Oleh :
D-IV Keperawatan Tingkat 4.A
Semester VII
2. Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau pasien dengan
gangguan hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan
kelenjar hipofisa dalam memproduksi hormon). Pada kasus lainnya, misal:
beberapa keganasan (di tempat lain dari tubuh) bisa merangsang produksi
hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus-kasus lainnya
seperti dibawah ini:
a. Kelebihan vasopressin
1
b. Peningkatan tekanan intrakranial baik pada proses infeksi, tumor,
maupun trauma pada otak
c. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin, seperti:
vincristin, cisplatin, dan ocytocin
d. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal dan insufisiensi
pituitary anterior
e. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik / karsinoma
pankreatik yang dapat mensekresi ADH secara ektopik
f. Cedera kepala
g. Pembedahan (dapat memunculkan SIADH sesaat)
h. Obat- obatan, seperti:
1) Chlorpropamid (obat yang menurunkan gula darah)
2) Carbamazepine (obat anti kejang)
3) Tricilyc antidepresan
4) Vasopressin dan oxytocin (hormon antidiuretik buatan)
Faktor Pencetus :
a. Trauma Kepala
b. Meningitis.
c. Ensefalitis.
d. Neoplasma.
e. Cedera Serebrovaskuler.
f. Pembedahan.
g. Penyakit Endokrin (Ellison, 2003).
3. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering muncul adalah:
a. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )
b. Mual, muntah, anorexia, diare
c. Takhipnea
d. Retensi air yang berlebihan
e. Letargi
f. Penurunan kesadaran sanpai koma.
2
g. Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma, menyebabkan
produksi urine yang kurang terlarut.
h. Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan
i. Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular
Menurut Sylvia (2005), tanda dan gejala yang dialami pasien dengan
SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia. Perlu
dilakukan pemeriksaan tingkat osmolalitas serum, kadar BUN, kreatinin,
natrium, kalium, klorida, dan tes kapasitas pengisian cairan:
a. Na serum >125 mEq/L
1) Anoreksia
2) Gangguan penyerapan
3) Kram otot
b. Na serum = 115 – 120 mEq/L
1) Sakit kepala, perubahan kepribadian
2) Kelemahan dan letargia
3) Mual dan muntah
4) Kram abdomen
c. Na serum < 115 mEq/L
1) Kejang dan koma
2) Reflek tidak ada atau terbatas
3) Tanda babinski
4) Papiledema
5) Edema diatas sternum
4. Patofisiologi
Hormon antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes
ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan
ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume
dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi.
3
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus
ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat dengan
hiponatremi delusional. Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam
urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap, akibatnya urin menjadi
pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan
tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal. Tiga mekanisme
patofisiologi yang bertanggung jawab pada SIADH, yaitu:
a. Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Mekanisme ini
disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis ,
sindrom Guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus,
nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif
pernafasan juga akan mengalami SIADH.
b. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar sistem
supraoptik – hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya
pada infeksi).
c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami peningkatan.
Bermacam-macam obat dapat menstimulasi atau mempotensiasi
pelepasan ADH. Obat-obat tersebut termasuk nikotin, transquilizer,
barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid, obat-obat
hipoglikemia, asetominofen, isoproterenol, dan empat anti neoplastik,
seperti : sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin (Otto,
Shirley, 2003).
5. Pathway (Terlampir)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.
4
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal
terhadap Na)
b. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na
dan Kalium sedikit.
c. Klorida/bikarbonat serum:mungkin menurun,tergantung ion mana
yang hilang dengan DNA.
d. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH
dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis
urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.
e. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan
cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan dehidrasi.
f. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi
natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.
g. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.
h. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
i. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum,
hiponatremia, hipokalemia, peningkatan natrium urine (Sacher, Ronald A.,
2004).
7. Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi.
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan
untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal
dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk
mengatasi tumor tersebut.
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.
5
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi
masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa
sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala
dapatdiatasi.Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan
hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.
6
c. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
d. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah,
anoreksia segera lapor dokter.
e. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial
efek samping.
f. Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
g. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala
sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih
parah,maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH
di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan larutan natrium
klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium
plasma.Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik,maka terapi
untuk menghilangkan tumor tersebut (Tisdale, James & Miller,
Douglas, 2010).
8. Komplikasi
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:
a. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai
normal urea dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah.
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat.
Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak
dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi
hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
b. Overload tipe hipotonik
Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan tubuh
dimana seluruh tubuh akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai
dengan osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan
ekstraseluler akan pindah ke kompartemen intraseluler. Terjadi expansi
air berlebihan diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit
berkurang karena dilusi (rendahnya elektrolit serum). Dalam kondisi
7
berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat sulit mengkompensasinya.
Faktor penyebab tubuh menjadi overload hipotonik adalah SIADH
(kumpulan gejala karena malfungsi hormon antidiuretik)
c. Penurunan Osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L.
