Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

CLOSE FRAKTUR FEMUR

Oleh:

Erlina Ariesetyawati

Kelompok II

RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA

MALANG

2018
CLOSE FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi –
kondis tertentu seperti degenerasi tulang / steoporsis.

Fraktur tertutup
Fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit atau tidak menyebabkan robeknya
kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar lingkungan.

B. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit dia atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan :
a. Tumor tulang ( jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambta dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang
mmepengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan adsorbsi
vitamin D atau karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan.
Disebabakan oleh stres tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang
yang bertugas di kemiliteran.

C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan ekternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang maka,
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam konteks
marrow. Dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Pendarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringa tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan besar dari proses
pertumbuhan tulang nantinya.
Faktor –faktor yang mempengaruhi fraktur.
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya taham untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasana tulang.

D. Manifestasi klinik
1. Deformitas daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravakasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari pendarahan subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/ keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati raa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf dan perdarahan).
8. Pergerakan abnormal dari hilangnya darah
9. Krepitasi ( suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung-ujung
patahan tulang bergeser satu sama lain.

E. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang


1. Pemeriksaan radiologis ( rontgen), pada daerah yang dicurigai farktur, harus mengikuti
aturan rule of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran aterposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua ekstremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cedera maupun yang
tidak terkena cedera (untuk membandingkan dengan yang normal)
d. Dilakukan dua kali yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
a. Darah rutin
b. Faktor pembekuan darah
c. Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi)
d. Urinalisa
e. Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal)
3. Pemeriksaan arteografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat
fraktur tersebut.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu :
1. Mengurangi rasa nyeri
Trauma pada jaringan sekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai
menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta
dengan teknik imobilisasi, yeitu pemasangan bidai/spalk, maupun pemasangan gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktir
Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur
yang meminimalkan kerusakan. Penyambungan kembal tulang (reduksi) penting
dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar
reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup OREF), misalnya dengan
pemaangan gips, skin traksi maupun bandaging. Apabila diperlukan pembedahan untuk
fiksasi (reduki terbuka ORIF), pin atau skrup dapat dipasang untuk mempertahana
sambungan
3. Membuat tulang kembali menyatu
Imobilisasi dalam jangka panjangn setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru, imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan
dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.
4. Megembalikan fungsi seperti semula.
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot kekakuan pada
sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.

G. Komplikasi
Komplikasi awal :
1. Syok : dapat berakibat fatal dalam beberapa ja, stelah edema
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24 -72 jam
3. Syndrome kompartemen : perfusi jaringan dalam otot urang dari kebutuhan
4. Infeksi dan tromboemboli

Komplikasi lanjutan :

1. Non-union : akibat imobilisasi yang tidak sempurna atau adanya fraktur patologis
2. Mal – union : penyembuhan dengan angulasi yang buruk
3. Delayed-union : umumnya terjadi pada orang-orang karena aktivitas osteoblas menurun
4. Distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, misalnya traksi terlalu kuat
atau fiksasi internal kurang baik.
5. Defisiensi vitamin C dan D
6. Fraktur patologik
7. Adanya infeksi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status
perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
c. Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur
itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah).
Takikardia (respon stres, hipovolemia).
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat,
pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit),
spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma
lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau
cedera hati.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. B., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume I, EGC: Jakarta.

Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta

Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius: Jakarta

Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. EGC
: Jakarta.

Sjamsuhidajat R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta

Smeltzer & Bare, (2003). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3. Edisi 8. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai