Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BAB I

KONSEP MEDIS

a. Defenisi

Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung

kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.

Pasien post op craniotomy biasanya karena adanya terdapat gangguan atau

kelainan pada otak sehingga harus dilakukannya operasi.

b. Etiologi

Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang
menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa
tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliptI faktor herediter,
kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang
mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma
cerebral dan penyakit peradangan. (Fagan Dubin, 1979; Larson, 1980;
Adams dan Maurice, 1977; Merrit, 1979). Metastase ke otak dari tumor
bagian tubuh lain juga dapat terjadi. Karsinoma metastase lebih sering
menuju ke otak dari pada sarkoma. Lokasi utama dari tumor otak
metastase berasal dari paru-paru dan payudara.

Tumor pada sistem saraf pusat terdiri dari tumor intrakranial dan
tumor intraspinal. Seperti pada umumnya penyebab belum pasti diketahui
secara jelas. Namun beberapa faktor diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi antara lain paparan terhadap zat toksin, trauma dan
perdarahan.

Tumor otak primer menunjukkan rata-rata 20% dari semua


penyebab kematian karena kanker, dimana 20-40 % dari semua kanker
mengalami metastase ke otak. Tumor-tumor otak jarang mengalami
metastase keluar sistem saraf pusat tetapi jelas metastase ke otak,
biasanya dari paru-paru, payudara, sistem gastrointestinal bagian bawah,
pankreas, ginjal, kulit. Jejas neoplasmatik didalam otak akhirnya
menyebabkan kematian yang mengganggu fungsi vital seperti pernapasan
dan menyebabkan PTIK.

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma,


namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa
kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Faktor-
faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma,
kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma
mengalami trauma, Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara
tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga
disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah

trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang


menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma.

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir


kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi
otak yang meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa virus
dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light
microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari
meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa
pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi
cytoplasma yang berada dalam membran inti.

c. Patofisiologi

Adanya massa atau neoplasma dalam otak akan berdampak pada


jaringan otak sendiri secara lokal dan dampak tumor secara umum. Secara
lokal efeknya berupa infiltrasi, invasi dan perusakan jaringan otak, dan
secara langsung akan menekan struktur syaraf sehingga terjadi
degenerasi dan gangguan sirkulasi darah. Edema akan meningkat, selain
itu ICP juga akan meningkat apabila terjadi hambatan pada sirkulasi
cairan serebrospinalis. Efek tumor tergantung dari lokasi, jenis dan
pertumbuhan tumor. Kebanyakan tumor otak berkembang lambat atau
progresif lambat dengan onset yang perlahan-lahan. Namun kadang ada
tumor dengan gejala akut. Manifestasi klinis pada prinsipnya berupa
manifestasi dari peningkatan tekanan intrakranial baik karena massa
tumor atau space occupaying lassion (SOL) atau lesi desak ruang, edema
serebri, hidrosepalus obstruksi.

d. Manefestasi Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada klien dengan post op craniotomy dibagi


menjadi 2 yaitu:

1. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF),
seperti sakit kepala, nausea atau muntah proyektif, perubahan mental dan
kejang.

2. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik
dari otak.

a. Perubahan penglihatan, misalnya hemianopsia, diplopia, kebutaan, dan


tanda-tanda papil edema.

b. Perubahan bicara, misalnya aphasia

c. Perubahan sensorik, misalnya hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik

d. Perubahan motorik, misalnya; ataksia, jatuh, kelemahan dan paralisis

e. Perubahan bowel atau blader, misalnya inkontensia, retensi urin, dan


konstipasi.

f. Perubahan dalam pendengaran, misalnya tinnitus, deafness.


g. Perubahan dalam seksual

e. Komplikasi

1. Edema cerebral

2. Syok Hipovolemik

3. Hydrocephalus

4. Perdarahan subdural, epidural dan intracerebral.

5. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis, yang


muncul pada hari ke 7-144 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati dan
otak.

6. Infeksi biasanya muncul pada 6-46 jam setelah operasi.

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Computerised Tomographi ( CT ) dan Magnetic Resonan Imaging (MRI)


adalah dua jenis pemeriksaan radiodiagnostik yang ummnya digunakan
untuk mendeteksi dan mendefinisikan adanya tumor otak.
2. Agiografi cerebral digunakan untuk menentukan keterlibatan sistem
vaskuler atau adanya invasi tumor ke daerah vaskuler tersebut.
3. Biopsi stereotatik kadang-kadang dilakukan sebelum craniotomy atau
jika pasien tidak mungkin dilakukan pembedahan.
g. Penatalaksanaan

a. Terapi pembedahan
Pembedahan seringkali merupakan pilihan utama bagi penderita tumor
otak. Tujuan dari pendekatan ini adalah diagnosis defenitif dan
memperkecil tumor tersebut. Beberapa kasus malignansi tumor otak
mungkin dapat menyembuhkan tumor otak secara total tetapi ini
sangat jarang terjadi. Pengangkatan dari semua tumor dapat
menghilangka gejala neurologis, akan tetapi ukuran dan lokasi tumor
mungkin memberikan hambatan pelaksanaan pembedahan ini.

Pembedahan intracranial biasanya dilakukan untuk seluruh tipe kondisi


patologi dari otak untuk mengurangi ICP dan mengangkat tumor.

Pembedahan ini dilakukan melalui pembukaan tengkorak, yang disebut


dengan Craniotomy.

1. Perawatan pre operasi pada pasien yang dilakukan pembedahan


intra cranial adalah :
a. Mengkaji keadaan neurologi dan psikologi pasien

b. Memberi dukungan pasien dan keluarga untuk mengurangi


perasaan-perasaan takut yang dialami.
c. Memberitahu prosedur tindakan yang akan dilakukan untuk
meyakinkan pasien dan mengurangi perasaan takut.
d. Menyiapkan lokasi pembedahan, yaitu: kepala dengan
menggunakan shampo antiseptik dan mencukur daerah kepala.
e. Menyiapkan keluarga untuk penampilan pasien yang dilakukan
pembedahan, meliputi :
Baluatan kepala

Edema dan ecchymosis yang biasanya terjadi


dimuka Menurunnya status mental sementara

2. Perawatan post operasi, meliputi :

a. Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30 menit


untuk 4 - 6 jam pertama setelah pembedahan dan kemudian
setiap jam. Jika kondisi stabil pada 24 jam frekuensi pemeriksaan
dapat diturunkan setiap 2 samapai 4 jam sekali.
b. Monitor adanya cardiac arrhytmia pada pembedahan fossa
posterior akibat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan
sekitar 1.500 cc / hari.
d. Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian
dinas.

e. Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam
setiap 2 jam.
f. Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk
meningkatkan aliran balik dari kepala. Hindari fleksi posisi
panggul dan leher.
g. Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang
keluar.

h. Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti :


pemeriksaan darah lengkap, serum elektroit dan osmolaritas, PT,
PTT, analisa gas darah.
i. Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya :
antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.
j. Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi

b. Terapi radiasi

Terapi radiasi diberikan jika tumor tersebut telah ditemukan pada jenis
sel-sel yang tidak raisensitif.pasien mendapatkan terapi lima hari setiap
minggu sekitar 4-6 minggu berturut-turut.
BAB II

KONSEP ASKEP

a. Pengkajian Keperawatan

a. Primary Survey

1) Air way; Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)

setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.

a) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.

b) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.

2) Breathing; Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan

gangguanirama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,

kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau

Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing

(kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi

sputum pada jalan napas.

a) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10

X/menit → depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan

cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.

b) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan

diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.

3) Circulating; Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan

darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan

transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan

denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan


intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang

diselingi dengan bradikardia,disritmia).

a) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit,

balutan.

4) Disability : berfokus pada status neurologi

a) Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon motorik

dan tanda-tanda vital.

b) Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan menelan,

kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dangelisah.

5) Exposure; Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

b. Secondary Survey

1) Pemeriksaan fisik; Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran

somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37ºC, RR 20

x/mnt.

a) Abdomen; I n s p e k s i t i d a k a d a a s i t e s , p a l p a s i h a t i t e r a b a 2

jari bawah iga,dan limpa t i d a k membesar, perkusi bunyi

redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus

adalah pengkajian yang harus dilakukan padagastrointestinal.

b) Ekstremitas; Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot

ekstremitas atas 4 – 4 dan ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan

pucat.
c) Integument; Kulit keriput, pucat, turgor sedang.

d) Pemeriksaan neurologis; Bila perdarahan hebat/luas dan

mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus

cranialis, maka dapat terjadi :

 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,

perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh

emosi/tingkah laku dan memori).

 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,

kehilangansebagian lapang pandang, foto fobia.

 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris) deviasi pada

mata.

 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada

nervus vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh

kesalahsatu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

c. Tersiery survey

1) Kardiovaskuler; Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat.

Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan

laboratorium : HB 9.9 gr %, HCT 32 dan PLT 235.

2) Brain; Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4 -5-6 (total = 15), klien

nampak lemah, refleksdalam batas normal.


3) Bladder; Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna

kuning kecoklatan.

d. Identitas klien;

Nama : Ny. M

Umur : 26 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Bireun, 16 Februari 1990

Golongan darah : O+

Pendidikan terakhir : SLTA

Agama : Islam

Suku : Aceh

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Bireun

a. Keluhan utama : Pasien penurunan kesadaran sudah hari ke-12, sejak di

bawa ke rumah sakit.

b. Riwayat keluhan : Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran

sejak 10 jam ebelum masuk rumah sakit. Pasien jatuh dari sepeda motor

bersama temannya dan tidak sadarkan diri. Riwayat mual dan mutah (-).

c. Pengkajian primer

1) Airway; Tidak ada sekret dijalan napas. Tidak ada suara napas tambahan

(gurgling).
2) Breathing; Bernafas spontan, napas tidak sesak, dan tidak ada

menggunakan otot bantu pernapasan, RR: 24x/mnt.

3) Circulation; Nadi : 76x/menit, TD : 140/100 mmHg, klien terlihat pucat,

akral dingin, kapiler refil <2 detik dan tidak ada pendarahan.

4) Disability: GCS: E2M3V1 = 6. Kesadaran pasien stupor yaitu kesadaran

menurun, respon psikomotor lambat, pasien sering mengeluarkan

perkataan yang tidak jelas. Pupil an isokor 0,3 mm/ 0,5 mm. Pasien sudah

12 hari tidak sadarkan diri.

5) Exposure: Suhu 370C, terdapat luka lecet di tangan kanan (siku= 2x1 x

0,5) dan tangan kiri, dan terdapat luka lecet dikaki kanan.

6) Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. DS: -. Perdarahan Perubahan
DO: Penurunan kesadaraan perfusi
(stuport), mengeluarkan jaringan
suara tidak jelas, respon serebral
motorik klien lambat, sulit
berkomunikasi, GCS = 6
2. DS: - Luka insisi Gangguan rasa

DO: HR: 120x/mnt, TD: nyaman nyeri

140/100 mmHg, pasien

meringis, kadang-kadang

pasien merengek dan


menagis kesakitan

3. DS: - Luka insisi Kerusakan


DO: Terdapat luka craniotomi integritas kulit
di bagian kepala. Pasien
terpasan perban,
terpasang ETT, terpasang
infuse line, terpasang
kateter uri H(6).

4. DS: - Perdarahan Kekurangan


DO: Perubahan status mental, post operasi volume cairan
pasien dalam keadaan craniotomy
penurunan kesadaran
(stuport), Kimia AGD;
PH= 7,506, PCO2 : 27,5,
bikarbonat; 32,0,
membran mukosa kering.

b. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk

f. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi

g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual

muntah.

c. Rencana / Intervensi Keperawatan


Intervensi
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil
Keperatan

1. Gangguan perfusi Tujuan: a. Observasi


jaringan serebral Setelah dilakukan ekstermitas
berhubungan dengan perawatan tidak terhadap pemben
perdarahan terjadi gangguan perfus gkakan, dan
i jaringan. Kriteria hasil: eritema.
a. Tanda-tanda vital b. Evaluasi status
stabil. mental. Perhatika
b. Kulit klien hangat n terjadinya
dan kering. hemaparalis,
c. Nadi perifer ada dan afasia, kejang,
kuat. muntah dan
d. Masukan atau peningkatan TD
haluaran seimbang
2. Gangguan rasa Tujuan: Setelah a. Kaji nyeri, catat
nyaman dilakukan tindakan lokasi,karakterist
nyeri berhubungan keperawatan rasa nyeri ik, skala (0-10).
dengan luka insisi dapat teratasi atau b. Selidiki dan
tertangani dengan baik. laporkan peruba
Kriteria hasil: han nyeri
dengan tepat.
a. Melaporkan rasa
c. Pertahankan
nyeri hilang atau
posisi istirahat
terkontrol
semi fowler.
b. Mengungkapkan
d. Dorong ambulasi
metode pemberian
dini
menghilang rasa
e. Berikan kantong
nyeri.
es pada
c. Mendemonstrasika
abdomen
n penggunaan
f. Berikan
teknik relaksasi dan
analgesic
aktivitas hiburan
sebagi penghilang sesuain indikasi
rasa nyeri
3. Kerusakan integritas Tujuan:Setelah di a. Kaji dan catat
kulit berhubungan berikan tindakan pasien ukuran, warna,
dengan luka insisi. tidak mengalami keadaan luka, dan
gangguan integritas kondisi sekitar
kulit. Kriteria hasil: luka.
a. Menunjukkan penye b. Lakukan kompres
mbuhan luka tepat basah dan sejuk
waktu. atau terap
b. Pasien menunjukkan irendaman.
perilaku c. Lakukan perawata
untuk meningkatkan n luka dan hygiene
penyembuhan dan sesudah mandi,
mencegah lalu keringkan kulit
komplikasi. dengan hati - hati.
d. Berikan prioritas
untuk meningkatka
n
kenyamanan pasie
n.
DAFTAR PUSTAKA

Brown., C.V, Weng., J, Oh., D. (2014). Does routine serial computed tomography of the

head influence management of traumatic brain injury?

Mardjono M & Sidharta P. (2013). Penyakit dalam; Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: FKUI

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G Bare. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC

Sudoyo, W. A et al. (2016). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Soeparman. (2016). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai