Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA

SIADH (SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIK


HORMONE)

MAKALAH

Kelompok III

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
SAMARINDA
2019
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA
SIADH (SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIK
HORMONE)

MAKALAH

Kelompok III
Azdaniah
Dhuhur Ariyanto
Maserur
Suriyanti
Hariani D
Nurul Saufika
Tri Wahyuti
Sri Rumiati

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
SAMARINDA
2019
KASUS KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM ENDOKRIN SYNDROM

OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE SECRETION (SIADH)

A. Konsep Dasar Teori

1. Definisi

SIADH (syndrome in appropriate antidiuretic hormone) merupakan

produksi terus menerus ADH dari kelenjar hipofisis walaupun osmolaritas

rendah. Keadaan ini sering kali bermanifestasi sebagai hiponatremia

((Jones & Fix, 2009)

SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon

antidiuretik atau yang lebih dikenal dengan inappropriate ADH syndrome,

Schwartz-Bartter syndrome. SIADH yang didefinisikan sebagai gangguan

produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau

hiponatremia (Thomas C.P., 2013).

Syndrome inappropiate antidiuretic hormone secretion biasanya

disebabkan hipersekresi ADH yang tidak sesuai baik itu akibat dari

hipothalamus yang tidak normal maupun produksi ektopik. Penyebab dari

SIADH ini dibagi atas 4 kategori besar yaitu gangguan sistem saraf,

neoplasma, penyakit paru, dan drug induced (Thomas C.P., 2013).

2. Etiologi

SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau pasien dengan

gangguan hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung

3
dengan kelenjar hipofisa dalam memproduksi hormon). Pada kasus

lainnya, misal: beberapa keganasan (di tempat lain dari tubuh) bisa

merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru

dan kasus-kasus lainnya seperti dibawah ini:

a. Kelebihan vasopressin

b. Peningkatan tekanan intrakranial baik pada proses infeksi, tumor,

maupun trauma pada otak

c. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin, seperti:

vincristin, cisplatin, dan ocytocin

d. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal dan insufisiensi pituitary

anterior

e. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik / karsinoma

pankreatik yang dapat mensekresi ADH secara ektopik

f. Cedera kepala

g. Pembedahan (dapat memunculkan SIADH sesaat)

h. Obat- obatan, seperti:

1) Chlorpropamid (obat yang menurunkan gula darah)

2) Carbamazepine (obat anti kejang)

3) Tricilyc antidepresan

4) Vasopressin dan oxytocin (hormon antidiuretik buatan)

Faktor Pencetus :

a. Trauma Kepala

b. Meningitis.

c. Ensefalitis.

4
d. Neoplasma.

e. Cedera Serebrovaskuler.

f. Pembedahan.

g. Penyakit Endokrin (Ellison, 2003).

3. Manifestasi Klinis

Gejala yang sering muncul adalah:

a. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )

b. Mual, muntah, anorexia, diare

c. Takhipnea

d. Retensi air yang berlebihan

e. Letargi

f. Penurunan kesadaran sanpai koma.

g. Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma, menyebabkan

produksi urine yang kurang terlarut.

h. Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan

i. Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular

Menurut Sylvia (2005), tanda dan gejala yang dialami pasien

dengan SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan

hiponatremia. Perlu dilakukan pemeriksaan tingkat osmolalitas

serum, kadar BUN, kreatinin, natrium, kalium, klorida, dan tes

kapasitas pengisian cairan:

5
a. Na serum >125 mEq/L

1) Anoreksia

2) Gangguan penyerapan

3) Kram otot

b. Na serum = 115 – 120 mEq/L

1) Sakit kepala, perubahan kepribadian

2) Kelemahan dan letargia

3) Mual dan muntah

4) Kram abdomen

c. Na serum < 115 mEq/L

1) Kejang dan koma

2) Reflek tidak ada atau terbatas

3) Tanda babinski

4) Papiledema

5) Edema diatas sternum

4. Patofisiologi

Hormon antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus

koligentes ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini

mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi

elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan

menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang

sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi

6
urine yang diekskresi.

Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari

tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat

dengan hiponatremi delusional. Dimana akan terjadi penurunan

konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin

tetap, akibatnya urin menjadi pekat.

Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum.

Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan

menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan

meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan

osmolaritas serum menjadi normal.

Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi

cairan tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal.

Tiga mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab pada SIADH,

yaitu:

a. Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Mekanisme

ini disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor,

ensafalitis , sindrom Guillain Barre. Pasien yang mengalami

syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi,

atau tidak adanya tekanan positif

pernafasan juga akan mengalami SIADH.

b. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar sistem

supraoptik – hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik (

7
misalnya

pada infeksi).

c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami

peningkatan. Bermacam-macam obat dapat menstimulasi atau

mempotensiasi pelepasan ADH. Obat-obat tersebut termasuk

nikotin, transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen

kalium, diuretic tiazid, obat-obat hipoglikemia, asetominofen,

isoproterenol, dan empat anti neoplastik, seperti : sisplatin,

siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin (Otto, Shirley, 2003).

5. Pathway (Terlampir)

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.

Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi

ginjal terhadap Na)

b. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.

Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk

menghemat Na dan Kalium sedikit.

c. Klorida/bikarbonat serum:mungkin menurun,tergantung ion mana

yang hilang dengan DNA.

d. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.

Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada

SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat

8
jenis urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.

e. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya

kelebiha cairan melawan dehidrasi.

f. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi

natrium, natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.

g. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.

h. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.

i. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum,

hiponatremia, hipokalemia, peningkatan natrium urine (Sacher,

Ronald A., 2004).

7. Penatalaksanaan

Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi

cairan (manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika

mekanisme haus yang mengarah kepada peningkatan intake cairan.

Larutan hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien dengan gejala

neurologis akibat hiponatremi.

Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:

a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang

ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan

SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang

ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.

b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.

9
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan

membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan

SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat

dinormalkan dan gejala-gejala dapatdiatasi.Pada kasus yang

berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid

adalah terapi pilihan.

c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami

penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian)

seperti pemantauan yang cermat masukan dan haluaran urine.

Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.

Rencana non farmakologi

a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)

b. Pembatasan sodium

Rencana farmakologi

a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas

rendah

b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan

vosopresin

c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun

d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari

hipertonik saline 3 % secara perlahan-lahan

mengatasihiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum

10
(dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara

penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung

kongestif.

Pengobatan khusus = prosedur pembedahan

Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila

ADH bersal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan

untuk menghilangkan tumor tersebut.

Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :

a. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di

programkan untuk membantu pasien merencanakan masukan

cairan yang diizinkan(menghemat cairan untuk situasi social

dan rekreasi).

b. Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu,

gunakan diuretic secara kontinyu.

c. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.

d. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual,

muntah, anoreksia segera lapor dokter.

e. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal,

potensial efek samping.

f. Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.

g. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol

gejala sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit

lebih parah,maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat

11
kerja ADH di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan

larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan

konsentrasi natrium plasma.Apabila ADH berasal dari produksi

tumor ektopik,maka terapi untuk menghilangkan tumor

tersebut (Tisdale, James & Miller, Douglas, 2010).

8. Komplikasi

Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:

a. Hipourikemia

Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah.

Nilai normal urea dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap

100 ccm darah. Penurunan kadar urea sering dijumpai pada

penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering

urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih

lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan

sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik

yang tidak semestinya.

b. Overload tipe hipotonik

Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan

tubuh dimana seluruh tubuh akan berada dalam keadaan

hipotonik, disertai dengan osmolaritas tubuh menurun.