Sementara penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat Kerja hormon
ADH yang berlebihan dan gangguan pada ginjal dalam meekskresikan
cairan.Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke
intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang
dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
d. Hipokalemia
Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L). Penyebab
utama kehilangan kalium adalah penggunaan obat-obatan diuretik yang
juga menarik kalium misalnya: tiazid dan furosemid).
e. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l).
Hipomagnesemia dapat terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam
jangka waktu lama (diuretik, siplantin) (Tamsuri, Anas 2009).
8
B. Konsep Asuhan Keperawatan SIADH
1. Pengkajian Keperawatan
a. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam
kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde,
2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, breathing, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian
ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
1) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
9
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain:
(1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
(2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
Sianosis
(3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
(4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
(5) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
Chin lift / jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
10
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
Lakukan intubasi
Pada kasus SIADH, umumnya tidak terjadi sumbatan jalan
nafas pada pasien, sehingga airay pada pasien clear.
Masalah keperawatan: -
b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
(1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah
ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating
injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan
otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
(2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
(3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
(4) Penilaian kembali status mental pasien.
(5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
(6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
11
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced
airway procedures
(7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
12
(2) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
(3) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
(4) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
(5) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Pada kasus SIADH, Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja
pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan
permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan
reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas
cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang
diekskresi.
Adapun masalah keperawatan yang dapat muncul adalah :
Hipervolemia
Risiko ketidakseimbangan elektrolit
Intervensi :
Berikan terapi cairan sesuai kebutuhan pasien
d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU, GCS dan pemeriksaan pupil :
(1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
(2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
13
(3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji
gagal untuk merespon)
(4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
b. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat
pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat
pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
14
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing
Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus
diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,
usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat
kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
2) Pengumpulan data
Fokus pengkajian
a) Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
b) Riwayat penyakit dahulu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita
klien,serta riwayat radiasi pada kepala.
c) Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit
kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan,
sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
15
d) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular.
e) Pantau status cairan dan elektrolit.
f) Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi
dan segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.
g) Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg
laporkan pada dokter).
h) Pengkajian Fisik:
Inspeksi: Vena leher penuh.
Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
(Doengoes, Marilyn C. 2003)
Pemeriksaan Diagnostik
Natrium serum menurun <135 M Eq/L.
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L, menandakan konservasi ginjal
terhadap Na. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat
Na dan Kalium sedikit.
Klorida/bikarbonat serum : mungkin menurun
Osmolalitas, umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi
Berat jenis urin : meningkat (> 1,020) bila ada SIADH.
Prosedur khusus : tes fungsi ginjal adrenal, dan tiroid normal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakefektifan ventilasi –
perfusi dibuktikan dengan dispnea
b. Hipervolemia beruhubungan dengan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi dibuktikan dengan dispnea
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan kelebihan
volume cairan
16
d. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
dibuktikan dengan kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun,
membran mukosa pucat
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC
Definisi : keperawatan ..x.. jam Acid Base Management
Kelebihan atau kekurangan diharapkan hasil AGD pasien Pertahankan kepatenan jalan
oksigenasi dan/atau eleminasi dalam batas normal dengan nafas
karbondioksida pada membrane kriteria hasil : Posisikan pasien untuk
alveolus – kapiler. NOC: mendapatkan ventilasi yang
Penyebab : Respiratory status: Gas adekuat(mis., buka jalan
Ketidakseimbangan Exchange nafas dan tinggikan kepala
ventilasi-perfusi PaO2 dalam batas dari tempat tidur)
Perubahan membrane normal (80-100 mmHg) Monitor hemodinamika
alveolus – kapiler PaCO2 dalam batas status (CVP & MAP)
Gejala dan Tanda Mayor normal (35-45 mmHg) Monitor kadar pH, PaO2,
Subjektif pH normal (7,35-7,45) PaCO2, dan HCO3 darah
Dispnea SaO2 normal (95-100%) melalui hasil AGD
Objektif Tidak ada sianosis Catat adanya
PCO2 meningkat/menurun Tidak ada penurunan asidosis/alkalosis yang
PO2 menurun kesadaran terjadi akibat kompensasi
Takikardia metabolisme, respirasi atau
menurun kompensasi
17
Diaforesis adanya suara napas
Gelisah tambahan (ronchi,
18
Berat badan meningkat
dalam waktu singkat
Jugular Venous Pressure
(JVP) dan / atau Cental
Venous Pressure (CVP)
meningkat
Refleks hepatojugular
positif
Gejala dan Tanda Minor
Objektif
Distensi vena jugularis
Terdengar suara napas
tambahan
Hepatomegaly
Kadar Hb/Ht turun
Oliguria
Intake lebih banyak dari
output (balans cairan
positif)
Kongesti paru
3. Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Electrolyte Management
elektrolit keperawatan selama ...x... Monitor gejala
Definisi : jam kadar elektrolit ketidakseimbangan
Berisiko mengalami perubahan seimbang dengan kriteria elektrolit.
kadar serum elektrolit hasil : Pertahankan kepatenan
Faktor Risiko : saluran intravena.
Ketidakseimbangan cairan NOC : Menjaga intake dan output
(mis. dehidrasi dan Electrolyte Balance yang adekuat
intoksikasi air) Nilai pemeriksaan Pertahankan cairan elektrolit
Kelebihan volume cairan natrium dalam batas per intravena dengan
Gangguan mekanisme normal kecepatan konstan, secara
regulasi (mis. diabetes) Nilai pemeriksaan klorida tepat.
Efek samping prosedur (mis. dalam batas normal Atur elektrolit tambahan.
pembedahan) Nilai pemeriksaan Konsul dengan ahli dalam
Diare kalsium dalam batas pemberian medikasi
19
Muntah normal elektrolit secara tepat.
Disfungsi ginjal Nilai pemeriksaan Ambil specimen untuk
Disfungsi regulasi endokrin magnesium dalam batas analisis tingkat elektrolit
normal secara tepat.
Nilai pemeriksaan fosfat Monitor banyak kehilangan
dalam batas normal cairan elektrolit.
Nilai pemeriksaan klorida Konsul pada ahli jika tanda
dalam batas normal dan gejala dari cairan dan
Nilai pemeriksaan kalium elektrolit tetap atau
dalam batas normal memburuk.
Electrolyte Monitoring
Monitor faktor yang
berhubungan dengan
keseimbangan asam-basa.
Identifikasi kemungkinan
penyebab
ketidakseimbangan
elektrolit.
Catat dan lapor perubahan
ketidak seimbangan
elektrolit.
Monitor kehilangan cairan
dan faktor yang
berhubungan dengan
kehilangan elektrolit, secara
tepat.
Monitor mual, muntah dan
diare.
Identifikasi pengobatan
yang dapat mengubah status
elektrolit seperti GI suction,
diuretic, antihipertensitas,
dan Calsium channel
blocker.
20
Monitor pengobatan yang
mendasari penyakit yang
dapat menyebabkan
ketidakseimbangan
elektrolit.
4. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan Cerebral perfusion promotion
efektif keperawatan selama ...x... Konsultasi dengan
21
Stenosis mitral
Neoplasma otak
Infark miokard akut
Sindrom sick sinus
Penyalahgunaan zat
Terapi tombolitik
Efek samping tindakan
(mis. tindakan operasi by
pass)
5. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan NIC
Definisi : keperawatan selama … x Manajemen Nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup … jam, diharapkan Kaji adanya alergi makanan
untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan nutrisi dapat Kolaborasi dengan ahli gizi
metabolism untuk menentukan jumlah
terpenuhi dengan kriteria
Penyebab : kalori dan nutrisi yang
hasil yaitu sebagai berikut:
Ketidakmampuan menelan dibutuhkan pasien
NOC : Anjurkan pasien untuk
makanan
Status Asupan Nutrisi : meningkatkan intake Fe
Ketidakmampuan
mencerna makanan Asupan kalori adekuat Anjurkan pasien untuk
Asupan protein adekuat meningkatkan protein dan
Ketidakmampuan
vitamin C
mengabsorbsi nutrient Asupan lemak adekuat
Berikan substansi gula
Peningkatan kebutuhan Asupan karbohidrat
Yakinkan diet yang dimakan
metabolism adekuat
mengandung tinggi serat
Factor ekonomi (mis.
Asupan serat adekuat untuk mencegah konstipasi
finansial tidak mencukupi)
Asupan vitamin Berikan makanan yang
Factor psikologis (mis.
adekuat terpilih (sudah
stress, keengganan untuk
dikonsultasikan dengan ahli
Asupan mineral
makan)
gizi)
Gejala dan Tanda Mayor adekuat
Ajarkan pasien bagaimana
Objektif : Asupan zat besi
membuat catatan makanan
Berat badan menurun adekuat harian
minimal 10% di bawah Asupan kalsium Monitor jumlah nutrisi dan
rentang ideal adekuat kandungan kalori
Gejala dan Tanda Minor Berikan informasi tentang
Asupan natrium adekuat
Subjektif : kebutuhan nutrisi
22
Cepat kenyang setelah Kaji kemampuan pasien
makan untuk mendapatkan nutrisi
Kram / nyeri abdomen yang dibutuhkan
4. Implementasi
23
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi
( Bodansky & Latner, 1975).
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang
ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH,
misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan
adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi
masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa
sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-
gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal
cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan
tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan
yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
dan dukungan emosional.
Rencana non farmakologi
a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
b. Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik
saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan
peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload)
cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh
kegagalan jantung kongestif.
24
5. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan
keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara
terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga
evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi
yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian
tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
a. Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk
pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “
dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana
asuhan keperawatan.
b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil
dapat terjadi di seluruh proses keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap
tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
c. Evaluasi dengan method SOAP
- S: subjektif, berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien
- O: Objektif, apa yang tampak dan dapat diamati
25
- A: Assesment, masalah keperawatan yang muncul
- P: Planning, rencana keperawatan yang akan diberikan
selanjutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
27