalam pengukuran CVP. Zero point
ditentukan dari SIC (spatium inter costa) ke 4 pada linea midclavicula
karena SIC ke 4 tersebut merupakan sejajar dengan letak atrium kanan.
Dari midclavicula ditarik ke lateral (samping) sampai mid axilla. Di titik
mid axilla itulah kita berikan tanda.
6. Dari tanda tersebut kita sejajarkan dengan titik nol pada manometer yang
ditempelkan pada tiang infus. Caranya adalah dengan mensejajarkan titik
tersebut dengan angka 0 dengan menggunakan waterpass. Setelah angka 0
pada manometer sejajar dengan titik SIC ke 4 midaxilla, maka kita plester
manometer pada tiang infus.
7. Setelah berhasil menentukan zero point, kita aktifkan sistem 1 (satu).
Caranya adalah dengan mengalirkan cairan dari sumber cairan (infus) kea
rah pasien. Jalur threeway dari sumber cairan dan ke arah pasien kita buka,
sementara jalur yang ke arah manometer kita tutup.
8. Setelah aliran cairan dari sumber cairan ke pasien lancar, lanjutkan dengan
mengaktifkan 2 sistem. Caranya adalah dengan mengalirkan cairan dari
sumber cairan ke arah manometer. Jalur threeway dari sumber cairan dan
ke arah manometer dibuka, sementara yang ke arah pasien kita tutup.
Cairan yang masuk ke manometer dipastikan harus sudah melewati angka
maksimal pada manometer tersebut.
9. Setelah itu, aktifkan sistem 3. Caranya dengan cara mengalirkan cairan
dari manometer ke tubuh pasien. Jalur threeway dari manometer dan ke
arah pasien dibuka, sementara jalur yang dari sumber cairan ditutup.
10. Amati penurunan cairan pada manometer sampai posisi cairan stabil pada
angka/titik tertentu. Lihat dan catat undulasinya. Undulasi merupakan naik
turunnya cairan pada manometer mengikuti dengan proses inspirasi dan
ekspirasi pasien. Saat inspirasi, permukaan cairan pada manometer akan
naik, sementara saat pasien ekspirasi kondisi permukaan cairan akan turun.
Posisi cairan yang turun itu (undulasi saat klien ekspirasi) itu yang dicatat
dan disebut sebagai nilai CVP. Normalnya nilai CVP adalah 5-12 cmH2O.
Nilai CVP yang kurang/rendah artinya pasien dalam kondisi kurang
cairan, mendapatkan ventilasi tekanan negatif, shock, dll. Sedangkan jika nilai
CVP pada pasien cenderung tinggi artinya klien mengalami kelebihan volume
cairan, gagal jantung kanan, dan pada pasien dengan ventilasi positif.
D. Refleksi
Dalam pemberian materi dan praktik yang disampaikan oleh mas
Angga.S.Kep.Ns sangat baik, sehingga mahasiswa mampu mengerti bagaimana
pengukuran CVP yang benar. Penyampaian materi yang disampaikan sama
dengan jurnal yang saya temukan dan saya lampirkan. Sehingga sama
mendapatkan ilmu yang lebih dari apa yang diajarkan untuk mendapatkan ilmu
tentang bagaimana cara menyeting ventilator.
,E. Kesimpulan saran
a. Kesimpulan
Kesimpulan pada MTE tersebut bahwasanya mengukur CVP sangatlah
penting, untuk mengetahui cairan yang berada di dalam tubuh pasien
sehingga perawat dapat mengetahui berapa cairan yang berada pada tubuh
pasien untuk mendapatkan nutrisi atau menda patkan terapi yang benar.
b. Saran
Sebaiknya kegiatan MTE sehabis diterangkan secara langsung, peserta
diajak praktik ke pasien sehingga peserta tau bagaimana kerja cvp.

DAFTAR PUSTAKA
Nurachmah, E. 2014. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Dougherty, L. 2010. Akses Vena Sentral. Jakarta: Erlangga.
Tim Keperawatan Kritis UNAIR. 2017. Modul Praktikum Keperawtan Kritis.
Surabaya
LAPORAN MEET THE EXPERT (MTE) EKG
(ELEKTROKARDIOGRAFI)

A. PENDAHULUAN
Elektrokardiogram (EKG) adalah representasi dari suatu sinyal yang
dihasilkan oleh aktifitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman
informasi kondisi jantung yang diambil dengan memasang electroda pada
badan. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter ahli untuk menentukan
kodisi jantung dari pasien. Sinyal EKG direkam menggunakan perangkat
elektrokardiograf. Tindakan pemeriksaan elektrokardiogram disebut
elektrokardiografi.
 EKG Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung
 EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang
dicurigai ada infark otot jantung akut
 EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia
dan hipokalemia)
 EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok
cabang berkas kanan dan kiri)
 EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung
iskemik selama uji stres jantung
 EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan
jantung (mis. emboli paru atau hipotermia)
Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara
langsung. Namun, EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-
turunnya suatu kontraktilitas.

Sifat EKG

Gelombang yg timbul akibat depolarisasi dan repolarisasi miokardium akan


direkam pada kertas EKG. Glb tsb mpy 3 sifat :

1. Durasi, diukur dalam seperbagian detik (waktu)


2. Amplitudo, diukur dalam millivolts (mV) (voltage)
3. Konfigurasi, criteria subjektif sehubungan dg bentuk dan
gambaransbh gelombang.( Brunner & suddarth. 2012)

Kertas perekam EKG

Kertas EKG

 Merupakan segulungan kertas grafik panjang kontinu dg garis2 tebal


dan tipis vertical dan horizontal. Garis tipis membatasi kotak2 kecil
seluas 1 mm X 1mm; garis tebal membatasi kotak2 besar seluas 5 mm
X 5 mm.
 Sumbu horizontal mengukur waktu. Jarak satu kotak kecil adalah 0,04
detik. Jarak satu kotak besar adalah 5 kali lebih besar atau 0,2 detik.
 Sumbu vertical mengukur voltage. Jarak satu kotak kecil adalah sebesar
0,1 mV, dan satu kotak besar adalah sebesar 0,5 mV.

B. TUJUAN
1. Melihat asupan darah yang mengalir ke jantung saat melakukan
aktivitas fisik
2. Mendeteksi kelainan irama jantung dan aktivitas listrik di jantung
3. Melihat seberapa baik katup jantung bekerja
4. Menilai tingkat keparahan penyakit arteri koroner yang dimiliki pasien
5. Menilai seberapa efektif rencana pengobatan jantung yang sudah
dilakukan
6. Menentukan batas-batas latihan fisik yang aman sebelum memulai
program rehabilitasi jantung akibat dari serangan jantung atau operasi
jantung
7. Mengevaluasi denyut jantung dan tekanan darah
8. Mengetahui tingkat kebugaran fisik
9. Menentukan prognosis seseorang terkena serangan jantung atau
meninggal akibat penyakit jantung
C. METODE/PROSEDUR
1. Tentukan iramanya : Sinus / bukan 2. Tentukan
2. frekuensi/kecepatan : Normal / takikardia / bradikardia
3. Tentukan axis : Normal / RAD / LAD
4. Nilai gelombang P: Normal / tidak
5. Hitung PR interval : Normal /memanjang/memendek
6. Nilai gelombang Q : Normal / patologis
7. Hitung QRS komplek : Normal / melebar
8. Nilai ST segmen : Isoelektrik / elevasi / depresi
9. Nilai gelombang T : Normal / Inverted / tinggi
10. Perhatikan tanda-tanda : Hipertropi / iskemia / infark
11. Kesimpulan/Diagnosa

Lokasi Pemasangan Elektroda

 Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.


 Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
 Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
 Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea
(sekalipun detak apeks berpindah).
 Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris
anterior.
 Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea
midaxillaris.
Gelombang EKG

Sinyal EKG terdiri dari 4 jenis :

1. GELOMBANG P : Rekaman depolarisasi di miokardium atrium sejak dari awal


sampai akhir. Oleh karena SA node terletak di atrium
kanan, otomatis atrium kanan lebih dulu terdepolarisasi
daripada atrium kiri. Shg bagian gel.P pertama
menunjukkan depolarisasi atrium kanan, dan bagian yang
kedua menunjukkan depolarisasi atrium kiri.