Sehingga didalam tubuh, cairan ekstraseluler akan pindah ke

kompartemen intraseluler. Terjadi expansi air berlebihan

12
diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit berkurang

karena dilusi (rendahnya elektrolit serum). Dalam kondisi

berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat sulit

mengkompensasinya. Faktor penyebab tubuh menjadi overload

hipotonik adalah SIADH

(kumpulan gejala karena malfungsi hormon antidiuretik)

c. Penurunan Osmolaritas (plasma)

Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5

mOsm/L. Sementara penurunan osmolaritas plasma terjadi

akibat Kerja hormon ADH yang berlebihan dan gangguan pada

ginjal dalam meekskresikan cairan.Pada keadaan ini tertjadi

perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel

otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema otak yang

mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang

dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.

d. Hipokalemia

Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L).

Penyebab utama kehilangan kalium adalah penggunaan obat-

obatan diuretik yang

juga menarik kalium misalnya: tiazid dan furosemid).

e. Hipomagnesemia

Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l).

Hipomagnesemia dapat terjadi karena penggunaan beberapa

13
obat dalam jangka waktu lama (diuretik, siplantin) (Tamsuri,

Anas 2009).

Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder

dan agak mirip. Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi

SIADH kurang jelas dan sulit dibedakan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan SIADH

1. Pengkajian Keperawatan

a. Primary Survey

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,

pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat

trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary

survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan

segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang

dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :

 Airway maintenance dengan cervical spine protection

 Breathing dan oxygenation

 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal

 Disability-pemeriksaan neurologis singkat

 Exposure dengan kontrol lingkungan

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan

primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan

yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah

14
sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota

tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan

anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway,

breathing, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari

mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American

College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan

berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci untuk

perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,

kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai

serta pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (assessment,

intervention, reassessment).

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain

(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :

1) General Impressions

 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.

 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera

 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat,

orang)

15
a) Pengkajian Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah

memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien

berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan

jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan

jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).

Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan

bantuan airway dan ventilasi.

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada

pasien antara lain:

(1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat

berbicara atau bernafas dengan bebas?

(2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada

pasien antara lain:

 Adanya snoring atau gurgling

 Stridor atau suara napas tidak normal

 Agitasi (hipoksia)

 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical

chest movements

 Sianosis

(3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran

napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :

 Muntahan
 Perdarahan

 Gigi lepas atau hilang

 Gigi palsu

 Trauma wajah

(4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan

nafas pasien terbuka.

(5) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan

nafas pasien sesuai indikasi :

 Chin lift / jaw thrust

 Lakukan suction (jika tersedia)

 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,

Laryngeal Mask Airway

 Lakukan intubasi

Pada kasus SIADH, umumnya tidak terjadi

sumbatan jalan nafas pada pasien, sehingga airay pada

pasien clear.

Masalah keperawatan: -

b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai

kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada

pasien. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing

pada pasien antara lain :

(1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap


ventilasi dan oksigenasi pasien.

 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.

Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis,

penetrating injury, flail chest, sucking chest

wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.

 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur

ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi

berguna untuk diagnosis haemothorax dan

pneumotoraks.

 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada

dada.

(2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding

dada pasien jika perlu.

(3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji

lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan

pasien.

(4) Penilaian kembali status mental pasien.

(5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

(6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat

dan / atau oksigenasi:

 Pemberian terapi oksigen

 Bag-Valve Masker

 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi


penempatan yang benar), jika diindikasikan

 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk

advanced airway procedures

(7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa

lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

Pada pasien dengan kasus SIADH, Pengeluaran

berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus

ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat

dengan hiponatremi delusional.Dimana akan terjadi

penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan

natrium dalam urin tetap,akibatnya urin menjadi pekat.

Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas

serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme

feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan

mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh

ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi

normal. Hal ini tentunya akan sangat berdampak pada

homeostasis cairan dan asam basa dalam tubuh. Jika tubuh

mengalami gangguan asam basa, maka bagian yang

terdampak adalah ginjal dan paru-paru baik mengalami

alkalosis maupun asidosis, metabolik maupun respiratorik.

Umumnya pasien dengan SIADH juga kerap mengalami


nafas cepat (takipneu).

Masalah Keperawatan :

 Gangguan pertukaran gas Intervensi :

 Berikan posisi semifowler dan terapi O2 sesuai

kebutuhan

c) Pengkajian Circulation

Semua perdarahan eksternal yang nyata harus

diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai

dan dikelola dengan

baik (Wilkinson & Skinner, 2000).

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status

sirkulasi pasien, antara lain:

(1) Cek nadi

(2) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam

kehidupan dengan pemberian penekanan secara

langsung.

(3) Palpasi nadi radial jika diperlukan:

 Menentukan ada atau tidaknya

 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)

 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)

 Regularity

(4) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda

hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).


(5) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

Pada kasus SIADH, Hormon Antidiuretik (ADH)

bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk

meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini

mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai

reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini

meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan

ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini

menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine

yang diekskresi.

Adapun masalah keperawatan yang dapat muncul adalah :

 Hipervolemia

 Risiko ketidakseimbangan elektrolit Intervensi :

 Berikan terapi cairan sesuai kebutuhan pasien

d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan

menggunakan skala AVPU, GCS dan pemeriksaan pupil :

(1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat,

misalnya mematuhi perintah yang diberikan

(2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau

mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti

(3) P - responds to pain only (harus dinilai semua

keempat tungkai jika ekstremitas awal yang


digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
(4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon

baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.

Pada kasus SIADH, Pasien biasanya mengalami

hiponatremi, sehingga air menjadi mudah memasuki sel.

Ketika berada dalam sel, sel akan membengkak. Apabila

hal ini sampai menuju otak, maka hal ini akan memicu

terjadinya herniasi pada otak. Herniasi otak akan menekan

atau melakukan kompresi pada batang otak, sehingga

pasien bisa berisiko mengalami gangguan perfusi jaringan

di otak dan gangguan disabilitas.

Masalah keperawatan yang muncul :

 Risiko perfusi serebral tidak efektif Intervensi :

 Elevasi kepala: 15-30 derajat

 Monitor MAP

e) Expose, Examine dan Evaluate

Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,

tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,

kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson,

2011).

b. Secondary Assessment

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap

yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.


Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai

stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok

telah mulai membaik.

1) Anamnesis

Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis

riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian

pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah

kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan

sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian

riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari

pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat

atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan

anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali

melihat

kejadian.

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa

didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association,

2007):

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,

plester, makanan)

M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum

seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi,

kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan


obat

P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti

penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa

dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja

dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian,

selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam

komponen ini)

E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera

(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)

2) Pengumpulan data Fokus pengkajian

a) Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan

alamat.

b) Riwayat penyakit dahulu

Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah

diderita

klien,serta riwayat radiasi pada kepala.

c) Riwayat penyakit sekarang

Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul

seperti sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan

mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk,

bagaimana sifat timbulnya, dan

stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.


d) Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai

penyakit

menular.

e) Pantau status cairan dan elektrolit.

f) Monitor status neurologis yang berhubungan dengan

hiponatremi

dan segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.

g) Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan

dari 1 kg

laporkan pada dokter).

h) Pengkajian Fisik:

 Inspeksi: Vena leher penuh.

 Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.

 Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.

(Doengoes, Marilyn C. 2003)

Pemeriksaan Diagnostik

 Natrium serum menurun <135 M Eq/L.

 Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L, menandakan

konservasi ginjal

terhadap Na. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan

SIADH.

 Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk


menghemat

Na dan Kalium sedikit.

 Klorida/bikarbonat serum : mungkin menurun

 Osmolalitas, umumnya rendah tetapi mungkin normal atau

tinggi

 Berat jenis urin : meningkat (> 1,020) bila ada SIADH.

 Prosedur khusus : tes fungsi ginjal adrenal, dan tiroid

normal.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan

ventilasi – perfusi dibuktikan dengan dispnea

b. Hipervolemia beruhubungan dengan gangguan mekanisme

regulasi

dibuktikan dengan dispnea

c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan

kelebihan

volume cairan

d. Risiko perfusi serebral tidak efektif

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan dibuktikan dengan kram/nyeri abdomen, nafsu makan

menurun, membran mukosa pucat


3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran Intervensi


(SLKI) (SIKI)
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
Definisi : keperawatan ..x.. jam (I.01014)
Kelebihan atau kekurangan diharapkan Pertukaran Gas Observasi
oksigenasi dan/atau eleminasi Pasien Meningkat  Monitor frekuensi, irama,
karbondioksida pada membrane (L.01003) kedalaman dan upaya nafas
alveolus – kapiler. Dengan kriteria hasil :  Monitor pola napas (seperti
Penyebab :  PaO2 dalam batas normal bradipnea, takipnea,
 Ketidakseimbangan (80-100 mmHg) hiperventilasi, kussmaul,
ventilasi-perfusi  PaCO2 dalam batas cheyne-stokes, biot, ataksik)
 Perubahan membrane normal (35-45 mmHg)  Monitor kemampuan batuk
alveolus – kapiler Gejala  pH normal (7,35-7,45) efektif
dan Tanda Mayor Subjektif  Tidak ada dyspnea  Monitor adanaya produksi
 Dispnea  Tidak ada bunyi napas sputum
Objektif tambahan Monitor adanya sumbatan

 PCO2 meningkat/menurun  Tidak ada sianosis jalan napas
Palpasi kesimetrisan
 PO2 menurun  Tidak ada penurunan 
 Takikardia
 pH arteri meningkat /
menurun kesadaran ekspansi paru
 Bunyi napas tambahan  Auskultasi bunyi napas
Gejala dan Tanda Minor  Monitor saturasi oksigen
Subjektif  Monitor nilai AGD
 Pusing Terapeutik
 Penglihatan kabur  Atur interval pemantuan
Objektif respirasi sesuai kondisi
 Sianosis pasien
 Diaforesis
 Dokumentasikan hasil
 Gelisah
 Napas cuping hidung
 Pola napas abnormal
(cepat/lambat, pemantauan
regular/ireguler, Edukasi
dalam/dangkal)  Jelaskan tujuan dan
 Warna kulit abnormal
(mis.pucat, kebiruan) prosedur pemantauan
 Kesadaran menurun Informasikan hasil

pemantauan, jika perlu
2. Hipervolemia Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipervolemia
Definisi : keperawatan selama …..x…. (I.03114)
Peningkatan volume cairan jam diharapkan Obversasi
intravascular, interstisial, dan / Keseimbangan Cairan  Periksa tanda dan gejala
atau intraselular Pasien Meningkat hypervolemia (mis.
Penyebab : (L.02009) Ortopnea, dyspnea, edema,
 Gangguan mekanisme Dengan kriteria hasil : JVP/CVP meningkat, suara
regulasi  Tekanan darah dalam napas tambahan)
 Kelebihan asupan cairan batas normal  Identifikasi penyebab
 Kelebihan asupan natrium  Tidak terjadi konfusi hypervolemia
 Gangguan aliran balik vena  Denyut nadi radial  Monitor status hemodinamik
 Efek agen farmakologis dalam batas normal (mis. Frekuensi jantung,
(mis. kortikosteroid,  Edema berkurang tekanan darah, MAP, CVP,
chiorpropamide,  Tidak terjadi ascites PAP, PCWP, CO, CI) jika
tolbutamide, vincristine, tersedia
 Turgor kulit dalam batas
tryptilinescarbamazepine) normal  Monitor intake dan output
Gejala dan Tanda Mayor cairan
Subjektif  Monitor kecepatan infus
 Ortopnea secara ketat
 Dispnea  Monitor tanda
 Paroxysmal nocturnal hemokonsentrasi (mis. Kadar
dyspnea (PND) natrium, BUN, hematocrit,
Objektif berat jenis urine)
 Edema anasarka dan / atau Terapeutik
edema perifer  Timbang berat badan setiap
 Berat badan meningkat hari pada waktu yang sama
dalam waktu singkat  Batasi asupan cairan dan
 Jugular Venous Pressure garam
(JVP) dan / atau Cental  Tinggikan kepala tempat
Venous Pressure (CVP) tidur 30-40o
meningkat Edukasi
 Refleks hepatojugular  Anjurkan melapor jika
positif haluaran urin <0,5
Gejala dan Tanda Minor mL/kg/jam dalam 6 jam
Objektif  Anjurkan melapor jika BB
 Distensi vena jugularis bertambah >1 kg dalam
 Terdengar suara napas sehari
tambahan  Ajarkan cara mengukur dan
 Hepatomegaly mencatat asupan dan
haluaran cairan
 Kadar Hb/Ht turun
 Ajarkan cara membatasi
 Oliguria
cairan Kolaborasi
 Intake lebih banyak dari
 Kolaborasi pemberian
output (balans cairan positif)
diuretic
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
 Kongesti paru
3. Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Electrolyte Management
elektrolit keperawatan selama ...x... (I.03102)
Definisi : diharapkan Keseimbangan  Identifikasi tanda dan gejala
Berisiko mengalami perubahan Elektrolit Pasien ketidakseimbangan kadar
kadar serum elektrolit Meningkat (L.03021) elektrolit
Faktor Risiko : Dengan kriteri hasil :  Identifikasi penyebab
 Ketidakseimbangan cairan  Nilai pemeriksaan ketidakseimbangan
(mis. dehidrasi dan natrium dalam batas elektrolit
intoksikasi air) normal  Identifikasi kehilangan
 Kelebihan volume cairan  Nilai pemeriksaan klorida elektrolit melalui cairan
 Gangguan mekanisme dalam batas normal  Monitor kadar elektrolit
regulasi (mis. diabetes)  Nilai pemeriksaan  Monitor efek samping
 Efek samping prosedur (mis. kalsium dalam batas pemberian suplemen
pembedahan) normal elektrolit
 Diare  Nilai pemeriksaan Terapeutik
 Muntah magnesium dalam batas  Berikan diet yang tepat
 Disfungsi ginjal normal (mis. Tinggi kalium, rendah
 Disfungsi regulasi endokrin natrium)
 Nilai pemeriksaan fosfor
dalam batas normal  Pasang akses intravena
 Anjurkan pasien dan
 Nilai pemeriksaan klorida
keluarga untuk modifikasi
dalam batas normal
Edukasi
 Nilai pemeriksaan kalium  Jelaskan jenis, penyebab dan
dalam batas normal penanganan
kedidakseimbangan
elektrolit Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit sesuai
indikasi
4. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan
efektif keperawatan selama ...x... jam Tekanan Intrakranial
Definisi : diharapkan Perfusi Serebral (I.06194)
Berisiko mengalami penurunan pasien Meningkat (L.02014) Observasi
sirkulasi darah ke otak  Tekanan darah (sistolik dan  Identifikasi penyebab
Faktor Risiko: diastolik) dalam peningkatan TIK (mis. Lesi,
 Keabnormalan masa batas normal gangguan
protrombin dan/atau masa metabolism, edema
tromboplastin parsial
 Penurunan kinerja  MAP dalam batas normal serebral)
ventrikel kiri  Sakit kepala  Monitor tanda dan
 Aterosklerosis aorta berkurang/hilang gejala/peningkatan TIK
 Tidak gelisah (mis. Tekanan darah
 Diseksi arteri
 Tidak mengalami meningkat, tekanan nadi
 Fibrilasi atrium melebar, bradikardi, pola
penurunan kesadaran
 Tumor otak napas ireguler, kesadaran
 Stenosis karotis menurun)
 Miksoma atrium  Monitor MAP, CVP,
 Aneurisma serebri PAWP, PAP, ICP, CPP
 Monitor status
 Koagulopati (mis. anemia
pernapasan
sel sabit)
 Monitor intake dan
 Dilatasi kardiomiopati output cairan
 Koagulasi intravaskuler Terapeutik
diseminata  Berikan posisi semi
 Embolisme fowler
 Cedera kepala  Cegah teejadinya kejang
 Hindari pemberian
 Hiperkolesteronemia
cairan IV hipotonik
 Hipertensi
 Endoskarditis infektif
 Katup prostetik mekanis
 Stenosis mitral
 Neoplasma otak
 Infark miokard akut
 Sindrom sick sinus
 Penyalahgunaan zat
 Terapi tombolitik
 Efek samping tindakan
(mis. tindakan operasi by
pass)
5. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (I03119)
Definisi : keperawatan selama … x  Kaji adanya alergi makanan
Asupan nutrisi tidak cukup untuk… jam, diharapkan Status  Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhanNutrisi Pasien Membaik  Monitor berat badan
metabolism (L.03030):  Monitor asupan makanan
Penyebab :
Dengan kriteria hasil :  Monitor hasil pemeriksaan
 Ketidakmampuan menelan
makanan  IMT pasien dalam laboratorium
 Ketidakmampuan mencerna batas normal Terapeutik
makanan  Nafsu makan paasien  Berikan makanan tinggi serat
 Ketidakmampuan membaik untuk mencegah konstipasi
mengabsorbsi nutrient  Frekuensi makan  Berikan makanan tinggi
 Peningkatan kebutuhan pasien meningkat kalori dan protein
 Bising usus pasien
metabolism dalam batas normal
 Factor ekonomi (mis.  Porsi makanan yang
finansial tidak mencukupi) dihabiskan meningkat
 Factor psikologis (mis.
stress, keengganan untuk
makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Objektif :
 Berat badan menurun
minimal 10% di bawah
rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
 Cepat kenyang setelah
makan
 Kram / nyeri abdomen
 Nafsu makan menurun
Objektif :
 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare

4. Implementasi

Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan

(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme

haus yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan

hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien dengan gejala

neurologis akibat hiponatremi ( Bodansky & Latner, 1975).

Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:

a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang

ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan

SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi

yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.

b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.

Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan

membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan

SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum

dapat dinormalkan dan gejala- gejala dapat diatasi. Pada kasus

yang berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan

furosemid adalah terapi pilihan.


c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami

penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian)

seperti pemantauan yang cermat masukan dan haluaran urine.

Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.

Rencana non farmakologi

a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)

b. Pembatasan sodium Rencana farmakologi

a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah

b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan

vosopresin

c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun

d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari

hipertonik saline 3 % secara perlahan-lahan

mengatasihiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum

(dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara

penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung

kongestif.

5. Evaluasi

Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah

evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997).

Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan

yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan


keperawatan yang dilakukan.

Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan

secara terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan

disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat

sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari

semua tindakan yang pencapaian

tujuan jangka panjang. Komponen tahapan evaluasi :

a. Pencapaian kriteria hasil

Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran

untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “

Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan

keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat

mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan

keperawatan.

b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan

Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria

hasil

dapat terjadi di seluruh proses keperawatan.

1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian

tahap satu.

2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap

dua

3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil


pada tahap

tiga

4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan

keperawatan

tahap empat.

5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke

lima.

c. Evaluasi dengan method SOAP

- S: subjektif, berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien

- O: Objektif, apa yang tampak dan dapat diamati

- A: Assesment, masalah keperawatan yang muncul

- P: Planning, rencana keperawatan yang akan

diberikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara K.Timby. 2000. Keterampilan Dasar dan Konsep di Perawatan


Pasien.
Jakarta : EGC
Corwin, J.Elizabet. 2001. Patofisiologi : Sistem Endokrin. Jakarta : EGC
Ellison D.H, Berl T. The Syndrome of Inappropriate Antidiuresis. N Engl
J Med 2007;356:2064-72
Fulde, Gordian. 2009. Emergency Medicine 5th Edition. Australia :
Elsevier
Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient
Assessment Routine Medical Care Primary and Secondary
Survey. San Mateo County: EMS Agency
Otto, shirley E. 2003.Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Kasus Hasil Pemeriksaan
Laboratorium.
Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan
Elektrolit.
Jakarta : EGC
Thomas C.P. Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion.
Medscape Reference. 2013
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tisdale , James & Miller, Douglas . 2010. Drug-Induced Diseases:
Prevention, Detection, and Management, page 892. U.S :
heartside publishing.

Anda mungkin juga menyukai