OLEH :
J230191038
2019
MEET THE EXPERT (MTE) TITRASI OBAT
PENGERTIAN
Pemberian suatu obat yang sebelumnya sudah mengalami pencampuran dengan suatu
larutan tertentu sehingga didapatkan konsentrasi obat yang dinginkan
TUJUAN
Untuk memudahkan pemberian yang di bagikan dalam dosis kecil / microgram
Untuk menghitung kadar suatu zat/obat dalam suatu larutan
1 amp dopamin = 200 mg diencerkan dengan NaCL 0,9% 1 amp dopamin = 200 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 100 cc
Konsentrasi Konsentrasi
(200 mg/50 cc) x 1000 = 4000 mcg (200 mg/100 cc) x 1000 = 2000 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
Rumus pemberian Rumus pemberian
4000 2000
Contoh Contoh
(5 mikro X 60 kg X 60) / 4000 = 4,5 cc/jam (5 mikro X 60 kg X 60) / 2000 = 9 tetes/menit
1 amp dobutamin = 250 mg diencerkan dengan NaCL 0,9% 1 amp dopamin = 250 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 100 cc
Konsentrasi Konsentrasi
(250 mg/50 cc) x 1000 = 5000 mcg (250 mg/100 cc) x 1000 = 2500 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
Rumus pemberian Rumus pemberian
5000 2500
Contoh Contoh
(5 mikro x 60 kg x 60) / 5000 = 3,6 cc/jam (5 mikro x 60 kg x 60) / 2500 = 7 tetes/menit
1 amp dopamin = 4 mg diencerkan dengan NaCL 0,9% 1 amp dopamin = 4 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 100 cc
Konsentrasi Konsentrasi
(4 mg/50 cc) x 1000 = 80 mcg (4 mg/100 cc) x 1000 = 40 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
Rumus pemberian Rumus pemberian
80 40
Contoh Contoh
(0,05 mikro x 60 kg x 60) / 80 = 2,25 cc/jam (0,05 mikro x 60 kg x 60) / 40 = 5 tetes/menit
NICARDIPINE (1 amp = 10 mg)
SYRINGE PUMP INFUS MIKRO
1 amp dopamin = 10 mg diencerkan dengan NaCL 0,9% 1 amp dopamin = 10 mg diencerkan dengan NaCL 0,9%
menjadi 50 cc menjadi 50 cc
Konsentrasi Konsentrasi
(10 mg/50 cc) x 1000 = 200 mcg (10 mg/100 cc) x 1000 = 20 mcg
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 𝑥 60 (𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜)
Rumus pemberian Rumus pemberian
200 100
Contoh
Contoh
(0, 5 mikro x 60 kg x 60) / 200 = 9 cc/jam NICARDIPINE (1 amp(0,5
= 10 mg)x 60 kg x 60) / 100 = 18 tetes/menit
mikro
A. Pendahuluan
Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk
membantufungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien
denganhipoksemia, hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator
mekanikmerupakansalah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi
perawatan pasien yangkritis di Intensive Care Unit (ICU), dengan penggunaan
di Amerika Serikatmencapai 1,5 juta per tahun.
Pasien yang dirawat di ICU berisiko tinggi terkena infeksi
nosokomial.Infeksi nosokomial yang cukup sering diderita pasien adalah
pneumonia. Delapanpuluh tujuh persen kejadian pneumonia di ICU terkait
dengan penggunaan danasuhan keperawatan ventilator mekanik yang tidak
tepat sehingga menimbulkankolonisasi kuman di orofaring yang berisiko
terjadinya pneumonia terkaitventilator/Ventilator Associated Pneumonia
(VAP).
Berdasarkan studi pendahuluan didapatkan bahwasanya di ruang ICU
Cempaka RSUD Dr. Moewardi pasien sebagian besar terpasang ventilator.
Baik pasien yang terpasang ventilator yang sudah lama maupun pasien yang
terpasang ventilator sehabis operasi. Pemasangan ventilator dalam jangka
Panjang dapat enimbulkan berbagai infeksi pada pasien, sehingga pemasangan
ventilator di ruang ICU Cempaka selalu dimonitoring terus. Sehingga orang
yang terpasang ventilator dapat termonitor secara teratur. Pasien yang sudah
lama terpasang ventilator juga beresiko terkena infeksi.
Berdasarkan penelitian Yin-Yin Chen, dkk., pada tahun 2000-2008
diTaiwan, VAP menempati urutan kedua terbanyak kejadian Device
AssocitedInfection (DAI) di ICU. Dari penelitian tersebut diperoleh angka
kejadian VAPsebanyak 3,18 kejadian per 1000 ventilator per hari. Angka ini
berada dibawahInfeksi Saluran Kemih(ISK) akibat penggunaan kateter dengan
angka kejadian 3,76 per 1000 kateter urin per hari ( Kalanuria, A,2014).
B. Tujuan Pemasangan Ventilator Mekanik
Ada beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
a. Mengurangi kerja pernapasan
b. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
c. Pemberian MV yang akurat
d. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
e. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat (Sedwick, M B.,2015)
C. Metode Prosedur Pemasangan Ventilator
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan
menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator,
tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mode Control
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan
pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek,
lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol
pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang
telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk
mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas
sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi),
tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi
pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled
Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV
(Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized
Intermitten Mandatory Ventilation.
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling
dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory
diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien
pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan
segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode
IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory
diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada
pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih
memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien
yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena
nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara
pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan
pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian
mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot
pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
5. Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari
pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan
tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll.
Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah
diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
6. Pelembab Suhu
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua
proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier.
Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier
dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan
suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat
ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada
trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan
nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.
7. Setting Ventilator Mekanik
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa
parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume
cycle ventilator, yaitu :
1. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator
dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa adalah 10-20
x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang
diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm
sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat
mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
2. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator
ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10
cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan
paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15
cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB.
Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan dibawah nilai yang
kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien
menggunakan time cycled.
3. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang
diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%.
Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan
sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15
menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat
dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
4. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu Inspirasi + Waktu
Istirahat
Waktu Ekspirasi
Keterangan :
a. Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
b. Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan
ekspirasi
c. Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan
d. Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan
nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang
diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih lama dibandingkan
ekspirasi untuk menaikan PaO25.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari
ventilator volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan
barotrauma.
5. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume
tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.
6. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang
diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure
sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O,
sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin
tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang
melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang
diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas
ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure
sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas spontan.
Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan
untuk bernaps spontan.
7. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari
pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya
peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi
fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan kebocoran.
Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam
kondisi siap.
8. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu
fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2
oleh kapiler paru. ( Bouadma, L., 2015 ).
D. REFLEKSI
Dalam pemberian materi dan praktik yang disampaikan oleh mas
Christian., S. Kep.Ns sangat baik, sehingga mahasiswa mampu untuk
mengoprasikan ventilator yang terbaru. Penyampaian materi yang disampaikan
sama dengan jurnal yang saya temukan dan saya lampirkan. Sehingga sama
mendapatkan ilmu yang lebih dari apa yang diajarkan untuk mendapatkan ilmu
tentang bagaimana cara menyeting ventilator.
DAFTAR PUSTAKA
Su, L., Meng, K., Zhang, X., Wang, H., Yan, P., Jia, Y., Feng, D and Xie, L. (2015).
Diagnosing ventilator-assosiated pneumonia in critically ill patients with
sepsis. American Journal of Critical Care, 21(6), 110-119.
Bouadma, L., Mourvillier, B., Deiler V., Corre B L., Lolom, I Regnier, B., Wolff
M and Lucet, J C. (2015). A multifaceted program to prevent ventilator-
associated pneuonia: impact on compliance with preventive measure. Critical
Care Medicine, 38(3), 789-796.
DAFTAR PUSTAKA
Nurachmah, E. 2014. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Dougherty, L. 2010. Akses Vena Sentral. Jakarta: Erlangga.
Tim Keperawatan Kritis UNAIR. 2017. Modul Praktikum Keperawtan Kritis.
Surabaya
LAPORAN MEET THE EXPERT (MTE) EKG
(ELEKTROKARDIOGRAFI)
A. PENDAHULUAN
Elektrokardiogram (EKG) adalah representasi dari suatu sinyal yang
dihasilkan oleh aktifitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman
informasi kondisi jantung yang diambil dengan memasang electroda pada
badan. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter ahli untuk menentukan
kodisi jantung dari pasien. Sinyal EKG direkam menggunakan perangkat
elektrokardiograf. Tindakan pemeriksaan elektrokardiogram disebut
elektrokardiografi.
EKG Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung
EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang
dicurigai ada infark otot jantung akut
EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia
dan hipokalemia)
EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok
cabang berkas kanan dan kiri)
EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung
iskemik selama uji stres jantung
EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan
jantung (mis. emboli paru atau hipotermia)
Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara
langsung. Namun, EKG dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-
turunnya suatu kontraktilitas.
Sifat EKG
Kertas EKG
B. TUJUAN
1. Melihat asupan darah yang mengalir ke jantung saat melakukan
aktivitas fisik
2. Mendeteksi kelainan irama jantung dan aktivitas listrik di jantung
3. Melihat seberapa baik katup jantung bekerja
4. Menilai tingkat keparahan penyakit arteri koroner yang dimiliki pasien
5. Menilai seberapa efektif rencana pengobatan jantung yang sudah
dilakukan
6. Menentukan batas-batas latihan fisik yang aman sebelum memulai
program rehabilitasi jantung akibat dari serangan jantung atau operasi
jantung
7. Mengevaluasi denyut jantung dan tekanan darah
8. Mengetahui tingkat kebugaran fisik
9. Menentukan prognosis seseorang terkena serangan jantung atau
meninggal akibat penyakit jantung
C. METODE/PROSEDUR
1. Tentukan iramanya : Sinus / bukan 2. Tentukan
2. frekuensi/kecepatan : Normal / takikardia / bradikardia
3. Tentukan axis : Normal / RAD / LAD
4. Nilai gelombang P: Normal / tidak
5. Hitung PR interval : Normal /memanjang/memendek
6. Nilai gelombang Q : Normal / patologis
7. Hitung QRS komplek : Normal / melebar
8. Nilai ST segmen : Isoelektrik / elevasi / depresi
9. Nilai gelombang T : Normal / Inverted / tinggi
10. Perhatikan tanda-tanda : Hipertropi / iskemia / infark
11. Kesimpulan/Diagnosa
Arti penamaan
Kompleks QRS biasanya digambarkan dalam EKG sebanyak 3 defleksi, namun ada
juga yang 2 defleksi saja.
1. Defleksi pertama menggambarkan peristiwa depolarisasi septum
interventrikulare oleh fasikulus septal dari cabang kiri berkas.
2. Defleksi kedua dan ketiga menggambarkan depolarisasi ventrikel kiri dan
kanan.
3. GELOMBANG T : Rekaman repolarisasi ventrikel dari awal sampai akhir. Catt:
sebenarnya juga ada glb.repolarisasi atrium, namun
timbulnya bertepatan dengan depolarisasi ventrikel dan
tertutup oleh kompleks QRS yang lebih mencolok.
Garis EKG
Ada 2 jenis penamaan : interval dan segmen.
1. Interval : paling sedikit mencakup satu gelombang ditambah garis lurus
penghubungnya.
2. Segmen : garis lurus yang menghubungkan 2 gelombang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth. 2012. Buku ajar keperawatan medical bedah, volume 2. EGC :
Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2010 . Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Ruhyanudin, F. 2015. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Pres
MTE INTEPRETASI BLOOD GAS ANALISIS DAN PERHITUNGAN
KEBUTUHAN FIO2 DAN OKSIGEN
Interprestasi HCO3-
< 22 22 – 26 > 26
(Nilai normal)
Komponen 35 – 45
Repiratorik (Nilai normal) Metabolik NORMAL metabolik
acidosis
alkalosis
Ph P CO2 HCO3
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa oksigen dan
nutrien ke jaringan. Pemahaman tentang penyebab dan patofisiologinya bisa
mengarahkan para klinisi membuat keputusan yang rasional dalam terapi
dan bisa memperbaiki prognosis.
Sebagai sindrom klinis yang kompleks, syok ditandai oleh disfungsi
sirkulasi akut dimana hubungan antara kebutuhan oksigen dan pasokan
terganggu. Akibatnya, sistem kardiovaskuler gagal menjalankan fungsi
utamanya, yakni membawa substrat dan membuang metabolit, sehingga
terjadi metabolisme anaerob dan asidosis jaringan. Umumnya semua
keadaan syok berakhir dengan berkurangnya hantaran atau gangguan
utilisasi substrat sel yang esensial, sehingga fungsi sel normal berhenti.
Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan
perdarahan hebat. Syok merupakan diagnosa klinis, namun deteksi masih
merupakan masalah terutama pada anak. Syok sebaiknya dideteksi dengan
tanda klinis dan laboratorium yang meliputi takipnea dan takikardia,
vasodilatasi perifer sehingga ekstremitas menjadi dingin, hipotermia atau
hipertermia, diikuti dengan berkurangnya jumlah urin, asidosis metabolik
dan peningkatan laktat darah, bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran dan
kematian. Oleh karena itu, deteksi tanda-tanda syok dini sangatlah penting
begitu pula dengan penanganan syok haruslah dilakukan secara dini. Syok
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinue atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai
berikut :
1. Hipotensi : tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean
arterial pressure atau tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60
mmHg, atau menurun 30% lebih.
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek.
2. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Untuk memahami definisi, etiologi, patogenesis, gambaran
klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan
pada syok.
b. Meningkatkan kemampuan dalam penanganan pada pasien
syok.
Gejala yang timbul tergantung pada penyebab dan jenis syok, antara lain
: