OLEH :
3. PATOFISIOLOGI
Menurut Long (2006) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul
rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena
benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat
terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang
tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah
edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi,
pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume
darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala
menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada
besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari
benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang
diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga
akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan
tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay
oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak
terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra
Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam
lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga
masukan nutrisi kurang (Satya, 1998)
4. PATHWAY
Hipoksemia serebral
Kelainan metabolisme
Kerusakan
Cedera otakselsekunder
otak
Gangguan autoregulasi Rangsangan simpatis
Stress lokalis
O2 gangguan
Tekanan pembuluh darah Mual muntah
metabolisme pulmonar
Difusi O2 terhambat
6. GEJALA KLINIS
a. Cidera kepala ringan-sedang:
Disorientasi ringan, hilang memori sesaat, sakit kepala, mual dan muntah, vertigo
dan perubahan posisi, gangguan pendengaran.
Tanda yang potensial berkembang:
Penurunan kesadaran, perubahan pupil, mual makin hebat, sakit kepala semakin
berat, gangguan pada beberapa saraf, tanda-tanda meningitis, apasia, kelemahan
motorik
b. Cidera kepala sedang-berat
Tidak sadar dalam waktu yang lama, fleksi dan ekstensi yang abnormal, edema
otak, tanda herniasi, hemiparese, gangguan akibat saraf kranial, kejang.
Secara umum, tanda dan gejala dari cedera kepala diantaranya:
Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur,
disfagia)
Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris)
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti
pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon
tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
bisa beristirahat, merintih.
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit: laserasi, abrasi,
perubahan warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS),
gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara
umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan
impulsif.
Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia,
gangguan pengecapan dan penciuman.
Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak. Catatan: Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
d. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
f. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
h. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
i. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
j. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan TIK.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan (GCS 13–15)
Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT
Scan abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit
kepala sedang–berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan,
fraktur tengkorak, rinorea-otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak
ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin kembali ke rumah sakit
dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi kriteria rawat
maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan
kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.
Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap
½- 2 jam.
Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali
memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara
periodik.
Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila
kondisi memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai
protokol cedera kepala berat.
c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS <8)
Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100%
dan jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical
dapat disingkirkan.
Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi
korban agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan
transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain,
GCS dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin
pada penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang
mencolok.
Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1,
furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri,
berikan anti perdarahan.
Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti
kejang jika penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera
kepala terbuka, rhinorea, otorea.
Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
Fisioterapi dan rehabilitasi.
9. KOMPLIKASI
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan SDKI, 2016 yaitu
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan factor risiko cedera kepala
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena ditandai
dengan pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral
dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun, edema
3. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis (cedera kepala) ditandai dengan
dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola nafas abnormal
4. Nyeri akut b.d agen pecendera fisik (benturan, trauma kepala) ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah.
5. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (stress, keengganan untuk makan) ditandai
dengan nafsu makan menurun, cepat merasa kenyang, mual muntah.
3. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
SDKI SLKI SIKI
1 Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan Pencegahan Syok
efektif dibuktikan dengan
tindakan asuhan 1. Monitor
factor risiko cedera kepala
keperawatan selama 1 x 2 tingkat kesadaran
jam diharapkan perfusi pasien dan respon pupil
serebral meningkat
2. Monitor status
dengan
kardiopulmonal
Kriteria Hasil :
(frekuensi dan
1. Tingkat kesadaran kekuatan nadi,
meningkat frekuensi napas, TD,
2. Tekanan intracranial MAP)
menurun 3. Monitor
3. Sakit kepala menurun status oksigenasi
4. Berikan oksigen untuk
4. Kesadaran membaik
mempertahankan
5. Gelisah menurun saturasi oksigen >94 %
5. Jelaskan tanda
dan gejala syok
6. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
7. Kolaborasi pemberian
IV
2 Perfusi perifer tidak efektif Perawatan sirkulasi
Setelah dilakukan
b.d penurunan aliran arteri
1. Periksa sirkulasi
dan/atau vena ditandai tindakan asuhan
perifer (mis, nadi
dengan pengisian kapiler > 3 keperawatan selama 1 x 2
perifer, edema,
detik, nadi perifer menurun
jam diharapkan perfusi pengisian kapiler,
atau tidak teraba, akral
perifer meningkat dengan warna, suhu)
dingin, warna kulit pucat,
Kriteria Hasil : 2. Monitor panas,
turgor kulit menurun, edema
1. Denyut nasi perifer kemerahan, nyeri, atau
meningkat bengkak pada
2. Warna kulit pucat ekstremitas
menurun 3. Lakukan pencegahan
3. Edema perifer infeksi
menurun 4. Lakukan hidrasi
4. Pengisian kapiler
5. Anjurkan
membaik
program rehabilitasi
5. Akral membaik
vascular
6. Turgor kulit
6. Informasikan tanda
membaik
dan gejala
darurat yang
harus dilaporkan (mis,
rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Manajemen
sensasi perifer
1. Identifikasi
penyebab perubahan
sensasi
2. Monitor
perubahan kulit
3. Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli
vena
4. Hindari
pemakaian benda-
benda yang
berlebihan
suhunya
5. Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu
3 Pola nafas tidak efektif b.d Manajemen jalan napas
Setelah dilakukan
gangguan neurologis
tindakan asuhan 1. Monitor respirasi dan
(cedera kepala) ditandai
keperawatan selama 1 x 2 status O2
dengan dyspnea,
jam diharapkan pola napas 2. Identifikasi
penggunaan otot bantu
membaik dengan pasien perlunya
pernapasan, pola nafas
pemasangan alat jalan
abnormal Kriteria Hasil :
nafas buatan
1. Dyspnea menurun
3. Buka jalan nafas,
2. Penggunaan otot bantu gunakan teknik chin lift
napas menurun atau jaw thrust bila
3. Frekuensi napas perlu
membaik 4. Posisikan pasien untuk
4. Kedalaman napas memaksimalkan
membaik ventilasi
5. Ventilasi semenit 5. Pasang mayo bila perlu
membaik 6. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
7. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
8. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
9. Lakukan suction pada
mayo
10. Berikan bronkodilator
bila perlu
11. Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl
12. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
4 Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri
Setelah dilakukan
pecendera fisik (benturan,
1. Lakukan pengkajian
trauma kepala) ditandai tindakan asuhan
nyeri
dengan pasien mengeluh keperawatan selama 1 x 2
secara
nyeri, tampak meringis, jam diharapkan tingkat
komprehensif termasuk
gelisah. nyeri menurun dengan
lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik,
1. Keluhan nyeri durasi, frekuensi,
menurun kualitas dan faktor
2. Gelisah menurun presipitasi
2. Anjurkan klien untuk
3. Wajah meringis
beristirahat di tempat
menurun
tidur
4. Sikap protektif
3. Kurangi faktor
menurun
presipitasi nyeri
5. Frekuensi nadi
4. Ajarkan tentang teknik
membaik
non farmakologi: napas
dalam,
relaksasi, distraksi,
5. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
6. Berikan
informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
7. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
5 Defisit nutrisi b.d faktor Manajemen nutrisi
Setelah dilakukan
psikologis (stress,
1. Identifikasi
keengganan untuk makan) tindakan asuhan
status nutrisi
ditandai dengan nafsu keperawatan selama 1 x 2
2. Monitor
makan menurun, cepat jam diharapkan status
asupan
merasa kenyang, mual nutrisi membaik dengan
makanan
muntah. Kriteria Hasil : 3. Berikan suplemen
1. Porsi makan yang makanan, jika
dihabiskan meningkat perlu
2. Nafsu makan 4. Kolaborasi
membaik pemberian medikasi
3. Frekuensi makan sebelum makan (mis,
Membaik pereda nyeri,
4. Membrane mukosa antlemetik), jika
membaik perlu
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah terakhur dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. 2000. Keperawatan medical bedah volume 2. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Langlois J.A., Rutland-Browen W. & Thomas K.E. (2006). Traumatic Brain Injury In
The United States: Emergency Departement Visits, Hospitalizations, and
Deaths, Atlanta, GA: Centers For Disease Control and Prevention. Available
at: http://www.co.ede.gov/ncipc/pub-res/TBI_in_US_04/TBI_ED.htm.
Manjoer, A, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3, Jakarta, Medika
aeusculapeus
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Sastrodiningrat, A.G., 2009. Pemahaman Indikator-Indikator Dini dalam Menentukan
Prognosa Cedera Kepala Berat. Universitas Sumatera 40 Utara. Available
from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/753 [ Accessed 4 Mei
2020 ]
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta :
EGC; 2001.
T. Heather Herdman. 2012. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI (ed.); 1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI (ed.); 1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI (ed.); 1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
LEMBAR PENGESAHAN