Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama

: Ny. S

Usia

: 56 tahun

Pendidikan terakhir: SD
Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Ciledug Lor

Agama

: Islam

Status perkawinan : Menikah, 18 tahun.


Masuk RS

: 19-01-2016, 13:00 WIB

Nama Suami

: Tn. D

Usia

: 60 tahun

Pendidikan terakhir: SD
Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Ciledug Lor

II. Anamnesis
Keluhan utama: perdarahan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled diantar oleh anaknya dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir. Keluhan dirasakan sejak 4 bulan yang lalu.
Keluhan dirasakan pertama kali saat setelah melakukan hubungan suami istri.
Awalnya darah yang keluar berwarna merah segar kemudian lama kelamaan
disertai gumpalan darah. Keluar darah juga disertai dengan keputihan yang lama
kelamaan menjadi berbau amis. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat melakukan
hubungan suami istri dan dirasakan nyeri perut pada bagian bawah. Sejak 1 bulan
yang lalu nyeri mulai dirasakan menjalar ke pinggang dan selangkangan. Pasien
juga mengeluhkan kadang-kadang terasa nyeri saat BAK. Pasien juga mengatakan

BB menurun sejak 3 bulan yang lalu.. Pasien tidak mengeluhkan gatal dan perih
pada alat kelaminnya.
Riwayat Perkawinan
Perempuan

: Pasien menikah selama 47 tahun, merupakan pernikahan

pertama, usia saat menikah 18 tahun


Laki-laki

: Pasien menikah selama 47 tahun, merupakan pernikahan

pertama, usia saat menikah 22 tahun


Riwayat obstetrik:
-

P1: laki-laki, berat lahir 3000 gr, 44 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan, lahir

spontan, ditolong dukun.


P2: laki-laki, berat lahir 2900 gr, 41 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan, lahir

spontan, ditolong dukun.


P3: perempuan, berat lahir 3000 gr, 38 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan,

lahir spontan, ditolong dukun.


P4 : perempuan, berat lahir 3100 gr, 34 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan,

lahir spontan, ditolong dukun.


P5 : perempuan, berat lahir 2700 gr, 31 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan,

lahir spontan, ditolong dukun.


P6 : laki-laki, berat lahir 3200 gr, 28 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan, lahir

spontan, ditolong dukun.


P7 : perempuan, berat lahir 3800 g, 24 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan,

lahir spontan, ditolong dukun.


P8 : laki-laki, berat lahir 3100 g, 21 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan, lahir

spontan, ditolong dukun.


P9 : laki-laki, berat lahir 3200 g, 38 tahun yang lalu, hidup, cukup bulan, lahir

spontan, ditolong bidan.


Riwayat abortus (-), dan kuretase (-)
Riwayat infeksi nifas (-)
Riwayat penyulit kehamilan : Anemia (-)

Riwayat penyakit dahulu:


-

Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit


jantung, penyakit paru, penyakit hati, alergi, dan trauma

Tidak ada riwayat pernah mengalami keganasan


Tidak ada riwayat operasi

Riwayat keluarga:
-

Tidak ada riwayat penyakit Diabetes melitus, Hipertensi, penyakit jantung dan

penyakit keganasan dalam keluarga


Tidak ada riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
Adik laki-laki pasien meninggal akibat kanker pada lidah 8 tahun yang lalu
Menikah 1 kali lamanya 47 tahun

Riwayat ginekologik:
-

Riwayat penyakit saluran reproduksi (-)


Riwayat operasi ginekologik (-)
USG : 1 kali di dokter 4 bulan yang lalu

Riwayat menstruasi:
-

Menarche usia 15 tahun, siklus haid tidak teratur, lamanya 4-5 hari, jumlah
darah < 80 ml, 2-3 kali pembalut per hari, dismenorea (+), nyeri payudara dan

benjolan (-)
Menopause 12 tahun yang lalu.

Riwayat penggunaan kontrasepsi:


-

Penggunaan KB spiral setelah lahir anak ketiga selama 1 tahun kemudian


menggunakan KB suntik 1 bulan setelah lahir anak keempat selama 4 bulan.

Riwayat Pribadi dan Sosial


-

Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari walau badan terasa lemas.

Pasien mengaku mengkonsumsi rokok sejak usia 16 tahun kira-kira 1


batang/hari dan berhenti saat usia 47 tahun.

Riwayat minum alkohol (-), narkoba (-)

III. Pemeriksaan Fisik


Status generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Komposmentis, GCS : 15

Tanda-tanda vital :
-

Tekanan darah
Pulsasi
Respirasi
Suhu

: 140/90 mmHg
: 85 x/menit
: 21 x/menit
: 36,0 oC

Tinggi badan

: 145 cm

Berat badan

: 54 Kg

Kepala

: Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

Mata

: Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-.

Telinga: Simetris kanan kiri, sekret tidak ada, kemerahan -/-, nyeri tekan -/ Hidung

: Deviasi (-), secret -/-, kemerahan -/-, nyeri tekan -/-

Tengorokan

: Kemerahan (-), Tonsil T1-T1, nyeri menelan (-)

Leher

: Perabaan kelenjar tiroid tidak teraba, perabaan kelenjar getah

bening tidak teraba.


Thoraks :
o Cor

: S1-S2 normal reguler, murmur tidak ada, gallop tidak

ada
o Pulmo

: Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing

tidak ada
o Mammae : terdapat dua buah kiri dan kanan dengan ukuran simetris
kanan dan kiri, areola berwarna gelap, dan retraksi puting -/-. Nyeri
tekan -/-, tidak teraba massa.
Abdomen :
o Inspeksi : bentuk datar, lembut, striae (+)
o Auskultasi: redup pada seluruh regio, bising usus (+)
o Perkusi : redup pada lapang perut bagian kiri
o Palpasi :

Defans muskular (-)

Terdapat massa bulat multiple di inguinal dekstra dan sinistra

Hepar dan lien tidak terdapat pembesaran

Ekstremitas :

Akral hangat +/+, oedema tungkai pitting -/-, pembesaran

kelenjar lipat paha -/ Genitalia

Eksterna

o Inspeksi: mons pubis tersebar merata, vulva vagina tidak ada tanda-tanda
inflamasi dan kelainan, discharge keputihan (+), OUE tidak ada kelainan,
glandula bartholine tidak tampak kemerahan.
o Palpasi: vulva vagina tidak terdapat massa, tidak terasa nyeri tekan, pada
glandula bartholine tidak teraba adanya massa.

Interna

Inspeksi

:sekret vagina (+), vagina hiperemis (+), portio

hiperemis (+), portio mudah berdarah, permukaan portio tampak

berbenjol-benjol.
Palpasi
- Dinding vagina berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), portio
teraba keras, berbenjol-benjol, rapuh dan mudah
-

berdarah, fluksus (+).


Uterus letak antefleksi, bentuk agak bulat dengan
fundus uteri lebih besar dibandingkan dengan bagian
bawah , ukuran uterus sebesar telur ayam, konsistensi
kenyal, permukaan rata, gerakan agak berbatas,
permukaan agak licin dan berbenjol-benjol.

IV. Diagnosis Banding


- Ca Servix
- Polip servix
V. Usulan pemeriksaan penunjang
-

Darah Rutin
IVA test
Pap smear

Biopsi

VI. Diagnosis Kerja


Ca servix stadium 3a klinis + anemia
VI. Penatalaksanaan
-

Kemoterapi
Radioterapi
Transfusi PRC

VII. Prognosis
Qua ad vitam

: ad malam

Qua ad Functionam

: ad malam

Qua ad sanationam

: ad malam

IX. Resume
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled diantar oleh anaknya dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir. Keluhan dirasakan sejak 4 bulan yang lalu.
Keluhan dirasakan pertama kali saat setelah melakukan hubungan suami istri.
Awalnya darah yang keluar berwarna merah segar kemudian lama kelamaan
disertai gumpalan darah. Keluar darah juga disertai dengan keputihan yang lama
kelamaan menjadi berbau amis. Pasien juga mengeluhkan nyeri saat melakukan
hubungan suami istri dan dirasakan nyeri perut pada bagian bawah. Sejak 1 bulan
yang lalu nyeri mulai dirasakan menjalar ke pinggang dan selangkangan. Pasien
juga mengeluhkan kadang-kadang terasa nyeri saat BAK. Pasien juga
mengatakan BB menurun sejak 3 bulan yang lalu.. Pasien mengaku
mengkonsumsi rokok sejak usia 16 tahun kira-kira 1 batang/hari dan berhenti

saat usia 47 tahun.Pasien tidak mengeluhkan gatal dan perih pada alat
kelaminnya.
Pemriksaan fisik didapatkan conjungtiva anemis dan di palpasi pada bagian
abdomen terdapat masa bulat multiple di inguinal dekstra dan sinistra. Pada
pemeriksaan dalam pada saat diinspeksi terdapat sekret vagina (+), vagina
hiperemis (+), portio hiperemis (+), portio mudah berdarah, permukaan portio
tampak berbenjol-benjol dan dipalpasi dinding vagina berbenjol-benjol, nyeri
tekan (-), portio teraba keras, berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah,
fluksus (+).

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa
vagina dan mukosa kanalis servikalis.
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher
rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau
vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke rahim.

Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel
epitel skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan
yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS).
B. Etiologi dan Faktor Risiko
a. Etiologi
Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma
Virus (HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat
teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan
seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko rendah jarang menimbulkan
kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe
risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi
yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52,
56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain.
b. Faktor resiko
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher
rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat
risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker
leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap
karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat

usia.
Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan
berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada
mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks
idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang.
Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi
atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa
yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.
Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20
tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks

pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16


tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada
serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak
siap menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang
dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah
sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat
yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa
tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya
tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat
menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan
pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu

rentan terhadap perubahan.


Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering bergantiganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan
tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma
Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan
mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak

terkendali sehingga menjadi kanker.


Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya

kanker.
Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali
lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita
yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada
wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada
di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan
serviks di samping meropakan kokarsinogen infeksi virus. Nikotin,
mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau
menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru
maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa

10

banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan

kanker leher rahim.


Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang
terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus
HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya
kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat

penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.


Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita
dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu
pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang
sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi
untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya
seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak
dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma
Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher

rahim.
Penggunaan

kontrasepsi

oral

dalam

jangka

waktu

lama.

Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu


lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim
1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko
kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah
satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan.
C. Patofisiologi
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks
setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis
umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor
supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai

11

efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai


timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam
pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan
intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif
akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3-35%. Bentuk ringan
(displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu
yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara
1 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia
ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria.
Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen
pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat
serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan. Berbagai
jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan
pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2,
E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di
tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang
menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada
replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali
sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi

12

imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang


mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2.
Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000
virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan
DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif
(Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini
menstimulus

ekspresi

onkoprotein

E6

dan

E7.

Selain

itu,

dalam

karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai


supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai
negative control cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi
karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan
p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya
bertahan 20-30 menit. Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses
karsinogenesis berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga
dapat dipakai sebagai indikator prognosis molekuler untuk menilai baik
perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks.
Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi
HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi
penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53
dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker
serviks.
Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke
pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening
obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini
tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta.
Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar
getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu,
pankreas dan otak.
D. Gejala Klinis
Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor
albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar
dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis

13

jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif.


Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai
perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada
tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya
timbul

gejala

berupa

ketidakteraturannya

siklus

haid,

amenorhea,

hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan


intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi
pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid. Nyeri dirasakan
dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada tahap
lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari
vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa
vulva.
Stadium Ca Serviks

Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin


progresif. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal toussea)
merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar
berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai menggumpal.
Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan
gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat
terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan gejala penyakit

14

lanjut. Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya sel-sel abnormal di bagian


bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang baru-baru ini
disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat. Sering kali
kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah berkembang
menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti pendarahan serta
keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa
sakit saat berhubungan seksual.
E. Diagnosis
Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali
pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang
lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu
penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase
endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan
pemeriksaan Xray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada
kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi.
Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis.
Interpretasi

dari

limfangografi,

arteriografi,

venografi,

laparoskopi,

ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan
secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma
karena hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada
sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan
pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual
sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun
sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus
kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal,
akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai
lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya
menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3

15

kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka


pemeriksaan pap smearbisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil
pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut :
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
2. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch
biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang
menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada
pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil
biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya
tumor saja.
3. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear,
karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis
dalam mengetes darah yang abnormal.
4. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks
karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung
kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada
glikogen.
5. Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan
pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih

16

dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema


barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan
CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor
dan / atau terkenanya nodus limpa regional.
F. Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah
dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang
oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim
kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung
pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum
penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah
biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah
yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi.
Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan),
kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk
menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di
sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
1.Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau
bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau
konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya
setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi,
dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu
terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang
langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang
ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan
yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks
(total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium

17

klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum


menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang
berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum
(resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium
II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan
dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan
kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker
sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk
mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada
radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi
eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu
dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal
yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke
dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita
dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2
minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina,
kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.
Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat

18

didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat


diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi
diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama
walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup
yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus
kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain.

DAFTAR PUSTAKA
1

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Obstetri Williams Edisi ke-21 Vol. 2. Jakarta : ECG; 2004. p. 934, 1035-7.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta


Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000. p. 388-9.

19

Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar Pelayanan Medik


Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia; 2006. p.130-1

Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kandungan. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999. p. 346-65.

Anda mungkin juga menyukai