Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3 BLOK REPRODUKSI

Oleh: Kelompok 3
Nama Tutor : dr. Nurlaili Susanti, M. Biomed.
Ketua : Intan Nadiyah R (18910029)
Sekretaris 1 : Putri Indah P (18910035)
Anggota : ‘Amaliah ‘Isyatun M (18910019)
Muhammad Kemal J (18910005)
Husna Nur Ridha (18910010)
Fikri Holly Jihadi Al H (18910017)
Ibrahim Fadhil Senjaya (18910028)
Ardellya Elfidaa Salsabila (19910042)
Tiara Annisa (18910044)
Retno Dewi A (18910048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2020
1
DAFTAR ISI

Daftar isi……………………………………………………………………………..2
Skenario……………………………………………………………………………...3
BAB I Kata Sulit……………………………………………………………………..4
BAB II Rumusan Masalah…………………………………………………………...5
BAB III Brainstorming………………………………………………………………6
BAB IV Peta Masalah………………………………………………………………..9
BAB V Tujuan Pembelajaran……………………………………………………….10
BAB VI Tinjauan Pustaka…………………………………………………………..11
BAB VII Peta Konsep………………………………………………………………45
BAB VIII SOAP…………………………………………………………………….46
Daftar Pustaka……………………………………………………………………….49

2
SKENARIO 3
Payudara Menteng-Menteng

Ny. C, 20 tahun, seorang Ibu Rumah Tangga yang beralamat di Dusun Precet, datang ke


Klinik UMMI diantar suaminya dengan keluhan nyeri dan menteng-menteng pada
payudara kanan sejak 2 hari yang lalu. Puting kanan tampak lebih pendek, lecet dan terasa
perih saat menyusui. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 hari yang lalu. Perut tidak
mules, luka jahitan tidak sakit, darah nifas keluar dengan lancar, tapi kemaluan berbau
tidak sedap.

Riwayat melahirkan 1 minggu yang lalu secara spontan, anak pertama, bayi laki-laki, luka
perineum dijahit. ASI mulai keluar pada hari ke-2 setelah persalinan. Pasien merasa
kesulitan dalam menyusui dan capek karena bayinya sering rewel kalau tidak digendong.
Pasien merasa tidak sabar dan memberikan susu formula, tapi bayinya tidak mau. Pasien
hanya makan nasi lauk tahu dan tempe, karena pesan ibunya harus menghindari makanan
berkuah, telur, ikan dan daging agar jahitan cepat kering.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, N 92x/menit, RR 20 x/menit, Tax


38,5°C. Payudara kanan ukuran lebih besar dari kiri, tampak tegang, bengkak, kemerahan,
palpasi keras, nyeri tekan (+), puting pendek dan lecet. Fundus uteri teraba di pertengahan
umbilikus-simphisis pubis. Genetalia eksterna didapatkan lochea berbau.

3
BAB I

KATA SULIT

1. Lochea : secret yang keluar pasca persalinan biasanya 2-3 minggu pasca persalinan,
secret keluar dari cavum uteri dan vagina selama masa nifat, macam-macam-> lochea
rubra (warna merah dan hitam: sisa darah), lochea sanguinolenta, lochea serosa, lochea
alba (berwarna putih)
Sifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari menstruasi, bau anyir
Lochea tidak lancar keluar->lochea statis
2. Nifas: periode dimana keluarnya darah dari Rahim pasca melahirkan
Plasenta melekat pada dinding Rahim dan terdiri dari arteri dan vena-> plasenta lepas-
> dinding Rahim sobek-> darah membanjiri rahim->plasenta dikeluarkan-> dinding
robek tertutup-> sisa darah dikeluarkan
3. Menteng-menteng: keadaan payudara bengkak, merah dan mengkilat
4. Perineum: kulit antara liang vagina dan anus yang dapat robek saat melahirkan untuk
jalan bayi. Panjangnya 4 cm, di dalamnya ada otot

4
BAB II

RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri dan menteng-menteng pada payudara sejak 2


hari yang lalu?
2. Mengapa putting kanan tampak lebih pendek, lecet, nyeri?
3. Apakah ada keluhan ibu yang demam dengan keluhan sekarang?
4. Apakah ada hubungan perut tidak mules, jahitan tidak sakit, darah nifas lancar, tapi
kemaluan/ lochea berbau tidak sedap?
5. Mengapa dokter menanyakan riwayat melahirkan pada pasien?
6. Mengapa dokter menanyakan riwayat keluarnya ASI?
7. Apakah ada hubungan dari pasien merasa kesulitan menyusui, capek, bayi rewel,
dengan keluahan pasien?
8. Apakah ada hubungan pasien tidak sabar dan memberi susu formula dengan keluhan
yang diderita pasien?
9. Apa hubungan pola makan pasien sekarang dengan keluhannya?
10. Apakah dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis pasien?
11. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
12. Apa yang dilakukan dokter ketika menemukan pasien seperti ini?

5
BAB III

BRAINSTORMING

1. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri dan menteng-menteng pada payudara sejak 2


hari yang lalu?
- Pasien merasa kesulitan, capek,-> ASI statis karena bayi tidak menyusu pada
ibunya, ibu memproduksi ASI tapi tidak dikeluarkan -> bendungan jaringan
limfatik dan bengkak-> respon inflamasi
- ASI statis: frekuensi menyusui yang jarang-> ASI tetap dalam payudara (statis)
- Nyeri: disebabkan peradangan payudara/mastitis->infeksi bakteri stapilokokus
dan streptokokus-> berasal dari mulut bayi dan permukaan kulit payudara-> dari
saluran ASI yang tersumbat
- Karena ibu tidak mau menyusui-> apabila diteruskan ASI akan menumpuk->
payudara tegang, putting memendek, perih ->bayi akan sulit menyusu
- Statis ASI-> kenaikan tekanan dalam ductus epitel datar-> permeabilitas
jaringan ikat meningkat-> protein dan plasma masuk ke ASI->jaringan sekitar
memicu respon imun -> inflamasi dan kerusakan jaringan-> memudahkan
terjadinya infeksi karena pathogen/bakteri
- Protein masuk ASI-> inflamasi tnp bakteri/pathogen-> inflamasi steril
- Memerlukan pemeriksaan lanjutan
2. Mengapa putting kanan tampak lebih pendek, lecet, nyeri?
- Lecet: karena posisi menyusui tidak benar-> hanya sampai putting susu-> menjadi
jalan masuk bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
- Nyeri: sabun, cairan, krim tertentu pada daerah payudara, iritasi karena lidah bayi
pendek
- Putting pendek: payudara membengkak karena ASI stasis -> putting terlihat
masuk ke dalam
3. Apakah ada keluhan ibu yang demam dengan keluhan sekarang?
- Stasis ASI-> inflamasi-> demam
- Infeksi-> tanda-tanda inflamasi -> demam
4. Apakah ada hubungan perut tidak mules, jahitan tidak sakit, darah nifas lancar, tapi
kemaluan/ lochea berbau tidak sedap?
- Untuk mengetahui sumber infeksi

6
- Waktu kehamilan-> terjadi perubahan otot Rahim-> otot abdomen lemah saat
nifas-> kotraksi uterus hilang-> intrauterine mengeluarkan sedikit lochea dari
dalam uterus-> penurunan fungsi fundus uteri-> sisa darah tdk dapat dikeluarkan-
> menyebabkan infeksi-> penngkatan suhu tubuh, lochea tidak sedap
- luka jahitan infeksi: lochea berbau
5. Mengapa dokter menanyakan riwayat melahirkan 1 minggu yang lalu pada pasien?
- Riwayat kelahiran: mengetahui ASI terlambat keluar atau tidak (hormone)
- Berhubungan dengan anak pertama-> pengalaman pertama-> kurangnya edukasi
(dokter harus KIE)
6. Mengapa dokter menanyakan riwayat keluarnya ASI?
- Mengetahui ASI keluar terlambat/tidak -> setelah persalinan ASI berwarna
kekuningan dan encer (kolostrum)
- ASI keluar pada hari ke-2: normal
7. Apakah ada hubungan dari pasien merasa kesulitan menyusui, capek, bayi rewel,
dengan keluahan pasien?
- Kesulitan menyusui: adanya rasa nyeri di payudara yang membuat ibu kurang
semangat dalam menyusui
- Capek: kaitan dengan frekuensi menyusui, cepak-> frek. Menurun
Faktor psikologis-> menghambat sekresi hormone prolaktin -> produksi ASI
menurun
- Bayi rewel: natrium terlalu tinggi -> ASI lebih asin->bayi kurang antusias dalam
menyusu
- Payudara bengkak-> putting datar-> bayi kurang nyaman untuk menyusui
8. Apakah ada hubungan pasien tidak sabar dan memberi susu formula dengan keluhan
yang diderita pasien?
- Tidak sabar karena nyeri: membuat ASI lebih statis
- Susu formula: karena ASI tidak keluar
- Ketika ASI tdk dikeluarkan -> PD bengkak-> harusnya ASI tetap dikeluarkan shg
keluhan menteng-menteng berkurang
9. Apa hubungan pola makan pasien sekarang dengan keluhannya?
- Ibu kurang mendapatkan asupan lemak dan vit. B 12-> lemak berguna untuk
sistem imun-> melawan infeksi
- Pesan ibu tidak benar: makanan tersebut justru membantu proses penyembuhan
luka

7
- Protein: degenerasi sel dan perbaikan jaringan
- Protein: menambah untuk ejeksi ASI
- Tahu tempe: protein nabati, hewani: protein esensial yang lebih mudah diserap
oleh tubuh
10. Apakah dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis pasien?
- Kultur dari sampel ASI: adanya bakteri, leukositosis ->apakah keluhan ibu karena
inflamasi steril atau infeksi
11. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter?
- KU lemah: kurang asupan makanan
- Inflamasi: statis ASI
- Suhu meningkat: respon peradangan
- Lochea berbau: infeksi
- PD: respon inflamasi
- TFU untuk 1 minggu pasca persalinan: normal
12. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
- Diagnosis : mastitis-> infeksi pada payudara (lokal)
- DDx: lochea berbau busuk -> metritis, cracked nipple-> putting pecah-pecah,
nyeri di PD, pembengkakan payudara
13. Apa yang dilakukan dokter ketika menemukan pasien seperti ini?
- KIE: ibu tetap menyusui, perhatikan posisi, dibantu pompa, minum obat 30-60
menit sebelum menyusui/ sesudah menyusui, management istirahat, banyak
minum, konsumsi nutrisi seimbang, menjaga hygiene
- Demam: antibiotic: betalaktam 250-500 mg (yg aman utk ibu menyusui)
- Simptomatis: mengurangi nyeri, demam-> analgetik: ibuprofen (yg aman utk ibu
menyusui)
- Putting lecet: lanolin/mengoleskan ASI terakhir di putting susu, kompres dingin

8
BAB IV

PETA MASALAH

9
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi masa nifas


2. Mahasiswa mampu menjelaskan perawatan masa nifas
3. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi laktasi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen laktasi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dan klasifikasi mastitis, crecked nipple, dan
inverted nipple
6. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi mastitis, crecked nipple, dan inverted nipple
7. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
8. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
9. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
10. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis mastitis, crecked nipple, dan
inverted nipple
11. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang mastitis, crecked nipple,
dan inverted nipple
12. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria diagnosis mastitis, crecked nipple, dan
inverted nipple
13. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
14. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
15. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
16. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
17. Mahasiswa mampu menjelaskan integrase keislaman

10
BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi masa nifas

Perubahan Sistem Tubuh pada Masa Postpartum


A. Involusi
Kembalinya uterus pada ukuran, tonus dan posisi sebelum hamil
Mekanisme involusi uterus secara ringkas adalah sebagai berikut.
1.Iskemia miometrium, hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2.Atrofi jaringan yang terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat
pelepasan plasenta.
3.Autolisis, merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Proses autolisis ini
terjadi karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
4.Efek Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi suplai darah
pada tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan

B. Pengeluaran lochea atau pengeluaran darah pervaginam

11
Lochea berasal dari bahasa Latin, yang digunakan untuk
menggambarkan perdarahan pervaginam setelah persalinan. Proses ini dapat
berlangsung selama tiga minggu, dan hasil penelitian telah menunjukkan bahwa
terdapat variasi luas dalam jumlah darah, warna, dan durasi kehilangan
darah/cairan pervaginam dalam 6 minggu pertama postpartum.Darah adalah
komponen mayor dalam kehilangan darah pervaginam pada beberapa hari
pertama setelah melahirkan. Sehingga produk darah merupakan bagian terbesar
pada pengeluaran pervaginam yang terjadi segera setelah kelahiran bayi dan
pelepasan plasenta. Seiring dengan kemajuan proses involusi, pengeluaran darah
pervaginam merefleksikan hal tersebut dan terdapat perubahan dari perdarahan
yang didominasi darah segar hingga perdarahan yang mengandung produk darah
yang tidak segar, lanugo, verniks dan debris lainnya produk konsepsi, leukosit
dan organisme.

C. Perineum, vulva dan vagina


Meskipun perineum tetap utuh pada saat melahirkan, ibu tetap
mengalami memar pada jaringan vagina dan perineum selama beberapa hari
pertama postpartum. Para ibu yang mengalami cedera perineum akan merasakan
nyeri selama beberapa hari hingga penyembuhan terjadi. Dikatakan bahwa
dampak trauma perineum secara signifikan memperburuk pengalaman pertama
menjadi ibu, bagi kebanyakan ibu karena derajat nyeri yang dialami dan
dampaknya terhadap aktivitas hidup sehari-hari.
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu postpartum, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae pada vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
Himen tampak sebagai carunculae mirtyformis, yang khas pada ibu multipara.
Ukuran vagina agak sedikit lebih besar dari sebelum persalinan.
Perubahan pada perineum postpartum terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun
dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot
perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina

12
hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada masa nifas dengan latihan
atau senam nifas.

D. Perubahan-perubahan fisiologi sistem tubuh postpartum


a. Tanda vital nadi, suhu, pernapasan, dan tekanan darah
Frekuensi nadi ibu secara fisiologis pada kisaran 60-80 kali permenit.
Perubahan nadi yang menunjukkan frekuensi bradikardi (<60 kali permenit)
atau takhikardi (>100 kali permenit) menunjukkan adanya tanda shock atau
perdarahan. Frekuensi dan intensitas nadi merupakan tanda vital yang
sensitif terhadap adanya perubahan keadaan umum ibu. Perubahan suhu
secara fisiologis terjadi pada masa segera setelah persalinan, yaitu terdapat
sedikit kenaikan suhu tubuh pada kisaran 0,2-0,5°C, dikarenakan aktivitas
metabolisme yang meningkat saat persalinan, dan kebutuhan kalori yang
meningkat saat persalinan. Perubahan suhu tubuh berada pada kisaran
36,5°C-37,5°C. Namun kenaikan suhu tubuh tidak mencapai 38°C, karena
hal ini sudah menandakan adanya tanda infeksi. Perubahan suhu tubuh ini
hanya terjadi beberapa jam setelah persalinan, setelah ibu istirahat dan
mendapat asupan nutrisi serta minum yang cukup, maka suhu tubuh akan
kembali normal.
Setelah kelahiran bayi, harus dilakukan pengukuran tekanan darah. Jika ibu
tidak memiliki riwayat morbiditas terkait hipertensi, superimposed
hipertensiserta preeklampsi/eklampsi, maka biasanya tekanan darah akan
kembali pada kisaran normal dalam waktu 24 jam setelah persalinan.
Namun perubahan tekanan darah. Pada keadaan normal, frekuensi
pernapasan relatif tidak mengalami perubahan pada masa postpartum,
berkisar pada frekuensi pernapasan orang dewasa 12-16 kali permenit
b. Sirkulasi Darah
Pada uterus masa nifas, pembuluh darah yang membesar menjadi tertutup
oleh perubahan hialin, secara perlahan terabsorbsi kembali, kemudian
digantikan oleh yang lebih kecil. Akan tetapi sedikit sisa-sisa dari pembuluh
darah yang lebih besar tersebut tetap bertahan selama beberapa tahun.Tubuh
ibu akan menyerap kembali sejumlah cairan yang berlebihan setelah
persalinan. Pada sebagian besar ibu, hal ini akan mengakibatkan
pengeluaran urine dalam jumlah besar, terutama pada hari pertama karena

13
diuresis meningkat. Ibu juga dapat mengalami edema pada pergelangan kaki
dan kaki mereka, hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya variasi proses
fisiologis yang normal karena adanya perubahan sirkulasi. Pada keadaan
fisiologis pembengkakan pada pergelangan kaki atau kaki biasanya bilateral
dan tidak disertai dengan rasa nyeri, serta tidak terdapat hipertensi.
c. Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat sepanjang masa
hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini meningkat bahkan
lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi
sirkulasi uteroplacenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Curah jantung
biasanya tetap naik dalam 24-48 jam postpartum dan menurun ke nilai
sebelum hamil dalam 10 hari. Perubahan volume darah bergantung pada
beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan
mobilisasi, serta pengeluaran cairan ekstravaskular (edema fisiologis).
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang
cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh
yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ke-
3 dan ke-4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai
mencapai volume darah sebelum hamil.
Perubahan fisiologi sistem kardiovaskuler pascapartum antara lain sebagai
berikut:
‐ Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah
maternal 10-15%.
‐ Hilangnya fungsi endokrin placenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi.
‐ Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan selama wanita
hamil.
d. Sistem Hematologi
Pada akhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental
dengan peningkatan viskositas, dan juga terjadi peningkatan faktor
pembekuan darah serta terjadi leukositosis dimana jumlah sel darah putih
dapat mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa
14
hari pertama dari masa postpartum.Penurunan volume dan peningkatan sel
darah merah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit
dan hemoglobin pada hari ke-3 sampai 7 postpartum dan akan kembali
normal dalam 4 sampai 5 minggu postpartum.
e. Sistem pencernaan
Selama kehamilan dipengaruhi oleh tingginya kadar progesteron yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan
melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron
mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari
untuk kembali normal.
f. Sistem Muskuloskeletal
Setelah melahirkan karena ligamen, fasia, dan jaringan penunjang alat
genitalia menjadi kendor. Stabilitasi secara sempurna terjadi pada 6-8
minggu setelah persalinan.
g. Sistem Endokrin
- Oksitosin. Disekresikan dari kelenjar hipofisis posterior. Pada tahap kala
III persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan meningkatkan sekresi oksitosin,
sehingga dapat membantu uterus kembali ke bentuk normal.
- Prolaktin. Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya
kelenjar hipofisis posterior untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi ASI.
Pada ibu yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi sehingga
memberikan umpan balik negatif, yaitu pematangan folikel dalam
ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi
prolactin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjar gonad pada otak yang mengontrol ovarium untuk
memproduksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan
folikel, maka terjadilah ovulasi dan menstruasi.
- Estrogen dan progesterone. Selama hamil volume darah normal
meningkat, diperkirakan bahwa tingkat kenaikan hormon estrogen yang
tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume
darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang

15
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum dan vulva, serta vagina. adar estrogen dan progesteron juga
menurun secara bermakna setelah plasenta lahir, kadar terendahnya
dicapai kira-kira satu minggu postpartum.
- Hormon plasenta. Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun
dengan cepat setelah persalinan dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke 7 postpartum.
h. Setelah melahirkan, ibu akan kehilangan 5-6 kg berat badannya yang berasal
dari bayi, plasenta dan air ketuban dan pengeluaran darah saat persalinan, 2-
3 kg lagi melalui air kencing sebagai usaha tubuh untuk mengeluarkan
timbunan cairan waktu hamil. Rata-rata ibu kembali ke berat idealnya
setelah 6 bulan, walaupun sebagian besar mempunyai kecenderungan tetap
akan lebih berat daripada sebelumnya rata-rata 1,4 kg.
i. Peritoneum dan Dinding Abdomen. Ligamentum latum dan rotundum
memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih dari peregangan dan
pelonggaran yang terjadi selama kehamilan. Sebagai akibat dari ruptur serat
elastik pada kulit dan distensi lama pada uterus karena kehamilan, maka
dinding abdomen tetap lunak dan flaksid. Beberapa minggu dibutuhkan oleh
struktur-struktur tersebut untuk kembali menjadi normal.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan perawatan masa nifas


Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidanan pada ibu selama masa nifas
(Kemenkes RI, 2013), adalah sebagai berikut.
a. Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/kunjungan masa nifas setidaknya 4 kali,
yaitu:
‐ 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
‐ 6 hari setelah persalinan
‐ 2 minggu setelah persalinan
‐ 6 minggu setelah persalinan
b. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda infeksi,
kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin.

16
c. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa lelah
dan nyeri punggung.
d. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang
didapatkannya dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan bayinya.
e. Tatalaksana atau rujuk ibu bila ditemukan masalah.
f. Lengkapi vaksinasi tetanus toksoid bila diperlukan.
g. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan salah satu
tanda berikut:
‐ Perdarahan berlebihan
‐ Sekret vagina berbau
‐ Demam
‐ Nyeri perut berat
‐ Kelelahan atau sesak nafas
‐ Bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau pandangan kabur.
‐ Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan putting
j. Berikan informasi tentang perlunya melakukan hal-hal berikut.
 Kebersihan diri
‐ Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air kecil
atau besar dengan sabun dan air.
‐ Mengganti pembalut minimal dua kali sehari, atau sewaktu-waktu terasa
basah atau kotor dan tidak nyaman.
‐ Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelamin.
‐ Menghindari menyentuh daerah luka episiotomi atau laserasi.
 Istirahat
‐ Beristirahat yang cukup, mengatur waktu istirahat pada saat bayi tidur,
karena terdapat kemungkinan ibu harus sering terbangun pada malam hari
karena menyusui.
‐ Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap.
 Latihan (exercise)
- Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul:
 Gizi
‐ Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari

17
‐ Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin)
‐ Minum minimal 3 liter/hari
‐ Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pascasalin, terutama di
daerah dengan prevalensi anemia tinggi.
‐ Suplemen vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU diminum segera
setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24 jam kemudian.
 Menyusui dan merawat payudara
 Senggama
‐ Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak merasa
nyeri ketika memasukkan jari ke dalam vagina.
‐ Keputusan tentang senggama bergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
 Kontrasepsi dan KB. Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya kontrasepsi
dan keluarga berencana setelah bersalin.

18
3. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi laktasi
Setelah melahirkan, kadar estrogen dan progesterone di dalam tubuh akan
menurun drastic sehingga akan menghilangkan efek penekanan terhadap hipofisis.
Penekanan yang menghilang akan memicu sintesis dan pelepasan hormone oleh
hipofisis kembali, antara lainnya adalah prolactin. Pada saat ini produksi ASI
diinisiasi lebih kuat dibannding masa sebelumnya.
Laktogenesis pada tahap ini memasuki tahap II yang diawali pada periode
pascapartus dengan turunnya progesteron plasma, tetapi kadar prolactin yang tetap
tinggi. Proses inisiasi ini , tidak bergantung pada pengisapan bayi sampai hari ketiga
atau keempat. Di fase ini akan terjadi peningkatan aliran darah dan oksigen serta
pengambilan glukosa dan peningkatan tajam pada konsentrasi sitrat yang bisa
digunakna sevagai penanda untuk tahap II laktogenesis.
Tahapan ini dimmulai sehjak dua hingga tiga hari pascapartus, yang secara
klinis ditandai dengan sekresi air susu melimmpah, secara biokimia dengan
dicapainya kadar puncak protein α-Lactalbumin. Perubahan besar juga terjadi pada
komposisi air susu dan berlanjut selama 10 hari ketika “susu matang”. Tersedianya
susu matang ini disebut galaktopoiesis, yang kini dirujuk sebagai tahap III dari
laktogenesis.
Laktasi merupakan suatu proses meliputi produksi, sekresi, dan pengeluaran
ASI. Proses ini membutuhkan kesiapan ibu secara psikologis dan fisik, bayi yang
telah cukup sehat untuk menyusu, serta produksi ASI yang telah dengan kebutuhan
bayi, yaitu bervolume 500-800 ml/hari. Ketika bayi menghisap putting susu ibu,
rangsangan mekanis ini akan diteruskan ke otak, ke hipotalamus, dan hipofisis
posterior, sehinggal dilepaskanlah oksitosin. Oksitosin yang beredar didalam darah
dan melimpah di kelenjar mamae akan membuat ASI mengalir dari dalam alveoli
menuju ke reservoir susu yang adda di belakang aerola lalu kedalam mulut bayi.
Refleks ini yang disebut sebagai Letdown reflex.
a. Hormon yang Mempengaruhi Masa Laktasi
1. Progesteron
Berperan dalam pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tetapi kadarnya yang tinggi
pada saat kehamilan memberikan penekanan (umpan balik negatif) terhadap
hormon yang dikeluarkan hipofisis. Selepas masa melahirkan dari seorang ibu,
hormon ini akan turun drastis dan menghilangkan efek penekanan pada
kelenjar hipofisis untuk mnesintesis dan mensekresikan hormon yang

19
diproduksinya. Pada waktu inilah terjadi perangsangan yang hebat dan
stimulasi besar-besaran produksi ASI.
2. Estrogen
Hormon ini berperan dalam menstimmulasli sistem saluran ASI untuk
membesar. Seperti progesterone, estrogen juga memiliki dinamika yang
hamper sama selama kehamilan. Kadar Estrogen akan menurun saat
melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama menyusui. Estrogen
mempunyai efek penekanan yang sangat kuat, lebih kuat dari progesterone
terhadap kelenjar hipofisis. Karena itulah, sebaiknya ibu menyusui
menghindari penggunaan KB hormonal berbasis hormone estrogen karena
dapat mengurungi jumlah produksi ASI
3. Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan. Hormon ini disintesis
dan disekresikan oleh hipofisis anterior. Hormon ini memiliki peran penting
untuk memproduksi ASI, dan kadarnya meningkat selama kehamilan. Peristiwa
lepas atau keluarnnya plasenta pada akhir proses persalinan akan membuat
kadar estrogen dan progesterone berangsur-angsur menurun. Penurunan ini
akan mengaktifkan sekresi prolactin di dalam darah seorang yang sedang
melakukan laktasi akan memberikan umpan balik negative ke hipotalamus dan
menekan sekresi GnRH sehingga hipofisis juga tidak akan melepaskan FSH
dan LH. Kedua hormon ini sangat dibutuhkan untuk perkembangan folikel
ovarium. Karena kedua hormon ini ditekan sekresinya, maka folikel tidak
bertambah besar dan tidak mengalami menstruasi. Ovulasi dan menstruasipun
akhirnya tidak terjadi. Kadar prolactin paling tinggi pada malam hari.
4. Oksitosin
Hormon ini berperan dalam merangsang kontraksi otot halus dalam
merangsang kontraksi otot halus dalam Rahim pada asat melahirkan dan
setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Pada proses laktasi, oksitosin
akan disekresikan oleh hipofisis dan akan berefek dengan kontraksinya
mioepitel di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran ASI menuju
saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu yang disebut
sebagai let down/milk ejection reflex.
5. Hormon placental lactogen (HPL)

20
Hormon ini dilepaskan oleh plasenta sejak bulan kedua kehamilan. Hormon ini
berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum
melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap
memproduksi ASI.
b. Refleks Laktasi
Pada proses laktasi akan terjadi dua reflex yang berperan dalam memperkuat
kelancaran menyusui, yaitu reflex prolactin dan reflek saluran yang timbul akibat
perangsangan putting susu dikarenakan isapan bayi. Refleks ini terjadi akibat
hisapan bayi pada putting susu ibu dan diteruskan ke system saraf ibu dan
mempengaruhi produksi ASI serta pengeluaran ASI dari payudara ibu. Refleks itu
adalah reflex prolactin, reflex aliran (let down reflex)
1. Refleks Prolaktin
Refleks prolactin ini mempunyai busur reflex hisapan bayi – sitem saraf –
hipotalamus – hipofisis anterior menyekresikan prolactin – kelnejar payudara
memproduksi ASI.
Ketika seorang bayi mengisap puting susu ibunya, rangsangan akan
merangsang ujung-ujung saraf di daerah putting susu, yang akan diteruskan
ke sumsum tulang belakang kemudian ke otak, yaitu daerah hipotalammus.
Hipotalamus akan terjadi penurunan Prolactine Inhibitory Hormone (PIH),
sebuah hormon yang meghambat pelepasan prolactin oleh hipofisis anterior.
Prolaktin yang bersikulasi didalam darah untuk selanjutnya akan merangsang
kelenjar payudara untuk memproduksi ASI.
Jadi dengan demikian bisa disimpulkan bahwa semakin sring seorang bayi
mneyusu pada ibunya maka reflex ini akan semakin teraktivasi sehingga
produksi ASI akan semakin meningkat pula.
Kadar prolactin pada ibu pasca melahirkan akan terjadi fluktuasi dan sangat
tinggi pada malam hari. Kadarnya pada ibu yang menyusui menjadi normal
tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak.
Pada masa penyapihan tidak akan ada peningkatan prolactin walau ada isapan
bayi, namun pengeluaran ASI tetap berlangsung.
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolactin akan menjadi normal
pada minggu ke 2 – 3. Kadar hormone sangat dipengaruhih oleh beberapa
kondisi ibu, misalnya stress, kondisi psikologis lainnya, anastesi, operasi dan
rangsangan putting susu.

21
2. Refleks Aliran (Let Down Reflex)
Refelks ini mempunyai busur hisapan pada putting susu – medulla spinalis –
hipotalamus – hipofisis posterior – pelepasan oksitosin – sel otot polos
(miopeitel) di sekitar alveoli payudara – kontraksi mioepitel – penegluaran
ASI.
Refleks ini terjadi bersamaan dengan reflex prolactin yaitu ketika seorang
bayi menghisap putting susu ibunya. Dengan jalur yang sampai pada
hipotalamus, kemudian akan dilepaskan okssitosin yang disimpan oleh
hipofisis posterior. Dengan peningkatan kadar oksitosin didalam darah dan
menuju ke sel target yaitu miopeitel di sekitar alveoli payudara. Ketika
hormone ini diikat oleh reseptor otot, maka otot akan berkontraksi sehingga
akan memeras ASI yang terdapat di kantung-kantung alveoli menuju ke
saluran ASI dan akan kelluar ke ptting susu. Ibu perlu mewasspadai bahwa
tekanan karena kontraksi otot ini kadang-kadang begitu kuat sehingga air
susu keluar dari putting akan menyembur, ini bisa membuat bayi tersedak.
Disamping ke mioepitel payudara, hormone ini juga mempunyai sel target
yang lain yaitu otot polos uterus. Bila terdapat peningkatan oksitosin didalam
darah, maka otot Rahim akan berkontraksi sehingga membantu uterus
kembali ke ukuran sebelum melahirkan.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi reflex ini adalah kondisi psikologis
ibu ketika melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi,
memikirikan untuk menyusui bayi. Sedangkan faktor lain yang
mempengaruhi reflex ini adalah stress ibu, pikiran, perasaan, dan sensasi ibu.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen laktasi


Manajemen laktasi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk
menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada
masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya
(Baskoro, 2008).
Salah satu upaya menunjang keberhasilan menyusui adalah meningkatkan
hormon oksitosin, karena hormon oksitosin akan meningkatkan ejeksi ASI.
Keadaan yang dapat meningkatkan hormon oksitosin, antara lain :
 Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.
 Celotehan atau tangisan bayi
22
 Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi ke ibu saat
akan disusui atau disendawakan, mengganti popok dan memandikan bayi, bermain,
mendendangkan bayi dan membantu pekerjaan rumah tangga
 Pijat bayi

Berikut ini beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon


oksitosin, antara lain :

 Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung


 Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan bentuk tubuhnya,
meniggalkan bayi karena harus bekerja dan ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi.
 Rasa sakit terutama saat menyusui

Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui selama 6


bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar sukses menyusui
secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara lain :

 Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam 1 jam
pertama (inisiasi menyusui dini).
 Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi anda
 Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia akan
melepaskan puting dengan sendirinya. 

Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus
mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke
bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan
perlekatan bayi pada payudara yang tepat.

Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring


atau duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak
baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta
posisi mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat
menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.

Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap


payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan
badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir bawah bayi

23
dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan secepatnya dekatkan
bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala
bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara
menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut
bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibanding aerola
bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada payudara
dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.

Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut:

 Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)


 Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)
 Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi membentuk garis
lurus dengan lengan bayi dan leher bayi 
 Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
 Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
 Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
 Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku

Posisi menyusui yang tidak benar dapat dilihat sebagai berikut :

 Leher bayi terputar dan cenderung kedepan


 Badan bayi menjauh badan ibu
 Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu
 Hanya leher dan kepala tersanggah
 Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi
 C-hold tetap dipertahankan

Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik

 Dagu menyentuh payudara


 Mulut terbuka lebar
 Bibir bawah terputar keluar
 Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah
 Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu

24
Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil
cukup banyak payudara kedalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus
laktiferus. Bayi harus menarik keluar atau memeras jaringan payudara sehingga
membentuk puting buatan/ DOT yang bentuknya lebih panjang dari puting susu.
Puting susu sendiri hanya membentuk sepertiga dari puting buatan/ DOT. Hal ini
dapat kita lihat saat bayi selesai menyusui. Dengan cara inilah bayi mengeluarkan
ASI dari payudara. Hisapan efektif tercapai bila bayi menghisap dengan hisapan
dalam dan lambat. Bayi terlihat menghentikan sejenak hisapannya dan kita dapat
mendengar suara ASI yang ditelan. 

Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan
nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat
dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa  tidak puas dan ia ingin menyusu sering dan
lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik dan
lambat laun ASI akan mengering.

Perlekatan yang benar adalah kunci keberhasilan menyusui :

 Bayi datang dari arah bawah payudara


 Hidung bayi berhadapan dengan puting susu
 Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara (titik
pertemuan)
 Puting diarahkan ke atas ke langit-langit bayi
 Telusuri langit-langit bayi dengan putting sampai didaerah yang tidak ada
tulangnya, diantara uvula (tekak) dengan pangkal lidah yang lembut
 Putting susu hanya 1/3 atau ¼ dari bagian dot panjang yang terbentuk dari jaringan
payudara

Cara bayi mengeluarkan ASI

 Bayi tidak mengeluarkan ASI dari payudara seperti mengisap minuman melalui
sedotan
 Bayi mengisap untuk membentuk dot dari jaringan payudara
 Bayi mengeluarkan ASI dengan gerakan peristaltik lidah menekan gudang ASI ke
langit-langit sehingga ASI terperah keluar gudang masuk kedalam mulut

25
 Gerakan gelombang lidah bayi dari depan ke belakang dan menekan dot buatan ke
atas langit-langit
 Perahan efektif akan terjadi bila bayi melekat dengan benar sehingga bayi mudah
memeras ASI
Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi
menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bayi dapat mengukur
sendiri kebutuhannya. Bila proses menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari 30
menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah. Pada hari-hari
pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram), proses menyusu
terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar. Sebaiknya bayi
menyusu pada satu payudara sampai selesai baru kemudian bila bayi masih
menginginkan dapat diberikan pada payudara yang satu lagi sehingga kedua
payudara mendapat stimulasi yang sama untuk menghasilkan ASI.

Susui bayi sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi, sedikitnya lebih
dari 8 kali dalam 24 jam. Awalnya bayi menyusu sangat sering, namun pada usia 2
minggu frekuensi menyusu akan berkurang. Bayi sebaiknya disusui sesering dan
selama bayi menginginkannya bahkan pada malam hari. Menyusui pada malam
hari membantu mempertahankan suplai ASI karena hormon prolaktin dikeluarkan
terutama pada malam hari. Bayi yang puas menyusu akan melepaskan payudara ibu
dengan sendirinya, ibu tidak perlumenyetopnya.

Berikut ini tanda – tanda telah terjadi manajemen ASI yang baik :

 ASI akan cukup bila posisi dan perlekatan benar


 Bila buang air kecil lebih dari 6 kali sehari dengan warna urine yang tidak pekat
dan bau tidak menyengat
 Berat badan naik lebih dari 500 gram dalam sebulan dan telah melebihi berat lahir
pada usia 2 minggu
 Bayi akan relaks dan puas setelah menyusu dan melepas sendiri dari payudara ibu

Sejak awal kelahiran, bayi hanya diberikan ASI dan selanjutnya disusui
sesering mungkin tanpa dibatasi. Bayi dapat mengukur sendiri kemampuan dan
kebutuhan cairan yang diperlukan. Kita hanya perlu meluangkan waktu dan
memberi kesempatan padanya untuk mendapat yang terbaik yang ia butuhkan.

26
5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dan klasifikasi mastitis, crecked nipple, dan
inverted nipple
MASTITIS
Mastitis adalah suatu kondisi peradangan pada payudara, yang mungkin
disertai atau tidak disertai infeksi. Biasanya berhubungan dengan laktasi, sehingga
disebut juga mastitis laktasi atau mastitis nifas. Terkadang bisa berakibat fatal jika
tidak ditangani dengan benar. Abses payudara, kumpulan nanah yang terlokalisasi di
dalam payudara, merupakan komplikasi mastitis yang parah. Kondisi ini merupakan
beban penyakit yang cukup besar dan melibatkan biaya yang cukup besar. Penelitian
terbaru memberi kesan bahwa mastitis dapat meningkatkan risiko penularan HIV
melalui menyusui.
Klasifikasi matitis adalah sebagai berikut :
a. Mastitis Laktasi
Penyebab utama adalah produksi ASI yang tidak dikeluarkan akibat
berbagai sebab antara lain obstruksi duktus, frekuensi dan lamanya pemberian
yang kurang, isapan bayi yang tidak kuat, produksi ASI berlebih, dan rasa sakit
pada waktu menyusui ASI yang tidak dikeluarkan merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya bakteri.
Infeksi, yaitu masuknya kuman ke dalam payudara melalui duktus ke lobulus atau
melalui palus hematogen atau dari fissure puting ke sistem limfatik periduktal.
Kuman yang sering ditemukan Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus, E.
coli dan Streptococcus.
b. Mastitis non-laktasi
 Infeksi periareola: biasanya terjadi pada perempuan perokok akibat terjadinya
periduktal mastitis. Gejala yang timbul berupa inflamasi pada daerah periareola
dengan/ tanpa massa, abses periareola, mammary duct fistula, retraksi puting
dan keluarnya pus dari puting. Risiko rekurensi hampir pada setengah
penderita. Untuk menghindari keadaan tersebut dapat dilakukan pengangkatan
dari duktus yang terinfeksi.
 Mammary duct fistula: sering timbul akibat insisi dan drainase dari abses
payudara nonlaktasi sehingga terjadi fistula yang menghubungkan duktus
dengan kulit dan terjadi di daerah periareola. Terapinya adalah dengan eksisi
fistel dan duktus yangrcrlibat kemudian luka ditutup primer.
27
 Peripheral nonlactational breast abscess: keadaan tersebut jarang terjadi dan
biasanya disertai penyakit lain (DM, rheumatoid artbritis, terapi steroid,
trauma), sering terjadi pada perempuan muda. Terapinya seperti abses lainnya
(insisi dan drainase, aspirasi dengan bantuan USG).
 Selulitis dengan atau tanpa abses, terjadi pada perempuan dengan berat badan
berlebih, payudara besar, pernah operasi atau radiasi pada payudara. Infeksi
kulit sering timbul akibat kista sebasea terinfeksi dan hidradenitis supuratif.
Lokasi tersering pada kulit payndara bagian bawah atau lipatan mamari.
Terapinya dengan eksisi kulit yang terlibat.
 Tuberkulosis: kuman tersebut mencapai payudara biasanya dari kelenjar getah
bening aksila, kelenjar getah bening leher, atau kelenjar getah bening
mediastinum atau dari struktur di bawah payudara (iga). Terapinya dengan
eksisi dan obat anti TBC.
 Abses factitial: dapat didiagnosis bila abses superfisial menetap atau rekuren
walaupun diterapi secara benar. Timbul pada pasien yang mempunyai masalah
kejiwaan.
 Granulomatous lobular mastitis, berupa massa multipel, lunak, nyeri, dan
berbentuk mikroabses pada lobulus payudara. Kuman penyebabnya adalah
corynobacterium. Terapinya cukup dengan antibiotik yang sensitif yang
diperoleh dari hasil resistensi.

CRECKED NIPPLE
Cracked nipple (Puting susu lecet) adalah adanya luka pada payudara yang
ditandai oleh adanya erosi kulit sampai dengan submukosa yang dapat menyebabkan
perdarahan dan infeksi duktus laktiferus yang menimbulkan nyeri pada saat proses
menyusui.
Menurut Mohrbacher, trauma pada puting susu dapat dibagi ke dalam empat staging:
a. Stage I, Superficial intact : nyeri atau iritasi tanpa kerusakan kulit. Dapat berupa
kemerahan, memar, bintik-bintik merah, bengkak.
b. Stage II, Superficial with tissue breakdown : berupa nyeri dengan kemungkinan
abrasi, retakan atau fisura yang dangkal, garis kompresi, hematoma, ulserasi
dangkal.

28
c. Stage III, Partial thickness erosion : kerusakan kulit berupa destruksi lapisan
epidermis hingga dermis. Dapat berupa fisura dalam, blister, ulserasi dalam dan
ulserasi lanjut.
d. Stage IV, Full thickness erosion: kerusakan lebih dalam lapisan dermis, mungkin
berupa erosi penuh pada beberapa bagian dermis.

INVERTED NIPPLE
Inverted nipple, dikenal dengan istilah puting terbalik atau puting terbenam,
adalah kondisi dimana puting tertarik ke dalam payudara, dapat bersifat kongenital
atau didapat. Han dan Hong (1999) membagi bentuk puting inverted nipple
berdasarkan pada fungsi bukan dari penampilan puting ke dalam 3 derajat, yakni:
1. Derajat satu, dimana puting mudah ditarik dengan hisapan bayi atau pompa
payudara.
2. Derajat dua, ketika puting mudah ditarik dengan hisapan bayi atau pompa
payudara tetapi tidak mempertahankan proyeksi setelah mulut bayi lepas dari
payudara atau leher pompa diangkat.
3. Derajat tiga yakni puting sulit atau tidak mungkin ditarik.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi mastitis, crecked nipple, dan inverted nipple

MASTITIS
a. Stasis ASI
b. Infeksi berasal dari organisme yang dibawa melalui hidung dan mulut bayi
menyusui, paling sering dari spesies Staphylococcus aureus dan Streptococcus.
Agen umum termasuk streptokokus β-hemolitik, Haemophilus influenzae, H.
parainfluenzae, Escherichia coli, dan Klebsiella pneumoniae.
CRECKED NIPPLE
a. Kebanyakan puting nyeri / lecet disebabkan oleh kesalahan dalam tekhnik
menyusui yang salah yaitu sampai ke kalang payudara bila bayi menyusui hanya
pada puting susu, maka bayi akan mendapat ASI sedikit karena gusi bayi tidak
menekan pada daerah sinus laktiferus sedangkan pada ibunya akan terjadi nyeri
kelecetan pada puting susunya.
b. Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, Krim, atau zat iritan lainnya untuk
mencuci puting susu.

29
c. keadaan ini juga dapat terjadi pada bayi dengan tali lidah yang pendek, sehingga
menyebabkan bayi sulit menghisap sampai kalang payudara dan hisapan pada
putingnya saja.
d. Rasa nyeri ini juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui kurang hati-
hati
INVERTED NIPPLE
a. Kegagalan perkembangan duktus laktiferus dan pertumbuhan selama maturasi
jaringan payudara.
b. Fibrosis di sekitar duktus laktiferus akibat inflamasi (misalnya mastitis, kanker,
atau riwayat pembedahan sebelumnya).

7. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi mastitis, crecked nipple, dan inverted


nipple

MASTITIS

Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, baik menyusui
adalah norma atau tidak. Insidensi yang dilaporkan bervariasi dari sedikit hingga
33% wanita menyusui, tetapi biasanya di bawah 10%. Kebanyakan studi memiliki
keterbatasan metodologi utama, dan tidak ada studi kohort prospektif yang besar.
Mastitis paling umum terjadi pada minggu kedua dan ketiga pascapartum,
dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% hingga 95% kasus terjadi
dalam 12 minggu pertama. Namun, bisa terjadi pada setiap tahap laktasi, termasuk
di tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama
pasca melahirkan, tetapi dapat terjadi kemudian.
CRECKED NIPPLE

Diperkirakan sekitar 80-90% ibu menyusui mengalami nyeri pada puting


susu, dan 26% diantaranya mengalami cracked nipple. Studi cross-sectional di Feira
Santana, Brazil menunjukkan prevalensi cracked nipple adalah sekitar 32% pada 30
hari pertama post partum. Sebuah penelitian di New York menunjukkan bahwa
sekitar 34,9% wanita berhenti menyusui pada minggu pertama post partum akibat
trauma puting susu, dan 30,2% antara minggu pertama dan ke empat.

INVERTED NIPPLE

30
Inverted nipple dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, dengan berbagai
derajat keparahan. Pada beberapa kasus, puting dapat muncul kembali bila
distimulasi. Namun, pada kasus-kasus lainnya, retraksi ini bersifat menetap. Inverted
nipple akan berkurang sekitar 3% seiring peningkatan usia kehamilan.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
INVERTED NIPPLE
Faktor-faktor yang berhubungan dengan inverted nipple antara lain areola
yang tidak elastis dan sulit ditekan, pembengkakan areola, adhesi jaringan yang
menghubungkan puting susu dengan jaringan payudara, riwayat operasi payudara
atau tindikan pada puting susu, inflamasi (misal akibat mastitis), dan kanker
payudara.

MASTITIS

‐ Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.


‐ Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
‐ Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek. Biasanya
mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum
sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
‐ Pengosongan payudara yang tidak sempurna
‐ Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap
puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau
bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
‐ Ibu atau bayi sakit.
‐ Frenulum pendek.
‐ Produksi ASI yang terlalu banyak.
‐ Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
‐ Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman
pada mobil.
‐ Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur, serpihan
kulit, dan lain-lain.
‐ Penggunaan krim pada puting.

31
‐ Ibu stres atau kelelahan.
‐ Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.
CRECKED NIPPLE
- Bayi dengan tali lidah yang pendek, sehingga bayi kesulitan menghisap
- Berhenti menyusu secara cepat / mendadak
9. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple

MASTITIS

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus


(saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi
tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu
melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar
limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh
darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli
dan Streptococcus.

Stagnansi air susu ibu bisa terjadi karena beberapa hal, salah satu contohnya
ialah terjadinya obstruksi dari duktus laktiferus sehingga air susu tidak dapat
dikeluarkan. Selain itu dapat pula dikarenakan keengganan atau ketidakmampuan ibu
untuk menyusui akibat alasan kosmetika, terasa nyeri ketika menyusui, atau kelainan
anatomis (terjadi cracked nipple atau inverted nipple). Stagnansi air susu yang terjadi
terus menerus dapat menyebabkan kerusakan duktus akibat pereganggan lumen yang
terisi air susu, selain itu stagnansi ini juga bisa menjadi habitat yang baik bagi
patogen untuk berkembang biak. Kerusakan jaringan dan keberadaan patogen ini
akan memberikan sinyal berupa DAMP (damage associated molecular pattern) dan
PAMP (pathogen associated molecular pattern) yang akan ditangkap oleh sel-sel
proinflamasi seperti makrofag dan sel mast. Makrofag akan melepaskan interleukin-1
(IL-1) yang akan merangsang serabut saraf A delta dan C, sehingga nanti akan

32
terpresepsi sebagai nyeri di otak. IL-1 juga mempromotori penguraian asam
arakidonat menjadi Cox2 dan diproduksi prostaglandin E2 yang akan meningkatkan
batas atas termoregulator di otak, sehingga suhu tubuh meningkat (demam), dan
memanipulasi kadar NOx sehingga terjadi vasodilatasi, dimana vasodilatasi ini
menyebabkan peningkatan aliran darah (menyebabkan kulit tampak kemerahan dan
hangat) serta peningkatan permeabilitas vaskular (menyebabkan cairan plasma darah
akan mengalami eksudasi, edema). Sel mast juga merespon keberadaan PAMP dan
DAMP dengan mengalami degranulasi, sehingga terjadi pelepasan histamine yang
secara langsung dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah.

CRACKED NIPPLE

Cracked nipple adalah lesi kutan makroskopik pada ujung dan areola
payudara, yang dapat berupa hilangnya jaringan kulit, luka, celah, eritema, edema,
atau lepuhan. Cracked nipple sering kali disebabkan perlekatan yang tidak baik. Bayi
akan menarik puting keluar-masuk saat menyusu. Jika perlekatan saat menyusui
tidak tepat, akan terjadi gesekan antara kulit ibu dengan mulut bayi dan tekanan kuat
pada puting.Penyebab cracked nipple lain adalah infeksi Staphylococcus aureus dan
Candida albicans, atau frenulum bayi yang pendek.

Cracked nipple dapat terjadi akibat beberapa hal, salah satu penyebab yang
tersering adalah kesalahan dalam memposisikan bayi ketika menyusui. Akibat posisi
yang kurang tepat ini, bayi tidak bisa memasukkan puting hingga areola ibu kedalam
mulut dan hanya puting saja yang bisa masuk ke dalam mulut. Sehingga ketika bayi
menghisap akan terjadi trauma mekanik pada puting ibu dan apabila trauma mekanik
ini terus berulang maka akan menyebabkan puting ibu mengalami perlukaan. Kasus
serupa juga terjadi pada bayi yang angkyloglossia (lidah terikat, akibat frenulum
lidah pendek atau terletak terlalu dekat dengan ujung lidah), dimana bayi akan
kesusahan untuk memasukkan puting hingga areola ibu ke mulut. Penyebab lain
yang memungkinkan terjadinya cracked nipple adalah terjadinya dermatitis pada ibu,
apabila dermatitis terjadi hingga area puting maka akan menimbulkan erosi yang
akan memudahkan terjadinya cracked nipple.

INVERTED NIPPLE

Inverted nipple dapat disebabkan oleh kegagalan perkembangan duktus


laktiferus dan pertumbuhan selama maturasi jaringan payudara, atau fibrosis di

33
sekitar duktus laktiferus akibat inflamasi (misalnya mastitis, kanker, atau riwayat
pembedahan sebelumnya). Pada perkembangan fetus minggu ke enam, kuncup
payudara terbentuk di sepanjang garis ASI. Kemudian, kelenjar susu berkembang
sebagai pertumbuhan epitel ke dalam jaringan mesenkim. Pada bulan ke delapan atau
ke sembilan, lubang terbentuk di pintu masuk duktus. Proliferasi jaringan mesenkim
dan lemak di bawah lubang tersebut, menyebabkan elevasi ke atas kulit dan
membentuk proyeksi puting. Kegagalan pertumbuhan mesenkim atau pemanjangan
saluran laktiferus dapat menyebabkan inverted nipple kongenital.

Inverted nipple yang didapat umumnya dikarenakan oleh terikatnya puting


ke areola payudara oleh jaringan sikatrik akibat penuaan atau riwayat injury pada
puting ibu. Inverted nipple kongenital terjadi karena tidak atau kurang
berkembangnya puting, diantaranya diakibatkan oleh kelainan jaringan basal dari
puting (misalnya distribusi lemak di payudara yang kurang baik) dan kurang
berkembangnya duktus laktiferus (sehingga puting tidak terdorong untuk keluar).

10. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis mastitis, crecked nipple, dan
inverted nipple

MASTITIS

 Demam disertai menggigil


 Adanya demam > 380C
 Mialgia
 Nyeri dan bengkak di daerah payudara, biasa pada salah satu payudara
 Sering terjadi di minggu ke–3 dan ke–4 postpartum, namun dapat terjadi kapan
saja selama menyusui
o (Kemenkes, PPK : 2014)

INVERTED NIPPLE

Grade 1
 Putting tampak datar atau masuk ke dalam
 Putting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar
areola.
 Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi

34
 Saluran ASI tidakbermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.
Grade 2
 Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan
dilepas
 Terdapat kesulitan menyusui.
 Terdapat fibrosis derajat sedang.
 Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan.
 Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot
polos.
Grade 3
 Putting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan
pembedahan untuk dikeluarkan.
 Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui
 Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan
 Secara histologist ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis
yang parah
(Kemenkes, buku saku pelayanan ibu : 2013)

CRACKED NIPPLE
1. Luka lecet di putting susu
2. Kulit tampak terkelupas/ luka berdarah sampai mengakibatkan rasa nyeri dan
bertambah saat menyusui
3. Tampak lebih merah
4. Terlihat retak
(Kemenkes, PPK : 2014)

11. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang mastitis, crecked nipple,


dan inverted nipple

MASTITIS

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak


selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan
kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:

35
1. Pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2
hari
2. Terjadi mastitis berulang
3. Mastitis terjadi di rumah sakit
4. Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan
terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan
hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala
yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas
bakteri (IDAI, 2013).

Penghitungan leukosit dan bakteri juga dapat dilakukan untuk membedakan antara
mastitis infeksiosa dan non infeksiosa.

(WHO, 2002)

CRACKED NIPPLE DAN INVERTED NIPPLE

Untuk Pemeriksaan penunjang Cracked Nipple dan Inverted Nipple tidak diperlukan
karena dapat ditegakkan dari anamnesis serta pemeriksaan fisik

12. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria diagnosis mastitis, crecked nipple, dan
inverted nipple
CRECKED NIPPLE
Dari anamnesis keluhan yang paling sering dialami pasien dengan cracked
nipple adalah nyeri pada daerah sekitar puting susu yang bertambah jika menyusui

36
bayi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya lecet atau retakan kulit, perdarahan,
kulit terkelupas, serta keluar discharge dari puting susu.
INVERTED NIPPLE
Anamnesis:
Inverted nipple seringkali menyebabkan keluhan terkait proses menyusui.
Dari anamnesis dapat diketahui kesulitan ibu untuk menyusui bayi akibat puting susu
tertarik.
Pemeriksaan fisik:
- Inspeksi
Inspeksi pada payudara dilakukan dalam posisi duduk dengan lengan berada
pada kedua sisi tubuh. Pengamatan dilakukan dengan menilai bentuk, warna, dan
karakteristik kulit. Perlu diperhatikan jika terdapat retraksi kulit, ulserasi, eritema dan
kelainan pada puting susu. Karakteristik puting yang perlu diperhatikan pada
pemeriksaan fisik terkait cracked nipple dan inverted nipple meliputi ukuran dan
bentuk, arah puting, ruam, ulserasi, atau pengeluaran sekret dari putting. Selanjutnya,
pemeriksaan dilakukan dalam posisi pasien mengangkat lengan di atas kepala,
berkacak pinggang, dan mencondongkan tubuh ke depan untuk melihat cekungan
atau retraksi yang sebelumnya tidak dapat diidentifikasi. Retraksi puting susu dan
areola pada posisi mencondongkan tubuh ke depan menunjukkan kemungkinan ada
kanker di bawahnya.
- Palpasi

Palpasi dimulai dalam posisi duduk. Pemeriksaan dilakukan secara


sistematik meliputi seluruh bagian payudara dengan arah vertikal. Palpasi dapat
dilakukan mulai dari tekanan ringan sampai kuat. Selanjutnya, pasien diperiksa
dalam posisi berbaring dengan lengan berada di belakang kepala pasien untuk
memudahkan pemeriksaan pada kuadran bawah. Hal-hal yang perlu diperhatikan
pada palpasi antara lain konsistensi jaringan payudara, nyeri tekan, karakteristik
nodulus, serta puting susu. Pada puting perlu diperhatikan elastisitas serta cairan
yang keluar dari puting saat dipencet.

Inverted nipple dapat pula diperiksa melalui nipple pinch test. Lakukan


kompresi secara lembut pada areola sekitar satu inci dari dasar puting, letakkan
jempol pada satu sisi areola dan telunjuk pada sisi yang berlawanan. Puting susu

37
yang tampak terbalik sebelum pemeriksaan tapi menonjol pada nipple pinch
test bukanlah “true” inverted nipple.

MASTITIS
Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:

 Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC


 Menggigil
 Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
 Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
 Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu
karena ASI terasa asin
 Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

13. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
MASTITIS
Menurut Panduan Kemekes RI (2013), tatalaksana mastitis sebagai berikut:

1. Tatalaksana Umum
 Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan yang lebih banyak.
 Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas.
2. Tatalaksana Khusus
 Berikan antibiotik:
 Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari, atau
 Eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10-14 hari
 Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara yang tidak
sakit. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa
payudara untuk mengeluarkan isinya.
 Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
 Berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral.
 Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
 Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
 Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk menghindari
infeksi yang tidak diinginkan.

38
INVERTED NIPPLE
Menurut Martaadisoebrata, dkk (2020), tatalaksana inverted nipple dapat
diperbaiki dengan persat Hoffman yaitu dengan meletkkan kedua jari telunjuk atau
ibu jari di tengah gelanggang susu, lalu gelanggang susu diurut ke arah berlawanan.
Pada true inverted nipple, perasat Hoffman tidak dapat memperbaiki keadaan dan
tindakan operatif harus dilakukan.
Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu (2013) tatalaksana Inverted Nipple
adalah sebagai berikut:
1. Tatalaksana Umum
a. Jika retraksi tidak dalam, susu dapat diperoleh dengan menggunakan pompa
payudara.
b. Jika puting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan untuk
mengeluarkan puting dengan jari pada beberapa bulan sebelum melahirkan.
2. Tatalaksana Khusus : -

CRACKED NIPPLE
Menurut Martaadisoebrata, dkk (2020), tatalaksana cracked nipple adalah
mengedukasi teknik menyusui yang benar pada ibu, khususnya mengenai letak
puting dalam mulut bayi, seperti bibir bayi menutup areola sehingga tidak tampak,
puting ditempatkan diatas lidah bayi, dan areolah ditempatkan diantara gusi atas dan
bawah.
Adapun penatalaksanaan Cracked Nipple menurut Wana (2014), antara lain
sbeagi berikut:
a. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal atau lecetnya
lebih sedikit untuk menghindari tekanan local pada puting maka posisi menyusui
harus sering dirubah. Untuk puting yang sakit dianjurkan untuk mengurangi
frekuensi dan lamanya menyusui. Disamping itu kita harus yakin bahwa tehnik
menyusui bayi harus adalah benar, yaitu bayi harus menyusui sampai kekalang
payudara. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI dikeluarkan dengan
tangan / pompa. Kemudian diberikan dengan sendok, gelas atau pipet.
b. Setiap kali menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tapi diangin - anginkan
sebentar agar kering dengan sendirinya. Karena bekas ASI berfungsi sebagai
pembalut puting sekaligus sebagai anti infeksi.

39
c. Jangan menggunakan BH yang terlalu ketat
d. Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk
membersihkan puting susu.
e. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak sampai
terlalu penuh dan bayi yang tidak begitu lapar juga tidak menyusui terlalu rakus.
f. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke kalang payudara dan
susukan secara bergantian diantara kedua payudara
g. Pergunakan BH yang menyangga.
h. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat untuk mengurangi rasa sakit.
i. Periksalah apakah bayi tidak menderita monoliasis yang dapat menyebabkan
lecet pada puting susu ibu. Jika ditemukan gejala monilasis dapat diberikan
nistatin.

14. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple

MASTITIS

Jika dengan penatalaksanaan yang tepat dan efektif, mastitis umumnya mempunyai
prognosis yang baik.

Ad vitam : bonam

Ad sanasionam : bonam

Ad fungsionam : bonam

CRACKED NIPPLE

Jika dengan penatalaksanaan yang tepat dan efektif, cracked nipple umumnya
mempunyai prognosis yang baik.

Ad vitam : bonam

Ad sanasionam : bonam

Ad fungsionam : bonam

INVERTED NIPPLE

40
Jika dengan penatalaksanaan yang tepat dan efektif, inverted nipple umumnya
mempunyai prognosis yang baik.

Ad vitam : bonam

Ad sanasionam : bonam

Ad fungsionam : bonam

15. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
a. Pembengkakan payudara
Payudara penuh biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima setelah persalinan
dan permulaan laktogenesis II. Kemudian terjadi peningkatan volume susu yang
diproduksi secara signifikan. Pada saat ini, payudara terasa kencang, berat dan
hangat, dan ASI mengalir dengan mudah: ini adalah respons fisiologis yang
normal. Tidak jarang payudara terasa panas dan terlihat memerah.
b. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa
terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu
permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu
dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang
juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan
bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
c. Nyeri payudara kronis
Beberapa wanita mungkin mengalami nyeri payudara yang dalam, dalam, dan
terus menerus yang terjadi selama dan di antara menyusui. Tanda utama
sariawan duktus adalah rasa sakit menjadi lebih buruk di malam hari. Studi
terbaru menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus nyeri payudara bagian dalam
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri S. aureus. Infeksi saluran laktiferus akibat
bakteri dapat muncul secara independen dari mastitis atau dapat berkembang
setelah mastitis. Ada kemungkinan bahwa kombinasi kandida dan infeksi bakteri
mungkin ada. Dalam hal ini mungkin perlu diobati dengan terapi antibiotik dan

41
antijamur. Wanita dengan trauma puting lebih rentan terhadap infeksi saluran
bakteri. Rujukan ke konsultan laktasi penting untuk mengatasi nyeri payudara.
d. Abses payudara
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah
dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan
terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi
abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya
cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus
yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik.
ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan
sesuai dengan jenis kumannya.
e. Nanah dalam ASI
f. Darah dalam ASI

Komplikasi Cracked dan Inverted Nipple :


Komplikasi yang sering muncul pada cracked nipple dan inverted
nipple berhubungan dengan kesulitan dalam menyusui, sehingga menyebabkan
terjadinya mastitis atau abses payudara. Selain itu, retakan pada puting susu dapat
menjadi port d’entrée mikroorganisme, termasuk yang berasal dari flora mulut bayi.

16. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan mastitis, crecked nipple, dan inverted
nipple
MASTITIS
Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari mastitis adalah salah
satunya dengan memperhatikan factor risiko apa saja yang mungkin dapat berisiko
munculnya mastitis. Di antaranya dengan melakukan hal-hal berikut:
- Mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
- Memastikan bahwa bayi mengenyut payudara dengan baik
- Menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan memebiarkan bayi
selesai menyusui satu payudara dulu sebelum memberikan payudara yang lain
- Menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan

42
- Sebisa mungkin menghindari penggunaan dot
- Menghindari pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan
pertama, terutama dari botol susu
- Hindari beban kerja yang berat pada ibu menyusui
- Hindari kealpaan menyusui terutama saat malam hari
- Hindari trauma pada payudara karena kekerasan atau penyebab yang lain

CRACKED NIPPLE
Pencegahannya menurut Martaadisoebrata, dkk (2020) antara lain:

- Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alkohol, cairan atau obat iritan
lainnya;
- Untuk melaps isapan bayi setelah menyusui, dagu bayi ditekan atau hidung bayi
dipijat atau jari kelingking ibu yang bersih dimasukkan ke dalam mulut bayi;
- Dianjurkan bagi ibu untuk teteap menyusui bayinya mulai dari puting yang sakit
sambil menghindari tekanan lokal pada puting dengan mengubah-ubah posisi
menyusui.
- Frekuensi dan lama menyusui diputing yang sakit dikurangi.
INVERTED NIPPLE
Umumnya tidak terdapat pencegahan pasti yang dapat mencegah inverted nipple,
karena kondisi ini merupakan kelainan bawaan atau malformasi pada puting ibu.
17. Mahasiswa mampu menjelaskan integrase keislaman

Artinya :

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan

43
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Integrasi dengan Kasus Skenario :

Dikatakan bahwa Para ibu hendaknya menyusukan anaknya selama dua


tahun penuh untuk menyempurnakan penyusuan, Hal ini bisa dikaitkan dengan
Patofisiologi dari mastitis yaitu Statis ASI yang terjadi karena ASI dari ibu tidak di
keluarkan dan menumpuk pada payudara

Serta terdapat kalimat jangan lah seorang ibu menderita kesengsaraan


karena anaknya yang merupakan faktor resiko dari mastitis itu sendiri yang
disebabkan oleh seorang ibu yang stress karena anaknya rewel.

44
BAB VII

PETA KONSEP

45
BAB VIII

SOAP

46
SOAP
S = Subjective
Nama Pasien : Ny. C
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 20 tahun
Keluhan Utama : Nyeri dan menteng-menteng pada payudara kanan sejak 2 hari lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Puting kanan tampak lebih pendek, lecet dan terasa perih saat menyusui
- Demam sejak 1 hari yang lalu
- Perut tidak mules, luka jahitan tidak sakit, darah nifas keluar dengan lancar, tapi
kemaluan berbau tidak sedap
Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Kebiasaan :-
Riwayat Sosial :
- Riwayat melahirkan 1 minggu yang lalu secara spontan, anak pertama, bayi laki-laki
- ASI mulai keluar pada hari ke-2 setelah persalinan
- Pasien merasa kesulitan dalam menyusui dan capek karena bayinya sering rewel
kalau tidak digendong
- Pasien merasa tidak sabar dan memberikan susu formula, tapi bayinya tidak mau
- Pasien hanya makan nasi lauk tahu dan tempe, karena pesan ibunya harus
menghindari makanan berkuah, telur, ikan dan daging agar jahitan cepat kering
O = Objective
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
TTV : TD 110/70mmHg, nadi 92x/menit, RR : 20x/menit, Tax 38,5°C
Payudara kanan: ukuran lebih besar dari kiri, tampak tegang, bengkak, kemerahan, palpasi
keras, nyeri tekan (+), puting pendek dan lecet. 
Fundus uteri teraba di pertengahan umbilikus-simphisis pubis. Genetalia eksterna didapatkan
lochea berbau.
A1 = Initial Assessment
a. Mastitis dengan cracked nipple dan inverted nipple
b. Cracked nipple (puting lecet) tanpa mastitis
c. Inverted nipple (puting datar atau tenggelam) tanpa mastitis
P1 = Planning diagnostic
Planning Pemeriksaan Penunjang Tambahan :
- Laboratotium : kultur ASI pancar tengah
Planning Terapi :

47
- Eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 14 hari
- Ibuprofen 3 x 400 mg per oral

Planing Edukasi :
- Ibu harus beristirahat yang cukup dan mendapat asupan cairan dan nutrisi yang cukup
- Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri
- Ibu tetap menyusui dimulai dengan payudara yang tidak sakit. Bila payudara yang
sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya
- Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk menghindari infeksi
Planning Monitoring atau Evaluasi :
- Evaluasi kondisi payudara setelah 3 hari.
A2 = Assessment
Working Diagnosis : Mastitis
P2 = Plan
Planning Terapi Medikamentosa:
- Eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 14 hari
- Ibuprofen 3 x 400 mg per oral

Planing Suportif:
- Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri
- Kompres hangat terutama saat menyusu untuk membantuk mengalirkan ASI
- Ibu harus beristirahat yang cukup dan mendapat asupan cairan (14 gelas per hari atau
lebih) dan nutrisi yang baik
Planing KIE:
- Ibu tetap menyusui dimulai dengan payudara yang tidak sakit. Bila payudara yang
sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya
- Posisi menyusui diperbaiki
- Puting susu tidak perlu dibersihkan menggunakan alkohol, cukup mengoleskan ASI
akhir (hand milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering
- Ibu harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk menghindari infeksi
Planning Monitoring atau Evaluasi :
- Evaluasi kondisi payudara setelah 3 hari: Hilangnya nyeri, ASI lancar, lecet pada
putting sembuh, keefektifitasan antibiotik, gejala lain membaik

48
DAFTAR PUSTAKA

An HY, Kim KS, Yu IK, Kim KW, Kim HK. The Nipple-Areolar Complex A Pictorial
Review of Common and Uncommon Conditions. J Ultrasound Med.
2010(29)949-962. http://dx.doi.org/10.7863/jum.2010.29.6.949

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia. Agustus 2013; 159-171

49
Buck ML, Amir LH, Cullinane M, Donath SM. Nipple Pain, Damage, and Vasospasm in
the First 8 Weeks Postpartum. Breastfeeding Medicine. 2014(9)56-62.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24380583

Contretas GA, Rodriguez JM. Mastitis: Comparative Etiology and Epidemiology. Springer
Science. 2011 September 27; 16:339-356.

Gould DJ, Nadeau MH, Macias LH, Stevens WG. Inverted nipple repair revisited: a 7-year
experience. Aesthet Surg J. 2015. (35)156-64.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25681105

IDAI. Manajemen Laktasi. www.idai.or.id. Published 2015. Accessed November 10, 2020.
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/manajemen-laktasi

Mason HS. Mastitis and Breast Abscess. 2018. Available


from:https://bestpractice.bmj.com/topics/en-us/1084

Martaadiseobrata, Djamhoer. Wirakusumah, Firman. Effendi, Jusuf. 2020. Obstetri


Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 3. Jakarta: EGC
Niazi A, Rahimi VB, Soheili-Far S, et al. A Systematic Review on Prevention and
Treatment of Nipple Pain and Fissure: Are They Curable?. J Pharmacopuncture.
2018;21(3):139–150. doi:10.3831/KPI.2018.21.017

Purwo Sri Rejeki, Dr. Mk. Fisiologi Laktasi_compressed.pdf.


http://repository.unair.ac.id/94063/2/Fisiologi Laktasi.pdf

Wahyuningsih, H.P. 2018.Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Kementerian


Kesehatan R.I
Suradi, R dan Hegar. 2010. Indonesia Menyusui. Jakarta: IDAI.

Shanazi M, Khalili AF, Kamalifard M, Jafarabadi MA, Masoudin K, Esmaeli F.


Comparison of the Effects of Lanolin, Peppermint, and Dexpanthenol Creams on
Treatment of Traumatic Nipples in Breastfeeding Mothers. Journal of Caring
Sciences. 2015(4)297-307. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26744729

Wana. 2014. Gambaran Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Cracked Nipple di RSUD
Syekh Yusuf Gowa Tahun 2013. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.

50
World Health Organization. 2000. Mastitis: Causes and Management. Alih bahasa oleh dr.
Bertha Sugiarto. Jakarta: Widya Medika. 2017. Mastitis Prevention and
Treatment. Auckland District Health Board (ADHB)

51

Anda mungkin juga menyukai