2. KOMPLEKS QRS : Merupakan rekaman depolarisasi di ventrikel sejak dari


awal sampai akhir. Amplitudo kompleks QRS jauh lebih
besar dari gelombang P, sebab ventrikel jauh lebih besar
daripada atrium.

Bagian-bagian kompleks QRS :


Penamaannya :
1. Kalau defleksi (letupan) pertama ke bawah, disebut gelombang Q
2. Kalau defleksi pertama ke atas, disebut gelombang R
3. Kalau ada defleksi ke atas kedua, disebut gelombang R’ (R-pelengkap = R-
prime)
4. Defleksi ke bawah pertama setelah defleksi ke atas, disebut gelombang S

Arti penamaan
Kompleks QRS biasanya digambarkan dalam EKG sebanyak 3 defleksi, namun ada
juga yang 2 defleksi saja.
1. Defleksi pertama menggambarkan peristiwa depolarisasi septum
interventrikulare oleh fasikulus septal dari cabang kiri berkas.
2. Defleksi kedua dan ketiga menggambarkan depolarisasi ventrikel kiri dan
kanan.
3. GELOMBANG T : Rekaman repolarisasi ventrikel dari awal sampai akhir. Catt:
sebenarnya juga ada glb.repolarisasi atrium, namun
timbulnya bertepatan dengan depolarisasi ventrikel dan
tertutup oleh kompleks QRS yang lebih mencolok.

4. GELOMBANG U : Perpanjangan gelombang T yang menunjukkan repolarisasi


ventrikel dari awal sampai akhir. Gelombang ini kadang
ada kadang tidak. Hanya muncul sewaktu waktu dan tidak
memberikan kelainan klinis, namun bisa terdapat pada
keadaan patologis.( Mansjoer, A dkk. 2010)

Garis EKG
Ada 2 jenis penamaan : interval dan segmen.
1. Interval : paling sedikit mencakup satu gelombang ditambah garis lurus
penghubungnya.
2. Segmen : garis lurus yang menghubungkan 2 gelombang.

2. Interval PR/PQ = gelombang P + garis lurus yang menghubungkannya dg


kompleks QRS. Fungsi : mengukur waktu dari permulaan depolarisasi atrium
sampai pada mulainya depolarisasi ventrikel.
3. Segmen PR/PQ = garis di antara gelombang P dengan kompleks QRS,
menunjukkan waktu akhir depolarisasi atrium sampai mulainya depolarisasi
ventrikel (ventrikel aktif).
4. Segmen ST = garis lurus dari akhir kompleks QRS dg bagian awal glb.T.
Fungsi : mengukur waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada
mulainya repolarisasi ventrikel.
5. Garis Isoelektrik = garis lurus yang sejajar dengan segmen PQ dengan segmen
ST. Jika Segmen ST di atas garis isoelektrik disebut ST elevasi, jika di bawah
disebut ST depresi.
6. Interval QT = meliputi kompleks QRS, segmen ST dan gelombang T. Fungsi
: mengukur waktu dari permulaan depolarisasi ventrikel sampai akhir
repolarisasi ventrikel.
7. Interval QU = meliputi kompleks QRS, segmen ST, gelombang T dan U.
Fungsi : mengukur waktu dari permulaan depolarisasi ventrikel sampai akhir
repolarisasi ventrikel (akhir gelombang U).
D. REFLEKSI
Dalam penyampaian materi sangat baik sehingga mahasiswa dapat
memahami apa yang sudah dijelaskan dan dapat mengaplikasikan secara
langsung dalam membaca hasil EKG yang telah disediakan.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
EKG merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan
memasang electroda pada badan. Pada gambar EKG terdapat berbagai
gelombang yaitu P,QRS,T,U
 Gelombang P;gambaran proses depolarissi atrium.
 Gelombang QRS;gambaran proses depolarisasi ventrikel
 Gelombang T;gambaran proses repolarisasi ventrikel.
 Gelombang U;timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang
P
 berikutnya Interval PR;diukur dari permukaan gelombang P sampai
permulaan gelombangQRS
b. Saran
Dengan mempelajari interprets EKG Mahasiswa dapa lebih bisa megetahui
cara membaca EKG dan belajar lebih giat untuk menjadi perawat yang
professional

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth. 2012. Buku ajar keperawatan medical bedah, volume 2. EGC :
Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2010 . Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Ruhyanudin, F. 2015. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Pres
MTE INTEPRETASI BLOOD GAS ANALISIS DAN PERHITUNGAN
KEBUTUHAN FIO2 DAN OKSIGEN

Topik : Intepretasi Blood Gas Analisis Dan Perhitungan


Kebutuhan Fio2 Dan Oksigen
Pemberi Materi : Ari Setiyajati, S.Kep, Ns. M. Kep
1. Pendahuluan
Keseimbangan asam basa adalah proses fisiologis mengatur
konsentrasi ion H+. Asam adalah zat kimia pendonor proton H+. Sedangkan
basa adalah zat kimia aseptor proton H+. Gangguan asam basa sering
disertai dengan gangguan Syok yang lama, Kegagalan pernapasan,
Gangguan metabolisme karbohidrat, kegagalan ginjal.
Asidosis adalah proses yang cenderung dengan penurunan pH.
Sedangkan alkalosis adalah proses yang cenderung dengan peningkatan pH.
Metabolisme adalah pengaruh utama dari HCO3-, Respiratory adalah
pengaruh utama dari PaCO2.b pH darah ditentukan terdapatnya asam dan
basa dalam darah. Normal pH : 7,35 – 7,45, batas manusia dapat hidup pH
: 7.00 – 7,80.
Setiap kenaikan HCO 3 akan menaikan pH darah; setiap penurunan
HCO3 akan menurunkan pH darah. Setiap kenaikan CO2 akan menurunkan
pH darah dan setiap penurunan CO2 akan menaikan pH. HCO3 adalah
komponen metabolik. CO2 adalah komponen respiratorik / diatur oleh
respirasi.
Mekanisme respirasi atau Pusat respirasi dapat dirangsang oleh :
Perubahan pH : Penurunan pH darah / acidosis tanpa kenaikan PCO2 dapat
meningkatkan frekwensi pernapasan. PaCO2 : peningkatan CO2 dlm darah,
melalui perubahan pH di otak merupakan stimulus yang kuat. Inhalasi 5%
CO2 akan meningkatkan respirasi sebesar 2X. Pada keadaan kronik,
peninggian CO2 darah makin lama makin berkurang sensitifitasnya,
sehingga pada COPD peninggian CO2 darah tak merupakan rangsangan
terhadap pusat respirasi. Pusat respirasi juga dipengaruhi penurunan PO2,
emosional, gerakan sendi dll.
Mekanisme Ginjal ; Apabila keasaman meningkat / penimbunan H+
/ penurunan pH darah maka: H+ akan disekresi dari sel tubulus ginjal ke
lumen tubulus dan dibuang bersama urine. Sebagai usaha mengimbangi
eksresi H+ ini akan banyak Na+ yang diserap kedalam sel tubulus
selanjutnya masuk kedarah, retensi Na juga diikuti retensi air. Makin tinggi
kadar amonia yang dibentuk oleh sel tubulus kemudian dieksresikan ke
urine bersama H+. Sel tubulus akan makin banyak membentuk HCO3- dan
bersama Na akan membentuk NaHCO3 masuk kedalam darah.
Inteprestasi BGA ; Perlu dilihat : pH, PCO2, HCO3. Perubahan pH
: menilai asidosis bila pH dibawah 7,35 dan alkalosis pH diatas 7,45.
Perubahan CO2 : perubahan dalam respirasi. (respiratory acidosis bila
pCO2 lebih 45 mmHg & alkalosis respiratory pCO2 kurang 35 mmHg).
Perubahan HCO3- adalah perubahan metabolik. (acidosis metabolik bila
HCO3 kurang 22 meg & alkalosis metabolik bila HCO3 lebih 26 meg).
Metabolik acidosis : pH < 7,35; HCO3- < 22 meg/l. Penyebab:
Kegagalan / gangguan perfusi jaringan : syok, hipoksia, DM yang berat
menjadi Ketoasidosis diabetika, Kelaparan / puasa yang berkepanjangan,
Renal failure, Keracunan salisilat ( Produksi ion H berlebihan ), Diare yang
berat, Fistule pancreas, Adrenal insufisiensi ( kehilangan HCO3 Berlebihan
). Pada syok yang lama, cardiorespiratory arrest / cardiac arrest menjadi
supplay oxygen rendah / tidak ada kemudian pembakaran glukose anaerob
dengan hasil asam laktat ( Lactic Acidosis ).
Berhentinya pernapasan akan meningkatkan CO2 darah menjadi
asidosis respiratory, hasil yang terjadi Combined metabolik + respiratory
acidosis. Pada DM berat, kurang insulin menjadi glukosa tdk dpt masuk ke
intra seluler shg tjd hiperglikemia, utk mendapatkan energi tjd pembakaran
lemak dan protein tubuh dgn hasil pembakaran : aseton, asam aseto-asetat,
beta-OH butirat ( semua bersifat asam ). Koreksi bikarbonat natrikus : 0,3
X BE x BB .
Metabolik alkalosis adalah suatu keadaan yang mengakibatkan
alkalosis metabolik: Kehilangan asam lambung berlebihan : muntah berat,
NGT lama dialirkan, Pemberian zat bersifat basa berlebihan: antasida,
Pemberian zat bersifat steroid yg lama.
Acidosis Respiratory : Ph <7, 35 & CO2 > 45. Sebab utama
hipoventilasi : Depresi SSP : obat, trauma, gangguan vaskuler. Kelemahan
otot respirasi : neoropati, myopati, obat, toksin, paralisis diafragma.
Sumbatan jalan napas bagian atas : benda asing, tumor, perdarahan, aspirasi.
Penyakit primer paru : COPD, edema paru berat, asma.
Alkalosis respiratorik: Suatu reaksi homeostatik thd stres berat,
syok, sepsis, trauma menjadi hiperventilasi. Permulaan serangan asma.
Histerik : gelisah sekali, napas cepat &dalam. Umumnya alkalosis
respiratorik merupakan mekanisme kompensasi bukan merupakan proses
primer.
2. Tujuan
Untuk mengetahui inteprestasi analisa gas darah dan
penatalaksanaannya serta perhitungan oksigen dan FiO2.
Sebuah analisis ABG mengevaluasi seberapa efektif paru-paru yang
memberikan oksigen ke darah . Tes ini juga menunjukkan seberapa baik
paru-paru dan ginjal yang berinteraksi untuk menjaga pH darah normal
(keseimbangan asam-basa). Peneliatian ini biasanya dilakukan untuk
menilai penyakit khususnya pernapasan dan kondisi lain yang dapat
mempengaruhi paru-paru, dan sebagai pengelolaan pasien untuk terapi
oksigen (terapi pernapasan). Selain itu, komponen asam-basa dari uji tes
dapat memberikan informasi tentang fungsi ginjal.
Adapun tujuan lain dari dilakukannya pemeriksaan analisa gas darah,yaitu
a. Menilai fungsi respirasi (ventilasi)
b. Menilai kapasitas oksigenasi
c. Menilai Keseimbangan asam-basa
d. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
e. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
f. Untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh
g. Memperoleh darah arterial untuk analisa gas darah atau test diagnostik
yang lain.
3. Metode Prosedur
a. Siapkan peralatan yang dibutuhkan, hasil BGA dari labolatorium dan
alat tulis
b. Lihat hasil pH, apakah asam atau basa/ alkalosis atau asidosis. Atau
terjadi penurunan atau peningkatan dari hasil nilai normal.
c. Lihat hasil HCO3-, apakah alkalosis atau asidosis. Atau terjadi
penurunan atau peningkatan dari nilai normal.
d. Lihat hasil PaCO2, apakah alkalosis atau asidosis. Atau terjadi
penurunan atau peningkatan dari nilai normal.
e. Interpretasi hasil diatas dengan rumus tabel

Interprestasi HCO3-

BGA Komponen Metabolik

< 22 22 – 26 > 26

(Nilai normal)

> 45 Combined Metabolik alkalo


Metabolik + + Respiratory
Respiratory Respiratory acidosis acidosis
PCO2 Asidosis

Komponen 35 – 45
Repiratorik (Nilai normal) Metabolik NORMAL metabolik
acidosis
alkalosis

< 35 Metabolik Combined


acidosis + Metabolik +
respiratory Respiratory alkalosis Respiratory
alkalosis Alkalosis

Ph P CO2 HCO3

Asidosis Respiratorik Murni acut Turun Naik Normal


Terkompensasi sebagian Turun Naik Naik

Terkompensasi penuh Normal Naik Naik

Metabolik Murni acut Turun Normal Turun

Terkompensasi sebagian Turun Turun Turun

Terkompensasi penuh Normal Turun Turun

Alkalosis Respiratorik Murni acut Naik Turun Normal

Terkompensasi sebagian Naik Turun Turun

Terkompensasi penuh Normal Turun Turun

Metabolik Murni acut Naik Normal Naik

Terkompensasi sebagian Naik Naik Naik

Terkompensasi penuh Normal Naik Naik

f. Koreksi asidosis metabolik dengan bicnat/meylon. BE normal - 2,5 s/d


/+2,5. Hitungan koreksi bicnat = 0,3 X BE X BB : ……….. Meq
g. Berdasarkan hasil BGA di atas bisa dihitung kebutuhan oksigen dan
FiO2 pasien dengan rumus :
( 713 x FiO2 ) - ( 1,25 x PCO2 ) = A
A1 A2
A x 90 =B
B : PO2 =C
(C+A2) : 713 = FiO2 Yang Dibutuhkan

Pada gagal napas akut = 90


Pada gagal napas cronik = 70
h. Setelah ketemu hasil FiO2, maka dapat disesuai dengan hasil berikut:
Nasal kanul
1 L/mnt = 0,24
2 L/mnt = 0,28
3 L/mnt = 0,32
4 L/mnt = 0,36
5 L/mnt = 0,40
6 L/mnt = 0,44
7 L/ mnt = 0,48
8 L/mnt = 0,52
9 L/mnt = 0,56
10 L/mnt = 0,60.
4. Refleksi
Tabel intepretasi yang pertama lebih baik digunakan dalam
intepretasi analisa gas darah dari pada tabel intepretasi yang kedua. Karena
tabel kedua terdapat hasil penurunan dan peningkatan yang sama sehingga
membuat bingung penilai, hal itu terjadi di asidosis dan alkalosis metabolik
maupun repiratori terkompensasi penuh.
5. Kesimpulan
Analisa Gas Darah ( AGD ) atau sering disebut Blood Gas Analisa (
BGA ) merupakan pemeriksaan penting untuk penderita sakit kritis yang
bertujuan untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran Oksigen ( O2),
Karbondiosida ( CO2) dan status asam-basa dalam darah arteri. Tujuan lain
dari dilakukannya pemeriksaan analisa gas darah,yaitu :
a. Menilai fungsi respirasi (ventilasi)
b. Menilai kapasitas oksigenasi
c. Menilai Keseimbangan asam-basa
d. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
e. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
f. Untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh
g. Memperoleh darah arterial untuk analisa gas darah atau test diagnostik
yang lain.
Sampel darah untuk pemeriksaan Analisa Gas Darah dapat dilakukan pada
arteri radialis, arteri tibialis posterior, arteri dorsalis pedis, dan lain-
lain. Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :
Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik, Pasien dengan edema pulmo,
Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS), Infark miokard,
Pneumonia, Klien syok, Post pembedahan coronary arteri baypass,
Resusitasi cardiac arrest, Klien dengan perubahan status respiratori,
Komponen yang akan dilakukan pemeriksaan gas darah berupa : pH,
PaCO2,PaO2,dll

DAFTAR PUSTAKA

Biomedical, N. (2011). Manual Book PHOX plus. Jakarta: Nova Biomedical


Brunner & Suddarth. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Volume 2
Edisi 8. Jakarta : ECG
Joyce LeFever Kee. 2012. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik,
Edisi 6. Jakarta : EGC
Media Aesculapius.(2014) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Empat. Jakarta
Setiati, Tatty Ermin dan Soemantri, Ag. (2009). Kegawatan Hematologi,
Semarang.
MEET THE EXPERT (MTE) PENGELOLAAN PASIEN SYOK

PENDAHULUAN
Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa oksigen dan
nutrien ke jaringan. Pemahaman tentang penyebab dan patofisiologinya bisa
mengarahkan para klinisi membuat keputusan yang rasional dalam terapi
dan bisa memperbaiki prognosis.
Sebagai sindrom klinis yang kompleks, syok ditandai oleh disfungsi
sirkulasi akut dimana hubungan antara kebutuhan oksigen dan pasokan
terganggu. Akibatnya, sistem kardiovaskuler gagal menjalankan fungsi
utamanya, yakni membawa substrat dan membuang metabolit, sehingga
terjadi metabolisme anaerob dan asidosis jaringan. Umumnya semua
keadaan syok berakhir dengan berkurangnya hantaran atau gangguan
utilisasi substrat sel yang esensial, sehingga fungsi sel normal berhenti.
Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan
perdarahan hebat. Syok merupakan diagnosa klinis, namun deteksi masih
merupakan masalah terutama pada anak. Syok sebaiknya dideteksi dengan
tanda klinis dan laboratorium yang meliputi takipnea dan takikardia,
vasodilatasi perifer sehingga ekstremitas menjadi dingin, hipotermia atau
hipertermia, diikuti dengan berkurangnya jumlah urin, asidosis metabolik
dan peningkatan laktat darah, bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran dan
kematian. Oleh karena itu, deteksi tanda-tanda syok dini sangatlah penting
begitu pula dengan penanganan syok haruslah dilakukan secara dini. Syok
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinue atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai
berikut :
1. Hipotensi : tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean
arterial pressure atau tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60
mmHg, atau menurun 30% lebih.
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek.
2. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Untuk memahami definisi, etiologi, patogenesis, gambaran
klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan
pada syok.
b. Meningkatkan kemampuan dalam penanganan pada pasien
syok.

3. KLASIFIKASI SYOK DAN PENATALAKSANAANYA


Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa
darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah
yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam
jumlah besar (perdarahan hebat). Keadaan syok akan melalui tiga tahapan
mulai dari tahap kompensasi (masih dapat diatasi oleh tubuh),
dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan irreversibel
(tidak dapat pulih).
1. Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu
menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan
pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan,
tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang
lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena
biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
2. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi
mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan
berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran
darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke
otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan
diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi,
penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang
mulai terganggu.
3. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah
menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak
dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan
mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan
darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan
mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke
organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi
penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan
pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah
menetap dan tidak dapat diperbaiki.

Gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan jenis syok, antara lain
:

 Keadaan umum lemah


 Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
 Takikardi
 Vena perifer tidak tampak
 Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg
 Hiperventilasi.
 Sianosis perifer.
 Gelisah, kesadaran menurun
 Produksi urine menurun
 Kulit lembab dan dingin
 Dapat terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
Klasifikasi syok, antara lain :
JENIS SINDROM KLINIS
Hipovolemik Hemoragik
Nonhemoragik :
 Muntah
 Diare
 Luka bakar
 Sekuestrasi internal (misalnya ileus obstruksi)
 KAD (ketoasidosis diabetik)
 Sindrom nefrotik
 Bentuk dehidrasi lain
Kardiogenik Infark miokard
Gagal jantung bendungan
Bedah jnatung
Penyakit katup/koarktasi
Disritmia
Pintas kardiopulmoner
Syok septik
Intoksikasi obat
Obstruktif Tamponade jantung
Penyakit katup/koarktasi
Pneumotoraks
Emboli paru
Distributif Syok septik
Syok toksik
Syok neurogenik
Gagal adrenal akut
Intoksikasi obat
Disosiatif Keracunan (misalnya sianida, methemoglobin, karbon
monoksida)
Anemia berat
Syok dapat diklasifikasikan secara umum sebagai berikut :
1. Syok Kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai
oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi
jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya
tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau
adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk
berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah
jantung.
Etiologi dari syok kardiogenik, antara lain :
a. Gangguan kontraktilitas miokardium.
b. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti
paru dan atau hipoperfusi iskemik.
c. Infark miokard akut
d. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary,
ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan atau mempercepat) syok kardiogenik pada pasien
dengan infark-infark yang lebih kecil.
e. Valvular stenosis.
f. Myocarditis (inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
g. Cardiomyopathy (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang
tidak Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.
h. Menurut Mubin diketahui penyebabnya).
i. Acute mitral regurgitation.
j. Valvular heart disease.
(2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan keluhan
utama Syok Kardiogenik, yaitu :
a. Oliguri (urin < 20 mL/jam)
b. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
c. Nyeri substernal seperti IMA.
d. Tanda Penting Syok Kardiogenik
e. Tensi turun < 80-90 mmHg.
f. Takipneu dan dalam.
g. Takikardi.
h. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
i. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
j. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
k. Sianosis.
l. Diaforesis (mandi keringat).
m. Ekstremitas dingin.
n. Perubahan mental.

2. Syok Hipovolemik (akibat penurunan volume darah)


Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-
pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun
perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari
luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat,
misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera
limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar
atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh
yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui
permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare
juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada
obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada
diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan
karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan
pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali
jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume,
kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang,
tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ
vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti
ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui
sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis.
Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk
mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi
(dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan
adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila
defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah
maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital
yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian
volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi
cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
3. Syok Anafilaktik (akibat reaksi alergi)
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi
kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas.
Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast
sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang
mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang
menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang
diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga
seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
4. Syok Septik (berhubungan dengan infeksi)
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang
menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada
kasus trauma, syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat
beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-
pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium
dengan isi usus.
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi
berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah
pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada
perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.
Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas
vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia
relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem.
Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan
perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen karena toksin kuman.
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan
dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin
< 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan
nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau
hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik
hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Manifestasi spesifik akan bergantung pada penyebab syok, kecuali
syok neurogenik akan mencakup :
 Kulit yang dingin dan lembab
 Pucat
 Peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan
 Penurunan drastis tekanan darah
 Sedangkan individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan
kecepatan denyut jantung yang normal atau melambat tetapi akan
hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan
debriden luka untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan
pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan dengan benar.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab
syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit
pertama penderita mengalami syok.
5. Syok Neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari
syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh
tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh
tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri
hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien
dibaringkan, keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok.
Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma
pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus
simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi perifer.
Etiologi dari Syok Neurogenik, antara lain :
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal atau lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Manifestasi Klinis Syok Neurogenik, yang dapat ditemui yaitu


hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan
dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Berikut penatalaksanaan syok secara umum. Hal yang pertama-tama dapat
dilakukan dalam penanganan pasien syok, yaitu :
1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger), baik untuk
penolong maupun yang ditolong (contoh keadaaan berbahaya yaitu
di tengah kobaran api).
2. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas
(Airway)
3. Periksa pernapasan (Breathing)
4. Periksa nadi dan cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat
(misal dengan selimut)
7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu
bantuan medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung,
suhu tubuh (dari hipotermi) setiap 5 menit.

Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan


mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab
syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat atau menit-menit
pertama pasien mengalami syok.
4. REFLEKSI
Hal yang sudah bisa dilakukan dalam pengelolaan syok seperti:
1. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger), baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaaan berbahaya yaitu di tengah
kobaran api).
2. pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
3. Periksa pernapasan (Breathing)
4. Periksa nadi dan cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
5. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
6. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal
dengan selimut)
7. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu
bantuan medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung, suhu
tubuh (dari hipotermi) setiap 5 menit.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi
yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.
2. Gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan jenis syok yaitu
keadaan umum lemah, perfusi kulit pucat, dingin, basah, takikardi, vena
perifer tidak tampak, tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90
mmHg, hiperventilasi, sianosis perifer, gelisah, kesadaran menurun,
produksi urine menurun, kulit lembab dan dingin, dapat terjadi
penurunan kesadaran.
3. Syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
 Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
 Syok hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
 Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
 Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
 Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Saran: Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan
gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syok sehingga dapat
melakukan pertolongan segera kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA:

Carcillo, Joseph A. 2009. Syok Pada Anak (Goal-Directed Management Of


Pediatric Shock In The Emergency Department). Jakarta : Farmedia
Wilkinson, dkk. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai