Anda di halaman 1dari 12

1

PATHOFISIOLOGI DAN REHABILITASI MEDIK PADA OSTEOPOROSIS

A.Marlini
Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro/RSUP Dr Kariadi

I. PENDAHULUAN
Tulang adalah organ yang bersifat dinamis yang berfungsi: mekanis sebagai alat gerak,
membentuk kerangka sehingga memberikan postur tegak, melindungi organ vital (jantung, paru-paru,
otak), dan tempat melekatnya otot serta sistim pengungkit untuk fungsi lokomotor. Fungsi lainnya
adalah mendukung proses hemopoetik dalam sungsum tulang dan juga sebagai gudang: kalsium, fosfat,
dan mengatur keseimbangan mineral dalam tulang. Untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut tulang
harus bersifat: keras, kuat, fleksibel, dan bobotnya cukup ringan. Tulang sendiri tersusun dari: 70%
bahan anorganik, 22% bahan organik, dan sisanya air.
Definisi Osteoporosis adalah suatu kelainan tulang rangka dengan karakteristik adanya
perpaduan kekuatan tulang sebagai fraktor predisposisi adanya risiko fraktur. Dimana kekuatan tulang
merupakan refleksi dari kualitas dan kuantitas tulang.
Oleh karenanya kepadatan tulang dan kualitas tulang sangatlah penting dalam mendukung
sistim rangka untuk menopang tubuh kita, serta berfungsi sebagai pelindung dari medulla spinalis
dimana beberapa disabilitas bisa terjadi pada fraktur dari tulang vertebra tersebut.
Menurut asosiasi osteoporosis Canada tahun 2015, angka kejadian fraktur osteoporosis pada
wanita masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan total angka kejadian serangan jantung, stroke, dan
kanker payudara. Data lain dari National Osteoporosis Foundation menunjukkan bahwa osteoporis
mengakibatkan terjadinya lebih dari 2 juta kasus fraktur setiap tahunnya. Pada tahun 2005, terjadi
297,000 kasus fraktur panggul, 547,000 kasus fraktur vertebra, 397,000 kasus fraktur pergelangan
tangan, 135,000 kasus fraktur pelvis, dan 675,000 kasus fraktur pada lokasi yang lain. Penyakit ini
berjalan secara diam-diam (“silent diseases”) sehingga Kaplan memberikan julukan “siluman maling ”.
Menurut National Osteoporosis Foundation 10 juta penduduk di Amerika menderita osteoporosis dan
80% nya adalah wanita dan 34 juta penduduk diperkirakan akan menderita osteoporosis di kemudian
hari. Dengan total biaya yang dikeluarkan seluruh pusat pelayanan kesehatan untuk terapi osteoporosis
dan fraktur osteoporosis mencapai 2,3 milyar dollar Amerika per tahun pada tahun 2010. Beberapa
catatan lain yang penting dari prevalensi osteoporosis adalah:
2

 Wanita dapat mengalami penurunan densitas tulang hingga 50% setelah mengalami
menopause.
 Sekitar 1 dari 6 wanita post menopause menderita osteoporosis pada vertebra lumbalis.
 Pada pria risiko untuk mengalami osteoporosis akan mendekati wanita seiring dengan
bertambahnya usia terutama setelah usia 65 tahun, dengan angka mortalitas dan komplikasi
yang berhubungan dengan fraktur panggul lebih tinggi 3 kali lipat pada pria
Fraktur osteoporosis seringkali merupakan perpaduan dari:
 Kuantitas dan kualitas tulang (yang kualitasnya tergantung dari arsitektur, rata-rata turn
over, derajat mineralisasinya, dll)
 Juga instabilitas relatif dari sistim neuromuskular
 Serta bahaya-bahaya di lingkungan.
Penanganan osteoporosis sebaiknya melibatkan berbagai disiplin ilmu (internis, pathologis,
kebidanan, bedah orthopedi dan traumatologi, neurologis, rehabilitasi medik, dll) sehingga
angka keberhasilan terapi dapat dicapai secara optimal.

II. KOMPOSISI TULANG


3

Tulang terdiri dari:

 70% bahan inorganik yakni mineral yang disebut sebagai Kristal hydroxyapatite
 22% adalah bahan organik
 Selebihnya adalah air

Bahan organik sendiri terdiri dari:

 85% kolagen tipe 1


 Dan selebihnya adalah non kolagen protein

Dimana dari non kolagen protein tersebut terdiri atas:

 85% ekstrasel
 Sisanya 15% adalah protein sel

III. ANATOMI DAN MIKROANATOMI TULANG


Ada dua tipe tulang yaitu: Cortical dan trabecular

A) Tulang cortical membentuk 80% massa tulang dan sebagian kecil pada permukaan tulang yang
terletak pada diaphise dari tulang panjang (femur, tibia). Kalau kita lihat pada sistem Haversi
dimana di dalamnya adapun: bone lamellae, pembuluh darah dan osteocyt.
B) 20% adalah tulang trabeculla yang punya area lebih luas dari tulang cortex, disini
remodellingnya lebih cepat serta lebih mudah dipengaruhi keadaan yang dihubungkan
dengan”bone turnover” dan akan mudah berpengaruh pada terjadinya osteoporosis.

IV. DEFINISI OSTEOPOROSIS


Bahwa kekuatan tulang adalah perpaduan antara kualitas dan kuantitas tulang dimana pada
kuantitas tulang ini sangat tergantung pada densitas dan ukuran tulang. Sedangkan kualitas tulang
tergantung dari:
 Arsitektur
 Rata-rata turnovernya
 Kerusakan yang terjadi
4

 Derajat mineralisasinya
 Serta kekayaan kolagen / mineral matriks

V. KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis dibagi menjadi dua golongan besar menurut penyebabnya, yaitu: Osteoporosis
Primer adalah osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit (proses alamiah), dan
Osteoporosis sekunder bila disebabkan oleh berbagai kondisi klinis/penyakit, seperti infeksi tulang,
tumor tulang, pemakaian obat-obatan tertentu dan immobilitas yang lama.

1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan berkurangnya massa tulang dan atau terhentinya produksi
hormon (khusus perempuan) disamping bertambahnya usia. Osteoporosis primer terdiri dari :
a) Osteoporosis Primer Tipe I
Sering disebut dengan istilah osteoporosis paska menopause, yang terjadi pada wanita paska
menopause. Biasanya wanita berusia 50-65 tahun, fraktur biasanya pada vertebra (ruas tulang
belakang), iga atau tulang radius.
b) Osteoporosis Primer Tipe II
Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil, yang terjadi pada usia lanjut. Pasien biasanya berusia
≥70 tahun, pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama, fraktur biasanya pada tulang paha.
Selain fraktur maka gejala yang perlu diwaspadai adalah kifosis dorsalis yang bertambah sehingga
penderita terlihat semakin pendek dan didapatkan nyeri tulang yang berkepanjangan.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder, adalah osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai penyakit tulang (chronic
rheumatoid, artritis, tbc spondilitis, osteomalacia, dll), pengobatan steroid untuk jangka waktu yang
lama, astronot tanpa gaya gravitasi, paralisis otot, tidak bergerak untuk periode lama, hipertiroid, dan
lain-lain.

VI. INSIDENSI OSTEOPOROSIS


Sampai saat ini menurut International Osteoporosis Foundation diperkirakan terdapat lebih dari
200 juta penduduk di seluruh dunia yang menderita osteoporosis. Di Amerika Serikat dan Eropa
diperkirakan hampir 30% wanita post menopause menderita osteoporosis. Dan setidaknya 40% dari
wanita dan 15-30% pria yang mederita osteoporosis akan mendapatkan satu kali atau lebih fraktur
osteoporosis semasa hidupnya.
Hasil analisa data risiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah sampel 65.727 orang
(22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah
perusahaan nutrisi pada 16 wilayah di Indonesia secara acak (Sumatera Utara & NAD, Sumatera Barat,
Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan & Bangka Belitung & Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali & NTB & NTT, Kalimantan, Sulawesi
& Maluku & Papua) dengan metode pemeriksaan DMT (Densitas Massa Tulang) menggunakan alat
diagnostic clinical bone sonometer, menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini)
sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia
memiliki risiko untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia kurang
dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Prevalensi osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun
pada pria cenderung lebih tinggi dibanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada
wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar
dari pria.
5

VII. PATHOFISIOLOGI
Tulang adalah gudang mineral, tempat penyimpanan kalsium dan fosfat dalam jumlah yang
banyak. Sel tulang berfungsi membangun dan menghancurkannya. Osteoblast adalah sel yang
membangun tulang. Zat organik dalam matriks tulang yang disebut osteoid dihasilkan sel ini dan
diletakkan di atas permukaan periosteum, endosteum, trabekula atau saluran Haversian. Sel ini
menghasilkan enzim fosfatase alkali yang penting untuk mineralisasi tulang
Osteosit adalah sel yang berasal dari osteoblast, tertanam dalam matriks tulang yang sudah
bermineral, di dalam rongga lacuna. Osteoclast adalah sel yang meresorbsi matriks tulang yang sudah
bermineral. Sel ini besar dan banyak mengandung enzim lisosom.
Provitamin D dalam kulit dirubah sinar ultraviolet dari matahari menjadi vitamin D2 (kalsiferol)
dan D3 (kolekalsiferol) yang kemudian diangkut ke hati. Di hati vitamin ini diaktifkan, dan masuk ke
ginjal. Bila kadar kalsium dan fosfat rendah maka terbentuk 1,25 hidroksi vitamin D atau disebut
metabolit vitamin D. Metabolit ini merangsang absorbsi kalsium di usus dan resorbsi kalsium dari tulang,
Jika kadar kalsium atau fosfat berlebihan di dalam serum dan cairan ekstraselular, maka terjadi inhibisi
pembentukan metabolit vitamin D tersebut. Hormon paratiroid keluar bila kadar kalsium rendah.
Hormon ini merangsang reabsorbsi kalsium dari tubuli ginjal dan merangsang osteoclast meresorbsi
kalsium.
Pertumbuhan tulang dimulai sejak dalam uterus dan setelah bayi lahir pertumbuhan tersebut
akan berlangsung sampai sekitar dua puluh tahun berikutnya. Pertumbuhan ini mencapai puncaknya
pada umur 30-35 tahun. Pada penelitian terbukti, bahwa 80% pertumbuhan ini dipengaruhi oleh faktor
genetik dan 20% dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti hidup santai dan makanan yang kurang
kalsium sejak kecil. Semakin tua usia, semakin kurang kemampuan usus untuk mengabsorbsi kalsium.
Selain itu produksi metabolit vitamin D di ginjal juga berkurang.
Puncak densitas atau kepadatan tulang tercapai setelah pubertas dan bertahan sampai dekade
ketiga. Pada usia 22 tahun sebagian besar individu telah mencapai seluruh puncak masa tulang.
Perubahan densitas pada daerah vertebra lumbal pada gadis mencapai puncak lebih tinggi daripada
anak laki-laki pada umur yang sama (13-24 tahun), namun pada usia 15-16 tahun densitas tulang pada
anak laki-laki lebih tinggi, kemudian sama-sama menurun sampai dengan usia 18-20 tahun.
6

Hal yang sama terjadi pada daerah column femoris, namun bila dibanding dengan daerah lumbal
maka densitas pada daerah column lebih rendah.

Pada wanita paska menopause, terjadi pengurangan esterogen dan ini menaikkan sensitifitas
osteoclast terhadap hormon paratiroid, dengan demikian resorbsi tulang akan naik. Pengendapan
kalsium ke dalam osteoid membutuhkan vitamin C dan proses ini dilakukan oleh osteoblast bersama
sama dengan hormon estrogen, testosteron, pertumbuhan maupun tiroid disertai dengan stimulasi
latihan. Proses sebaliknya terjadi bila tidak ada latihan yakni resorbsi daripada tulang. Penghancuran
tulang dimulai dari umur 40 tahun, tulang cortical hilang 35-45% dan trabekula hilang 55-60 % pada
wanita, sedangkan pria mengalami kehilangan dua pertiga dari jumlah yang dialami wanita.
Penghancuran tulang berlangsung berpuluh-puluh tahun dan ini tinggal 50% nya dari ketebalan
maksimum yang pernah dicapai pada usia 30-35 tahun.
Siklus remodeling tulang: hemopoietik stem sel dengan proses kimiawi dia akan menjadi
osteoclast progenitor, dan inilah cikal bakal dari osteoclast. Osteoclast tersebut menempel pada bidang
resorbsi dimana sebelumnya dia merekut teman-temannya, berdiferensiasi, dan melakukan aktivasi.
Setelah mereka menggali lubang ke dalam tulang serta melepaskan sedikit kalsium ke dalam darah lalu
dia akan bunuh diri dan lenyap. Osteoclast melakukan ini dalam waktu 10 hari – 2 minggu. Proses
selanjutnya adalah kebalikan: osteoblast yang berasal dari mesenchymal stem sel akan menjadi
osteoblast pre kursor bersama dengan 1,25 (OH) 2 D3 yang kemudian berubah menjadi osteoblast. Hal
yang sama dia lakukan yakni merekrut teman-temannya, berdiferensiasi, dan melakukan aktivasi
bersama dengan sintesa matriks. Demikian tulang baru terbentuk bersama proses mineralisasi dan
kemudian masuk ke dalam stadium tenang dan proses ini terus berulang-ulang dengan cara yang sama.
7

VIII. FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI UNTUK BERKURANGNYA MASA TULANG


 Berkurangnya masa tulang pada puncaknya yang dicapai pada usia 25 tahun
 Secara fisiologis berkurangnya masa tulang yakni 0,5 % per tahun baik pada wanita maupun pria
 Meningkatnya kehilangan masa tulang pada wanita paska menopause dimana maksimum 2%
per tahunnya
 Beberapa aktivitas fisik mempunya pengaruh stimulasi pada pembentukan mineral tulang
dimana anak laki-laki lebih tinggi dari wanita

 Pada gambar terlihat perbedaan dari puncak pencapaian isi mineral tulang pada anak laki-laki
dan perempuan pada keadaan aktif, aktifitas rata-rata, dan aktifitas yang kurang.

IX. FAKTOR RISIKO FRAKTUR


 Usia: semakin bertambahnya umur maka akan lebih mudah terjadi fraktur, terutama setelah
menopause pada wanita dan sesudah usia 70 tahun pada pria
 Faktor risiko yang dapat diukur yaitu:
o Densitas dari mineralisasi tulang (BMD) yang rendah
o Tingginya “bone turnover”
o Berat badan yang kurang (orang kurus), lebih mudah terjadi fraktur
 Gaya hidup
o Orang yang berisiko tinggi jatuh: stroke, dan koordinasi yang kurang baik
8

o Perokok, terutama pada wanita yang menkomsumsi >8 batang rokok sehari selama 10
tahun (karena cepat menopause), jika mengkonsumsi >12 batang rokok saat menopause
maka densitas tulang akan menurun 5-10%
o Alkohol, karena memiliki:
 Efek langsung  toksisitas etanol pada tulang
 Efek tak langsung  regulasi mineral
Seperti metabolisme vit D, hormon paratiroid dan kalsitonin. Pada wanita
perimenopause yang selama 1 tahun mengkonsumsi 1 gelas alkohol  akan
mudah kehilangan massa tulang
 Riwayat medis tertentu
o Fraktur yang terjadi sebelumnya
o Family history (genetik): kulit putih lebih mudah patah daripada kulit hitam
 Obat-obatan: kortikosteroid dosis tinggi serta jangka panjang

IX. PENATALAKSANAAN
A. PENCEGAHAN
o Pencegahan osteoporosis pada usia 0-35 tahun dengan:
 Diet makanan yang cukup kalsium
 Menghindari minum alkohol yang berlebihan
 Menghindari rokok
 Menghindari penggunaan kortikosteroid
 Mengobati defisiensi estrogen bila ada
 Latihan yang teratur, terutama weight bearing exercise
 Senam osteoporosis
9
10

o Pencegahan osteoporosis paska menopause


 Terapi pengganti estrogen
 Cukup asupan kalsium (800-1000 mg)

B. PENGOBATAN
 FARMAKOLOGIS
Pengobatan medikamentosa pada penderita osteoporosis adalah sebagai berikut:
 Kalsium
 Vitamin D
 Kalsitrol
 Calcitonin
 Hormone Replacement Therapy
 “Anti-resorptive agent”
 NON FARMAKOLOGIS
i. Pembedahan
Artroplasty, vertebroplasty, total hip replacement, dll
ii. Rehabilitasi medik
11

Beberapa permasalahan akan timbul sehubungan dengan Osteoporosis yaitu:


1. Nyeri,
Biasanya timbul secara periodik. Modalitas terapi fisik seperti US, SWD, TENS dapat
mengatasi masalah ini.
2. Deformitas,
Terjadinya deformitas terutama pada vertebra akan menyebabkan kifosis dengan
manifestasi: nyeri pinggang yang berkepanjangan dan penurunan tinggi badan antara 2-
4 cm. Kifosis dan penurunan tinggi badan ini adalah gejala klinis yang dapat kita lihat
tanpa pemeriksaan radiologis. Berbagai latihan seperti penguatan otot abdomen serta
paraspinal bisa dimanfaatkan, juga latihan untuk mendapat postur yang benar.
Pemakaian alas tidur yang keras akan banyak membantu. Bilamana didapatkan gejala
neurologis yang ringan, spinal korset atau brace bisa sangat membantu dalam mencegah
memburuknya gejala neurologis yang ada
3. Fraktur vertebra, column femoris, dan tulang distal radius
Bilamana kita berdiri, thorakal bagian bawah dan lumbal bagian atas akan mendapat
60% beban dari berat badan kita. Vertebra yang porotik tidak akan kuat menahan
penambahan beban yang diberikan secara tiba-tiba, sehingga fraktur spontan tidak
dapat dihindari. Manifestasi yang ada berupa nyeri yang bisa berlangsung lama (±3
bulan) serta bisa didapatkan gejala neurologis baik itu gangguan sensibilitas,
berkurangnya kekuatan otot (parese sampai dengan plegi), dan gangguan otonom
berupa melemahnya ereksi atau inkontinensia urine et alvi.

X. PENUTUP
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan; menabung pangkal kaya. Dua kalimat bijaksana ini
bisa kita terapkan untuk pengelolaan osteoporosis. Dengan menabung mulai dari terbentuknya janin
sampai seluruh kehidupan kita, mineralisasi serta kepadatan tulang dapat terjaga. Dengan memahami
patofisologi, faktor-faktor yang berkontribusi tehadap berkurangnya masa tulang, faktor-faktor risiko
terjadinya fraktur maka osteoporosis beserta dampak yang ditimbulkan dimana bisa terjadi disabilitas
maupun handicap dapat kita atasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. NIH Consensus Development Panel on Osteoporosis. JAMA 285: 785-95; 2001
2. Consensus Development Ceonference. Am J Med. 1991
3. Cooper C, et al J Bone Miner Res. 1992. Kenny AM, Prestwood KM, Clin Geriatr Med. 1998
4. Frederick S Kapalan: Clinical Symposia, CIBA GEIGY Corporation, USA; 1987; 39; 1-39
5. Riggs W, Mahon LJ. Bone 1995 Heart and Stroke, 1996. American Heart Association. Cancer Facts &
Figures, 1996. American Cancer Society
6. Charles. H: Osteoporosis Reg=habilitaion Medicine in Joel A. DeLisa. JH Philadelphia Lippincott,
Philadelphia; 1988; 865-74
7. Shinaki, Mersheed: Physical Activity in Postmenopausal Women; Effect on Back Muscle Strength and
Bone Mineral Density of The Spine. APMR; 1988; 69; 277-80
12

8. Netter, Frank: The CIBA Collection of Medical Illustration. Musculosceletal System. CIBA-GEJGY
Corporation; USA; 1987; 8; 182-228
9. Eden, John: Hormon Replacement Therapy and Osteoporosis Journal of Pediatrics, Obstetrics, &
Gynaecology. Adis International Limited, Aucland, New Zaeland, Vol19; 3; 1993; 5-8
10. Sinaki, Mehrsheed: Exercise and Osteoporosis. APMR; 1989; 70; 220-9
11. Ringe J.D: Pathofisiology of Postmenopausal Osteoporosis in: Rizzoli R. Atlasof Post Menopausal
Osteoporosis; London; Science Press, 2004; 1-23
12. Tobing, S Dohar AL. Osteoporosis dan Masalahnya dalam Orthopedi; Osteoporosis. Perhimpunan
Osteoporosis Indonesia. 2006; 52-57
13. Hutagalung, Errol U. Fraktur Osteoporotik Tatalaksana dan Pencegahan; Osteoporosis. Perhimpunan
Osteoporosis Indonesia. 2006; 75-79
14. Osteoporosis Facts & Statistics. Osteoporosis Canada. www.osteoporosiscanada/20Facts%20&%20
Statistics.html. 2015
15. Lim LS, et all. Osteoporosis Clinical Reference. American College of Preventive Medicine. Washington
DC. 2009
16. Reksoprodjo, Soelarto. Pathophysiology of Osteoprosis; Naskah Lengkap Pertemua Ilmiah Tahunan
Nasional I Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. Bagian Ilmu penyakit dalam Fak. Kedokteran
Universitas Andalas Padang. 2003; 111--117
17. Roeshadi, Djoko. Risk Factor of Osteoporosis Fractures and Osteoporosis Fratures Management;
Naskah Lengkap Pertemua Ilmiah Tahunan Nasional I Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. Bagian Ilmu
penyakit dalam Fak. Kedokteran Universitas Andalas Padang. 2003; 118-128
18. Suheimi K. Osteoporosis Post Menopause; Naskah Lengkap Pertemua Ilmiah Tahunan Nasional I
Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. Bagian Ilmu penyakit dalam Fak. Kedokteran Universitas Andalas
Padang. 2003; 39-53
19. Keputusan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor 1142/menkes/sk/xii/2008. Pedoman
pengendalian osteoporosis. Menteri kesehatan republik Indonesia. 2008
20. Pambudi JR. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah
Rheumatologi 2014. Jakarta. 2014; 59-67
21. Suryana BP. Osteoporosis Akibat Obat: The Challenges of Ibandronate in Diseases Management
Induced Osteoporosis. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Rheumatologi 2014. Jakarta. 2014; 108-111

Anda mungkin juga menyukai