Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Fraktur Mandibula di Ruang ICU RSUD Pasar Minggu


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, M.Kep

Disusun Oleh :
Siti Juharotul Fikriah 1610711123

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
A. Pengertian
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh
adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur mandibula adalah putusnya
kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah
pada manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi. Faktor etiologi utama
terjadinya fraktur mandibula bervariasi berdasarkan lokasi geografis, namun kecelakaan
kendaraan bermotor menjadi penyebab paling umum. Beberapa penyebab lain berupa
kelainan patologis seperti keganasan pada mandibula, kecelakaan saat kerja, dan kecelakaan
akibat olahraga.
Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal ini
disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis fraktur mandibula dapat
ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkakan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya
gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, gigi yang longgar dan
krepitasi menunjukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin juga
terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan).
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial)
mulai diperkenalkan oleh Hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi
(hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran
dan diagnosis fraktur mandibula. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi
menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang wajah
(maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan
perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages),
pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).
B. Anatomi dan Fungsi Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi-geligi. Mandibula berhubungan dengan basis krani dengan
adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot-otot pengunyahan. Mandibula
terdiri dari korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Korpus mandibula bertemu
dengan ramus masing-masing sisi pada angulus mandibula. Pada permukaan luar digaris
tengah korpus mandibula terdapat sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi dari kedua
belahan selama perkembangan, yaitu simfisis mandibula.
Korpus mandibula pada orang dewasa mempunyai processus alveolaris yang
ditandai adanya penonjolan di permukaan luar, sedangkan pada orang tua yang giginya
telah tanggal processus alveolaris mengalami regresi. Bagian depan dari korpus
mandibula terdapat protuberantia mentale yang meninggi pada tiap-tiap sisi membentuk
tuberculum mentale. Bagian permukaan luar di garis vertical premolar kedua terdapat
foramen mentale. Bagian posterior korpus mandibula mempunyai dua processus yaitu
processus coronoideus anterior yang merupakan insersio otot pengunyahan dan
processus condylaris bagian posterior yang berhubungan langsung dengan sendi temporo
mandibular. Permukaan dalam ramus mandibula terdapat foramen mandibula yang
masuk ke dalam kanalis mandibula, sedangkan permukaan korpus mandibula terbagi
oleh peninggian yang miring disebut linea mylohyoidea (Platzer, 1997).
Mandibula dipersarafi oleh 3 cabang nervus yaitu N. Bucalis Longus, N.
Lingualis, dan N. Alveolaris inferior. Nervus mandibularis merupakan cabang terbesar,
yang keluar dari ganglion Gasseri. Saraf keluar dari cranium melalui foramen ovale, dan
bercabang menjadi tiga percabangan.
1. N. Buccalis Longus
N.. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale. Saraf berjalan di antara
kedua caput m. pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk
ke pipi melalui m. buccinators, di sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-
cabang terminalnya menuju membrane mukosa bukal dan mukoperiosteum di
sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah.
2. N. Lingualis
Nervus Lingualis cabang berikut berjalan ke depan menuju garis median. Saraf
berjalan ke bawah superficial dari m. Pterygoideus internus berlanjut ke lingual
apeks gigi molar ketiga bawah. Pada titik ini saraf masuk ke dalam basis lingual
melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga anterior lidah, mengeluarkan
percabangan untuk menginervasi mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual.
3. N. Alveolaris Inferior
N. alveolaris Inferior adalah cabang terbesar dari N. Mandibularis. Saraf turun
balik dari M. Pterygoideus externus, disebelah posterior dan dibagian luar N.
lingualis, berjalan antara ramus mandibula dan ligamentum sphenomandibularis.
Bersama-sama dengan arteri alveolaris inferior saraf berjalan terus di dalam
canalis mandibula dan mengeluarkan percabangan untuk gigi-geligi. Pada
foramen mentale saraf bercabang menjadi dua salah satunya adalah nervus
incicivus yang berjalan terus ke depan menuju garis median sementara nervus
mentalis meninggalkan foramen untuk mempersarafi kulit. Cabang-cabang dari
nervus alveolaris inferior adalah :
 N. mylohyoideus adalah cabang motorik dari n. alveolaris inferior dan
didistribusikan ke m. Mylohyoideus, dan venter anterior dan m. Digastrici
yang terletak di dasar mulut.
 Rami dentalis brevis menginervasi gigi molar, premolar, proc. alveolaris, dan
periosteum
 N. mentalis lekuar melalui foramen mentale untuk menginervasi kulit dagu,
kulit dan membrana mukosa labium oris inferior
 N. incisivus mengeluarkan cabang-cabang kecil menuju gigi insisivus sentral,
lateral dan caninus
Otot-otot Pengunyahan
Otot
Origo Insertio Fungsi
Persarafan
1. M. temporalis Os. Temporal di Ujung dan Menutup rahang,
Nn. Temporales bawah linea permukaan media bagian belakang,
profundi temporalis proc. Coronoideus menarik balik RB
(N. mandibularis) inferior dan mandibula (=retrusi)
lembar dalam
fascia temporalis
2. M. masseter Arcus Pars superficialis: Menutup rahang
M. massetericus zygomaticus angulus mandibula,
(N. mandibularis) Pars tuberositas
superficialis: sisi masseterica.
bawah, dua Pars profunda:
pertiga bagian permukaan luar
depan (bertendo) ramus mandibula
Pars profunda:
sepertiga bagian
belakang,
permukaan
dalam
3. M. pterygoideus Fossa Permukaan medial Menutup rahang
medialis pterygoidea dan angulus mandibula,
N. pterygoideus lamina lateralis tuberositas
medialis proc. pterygoidea
(N. mandibularis) Pterygoidei,
sebagian proc.
Pyramidalis os.
Palatum
4. M. pterygoideus Caput superius: Fovea pterygoidea Menutup rahang
lateralis permukaan luar (proc. Condilaris dan gerakan ke
N. pterygoideus lamina lateralis mandibula), discus muka (=protrusi)
lateralis proc. dan kapsul RB. Caput
(N. mandibularis Pterygoidei, articulation inferius:
tuber maxillae temporomandibularis. membuka rahang
Caput inferius
(asesoris): facies
temporalis (ala
major ossis
spenoidalis)

C. Patofisiologis
Penyebab fraktur diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma
berupa yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
- Osteoporosis Imperfekta (kelainan genetika langka pada remaja,
tulang rapuh)
- Osteoporosis (penurunan kualitas dan kepadatan masa tulang)
- Penyakit metabolik (makanan, racun, infeksi, dan sebagainya
Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya terjatuh dengan posisi dagu langsung
terbentur dengan benda yang lebih kuat/keras daripada tulang itu sendiri.

D. Etiologi
Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur
pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar
dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur mandibula
lebih sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya.
Factor etiologi utama bervariasi berdasarkan lokasi geografis. Pada beberapa
investigasi seperti Jordan, Singapore, Nigeria, New Zealand, Denmark, Yunani, dan
Japan dilaporkan kecelakaan akibat kendaraan bermotor paling sering di jumpai.
Peneliti di Negara-negara seperti Yordania, Singapura, Nigeria, Selandia Baru,
Denmark, Yunani, dan Jepang melaporkan kecelakaan kendaraan bermotor menjadi
penyebab paling umum.
Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
industri atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian atau
kekerasan fisik. Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540 kasus
fraktur, 69% kasus terjadi akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan
lalulintas, 12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4%
karena sebab patologi.

E. Klasifikasi
Banyak klasifikasi fraktur yang ditulis dalam berbagai buku, namun secara
praktis dapat dikelompokkan menjadi :
1.1 Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur
1. Fraktur Traumatik
- Trauma langsung (direct), trauma tersebut langsung mengenai anggota tubuh
penderita.
- Trauma tidak langsung (indirect), terjadi seperti pada penderita yang jatuh
dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput
radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan melalui tulang-tulang anggota
gerak atas dapat berupa gaya berputar, pembengkokan (bending) atau
kombinasi pembengkokan dengan kompresi seperti fraktur butterfly maupun
kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi seperti fraktur oblik
dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot
seperti fraktur patella karena kontraksi quadrisep yang mendadak.
2. Fraktur Fatik atau Stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang
menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
3. Fraktur Patologis
Trauma yang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut
rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.
1.2 Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya
1. Fraktur Simple/ Tertutup, disebut juga fraktur tertutup oleh karena kulit di
sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek.
2. Fraktur terbuka, kulit disekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi
infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak
steril seperti rongga mulut.
3. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.
1.3 Menurut Bentuk Fraktur
1. Fraktur Komplit, garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih.
Garis fraktur bias tranversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat menggambarkan
arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabile.
2. Fraktur Inkomplit, kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling
tertancap.
3. Fraktur Komunitif, fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
4. Fraktur Kompresi, fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang konselus.

Hal tersebut diatas merupakan klasifikasi fraktur secara umum, sedangkan


klasifikasi fraktur mandibula diantaranya adalah:
1. Menunjukkan regio-regio pada mandibula yaitu: korpus, simfisis, angulus, ramus,
prosesus koronoid, prosesus kondiloid, prosesus alveolar. Fraktur yang terjadi dapat
pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini.
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting
diketahui karena akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya
gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan
menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya
gigi:
a. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini
dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi).
b. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
c. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau
bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.

Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat


digolongkan menjadi:
1. Fraktur Unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur
yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi, sering
didapatkan pemindahan fragmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibula
unilateral sering terjadi.
2. Fraktur Bilateral
Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung
dan tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut
angulus dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kaninus dan
angulus yang berlawanan.
3. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsung dan tidak langsung dapat
menimbulkan terjadinya fraktur multiple. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena
trauma tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur simfisis dan
kedua kondilus.
4. Fraktur Berkeping-keping (comminuted)
Fraktur ini hamper selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup keras
pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat perang.
Dalam sehari-hari, fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis. Fraktur
yang disebabkan oleh kontraksi muskulus yang berlebihan. Kadang fraktur pada
prosesus koronoid terjadi karena adanya kontraksi reflex yang datang sekonyong-
konyong mungkin juga menjadi penyebab terjadinya fraktur pada leher kondilar.

F. Gejala Fraktur Mandibula


Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi
rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan
rahang atas. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa
yang sakit jika menggerakkan rahang. Pembengkakan pada posisi fraktur juga dapat
menentukan lokasi fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat
pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan,
laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur,
discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan, terjadi pula
gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut, hipersalivasi dan
haloitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat terjadi stagnasi
makanan dan hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan.
Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat
kerusakan hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus, hematom,
edema pada jaringan lunak. Jika terjadi obstruksi hebat saluran nafas harus segera
dilakukan trakeostomi, selain itu juga dapat terjadi anastesi pada satu sisi bibir
bawah, pada gusi atau pada gigi dimana terjadi kerusakan pada nervus alveolaris
inferior.

G. Diagnosis
1.1 Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu
kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur
yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkinan fraktur patologis
tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain
(kepala, torak, abdomen, pelvis, dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai, keadaan
kardiovaskuler maupun system respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes,
atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi
terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat anastesi.
1.2 Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau
kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan
ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
- Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle
dan bila perlu dapat ditiadakan.
- Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya
terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
- Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
- Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur
yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah
ke kapiler.

1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah
yang terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak dan tulang
servikal. Evaluasi radiografis pada mandibula mencakup foto polos, scan, dan
pemeriksaan panoramic. Tapi pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan
lokasi serta luas fraktur adalah CT Scan. Pemeriksaan panoramic juga dapat
dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas
pemeriksaan yang memadai.

1.4 Studi Imaging


Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis
fraktur mandibula adalah radiograf panoramic.
- Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam
satu radiograf.
- Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan
melihat secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal dapat membantu.
- Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur pada
corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis seringkali
tidak jelas.
- Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan
lateral fraktur body.
- Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial
atau lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.
CT Scan juga dapat membantu :
- CT Scan juga memungkinkan dokter untuk survey fraktur wajah daerah lain,
termasuk tulang frontal kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan seluruh
system horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
- Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera
- CT Scan juga ideal untuk fraktur condilar, yang sulit untuk
memvisualisasikan.

H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan
seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk
penanganan syok (circulation), penanganan luka jaringan lunak dan imobilisasi
sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah
penanganan fraktur secara definitive yaitu reduksi/ reposisi fragmen fraktur (secara
tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen
fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak
bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.
Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu close reduction dan
open reduction. Pada teknik tertutup (close reduction) yaitu reduksi/ reposisi fragmen
fraktur secara tertutup, reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan jalan
menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Untuk penatalaksanaan
kebanyakan fraktur mandibular dan secara spesifik diindikasikan untuk kasus diman
gigi terdapat pada semua segmen atau segmen edentulous di sebelah proksimal
dengan pergeseran yang hanya sedikit. Pada prosedur terbuka (Open reduction) yaitu
reduksi/ reposisi fragmen fraktur secara tebuka, bagian yang fraktur dibuka dengan
pembedahan, dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung dengan
menggunakan kawat atau plat. Teknik terbuka dan tertutup tidaklah selalu dilakukan
tersendiri, tetapi kadang-kadang dikombinasikan.
Pendekatan ketiga adalah modifikasi dari teknik terbuka , yaitu metode fiksasi
skeletal eksternal. Pada teknik skeletal eksternal pin ditelusupkan ke dalam kedua
segmen untuk mendapatkan tempat perlekatan alat penghubung (connecting
appliance), yang bisa dibuat dari logam atau akrilik, yang menjembatani bagian-
bagian fraktur dan menstabilkan segmen tanpa melakukan imobilisasi mandibula.

1.1 Terapi Medis


Pasien dengan fraktur non-displaced atau minimal displace fraktur condilar
dapat diobati dengan analgesic, diet lunak, dan observasi. Pasien dengan fraktur
coronoideus sebaiknya diperlakukan sama. Selain itu, pasien-pasien ini mungkin
memerlukan latihan mandibula untuk mencegah trismus. Jika fraktur mandibula
membatasi gerak, terapi medis merupakan kontraindikasi.

1.2 Terapi Bedah


Gunakan cara paling sederhana yang paling mungkin untuk mengurangi
komplikasi dan menangani fraktur mandibula. Karena reduksi secara terbuka
(open reduction) meningkatkan resiko morbiditas.
Close reduction adalah reduksi/ reposisi fragmen fraktur secara tertutup,
untuk penatalaksanaan kebanyakan fraktur mandibular dan secara spesifik
diindikasikan untuk kasus diman gigi terdapat pada semua segmen atau segmen
edentulous di sebelah proksimal dengan pergeseran yang hanya sedikit.
Indikasi reduksi secara tertutup (close reduction) digunakan pada kondisi-kondisi
sebagai berikut :
- Frakture non displace (fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran
tempat)
- Fraktur kommunitif yang sangat nyata
- Edentulous fraktur (menggunakan prosthesis mandibula)
- Fraktur pada anak dalam masa pertumbuhan gigi
Indikasi reduksi secara terbuka :
- Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada angulus,
body, atau fraktur parasimfisis
- Terjadinya kegagalan pada metode tertutup
- Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy (malunion)
- Fraktur yang membutuhkan bone graft
- Multiple fraktur
- Fraktur condilar bilateral
- Fraktur pada edentulous mandibular

Prosedur penanganan fraktur mandibula :


1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup
dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih
disukai pada kebanyakan fraktur.
2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tetutup
dan arch bar dipasang ke mandibula dan maksila
3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan
fraktur
4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan
selama 4-6 minggu dalam posisi fiksasi intermaksila
5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaksila apabila dilakukan
reduksi terbuka kemudian dipasangkan plat and screw
1.3 Tindak lanjut Post operasi
Berikan analgesik pada periode postoperasi. Serta berikan antibiotic spectrum luas
pada pasien fraktur terbuka dan re-evaluasi kebutuhan nutrisi. Pantau IMF selama
4-6 minggu. Kencangkan wire setiap 2minggu. Setelah wire di buka, evaluasi
dengan foto panoramic untuk memastikan fraktur telah menyatu.

I. Komplikasi
Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah Infeksi atau
osteomyelitis. Factor resiko yang berhubungan dengan fraktur mandibula dan
berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion atau non-union, adalah :
- infeksi
- Oposisi yang kurang baik
- Kurangnya imobilisasi segmen fraktur
- Adanya benda asing
- Tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur.

J. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Pengkajian primer :
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
2) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar ronchi/aspirasi
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
- Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
- Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
- Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
- Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
- Tachikardi
- Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera
- Cavilary refil melambat
- Pucat pada bagian yang terkena
- Masa hematoma pada sisi cedera
3) Neurosensori
- Kesemutan
- Deformitas, krepitasi, pemendekan
- Kelemahan
4) Kenyamanan
- Nyeri tiba-tiba saat cidera
- Spasme/kram otot
5) Keamanan
- Laserasi kulit
- Perdarahan
- Perubahan warna
- Pembengkakan lokal

2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul

a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik


b. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik
c. Kekurangan volume cairan dalam tubuh b.d hilangannya volume cairan
secara aktif
d. Gangguan perfusi jaringan b.d rasa nyeri
e. Defisit perawatan diri makan b.d gangguan muskuloskeletal

3. Rencana Keperawatan
NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah 1. Kaji ulang 1. Mengetahui
Agen cidera dilakukan lokasi, intensitas karakteristik
fisik tindakan dan tipe nyeri nyeri
keperawatan 2. Pertahankan 2. Untuk
selama 3x24 jam imobilisasi bagian mengurangi
nyeri berkurang yang sakit dengan nyeri
atau hilang tirah baring 3. Untuk
KH: 3. Berikan menambahkan
Klien lingkungan yang rasa
Mengatakan tenang dan berikan nyaman
nyerinya dorongan 4. Untuk
berkurang untuk melakukan mengurangi
atau hilang aktivitas nyeri
Skala nyeri (0-1) hiburan 5. Untuk
4. Ganti posisi mengurangi
dengan bantuan sensasi nyeri
bila ditoleransi 6. Untuk
5. Dorong mengetahui
menggunakan keadaan umum
tehnik klien
manajemen stress, 7. Untuk
contoh : mengurangi
relasksasi, latihan nyeri
nafas dalam,
imajinasi
visualisasi,
sentuhan
6. Observasi
tanda-tanda vital
7. Kolaborasi :
pemberian
Analgetik.

2. Kerusakan Setelah 1. Kaji ulang 1. Mengetahui


Integritas dilakukan integritas luka dan adanya
Jaringan b.d Faktor tindakan observasi terhadap tanda2 infeksi
mekanik(misal: keperawatan tanda 2. Mengetahui
koyakan/robekan) selama 3x24 jam infeksi atau adanya
integritas kulit drainase infeksi kalau
yang 2. Monitor suhu suhu tubuh
baik tetap terjaga tubuh naik
KH: 3. Lakukan 3. Untuk
Klien perawatan kulit, mempertahankan
mengatakan dengan sering integritas kulit
badannya bugar pada patah 4. Untuk
Luka tampak tulang yang mencegah
bersih menonjol dekubitus
4. Lakukan alih 5. Mencegah
posisi dengan kerusakan
sering, integritas kulit
5. Pertahankan 6. Meningkatkan
seprei tempat sirkulasi
tidur tetap kering perifer dan
dan bebas meningkatkan
kerutan kelemasan kulit
6. Masage kulit dan otot
ssekitar akhir terhadap tekanan
gips dengan yang
alkohol relatif konstan
7. Kolaborasi pada
pemberian 7. Untuk
antibiotik. mencegah infeksi

3. Kekurangan Setelah 1. Pertahankan 1. Menjaga


Volume Cairan dilakukan catatan intake dan keseimbangan
Dalam Tubuh tindakan output yang akurat volume cairan
b/d keperawatan 2. Monitor status 2. Mengetahui
hilangannya selama 3x24 jam hidrasi kualitas
volume cairan masalah (kelembaban pemasukan
secara aktif kekurangan membran volume
volume cairan mukosa, nadi cairan
dalam tubuh adekuat, tekanan 3. Mendapatkan
teratasi darah ortostatik) nutrisi
KH: 3. Dorong yang adekuat.
1. keluarga untuk 4.
Mempertahankan membantu pasien Mengoptimalkan
urine output makan pemasukan
sesuai dengan 4. Tawarkan volume
usia dan BB, BJ minuman/makanan cairan
urine normal, HT ringan (snack, jus
normal buah, buah segar)
1. Tekanan
darah, nadi, suhu
tubuh dalam
batas normal
2. Tidak ada
tanda tanda
dehidrasi,
Elastisitas turgor
kulit baik,
membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

1. Ajmal S, Khan M. A, Malik S. A. (2007). Management protocol of mandibular


ractures at Pakistan Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J. Ayub Med
Coll Abbottabad. Volume 19, issue 3, available at http://www.ayubmed.edu.pk
2. Barrera J. E, Batuella T. G. (2010). Mandibular Angle Fractures: Treatment.
3. Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa Purwanto
dan Basoeseno. Cetakan I. Jakarta: EGC.
4. Pedersen & Peterson Fonseca, 2005. Oral and Maxillofasial Surgery 3rd Ed. Missouri:
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai