OLEH :
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Menurunkan Kejadian ISPA Pada Bayi Usia 0-6 Bulan" tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
motivasi berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan
keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik
Denpasar, 27 September
2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
A. Judul Penelitian.............................................................................................1
B. Nama Peneliti................................................................................................1
C. Ringkasan Jurnal...........................................................................................1
A. Problem.......................................................................................................24
B. Intervention.................................................................................................24
C. Comparation...............................................................................................25
D. Outcome......................................................................................................31
BAB IV PENUTUP.............................................................................................33
A. Simpulan.....................................................................................................33
B. Saran...........................................................................................................33
iii
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................35
iv
BAB I ANALISIS JURNAL
ANALISIS JURNAL
A. Judul Penelitian
ASI Eksklusif Menurunkan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-6 Bulan
B. Nama Peneliti
C. Ringkasan Jurnal
yaitu sekitar 4 dari 15 juta perkiraan kematian (usia < 5 tahun) setiap
tahunnya, dua pertiganya terjadi pada bayi. Air Susu Ibu (ASI)
hipotesa. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi berusia 0-6
1
teknik Total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 48 sampel
(39,6%).
moderate. Serta nilai Odd Ratio atau resiko prevalensi sebesar 4,750
eksklusif.
2
D. Kelebihan dan kekurangan Jurnal
1. Kelebihan Jurnal
a. Terlepas dari dua variabel yang diteliti yaitu ASI Eksklusif dan
2. Kekurangan Jurnal
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
1. Problem
dengan eksplisit agar bukti-bukti yang dicari dari database hasil riset relevan
dengan masalah pasien dan dapat diterapkan, yaitu bukti-bukti yang berasal
4
2. Intervention
Pertanyaan klinis perlu menyebutkan dengan spesifik intervensi yang ingin diketahui
suatu faktor yang diduga merupakan faktor risiko/ etiologi/ kausa yang
3. Comparison
abdomenakut).
4. Outcome
5
suatu masalah. Masalah sendiri merupakan kesenjangan antara
tahun 1950 dalam setiap 10 tahun hingga saat ini meningkat 2 kali
lipat hanya dalam 1 tahun. Kondisi ini akan meningkat 2 kali lipat
referensi.
6
mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Bayi sehat umumnya
keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi
peningkatan berat badan kurang atau didapatkan tanda – tanda lain yang
(Roesli, 2005).
a. Untuk Bayi
Ketika bayi berusia 0-6 bulan, ASI bertindak sebagai makanan utama
bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi, ASI memang
terbaik untuk bayi manusia sebagaimana susu sapi yang terbaik untuk bayi
sapi, ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi, pemberian ASI
dapat mengurangi resiko infeksi lambung dan usus, sembelit serta alergi, bayi
7
yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit dari pada bayi yang tidak
mendapatkan ASI, bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek
masa depan, apabila bayi sakit, ASI merupakan makanan yang tepat bagi bayi
prematur, ASI dapat menaikkan berat badan secara cepat dan mempercepat
pertumbuhan sel otak, tingkat kecerdasan bayi yang diberi ASI lebih tinggi 7-
b. Untuk Ibu
lemak yang ditimbun di sekitar panggul dan paha pada masa kehamilan akan
berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali, resiko
terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang menyusui bayi lebih
rendah dari pada ibu yang tidak menyusui, menyusui bayi lebih menghemat
waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan botol dan mensterilkannya, ASI
lain, ASI lebih murah dari pada susu formula, ASI selalu steril dan bebas
kuman sehingga aman untuk ibu dan bayinya, ibu dapat memperoleh manfaat
c. Untuk Keluarga
botol susu, serta peralatan lainnya, jika bayi sehat, berarti keluarga
8
mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan, penjarangan
kelahiran lantaran efek kontrasepsi dari ASI eksklusif, jika bayi sehat berarti
tersedia setiap saat, keluarga tidak perlu repot membawa berbagai peralatan
dan peralatan lainnya, bayi sehat membuat negara lebih sehat, penghematan
pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit,
Sunar, 2009 ).
dan lemak. Sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan mineral. ASI hampir
90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi gizi ASI berbeda untuk setiap
ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan volume dan komposisi di atas
juga terlihat pada masa menyusui (colostrum, ASI transisi, ASI matang, dan
ASI pada saat penyapihan). Kandungan zat gizi ASI awal dan akhir pada setiap
ibu yang menyusui juga berbeda. Colostrum yang diproduksi antara hari 1 – 5
ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). ASI
yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan mengandung tinggi
9
lemak dan protein, serta rendah laktosa dibanding ASI yang berasal dari ibu
yang melahirkan bayi cukup bulan. Pada saat penyapihan kadar lemak dan
kadar protein, laktosa dan nutrien yang larut dalam air sama pada setiap kali
periode menyusui, tetapi kadar lemak meningkat. Jumlah total produksi ASI
dan asupan ke bayi bervariasi untuk setiap waktu menyusui, dengan jumlah
berkisar antara 450 – 1200 ml dengan rerata antara 750 – 850 ml per hari.
Banyaknya ASI yang berasal dari ibu yang mempunyai status gizi buruk dapat
menurun sampai jumlah 100 – 200 ml per hari. (Hendarto dan Pringgadini,
2008)
a. Karbohidrat
sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat
dalam ASI hampir 2 kali lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan dalam
susu sapi atau susu formula. Angka kejadian diare karena laktosa sangat jarang
ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini dikarenakan penyerapan
laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi maupun laktosa susu
b. Protein
Kandungan protein dalam ASI cukup tinggi. Protein yang terdapat pada
10
ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Didalam ASI senderi
lebih banyak terdapat protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi.
Sedangkan casein cenderung lebih susah dicerna oleh usus bayi dan banyak
terdapat pada susu sapi. ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap
dibandingkan susu sapi. Salah satunya adalah taurin, dimana asam amino jenis
ini banyak ditemukan di ASI yang mempunyai peran pada perkembangan otak.
Selain itu ASI juga kaya akan nukleutida dimana nukleutida ini berperan dalam
bakteri baik yang ada di dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan
c. Lemak
Kadar lemak ASI lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi atau
susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini sangat dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Lemak omega 3
perkembangan otak. DHA dan ARA hanya terdapat dalam ASI yang berperan
dalam perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI juga mengandung
asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang, yang baik untuk kesehatan
a. Karnitin
Karnitin dalam ASI sangat tiggi dan memiliki fungsi membantu proses
b. Vitamin K
11
Vitamin K dalam ASI jumlahnya sangat sedikit sehingga perlu
c. Vitamin D
pada sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena
d. Vitamin E
Salah satu keuntungan ASI adalah kandungan vitamin Enya cukup tinggi
terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. Fungsi penting vitamin E
adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah ( Hendarto dan Pringgadini,
2008 ).
e. Vitamin A
mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya
Hampir semua vitamin larut air terdapat dalam ASI. Seperti vitamin B,
vitamin C dan asam folat. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI
tetapi vitamin B6 dan B12 serta asam folat rendah terutama pada ibu yang
kurang gizi. Sehingga perlu tambahan vitamin ini pada ibu yang menyusui
12
( Walker, 2006 ).
g. Mineral
Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih mudah
diserap dibandingkan mineral yang terdapat dalam susu sapi. Mineral utama
yang terdapat dalam susu sapi adalah kalsium yang berfungsi untuk
pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium pada ASI lebih rendah daripada
susu sapi tetapi penyerapannya lebih besar. Bayi yang mendapat ASI eksklusif
beresiko sangat kecil untuk kekurangan zat besi, walaupun kadar zat besi
dalam ASI rendah. Hal ini dikarenakan Zat besi yang terdapat dalam ASI lebih
mudah diserap daripada yang terdapat dalam susu sapi. Mineral yang cukup
tinggi terdapat dalam ASI dibandingkan susu sapi dan susu formula adalah
selenium, yang sangat berfungsi pada saat pertumbuhan anak cepat ( Hendarto
13
yang kemudian dilanjutkan sampai 2 tahun dengan pemberian MP-
buatan bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan olahan
lain.
c. Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas-
tugas sosial, maka susu sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam
d. Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai salah
satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yan lebih tinggi, terdidik dan
e. Ibu takut bentuk payudara rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan
hilang.
menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta praktek yang
keliru dengan memberikan susu botol kepada bayi yang baru lahir. ( Arifin,
2004 )
14
4. Kendala Pemberian Asi Eksklusif
Beberapa kendala yang menyebabkan seorang ibu tidak dapat
e. kelainan yang terjadi pada ibu (puting ibu lecet, puting ibu luka, payudara
h. kelainan yang terjadi pada bayi (bayi sakit dan abnormalitas bayi)
1. Definisi ISPA
Masriadi (2017) istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran
15
b. Saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
bagian bawah (termasuk jaringan paru- paru), dan organ adneksa saluran
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas ini
yang dapat digolongkan daam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari.
pernafasan bagian atas ataupun bagian bawah. Infeksi akut yang mengenai
2. Etiologi ISPA
b. ISPA yang disebabkan oleh virus disebabkan oleh virus sinsisial pernapasan,
16
c. ISPA yang disebabkan oleh jamur disebabkan oleh Candidiasis,
Pneumocytis carinii.
d. ISPA yang disebabkan oleh polusi yaitu asap rokok, asap pembakaran rumah
tangga, asap kendaraan bermotor dan buangan industri serta kebakaran hutan.
anak. Hal ini berhubungan dengan pejamu, agen penyakit, dan lingkungan.
a. Usia
ISPA dapat ditemukan pada 50% anak berusia di bawah lima tahun dan
30% anak berusia 5-12 tahun, serta didapatkan 23% kasus ISPA berat pada
anak berusia di atas enam bulan. Pada negara berkembang ISPA adalah
b. Jenis Kelamin
c. Status Gizi
Gizi buruk merupakan salah faktor predisposisi terjadinya ISPA pada anak. Hal ini
malnutrisi dengan pneumonia adalah 2,3. Selain itu, anak dengan defisiensi
vitamin A yang ringan mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada
17
d. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Prevalensi ISPA berhubungan dengan lamanya pemberian ASI. Bayi yang tidak
pernah diberi ASI lebih rentan mengalami ISPA dibandingkan dengan bayi
yang diberi ASI paling sedikit selama satu bulan. Bayi yang tidak diberi
ASI akan 17 kali lebih rentan mengalami perawatan di rumah sakit akibat
(RR) kematian 6,4 pada bayi berusia di bawah enam bulan dan 2,9 pada
f. Imunisasi
Vaksin campak cukup efektif hingga 25% dapat mencegah kematian akibat ISPA.
telah mengurangi angka kematian ISPA akibat kedua penyakit ini. Selain
Tingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi dan
kasus ISPA tidak diketahui oleh orang tua dan tidak terobati.
Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai
18
risiko lebih besar mengalami ISPA. Risiko mengalami ISPA adalah 3,3 kali
rendah.
j. Lingkungan
baik dari dalam maupun dari luar rumah, berhubungan dengan beberapa
tinggal di dalam rumah berventilasi baik memiliki angka insiden ISPA yang
lebih rendah daripada anak yang berada di dalam rumah berventilasi buruk.
Selain itu, orang tua yang merokok dan lingkungan dengan suhu tinggi juga
k. Penyakit Lain
penyakit lain merupakan faktor risiko ISPA. Pada beberapa negara HIV
mulai menjadi masalah karena pneumonia terjadi lebih sering dan lebih
berat pada pasien HIV. Selain itu, didapatkan sebesar 25% dari kematian
l. Bencana Alam
Indonesia juga merupakan negara rawan bencana, seperti banjir, gempa, gunung
19
menyebabkan kondisi lingkungan menjadi buruk, sedangkan fasilitas
kesehatan terbatas. Penularan kasus ISPA akan lebih cepat apabila terjadi
dalam tubuh pejamu. Patogen banyak yang berasal dari virus, terutama
Pneumococci (Hartono & Dwi, 2012). Strategi yang digunakan oleh suatu
yang lebih dalam melalui robekan pada kulit atau mukosa dan mekanisme
5. Klasifikasi ISPA
a. ISPA Atas
1. Rhinitis
Rhinitis karena virus sering dikenal sebagai common cold dengan gejala
20
(Greeberg, 2008)
2. Faringitis
tergantung tipe virus, umur, dan keadaan kesehatan umum anak. Apabila
dan nyeri perut. Pada bayi faringitis dapat timbul disertai demam tanpa
sebab yang jelas, diare, muntah, dan kejang demam (Rendle, Gray, &
Dodge, 2007).
3. Rinosinositis
Gejala yang sering timbul berupa nyeri pada wajah, hidung tersumbat, ingus
Kaswandani, 2008).
4. Otitis Media
Otitis media merupakan peradangan yang terjadi pada telinga tengah. Otitis
media akut paling sering terjadi pada anak dengan gejala panas. Membran
timpani yang cembung, kemerahan, dan keruh serta dapat juga dijumpai
sekret purulen merupakan tanda otitis media (Hartono & Dwi, 2012).
b. ISPA Bawah
1. Epiglotitis
Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi yang timbul secara mendadak, nyeri
21
respiratory yang progresif. (Yangtjik & Arifin, 2008)
Croup disebabkan oleh kombinasi infeksi dan virus Haemophilus influenza dengan
menjadi asma. Oleh karena itu, croup sering berulang. Laringitis timbul
pula timbul mendadak disertai stridor pada jam-jam pertama di pagi hari.
Gejalanya dapat berupa suara serak yang disertai batuk keras sehingga dapat
3. Bronkitis
Gejala batuk biasanya muncul 3-4 hari setelah rinitis. Batuk pada awalnya keras
ringan dan produktif. Selain itu, gejala dapat berupa hidung berair, badan
4. Bronkiolitis
faringitis.
5. Pneumonia
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, dan
untuk gejala respiratory, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
22
napas cuping, air hunger, merintih, dan sianosis (Said, 2008).
6. Pencegahan ISPA
Kesehatan gizi yang baik akan mencegah kita atau terhindar dari penyakit
b. Imunisasi
mencegah penyakit pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran
napas.
polusi asap dapur dan asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat
23
Penyakit ISPA dapat ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit
melalui udara yang tercemar dan masuk ke tubuh. Bibit penyakit ini biasanya
berupa virus atau bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (atau
24
BAB III PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Problem
kasus kematian karena penyakit ISPA masih cukup tinggi yaitu sekitar 4 dari 15
juta perkiraan kematian pada anak usia kurang dari 5 tahun setiap tahunnya, dua
pertiganya terjadi pada bayi. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA
ASI merupakan makanan utama yang sempurna serta terbaik untuk bayi
ASI saja selama 0-6 bulan tanpa diberi makanan atau minuman lain (2010).
Populasi dalam penenlitian ini adalah bayi umur bayi 0-6 bulan dengan
ISPA. Sedangkan sebanyak 22 (45,8%) bayi yang mendapat ASI non Eksklusif 14
ISPA.
25
B. Intervention
variabel melalui pengujian hipotesa. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
kriteria penelitian.
kuesioner yang telah diisi oleh responden dikumpulkan dan diperiksa satu per
satu. Setelah itu data yang telah diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan
komputer. Penelitian ini menggunakan uji statistic Chi Square. Batas kemaknaan
C. Comparation
Jurnal yang ditelaah dikomparasikan dengan enam jurnal yang telah
diperloleh dari berbagai pangkalan data. Berikut ini merupakan komparasi jurnal
Pemberian Susu Formula dan ASI Ekslusif Terhadap Kejadian ISPA Bayi
26
ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di puskesmas Lameuru. Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua bayi berusia 0-6 bulan. Total sampel 116
bayi. Data yang digunakan data sekunder yang diambil dari rekam medis
menggunakan lembar observasi dan analisis data menggunakan uji chi square.
formula lebih banyak mengalami ISPA yaitu 30,2% sedangkan bayi yang tidak
mengalami ISPA lebih banyak diberikan ASI ekslusif 34,5%. Hasil uji
bahwa ada perbedaan pemberian susu formula dan ASI eksklusif dengan
2. Jurnal pebanding kedua oleh Lega Umami, Kuswantoro Rusca P 2014 dengan
Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja
ISPA pada bayi usia 0-6 bulan. Desain penelitian yang digunakan adalah
purposive sampling. Sampel adalah para ibu beserta bayinya dan berjumlah 88
orang.
27
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai x2 =
46.642 yang lebih besar dari nilai x2 tabel = 3.841 dengan nilai signifikansi
sebesar 0.000 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan pemberian ASI eksklusif terhadap insidensi ISPA pada bayi usia 0-
ASI eksklusif terhadap rendahnya insidensi ISPA pada bayi usia 0-6 bulan.
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif Terhadap Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Rab RSU Dr.
bayi usia 6-12 bulan di RAB RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun
2015. Jenis penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini
adalah bayi yang berumur 6 sampai dengan 12 bulan yang berada di RAB
terdapat 55(82,1 %) bayi usia 6-12 bulan yang tidak ada pemberian ASI
ekslusif dan 7 (12,3 %) bayi usia 6-12 bulan ada pemberian ASI ekslusif .
Hasil uji statistik yang diperoleh nilai p < 0,05 artinya ada pengaruh yang
32,738. (95% CI : 11,951-89,684) artinya bayi usia 6-12 bulan yang tidak
28
diberikan ASI Ekslusif risikonya 32,738 kali lebih besar akan mengalami
dengan judul “Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA Pada Bayi
kejadian ISPA pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas
pada 77 kelompok kasus dan 77 kelompok kontrol bayi berusia 6-12 bulan.
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kasus (bayi 6-12 bulan dengan
ISPA) sebanyak 77 orang responden dan kelompok kontrol (bayi 6-12 bulan
tidak ISPA), didapatkan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif dan pernah
sedangkan bayi yang diberikan ASI eksklusif dan tidak pernah mengalami
ISPA sebanyak 47 orang dengan persentase 61,0%, bayi yang tidak ASI
58,4%, sedangkan bayi yang tidak ASI eksklusif dan tidak pernah mengalami
memiliki Rasio Odds 0,454 kali (95% CI: 0,238-0,865) untuk mengalami
kejadian ISPA dibandingkan bayi yang diberi ASI eksklusif, dengan nilai
29
p=0,024. Berdasarkan hasil penelitian, diambil kesimpulan ada hubungan
antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 6-12
bahwa bayi yang ASI eksklusif lebih baik daripada bayi yang tidak ASI
eksklusif dalam pencegahan kejadian ISPA, karena bayi dengan ASI eksklusif
memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik dan tidak mudah terserang ISPA
5. Jurnal pebanding kelima oleh Rahman & Nur, 2015 ”Hubungan Pemberian
dengan kejadian penyakit ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
analitik dengan rancangan cross sectional study, sampel dalam penelitian ini
consecutive sampling.
ISPA yaitu 33 (55%), sebagian besar anak balita tidak diberikan ASI secara
pengetahuan baik yaitu berjumlah 54 Ibu (90%), dan sebagian besar anak
ini menunjukkan Prevalensi kejadian ISPA lebih besar pada anak yang diberi
ASI tidak eksklusif dibandingkan pada anak yang diberi ASI secara eksklusif,
30
hasil uji statistic variable pemberian ASI eksklusif dan status imunisasi
6. Jurnal pebanding ke enam oleh Yuditya & Mulyono, 2019 dengan judul
Pada jurnal pebanding ke enam, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada balita usia 1 tahun
inklusi dan eksklusif. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
data primer yang diperoleh dari wawancara bebas terarah sesuai kuesioner
menunjukkan p value = 0,044 (p < 0,05) dan hasil dari uji statistik Koefisien
2018.
31
D. Outcome
(16,7%). Bayi yang diberikan ASI ekslusif menderita penyakit ISPA sebanyak 7
value 0,024 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dan ASI non eksklusif
dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Ngesrep
Semarang. Dengan nilai contingency coeffient sebesar 0,346 yang berarti tingkat
kekuatan hubungannya adalah sedang atau moderate. Serta nilai Odd Ratio atau
resiko prevalensi sebesar 4,750 yang berarti bayi yang tidak mendapat ASI
eksklusif memiliki peluang 4 kali untuk terkena ISPA daripada yang mendapat
ASI eksklusif.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Filia Sofiani I (2015) bahwa pada bayi yang diberi ASI tidak eksklusif memiliki
odd ratio 0,454 (95% CI: 0,238 - 0,865) yang artinya memiliki risiko 0,454 kali
lebih besar untuk mengalami kejadian ISPA dibandingkan bayi yang diberi ASI
Air Susu Ibu (ASI) merupakan minuman alami untuk bayi pada usia
lemak, mineral, vitamin (WHO, 2003), taurin, DHA dan AA. Kandungan ASI
32
mencakup zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. Dalam kolostrum ASI
infeksi pernapasan dan sel darah putih, serta vitamin A yang dapat memberikan
perlindungan terhadap infeksi dan alergi. ASI juga mengandung mineral zinc
diare dan penyakit infeksi lainnya. Zink juga terbukti dapat menurunkan lama
Secara teoritis bayi yang tidak disusui akan lebih mungkin menderita
penyakit infeksi saluran pernafasan akut dengan tingkat kematian 4 kali lebih
besar dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI (Basuki, 2012). Menyusui juga
Dapat disimpulkan bahwa bayi yang diberi ASI non Eksklusif memiliki
resiko untuk terkena penyakit ISPA sebanyak 4 kali daripada bayi yang diberi
ASI Eksklusif.
33
BAB IV PENUTUP
PENUTUP
A. Simpulan
hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada Bayi.
pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian ISPA pada bayi. Jurnal
sampel yang dikomparasikan melaporkan bahwa bayi yang diberi ASI non
Eksklusif memiliki resiko untuk terkena penyakit ISPA sebanyak 4 kali daripada
Maka dari itu, dapat diketahui bahwa pemberian ASI eksklusif selama
enam bulan pada bayi sangatlah penting. Hal ini dikarenakan ASI mengandung
kolostrum, protein, karbohirat, lemak, mineral, vitamin, taurin, DHA dan AA.
Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA yang dapat melindungi bayi
dari berbagai penyakit infeksi seperti ISPA. Selain itu pada ASI juga terdapat sel
darah putih yang terdiri dari antibodi pernapasan, antibodi saluran pernafasan dan
B. Saran
promotif kepada para ibu yang memiliki bayi ataupun ibu hamil misalnya
34
2. Bagi ibu menyusui
35
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, R., Dewiyanti, L., & Elfia, Y. (n.d.). ASI Eksklusif Menurunkan Kejadian
ISPA pada Bayi Usia 0-6 Bulan Exclusive Breast Feeding Decreasing
Incidence of Acute Respiratory Infection on Infant 0-6 Month. Retrieved
from http://www.digilib.unimus.ac.id/
Daulay, R., Dalimunthe, W., & Kaswandani, N. (2008). Rinosinusitis : Buku Ajar
Respirologi Anak (Edisi 1). Jakarta: IDAI.
Hartono, R., & Dwi, R. (2012). ISPA Gangguan Pernapasan Pada Anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Ikasari, F. S., Pertiwiwati, E., & Rachmawati, K. (2015). Pemberian Asi Eksklusif
Terhadap Kejadian Ispa Pada Bayi Usia 6-12 Bulan. Dinamika Kesehatan,
3(2), 61–70.
36
Umur 0-6 Bulan. Journal of Holistic Nursing Science, 7(2), 179–186.
https://doi.org/10.31603/nursing.v7i2.3129
Pola, H., Makanan, K., & Kalsium, S. (2014). Majalah kesehatan FKUB Majalah
kesehatan FKUB. 1, 102–111.
Rendle, S., Gray, O., & Dodge, J. (2007). Ikhtisar Penyakit Anak (Edisi 6).
Jakarta: Binapura Aksara.
Said, M. (2008). Pneumonia : Buku Ajar Respirologi Anak (Edisi 1). Jakarta:
IDAI.
UNICEF, UNHCR, WHO, WFP, IBFAN, et all. Manual utama. 2007 Available
from : URL : HIPERLINK : www.ennonline.net/pool/files/ife/m2-bahasa-
core.pdf
Yangtjik, K., & Arifin, F. (2008). Buku Ajar Respirologi Anak (Edisi 1). Jakarta:
IDAI.
Yuditya, D. C., & Mulyono, H. (2019). Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian
37
ISPA pada Balita di Puskesmas Balowerti Kota Kediri periode September
2018. Journal for Quality in Women’s Health, 2(2), 16–22.
https://doi.org/10.30994/jqwh.v2i2.33
38