KONSEP MEDIS
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. (Soebroto
Sapardan, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah).Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur adalah pemisahan
atau patahnya tulang.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543)
C. Etiologi
1. Traumatik. Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga terjadi fraktur.
2. Patologis. Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada
daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau
proses patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukkan penurunan
densitas. Penyebab paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini
adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
3. Stress. Disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.
D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri.
2. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
3. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang
cukup banyak) dan masuk ke dalam jaringan di sekitarnya atau keluar
dari luka akibat cedera.
4. Edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
5. Pucat disebabkan kadar oksigen jaringan menurun.
6. Otot tegang dan terjadi pembengkakan
7. Krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainnya.
8. Perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
9. Terjadi deformitas akibat pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai.
E. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Trauma Saraf
Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat
disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari neuropraksia sampai ke
aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau
pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
b. Trauma Pembuluh Darah Besar
Ujung fragmen tulang menembus jaringan lunak dan merusak
arteri femoralis sehingga menyebabkan konstusi dan oklusi atau
terpotong sama sekali.
c. Emboli Lemak
Sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
d. Infeksi
Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeksi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
e. Trombo Emboli
Klien yang mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi di
tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo – emboli.
f. Syock
Terjadi perdarahan sebanyak 1 – 2 liter walaupun fraktur bersifat
tertutup.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam empat
bulan.
b. Non union (tak menyatu)
Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik, perawat perlu
mencurigai adanya non union. Oleh karena itu, diperlukan fiksasi
internal dan bone graft.
c. Mal Union
Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, diperlukan
pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi sering lebih
ditemukan. Mal union juga menyebabkan pemendekan tungkai
sehingga diperlukan koreksi berupa osteotomy.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma,
dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT scan MRI: memperlihatkan tingkat
keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dan
multipel trauma). Peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multipel atau cidera hati.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dengan konservatif dan operatif
1. Cara Konservatif
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh.
b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban
dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah.
Traksi terbagi 2, yaitu :
1) Traksi kulit (Skin traction) :
Traksi yang dilakukan dengan melakukan tarikan pada
fragmen fraktur melalui kulit. Traksi kulit biasanya
digunakan sebagai terapi sementara (temporary splint)
karena keterbatasan pembebanan atau daya tarikan
(maksimal beban 6 kg) dan usia traksinya tidak tahan lama
(biasanya traksi kulit harus diganti maksimal 2 minggu).
Namun traksi kulit juga dapat digunakan sebagai terapi
definitif, misalnya pada terapi fraktur femur pada anak usia
5 tahun dengan Bryant traction (gambar pertama), atau
pada usia di atas 5 tahun dengan Hamilton-Russell traction
(gambar ke-2). Komplikasi traksi kulit meliputi : kerusakan
pada kulit (bulae) dan cedera saraf tepi (cedera nervus
peroneus).
2) Skeletal
Traksi yang dilakukan dengan melakukan tarikan pada
fragmen fraktur melalui tulang (memasang steimann pin
pada tulang). Traksi tulang dapat digunakan sebagai terapi
definitif. Contoh traksi tulang definitif yaitu Balance Skeletal
Traction pada fraktur femur (gambar ke-3). Komplikasi yang
sering timbul pada traksi tulang adalah : infeksi pada pin
(pin tract infection) dan pin yang kendur (pin loosening).
Sedangkan komplikasi lainnya yang dapat terjadi adalah
komplikasi umum terapi konservatif pada fraktur yaitu yang
lebi dikenal sebagai fracture disease terdiri dari : kekuatan
sendi (joint stiffness), osteoporosis (disuse osteoporosis)
dan atropi otot.
2. Cara operatif / pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction
internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan
melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan
implant pens, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
kelemahan, kelelahan, terdapat masalah pada mobilitas
Tanda :
Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
Kelemahan dari ekstremitas yang terkena
Penurunan ROM
b. Sirkulasi
Tanda :
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takhikardia (respons stress, hipovolemia)
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cidera:
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi
cidera
c. Neurosensori
Gejala :
Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
Kebas/kesemutan (parastesis)
Tanda :
Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain
d. Eliminasi
Tanda :
Hematuria
Sedimen urine
Perubahan output-GGA dengan kerusakan muskuloskletal
e. Nyeri/kenyamanan
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan /kerusakan tulang : dapat berkurang pada
imobilisasi)
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
f. Keamanan
Tanda :
Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba)
B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai
darah ke jaringan.
3. Kerusakkan integritas kulit b.d pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakkan rangka neuromuscular,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
5. Resiko infeksi.
6. Resiko trauma.
C. Rencana Intervensi Keperawatan
FRAKTUR
Kehilangan Integrasi
(cidera pd struktur tulang & jaringan Tulang
Tindakan invasif lunak)
sekitar, perdarahan ( + )
Hambatan mobilitas
Oedema jaringan fisik
Tindakan pembedahan
(pemasangan traksi/pen/kawat)
Menekan nerve ending
Imobilisasi
Kerusakan
integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth Textbook of Medical-Surgical Nursing-12th edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins.
Marliynn, J & Lee, J 2011, seri panduan praktis keperawatan klinis, Jakarta
erlangga