Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1

KASUS KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM ENDOKRIN


SYNDROM OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE
SECRETION (SIADH)

Oleh :
D-IV Keperawatan Tingkat 4.A
Semester VII

Ni Luh Putu Erna Pramestyandani ( P07120215022 )


I Kadek Oki Wanjaya ( P07120215023 )
Luh Putu Ari Anggari ( P07120215024 )
Ketut Dian Wahyuni ( P07120215025 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KASUS KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM ENDOKRIN
SYNDROM OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE
SECRETION (SIADH)

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi
SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan
oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk
ADH yang berasal dari hipofisis posterior (Barbara K.Timby, 2000).
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan
pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah
dalam tingkat yang lebih ringan (Corwin, 2001).
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon
antidiuretik atau yang lebih dikenal dengan inappropriate ADH syndrome,
Schwartz-Bartter syndrome. SIADH yang didefinisikan sebagai gangguan
produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau
hiponatremia (Thomas C.P., 2013).
Syndrome inappropiate antidiuretic hormone secretion biasanya
disebabkan hipersekresi ADH yang tidak sesuai baik itu akibat dari
hipothalamus yang tidak normal maupun produksi ektopik. Penyebab dari
SIADH ini dibagi atas 4 kategori besar yaitu gangguan sistem saraf,
neoplasma, penyakit paru, dan drug induced (Thomas C.P., 2013).

2. Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau pasien dengan
gangguan hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan
kelenjar hipofisa dalam memproduksi hormon). Pada kasus lainnya, misal:
beberapa keganasan (di tempat lain dari tubuh) bisa merangsang produksi
hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus-kasus lainnya
seperti dibawah ini:

a. Kelebihan vasopressin

1
b. Peningkatan tekanan intrakranial baik pada proses infeksi, tumor,
maupun trauma pada otak
c. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin, seperti:
vincristin, cisplatin, dan ocytocin
d. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal dan insufisiensi
pituitary anterior
e. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik / karsinoma
pankreatik yang dapat mensekresi ADH secara ektopik
f. Cedera kepala
g. Pembedahan (dapat memunculkan SIADH sesaat)
h. Obat- obatan, seperti:
1) Chlorpropamid (obat yang menurunkan gula darah)
2) Carbamazepine (obat anti kejang)
3) Tricilyc antidepresan
4) Vasopressin dan oxytocin (hormon antidiuretik buatan)

Faktor Pencetus :
a. Trauma Kepala
b. Meningitis.
c. Ensefalitis.
d. Neoplasma.
e. Cedera Serebrovaskuler.
f. Pembedahan.
g. Penyakit Endokrin (Ellison, 2003).

3. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering muncul adalah:
a. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )
b. Mual, muntah, anorexia, diare
c. Takhipnea
d. Retensi air yang berlebihan
e. Letargi
f. Penurunan kesadaran sanpai koma.

2
g. Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma, menyebabkan
produksi urine yang kurang terlarut.
h. Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan
i. Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular

Menurut Sylvia (2005), tanda dan gejala yang dialami pasien dengan
SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia. Perlu
dilakukan pemeriksaan tingkat osmolalitas serum, kadar BUN, kreatinin,
natrium, kalium, klorida, dan tes kapasitas pengisian cairan:
a. Na serum >125 mEq/L
1) Anoreksia
2) Gangguan penyerapan
3) Kram otot
b. Na serum = 115 – 120 mEq/L
1) Sakit kepala, perubahan kepribadian
2) Kelemahan dan letargia
3) Mual dan muntah
4) Kram abdomen
c. Na serum < 115 mEq/L
1) Kejang dan koma
2) Reflek tidak ada atau terbatas
3) Tanda babinski
4) Papiledema
5) Edema diatas sternum

4. Patofisiologi
Hormon antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes
ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan
peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan
ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume
dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi.

3
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus
ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat dengan
hiponatremi delusional. Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam
urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap, akibatnya urin menjadi
pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi
ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh
ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.
Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan
tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal. Tiga mekanisme
patofisiologi yang bertanggung jawab pada SIADH, yaitu:
a. Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Mekanisme ini
disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis ,
sindrom Guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus,
nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif
pernafasan juga akan mengalami SIADH.
b. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar sistem
supraoptik – hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya
pada infeksi).
c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami peningkatan.
Bermacam-macam obat dapat menstimulasi atau mempotensiasi
pelepasan ADH. Obat-obat tersebut termasuk nikotin, transquilizer,
barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid, obat-obat
hipoglikemia, asetominofen, isoproterenol, dan empat anti neoplastik,
seperti : sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin (Otto,
Shirley, 2003).

5. Pathway (Terlampir)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Natrium serum menurun <15 M Eq/L.

4
Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal
terhadap Na)
b. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na
dan Kalium sedikit.
c. Klorida/bikarbonat serum:mungkin menurun,tergantung ion mana
yang hilang dengan DNA.
d. Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH
dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis
urin:meningkat (< 1,020) bila ada SIADH.
e. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan
cairan,misalnya:kelebihan cairan melawan dehidrasi.
f. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi
natrium,natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L.
g. Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.
h. Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
i. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum,
hiponatremia, hipokalemia, peningkatan natrium urine (Sacher, Ronald A.,
2004).

7. Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi.
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan
untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal
dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk
mengatasi tumor tersebut.
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.

5
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi
masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa
sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala
dapatdiatasi.Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan
hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat
masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan
emosional.

Rencana non farmakologi


a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
b. Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik
saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan
peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload)
cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh
kegagalan jantung kongestif.
Pengobatan khusus = prosedur pembedahan
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH
bersal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk
menghilangkan tumor tersebut.
Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH antara lain :
a. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di
programkan untuk membantu pasien merencanakan masukan cairan
yang diizinkan(menghemat cairan untuk situasi social dan rekreasi).
b. Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan
diuretic secara kontinyu.

6
c. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
d. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah,
anoreksia segera lapor dokter.
e. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial
efek samping.
f. Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
g. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala
sampai sindrom secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih
parah,maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH
di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan larutan natrium
klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium
plasma.Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik,maka terapi
untuk menghilangkan tumor tersebut (Tisdale, James & Miller,
Douglas, 2010).

8. Komplikasi
Komplikasi atau gejala sisa dari SIADH, meliputi:
a. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai
normal urea dalam darah adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah.
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat.
Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak
dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi
hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
b. Overload tipe hipotonik
Lazim disebut “Keracunan Air”. Ketidakseimbangan cairan tubuh
dimana seluruh tubuh akan berada dalam keadaan hipotonik, disertai
dengan osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan
ekstraseluler akan pindah ke kompartemen intraseluler. Terjadi expansi
air berlebihan diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit
berkurang karena dilusi (rendahnya elektrolit serum). Dalam kondisi

7
berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat sulit mengkompensasinya.
Faktor penyebab tubuh menjadi overload hipotonik adalah SIADH
(kumpulan gejala karena malfungsi hormon antidiuretik)
c. Penurunan Osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritas plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L.
Sementara penurunan osmolaritas plasma terjadi akibat Kerja hormon
ADH yang berlebihan dan gangguan pada ginjal dalam meekskresikan
cairan.Pada keadaan ini tertjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke
intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang
dapat menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
d. Hipokalemia
Nilai norman kalium dalam darah adalah (3,5 - 5,0 MEQ/L). Penyebab
utama kehilangan kalium adalah penggunaan obat-obatan diuretik yang
juga menarik kalium misalnya: tiazid dan furosemid).
e. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 – 2,1 Mg/l).
Hipomagnesemia dapat terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam
jangka waktu lama (diuretik, siplantin) (Tamsuri, Anas 2009).

Semua komplikasi atau gejala SIADH diatas bersifat sekunder dan


agak mirip. Pada banyak kasus beda antara gejala dan komplikasi SIADH
kurang jelas dan sulit dibedakan.

8
B. Konsep Asuhan Keperawatan SIADH
1. Pengkajian Keperawatan
a. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam
kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde,
2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection
 Breathing dan oxygenation
 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
 Disability-pemeriksaan neurologis singkat
 Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, breathing, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian
ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
1) General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

9
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain:
(1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
(2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
 Sianosis
(3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
(4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
(5) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
 Chin lift / jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)

10
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
 Lakukan intubasi
Pada kasus SIADH, umumnya tidak terjadi sumbatan jalan
nafas pada pasien, sehingga airay pada pasien clear.
Masalah keperawatan: -
b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
(1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah
ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating
injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan
otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
(2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
(3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
(4) Penilaian kembali status mental pasien.
(5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
(6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan

11
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced
airway procedures
(7) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

Pada pasien dengan kasus SIADH, Pengeluaran berlebih dari


ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus.
Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi
delusional.Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin
sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap,akibatnya urin
menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila
osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan
menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan
meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan
osmolaritas serum menjadi normal. Hal ini tentunya akan sangat
berdampak pada homeostasis cairan dan asam basa dalam tubuh.
Jika tubuh mengalami gangguan asam basa, maka bagian yang
terdampak adalah ginjal dan paru-paru baik mengalami alkalosis
maupun asidosis, metabolik maupun respiratorik. Umumnya pasien
dengan SIADH juga kerap mengalami nafas cepat (takipneu).
Masalah Keperawatan :
 Gangguan pertukaran gas
Intervensi :
 Berikan posisi semifowler dan terapi O2 sesuai kebutuhan
c) Pengkajian Circulation
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan
baik (Wilkinson & Skinner, 2000).
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain:
(1) Cek nadi

12
(2) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
(3) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
(4) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
(5) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Pada kasus SIADH, Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja
pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan
permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan
reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang
direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas
cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini
menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang
diekskresi.
Adapun masalah keperawatan yang dapat muncul adalah :
 Hipervolemia
 Risiko ketidakseimbangan elektrolit
Intervensi :
 Berikan terapi cairan sesuai kebutuhan pasien
d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU, GCS dan pemeriksaan pupil :
(1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
(2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti

13
(3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji
gagal untuk merespon)
(4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.

Pada kasus SIADH, Pasien biasanya mengalami hiponatremi,


sehingga air menjadi mudah memasuki sel. Ketika berada dalam
sel, sel akan membengkak. Apabila hal ini sampai menuju otak,
maka hal ini akan memicu terjadinya herniasi pada otak. Herniasi
otak akan menekan atau melakukan kompresi pada batang otak,
sehingga pasien bisa berisiko mengalami gangguan perfusi jaringan
di otak dan gangguan disabilitas.
Masalah keperawatan yang muncul :
 Risiko perfusi serebral tidak efektif
Intervensi :
 Elevasi kepala: 15-30 derajat
 Monitor MAP
e) Expose, Examine dan Evaluate
Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).

b. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat
pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat
pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,

14
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing
Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus
diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,
usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat
kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
2) Pengumpulan data
Fokus pengkajian
a) Identitas pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, dan alamat.
b) Riwayat penyakit dahulu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita
klien,serta riwayat radiasi pada kepala.
c) Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit
kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan,
sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.

15
d) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular.
e) Pantau status cairan dan elektrolit.
f) Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi
dan segera lakukan tindakan untuk mengatasinya.
g) Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg
laporkan pada dokter).
h) Pengkajian Fisik:
 Inspeksi: Vena leher penuh.
 Perkusi: Penurunan refleks tendon dalam.
 Auskultasi: Kardiovaskuler : Takikardia.
                                               (Doengoes, Marilyn C. 2003)
Pemeriksaan Diagnostik
 Natrium serum menurun <135 M Eq/L.
 Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L, menandakan konservasi ginjal
terhadap Na. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
 Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat
Na dan Kalium sedikit.
 Klorida/bikarbonat serum : mungkin menurun
 Osmolalitas, umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi
 Berat jenis urin : meningkat (> 1,020) bila ada SIADH.
 Prosedur khusus : tes fungsi ginjal adrenal, dan tiroid normal.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan ketidakefektifan ventilasi –
perfusi dibuktikan dengan dispnea
b. Hipervolemia beruhubungan dengan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi dibuktikan dengan dispnea
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan kelebihan
volume cairan

16
d. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
dibuktikan dengan kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun,
membran mukosa pucat

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC
Definisi : keperawatan ..x.. jam Acid Base Management
Kelebihan atau kekurangan diharapkan hasil AGD pasien  Pertahankan kepatenan jalan
oksigenasi dan/atau eleminasi dalam batas normal dengan nafas
karbondioksida pada membrane kriteria hasil :  Posisikan pasien untuk
alveolus – kapiler. NOC: mendapatkan ventilasi yang
Penyebab : Respiratory status: Gas adekuat(mis., buka jalan
 Ketidakseimbangan Exchange nafas dan tinggikan kepala
ventilasi-perfusi  PaO2 dalam batas dari tempat tidur)
 Perubahan membrane normal (80-100 mmHg)  Monitor hemodinamika
alveolus – kapiler  PaCO2 dalam batas status (CVP & MAP)
Gejala dan Tanda Mayor normal (35-45 mmHg)  Monitor kadar pH, PaO2,
Subjektif  pH normal (7,35-7,45) PaCO2, dan HCO3 darah
 Dispnea  SaO2 normal (95-100%) melalui hasil AGD
Objektif  Tidak ada sianosis  Catat adanya
 PCO2 meningkat/menurun  Tidak ada penurunan asidosis/alkalosis yang
 PO2 menurun kesadaran terjadi akibat kompensasi
 Takikardia metabolisme, respirasi atau

 pH arteri meningkat / keduanya atau tidak adanya

menurun kompensasi

 Bunyi napas tambahan  Monitor tanda-tanda gagal

Gejala dan Tanda Minor napas

Subjektif  Monitor status neurologis

 Pusing  Monitor status pernapasan

 Penglihatan kabur dan status oksigenasi klien

Objektif  Atur intake cairan

 Sianosis  Auskultasi bunyi napas dan

17
 Diaforesis adanya suara napas
 Gelisah tambahan (ronchi,

 Napas cuping hidung wheezing, krekels, dll)

 Pola napas abnormal  Kolaborasi pemberian

(cepat/lambat, nebulizer, jika diperlukan

regular/ireguler,  Kolaborasi pemberian

dalam/dangkal) oksigen, jika diperlukan.

 Warna kulit abnormal


(mis.pucat, kebiruan)
 Kesadaran menurun
2. Hipervolemia Setelah diberikan asuhan NIC :
Definisi : keperawatan selama …..x…. Fluid Management
Peningkatan volume cairan jam diharapkan masalah  Monitor tanda-tanda yang
intravascular, interstisial, dan / kelebihan volume cairan sesuai dengan kelebihan
atau intraselular dapat teratasi dengan kriteria cairan (rales, peningkatan
Penyebab : hasil : CVP, edema, distensi vena
 Gangguan mekanisme NOC : jugularis, ascites)
regulasi Fluid Balance  Monitor tanda-tanda vital
 Kelebihan asupan cairan  Tekanan darah dalam (tekanan darah dan nadi)
 Kelebihan asupan natrium batas normal  Monitor hemodinamik status
 Gangguan aliran balik vena  MAP dalam batas (MAP)

 Efek agen farmakologis normal  Kolaborasikan terapi cairan


(mis. kortikosteroid,  Denyut nadi dalam lewat infus
chiorpropamide, batas normal  Kolaborasi pemberian
tolbutamide, vincristine,  Edema berkurang diuretic
tryptilinescarbamazepine)  Tidak terjadi ascites
Gejala dan Tanda Mayor Fluid Monitoring
Subjektif  Monitor input dan output
 Ortopnea cairan
 Dispnea
 Paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND)
Objektif
 Edema anasarka dan / atau
edema perifer

18
 Berat badan meningkat
dalam waktu singkat
 Jugular Venous Pressure
(JVP) dan / atau Cental
Venous Pressure (CVP)
meningkat
 Refleks hepatojugular
positif
Gejala dan Tanda Minor
Objektif
 Distensi vena jugularis
 Terdengar suara napas
tambahan
 Hepatomegaly
 Kadar Hb/Ht turun
 Oliguria
 Intake lebih banyak dari
output (balans cairan
positif)
 Kongesti paru
3. Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Electrolyte Management
elektrolit keperawatan selama ...x...  Monitor gejala
Definisi : jam kadar elektrolit ketidakseimbangan
Berisiko mengalami perubahan seimbang dengan kriteria elektrolit.
kadar serum elektrolit hasil :  Pertahankan kepatenan
Faktor Risiko : saluran intravena.
 Ketidakseimbangan cairan NOC :  Menjaga intake dan output
(mis. dehidrasi dan Electrolyte Balance yang adekuat
intoksikasi air)  Nilai pemeriksaan  Pertahankan cairan elektrolit
 Kelebihan volume cairan natrium dalam batas per intravena dengan
 Gangguan mekanisme normal kecepatan konstan, secara
regulasi (mis. diabetes)  Nilai pemeriksaan klorida tepat.
 Efek samping prosedur (mis. dalam batas normal  Atur elektrolit tambahan.
pembedahan)  Nilai pemeriksaan  Konsul dengan ahli dalam
 Diare kalsium dalam batas pemberian medikasi

19
 Muntah normal elektrolit secara tepat.
 Disfungsi ginjal  Nilai pemeriksaan  Ambil specimen untuk
 Disfungsi regulasi endokrin magnesium dalam batas analisis tingkat elektrolit
normal secara tepat.
 Nilai pemeriksaan fosfat  Monitor banyak kehilangan
dalam batas normal cairan elektrolit.
 Nilai pemeriksaan klorida  Konsul pada ahli jika tanda
dalam batas normal dan gejala dari cairan dan
 Nilai pemeriksaan kalium elektrolit tetap atau
dalam batas normal memburuk.

Electrolyte Monitoring
 Monitor faktor yang
berhubungan dengan
keseimbangan asam-basa.
 Identifikasi kemungkinan
penyebab
ketidakseimbangan
elektrolit.
 Catat dan lapor perubahan
ketidak seimbangan
elektrolit.
 Monitor kehilangan cairan
dan faktor yang
berhubungan dengan
kehilangan elektrolit, secara
tepat.
 Monitor mual, muntah dan
diare.
 Identifikasi pengobatan
yang dapat mengubah status
elektrolit seperti GI suction,
diuretic, antihipertensitas,
dan Calsium channel
blocker.

20
 Monitor pengobatan yang
mendasari penyakit yang
dapat menyebabkan
ketidakseimbangan
elektrolit.
4. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan Cerebral perfusion promotion
efektif keperawatan selama ...x...  Konsultasi dengan

Definisi : jam tidak terjadi peningkatan dokter untuk menentukan

Berisiko mengalami penurunan tekanan intra kranial dengan parameter hemodinamik,

sirkulasi darah ke otak kriteria hasil : dan mempertahankan

Faktor Risiko: NOC : hemodinamik dalam

 Keabnormalan masa Tissue Perfusion: Cerebral rentang yg diharapkan

protrombin dan/atau masa  Tekanan darah (sistolik  Monitor MAP

tromboplastin parsial dan diastolik) dalam  Berikan agents yang

 Penurunan kinerja batas normal memperbesar volume

ventrikel kiri  MAP dalam batas normal intravaskuler misalnya


 Sakit kepala (koloid, produk darah, atau
 Aterosklerosis aorta
berkurang/hilang kristaloid)
 Diseksi arteri
 Tidak gelisah  Konsultasi dengan
 Fibrilasi atrium
 Tidak mengalami muntah dokter untuk
 Tumor otak
mengoptimalkan posisi
 Stenosis karotis  Tidak mengalami
kepala (15-30 derajat) dan
penurunan kesadaran
 Miksoma atrium
monitor respon pasien
 Aneurisma serebri terhadap pengaturan posisi
 Koagulopati (mis. anemia kepala
sel sabit)  Berikan calcium channel
 Dilatasi kardiomiopati blocker, vasopressin, anti
 Koagulasi intravaskuler nyeri, anti coagulant, anti
diseminata platelet, anti trombolitik
 Embolisme  Monitor nilai PaCO2,
 Cedera kepala SaO2 dan Hb dan cardiac
 Hiperkolesteronemia out put untuk menentukan

 Hipertensi status pengiriman oksigen

 Endoskarditis infektif ke jaringan

 Katup prostetik mekanis

21
 Stenosis mitral
 Neoplasma otak
 Infark miokard akut
 Sindrom sick sinus
 Penyalahgunaan zat
 Terapi tombolitik
 Efek samping tindakan
(mis. tindakan operasi by
pass)
5. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan NIC
Definisi : keperawatan selama … x Manajemen Nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup … jam, diharapkan  Kaji adanya alergi makanan
untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan nutrisi dapat  Kolaborasi dengan ahli gizi
metabolism untuk menentukan jumlah
terpenuhi dengan kriteria
Penyebab : kalori dan nutrisi yang
hasil yaitu sebagai berikut:
 Ketidakmampuan menelan dibutuhkan pasien
NOC :  Anjurkan pasien untuk
makanan
Status Asupan Nutrisi : meningkatkan intake Fe
 Ketidakmampuan
mencerna makanan  Asupan kalori adekuat  Anjurkan pasien untuk
 Asupan protein adekuat meningkatkan protein dan
 Ketidakmampuan
vitamin C
mengabsorbsi nutrient  Asupan lemak adekuat
 Berikan substansi gula
 Peningkatan kebutuhan  Asupan karbohidrat
 Yakinkan diet yang dimakan
metabolism adekuat
mengandung tinggi serat
 Factor ekonomi (mis.
 Asupan serat adekuat untuk mencegah konstipasi
finansial tidak mencukupi)
 Asupan vitamin  Berikan makanan yang
 Factor psikologis (mis.
adekuat terpilih (sudah
stress, keengganan untuk
dikonsultasikan dengan ahli
 Asupan mineral
makan)
gizi)
Gejala dan Tanda Mayor adekuat
 Ajarkan pasien bagaimana
Objektif :  Asupan zat besi
membuat catatan makanan
 Berat badan menurun adekuat harian
minimal 10% di bawah  Asupan kalsium  Monitor jumlah nutrisi dan
rentang ideal adekuat kandungan kalori
Gejala dan Tanda Minor  Berikan informasi tentang
Asupan natrium adekuat
Subjektif : kebutuhan nutrisi

22
 Cepat kenyang setelah  Kaji kemampuan pasien
makan untuk mendapatkan nutrisi
 Kram / nyeri abdomen yang dibutuhkan

 Nafsu makan menurun Monitor Nutrisi

Objektif :  BB pasien dalam batas


normal
 Bising usus hiperaktif
 Monitor adanya penurunan
 Otot pengunyah lemah
berat badan
 Otot menelan lemah
 Monitor tipe dan jumlah
 Membran mukosa pucat
aktivitas yang biasa
 Sariawan dilakukan
 Serum albumin turun  Monitor interaksi anak atau
 Rambut rontok berlebihan orang tua selama makan
 Diare  Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
kalori
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papilla
lidah dan cavitas oral

4. Implementasi

23
Pada umumnya pengobatan SIADH  terdiri dari restriksi cairan
(manifestasi klinis SIADH biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus
yang mengarah kepada peningkatan intake cairan. Larutan hipertonis 3%
tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat hiponatremi
( Bodansky & Latner, 1975).
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:
a. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang
ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH,
misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan
adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
b. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi
masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa
sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-
gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal
cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
c. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan
tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan
yang cermat masukan dan haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
dan dukungan emosional.
Rencana non farmakologi
a. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
b. Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
a. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
b. Obat/penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
c. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
d. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik
saline 3 % secara perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan
peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload)
cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan oleh
kegagalan jantung kongestif.

24
5. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan
keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara
terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga
evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi
yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian
tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
a. Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk
pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “
dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana
asuhan keperawatan.
b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil
dapat terjadi di seluruh proses keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap
tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
c. Evaluasi dengan method SOAP
- S: subjektif, berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien
- O: Objektif, apa yang tampak dan dapat diamati

25
- A: Assesment, masalah keperawatan yang muncul
- P: Planning, rencana keperawatan yang akan diberikan
selanjutnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Barbara K.Timby. 2000. Keterampilan Dasar dan Konsep di Perawatan Pasien.


Jakarta : EGC
Corwin, J.Elizabet. 2001. Patofisiologi : Sistem Endokrin. Jakarta : EGC
Ellison D.H, Berl T. The Syndrome of Inappropriate Antidiuresis. N Engl J Med
2007;356:2064-72
Fulde, Gordian. 2009. Emergency Medicine 5th Edition. Australia : Elsevier
Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient Assessment
Routine Medical Care Primary and Secondary Survey. San Mateo
County: EMS Agency
Otto, shirley E. 2003.Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Sacher, Ronald A. 2004. Tinjauan Kasus Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.
Jakarta : EGC
Thomas C.P. Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion.
Medscape Reference. 2013
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tisdale , James & Miller, Douglas . 2010. Drug-Induced Diseases: Prevention,
Detection, and Management, page 892. U.S : heartside publishing.

27

Anda mungkin juga menyukai